Anda di halaman 1dari 6

BAB 1

PENDAHULUAN

Histeroskopi adalah prosedur invasif minimal yang dapat mendiagnosis.


Histeroskopi telah mengubah praktek ginekologi dengan cara meningkatkan
kemampuan dokter untuk mengelola kondisi endoserviks, endometrium, dan
ostium tuba, tetapi pengetahuan dan keterampilan diperlukan untuk
mengoptimalkan hasil dan keamanan prosedur ini.1

Sejak awal tahun 1980-an, histeroskopi telah membuka pemandangan


diagnostik baru untuk evaluasi diagnostik dari saluran leher rahim dan rongga
rahim, mengungkapkan batas yang melekat pada dilatasi, kuretase dan biopsi
endometrium jika dilakukan tanpa bimbingan visual. Dalam beberapa tahun
terakhir, banyak teknik telah berkembang yang memungkinkan histeroskopi
dilakukan pada pasien rawat jalan tanpa menggunakan anestesi. Dilatasi kanalis
serviks juga digunakan untuk biopsi sampel atau pengobatan menggunakan
histeroskopi untuk polip endometrium, mioma kecil, sinekia, atau malformasi
uterus, seperti septa uterus.1,2

Saat ini, sebagian besar prosedur bedah yang dilakukan dengan bantuan
histeroskopi memberikan hasil yang lebih baik daripada menggunakan teknik
laparoskopi tradisional yang dalam hal prosedur invasif tidak dapat ditentukan
dengan perbandingan mutlak. Munculnya inovasi teknis baru-baru ini telah
merevolusi bidang histeroskopi sehingga memungkinkan untuk melakukan
pemeriksaan endoskopi komprehensif pada rongga rahim bagi pasien rawat jalan,
tanpa menggunakan anestesi atau dilatasi awal saluran leher rahim. Akibatnya,
rentang indikasi untuk prosedur histeroskopi telah berkembang dengan pesat.
Teknik histeroskopi diindikasikan pada semua kasus yang membutuhkan,
setidaknya secara teoritis, visualisasi langsung dari saluran leher rahim dan rongga
rahim. Histeroskopi diagnostik dan surgikal telah menjadi baku emas dalam
praktek ginekologi.2,3

Histeroskopi memungkinkan dilakukannya penanganan pada keadaan


patologis yang bersifat pada situasi rawat jalan. Prosedur bedah histeroskopi,
ataudengan kata lain, operasi histeroskopi besar, dilakukan di ruang operasi.
Beberapa indikasi sebelumnya untuk dilakukan teknik operasi laparotomi
konvensional, seperti malformasi uterus, adhesi intrauterine, mioma submukosa
dan intramural, saat ini telah termasuk dalam ruang lingkup indikasi teknik
histeroskopi. Pengobatan perdarahan uterus disfungsional dengan histerektomi
sebagian besar telah digantikan oleh ablasi atau reseksi endometrium di bawah
kendali histeroskopi, karena teknik yang terakhir ini dianggap lebih cocok untuk
menjaga integritas dari saluran uroginekologi dan telah terbukti kurang invasif
untuk pasien.2,3
Definisi Histeroskopi
Histeroskopi adalah sebuah prosedur dimana sebuah teleskop kecil
(disebut histeroskop) yang terpasang dengan kamera dan dimasukkan ke dalam
Rahim melalui serviks untuk membuat visualisasi bagian dalam Rahim (rongga
endometrium)1
Dasar dari histeroskop adalah optik teleskop atau perangkat fiberoptik tipis
yang terhubung ke sumber cahaya. Sebuah kamera video dapat terpasang pada
ujung proksimal histeroskop. Pemantauan video dan fotografi memungkinkan
pasien untuk mengamati jalannya prosedur dan adanya dokumentasi foto untuk
rekam medis. Untuk histeroskopi diagnostik, cahaya rendah dapat memberikan
pencahayaan yang adekuat. Jika kamera video digunakan, diperlukan sumber
cahaya xenon atau halogen dengan kekuatan yang lebih tinggi.4

Jenis Histeroskopi
Terdapat dua jenis histeroskopi berdasarkan tujuan pemakaian, yaitu
histeroskopi diagnostic untuk dapat membuat diagnostic pada suatu gejala dan
histeroskopi operatif untuk melakukan operasi.1
Histeroskop dapat dibagi menjadi 2 jenis, fleksibel dan kaku, yang tersedia
dalam berbagai diameter. Histeroskop yang tipis, fleksibel cenderung lebih
disukai untuk histeroskopi diagnostik, sedangkan histeroskop yang kaku lebih
sering digunakan untuk histeroskopi operatif. Resektoskop adalah histeroskopi
operatif yang dilengkapi dengan perangkat khusus untuk melakukan prosedur
pembedahan.1,4

Indikasi Histeroskopi
Alasan agar dilakukan histeroskopi tergantung pada apakah hiseroskopi
digunakan untuk mendiagnosis penyakit atau digunakan untuk
pembedahan/operasi.1
Diagnosis Terapi
Evaluasi perdarahan uterus abnormal Miomektomi (mioma intravitary dan
beberapa mioma intramural)
Pemeriksaan lanjutan pada kasus Polipektomi endometrium
infertilitas (kombinasi dengan
laparoskopi atau USG 3 dimensi)
Evaluasi lanjutan pada temuan USG Pembuangan lesi pada endoserviks
uterus yang abnormal
Evaluasi lanjutan pada hasil biopsy Pengambilan benda asing (misalnya,
endometrium yang abnormal. Biopsi laminaria, malposisi alat intrauterine,
endometrium. hasil konsepsi yang tertahan)
Eksisi adhesi intrauterine
Perbaikan septum uteri
Ablasi/reseksi endometrium
Sterilisasi histeriskopi
Tuboplasti atau kanulasi

Kontraindikasi Histeroskopi1

Kehamilan intrauterine viable


Penyakit Radang Panggul
Servisitus mukopurulen
Infeksi herpes aktif atau prodomal
Kanker serviks

Keadaan histeroskopi tidak disarankan1


1. Selama menstruasi berlangsung atau perdarahan pervaginam karena dalam
kondisi seperti ini akan sulit untuk membuat visualisasi rongga
endometrium.
2. Kehamilan, jika diduga adanya kehamilan, histeroskopi harus dihindari
karena bisa melukai janin.
3. Penyakit radang panggul, pada pasien yang menderita PID atau telah
diduga memiliki PID, histeroskopi harus dihindari juga untuk mencegah
penyebaran infeksi.
4. Kanker serviks, histeroskopi tidak dapat dilakukan pada pasien yang telah
diduga menderita kanker serviks
5. Infeksi herpes akut
6. Keputihan yang berat, disebabkan mungkin dari penyakit menular seksual.
Uji swab harus dilaukan untuk kultur dan perawatan serta harus diberikan
sebelum melakukan histeroskopi
Waktu terbaik untuk melakukan histeroskopi1
1. Waktu yang terbaik adalah setelah menstruasi (sebelum ovaluasi) – saat
dmana lapisan endometrium dalam kondisi tipis sehingga rongga dapat
dilihat dengan baik. Dengan demikian, melakukan saat setelah menstruasi
dapat menghilangkan rasa kekuatiran untuk melakukan histeroskopi
selama kehamilan.
2. Histeroskopi dapat dilakukan pada wanita dengan pasca menopause.
3. Pada pasien yang telah mengalami perdarahan yang tidak teratur atau
berkepanjangan, pemberian hormone harus dilakukan untuk dapat
menghentikan perdarahan sebelum melakukan histeroskopi. Namun,
apabila perdarahan terus berlanjut histeroskopi harus tetap dilakukan
meskipun perdarahan terus berlanjut.
1. Bradley LD DS. The Hospital Physician Obstetrics and Gynecology Board
Review Manual. Turn White Commun. 2008;11:1-8.
2. Campo R et al. Office mini hysteroscopy. Hum Reprod Update. Published
online 1999:73-81.
3. Krishnan K MB. Office Hysteroscopy. J Obs Gynecol India. Published
online 2005:174-177.
4. Mencaglia L, de Albuquerque Neto AR. Manual of Hysteroscopy,
Diagnostic, Operative and Office Hysteroscopy. Published online 2013.

Anda mungkin juga menyukai