Anda di halaman 1dari 120

HUBUNGAN PERAN PERAWAT EDUKATOR

DENGAN TERKONTROLNYA TEKANAN DARAH


PADA LANSIA HIPERTENSI
DI DESA BANYUURIP KECAMATAN NGAMPEL

PROPOSAL PENELITIAN

Disusun untuk memenuhi persyaratan mencapai Sarjana Keperawatan

Disusun Oleh :

DWI KRISTIYANTI

SK.117.010

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDAL

KENDAL, DESEMBER 2020


Persetujuan Proposal Penelitian

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa

Proposal penelitian yang berjudul :

HUBUNGAN PERAN PERAWAT EDUKATOR


DENGAN TERKONTROLNYA TEKANAN DARAH
PADA LANSIA HIPERTENSI
DI DESA BANYUURIP KECAMATAN NGAMPEL

Dipersiapkan dan disusun oleh :

Nama : DWI KRISTIYANTI

NIM : SK.117.010

Telah disetujui sebagai usulan penelitian skripsi dan dinyatakan

telah memenuhi syarat untuk diseminarkan

Pembimbing I Pembimbing II

Qurrotul Aeni, M.,Kep., Ns Andriyani Mustika N.,S.Kep .,Ns., M.H.

NIPS : 120206018 NIPS : 120206015


Pengesahan Proposal Penelitian

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwaProposal penelitian

yang berjudul :

HUBUNGAN PERAN PERAWAT EDUKATOR


DENGAN TERKONTROLNYA TEKANAN DARAH
PADA LANSIA HIPERTENSI
DI DESA BANYUURIP KECAMATAN NGAMPEL

Dipersiapkan dan disusun oleh :

Nama : DWI KRISTIYANTI

NIM : SK.117.010

Telah dipertahankan di depan dewan penguji pada tanggal 23 Januari 2021 dan
dinyatakan

telah memenuhi syarat untuk diterima

Penguji I,

Dr. Tri Hartiti. SKM.Kes

Penguji II

Qurrotul Aeni, M.,Kep., Ns

Penguji III

Andriyani Mustika N.,S.Kep .,Ns., M.H


ii
iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan

karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal yang

berjudul “HUBUNGAN PERAN PERAWAT EDUKATOR DENGAN

TERKONTROLNYA TEKANAN DARAH PADA LANSIA HIPERTENSI

DI DESA BANYUURIP KECAMTAN NGAMPEL” dibuat dengan tepat

waktu. Dengan selesainya proposl ini tidak terlepas dari peran serta berbagai

pihak yang turut membantu. Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan

terimakasih banyak kepada yang terhormat :

1. Orang tua saya Bapak Suprayitno (Alm) dan Ibu Muji Rahayu Waryo yang

telah memberikan motivasi, semangat, doa serta dukungan moril dan

materiil.

2. Ibu Ns. Qurrotul Aeni, S.Kep., M.Kep selaku pembimbing I dan Ibu

Andriyani Mustika N., S.Kep.,Ns., M.H. selaku pembimbing II

3. Penguji I, II dan III dalam sidang proposal

4. Bapak/ibu dosen semua beserta rekan-rekan seperjuangan yang tidak bisa

disebutkan satu-persatu, terimakasih telah membantu secara langsung

maupun tidak langsung.

Disadari bahwa masih kurangnya dalam penulisan proposal ini oleh karena itu

dengan kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran dalam

penyempurnaan proposal yang telah disusun.

iv
Akhirnya atas segala arahan dan bimbingan dari berbagai pihak yang telah

membantu, dapat terselesaikannya proposal ini dengan baik sebagai syarat

untuk pembuatan skripsi. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan Rahmat

dan Hidayah kepada kita semua serta dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Kendal, 23 Januari 2021

Dwi Kristiyati

v
DAFTAR ISI

Halaman judul

Halaman persetujuan

Halaman pengesahan

Kata pengantar

Daftar isi

Daftar tabel

Daftar gambar

Daftar lampiran

Bab I Pendahuluan

A. Latar belakang

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan Penelitian

D. Manfaat Penelitian

E. Keaslian penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Hipertensi

B.

vi
vii
vi
DAFTAR TABEL

Nomor Judul Tabel


Halaman
Tabel

1.1 Keaslian Penelitian

2.1 Tabel Definisi dan Klasifikasi tekanan darah


Hipertensi
2.2 Tabel Definisi dan Klasifikasi tekanan darah
Hipertensi
3.1 Variabel Penelitia, Definisi Operasional dan Skala
Pengukuran

viii
DAFTAR Gambar

Nomor Judul Skema


Halaman
Gambar

2.3 Kerangka Teori

3.1 Kerangka Konsep

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Lampiran


Lampiran

1. Kuesioner A Peran perawat edukator

2. Kuesiober B Terkontronya tekanan darah hipertensi

x
11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit hipertensi atau tekanan darah banyak dialami oleh lanjut

usia. Dengan disertai beberapa penyakit karena disebakan oleh faktor-

faktor tertentu. seperti gaya hidup yang kurang sehat, faktor usia, pola

makan yang kurang baik, mengalami stress berat dan juga faktor

keturunan (genetic). Banyaknya lansia yang mengalami hipertensi atau

tekanan darah yang tidak terkontrol dan semakin meningkat. Penyakit

degenerative merupakan penyakit kronik menahun yang banyak

mempengaruhi kualitas hidup serta produktivitas seorang (Nisak,

Maimunah, Admadi, 2018). Salah satu penyakit degenerative pada lansia

yang sering timbul tanpa gejala adalah hipertensi (Kholifah, 2016).

Hipertensi merupakan salah satu penyakit tidak menular yang dapat

menyebabkan kematian. Word Health Organization (WHO)

mengategorikan penyakit ini sebagai the silent disease karena penderita

tidak mengetahui dirinya mengidap hipertensi sebelum memeriksa tekanan

darahnya. Data WHO menunjukkkan terdapat 9, 4 juta orang dari 1 miliar

didunia yang meninggal akibat akibat komplikasi hipertensi. Prevalensi

hipertensi di Asia Tenggara sebanyak 36 persen dari populasi dewasa

(WHO, 2013). Rata-rata prevalensi kejadian hipertensi pada umur ≤ 18


12

tahun di Indonesia sebanyak 25, 8 persen (Riskesdas, 2013). Provinsi

Sulawesi Utara termasuk dalam delapan besar provinsi dengan kasus

hipertensi terbanyak dengan angka prevalensi kejadian di Sulawesi utara

sebanyak 27, 1 persen (Kementrian Kesehatan, 2013).

Data (WHO) menyatakan hipertensi adalah salah penyakit jantung dan

stroke. Penyebab kematian dan kecacatan nomor satu di dunia (WHO,

2012). Di seluruh dunia sekitar 972 juta orang atau 26,4% orang di seluruh

dunia mengidap hipertensi, angka ini kemungkinan akan meningkat

menjadi 29,2% di tahun 2025. Dari 972 juta pengidap hipertensi, 333 juta

berada di negara maju dan 639 sisanya berada di negara berkembang,

termasuk Indonesia (Yonata, 2016).

Penyakit terbanyak pada usia lanjut berdasarkan Riset Kesehatan

Dasar tahun 2013 adalah hipertensi. Prevalensi hipertensi di Indonesia

45,9% pada usia 55-64 tahun, 57,6% pada usia 65,74% dan 63,8% pada

usia ≥ 75 tahun (Infodatin Kemenkes RI, 2014). Hasil Riset Kesehatan

Dasar menunjukkan sebagian besar kasus hipertensi di masyarakat belum

terdiagnosis (Riskesdas, 2013). WHO juga menyatakan bahwa pasien

hipertensi terbanyak ada di negara berkembang. Data Riset Kesehatan

Dasar (Riskesdas, 2013) menunjukkan bahwa hipertensi di Indonesia

memiliki prevalensi tertinggi sebesar 25, 8% dibandingkan dengan

penyakit yang lain (kanker, diabetes mellitus,penyakit jantung coroner,

gagal jantung, stroke dan gagal ginjal).


13

Hasil survei Indikator Kesehatan Nasionaltahun016 menunjukkan

bahwa prevalensi hipertensi meningkatkan menjadi 32, 4% (Kemenkes RI,

2017). Angka prevalensi hipertensi akan terus meningkat secara global dan

diprediksikan pada tahun 2025 sebanyak 29% orang dewasa di seluruh

dunia akan mengalami hipertensi (Kemenkes RI, 2017). Hipertensi yang

tidak mendapatkan penanganan yang baik akan menyebabkan komplikasi

penyakit lain. Data WHO (2012) menyebutkan bahwa hipertensi

merupakan kondisi berisiko tinggi yang menyebabkan kematian akibat

stroke (51%) dan jantung coroner (45%). Hal ini menjadi sangat penting

untuk diperhatikan agar komplikasi hipertensi dapat dicegah dan kualitas

kesehtan pasien hipertensi dapat ditingkatkan.

Hipertensi merupakan penyebab kematian dini di seluruh dunia yang

sebenarnya dapat dicegah (Katherina; Joshua; Tanika,et al,2016). Di

Indonesia Hipertensi merupakan salah satu penyebab utama utama

mortalitas dan morbiditas, sehingga tatalaksana penyakit ini merupakan

intervensi yang sangat umum dilakukan diberbagai fasilitas Indonesia

( Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia, 2015).

Penyakit hipertensi sering juga disebut dengan silent killer karena bisa

muncul tanpa gejala atau tanda-tanda peringatan, sehingga banyak uang

tidak menyadarinya (Brunner & Suddarth, 2013). Sehingga terkontrolnya

tekanan darah kurang ditangani dengan baik dikarena kebanyakan

sesorang akan dating ke pelayanan kesehatan ketika sudah terjadi

komplikasi akibat penyakit hipertensi atau terlambatnya penanganan


14

kesehatan mengenai tekanan darah meningkat diatas batas normal.

Seseorang baru akan merasakan dampak gawatnya hipertensi ketika terjadi

komplikasi yang menyebabkan gangguan fungsi jantung coroner dan

stroke (Wibowo & Wahyuningsih, 2011).

Penurunan tekanan darah dapat menurunkan resiko penyakit jantung

coroner sekitar 20-25 persen dan stroke sekitar 35-40 persen (Pujasari,

2015). Penatalaksanaan hipertensi pada dasarnya dapat dilakukan dengan

cara terapi farmakologi dan non farmkologi, pada penelitian sebelumnya

didapati bahwa faktor yang berpengaruh terhadap penatalaksanaan

hipertensi yaitu tingkat pendidikan terakhir, lama menderita hipertensi,

tingkat pengetahuan tentang hipertensi, dukungan keluarga, peran petugas

kesehatan serta motivasi berobat (Puspita, 2016). Melaksanakan pola

hidup sehat telah banyak terbukti dapat menurunkan tekanan darah serta

dapat mencegah terjadinya penyakit kardiovaskuler (Soenarta, 2015).

Kepatuhan dalam menjalani penatalaksaan hipertensi menjadi sangat

penting untuk dilakukan seperti tidak merokok, minum alcohol, aktivitas

fisik, pengaturan makanan, perawatan penyakit serta pengobatan untuk

menyembuhkan hipertensi (Novian 2013; Dukomalamo, 2016).

Perawat sebagai petugas kesehatan memiliki peran sebagai educator

atau pendidik (Kozier, 2010). Berdasarkan penelitian Hastuti dan Lestari

dalam Firmawati (2014) pengetahuan pasien tentang hipertensi masih

dalam kategori kurang (61.6%), perilaku penderita hipertensi yang masih

kurang baik. Pengetahuan penderita hipertensi yang kurang dikarenakan


15

kurangnya informasi yang diperoleh oleh penderita, baik dari petugas

kesehatan, media cetak maupun elektronik. Perilaku penderita hipertensi

yang kurang patuh dikarenakan kejenuhan serta tidak terbiasanya

penderita hipertensi untuk melakukan perawatan hipertensi (Agrina &

Hairitama, 2011). Adanya informasi yang benar dapat meningkatkan

pengetahuan penderita hipertensi untuk melaksanakan pola hidup sehat

(Sustrani dalam Karniapuri & Supadmi, 2015). Peran educator adalah

peran yang dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan

tingkat pengetahuan kesehatan, gejala penyakit, bahkan tindakan yang

akan diberikan, sehingga terjadi perubahan perilaku dari klien setelah

dilakukan pendidikan kesehatan (Aziz, 2013). Perawat sebagai pendidik

berperan dalam mengajarkan ilmu kepada individu, keluarga, masyarakat

dan tenaga kesehatan (Sudama, 2008). Perawat menjalankan perannya

sebagai pendidik dalam upaya untuk meningkatkan kesehatan melalui

perilaku yang menunjang untuk kesehatan (Asmadi, 2008). Perawat

sebagai pendidik harus mempunyai kemampuan untuk mengkaji kekuatan

dan akibat yang ditimbulkan dari pemberian informasi dan perilaku yang

diinginkan oleh individu (Nursalam, 2008).

Edukasi atau pendidikan merupakan segala upaya yang direncanakan

untuk mempengaruhi orang lain yang baik individu, kelompok, atau

masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku

pendidikan (Notoatmodjo, 2010). Penyuluhan merupakan salah satu cara

yang dapat dilakukan untuk menambah pengetahuan atau informasi bagi


16

masyarakat. Penyuluhan dengan bertatap muka dan memberikan informasi

secara langsung diharapkan dapat lebih efektif dibandingkan dengan

tindakan penyuluhan melalui media massa (Wowiling et al, 2013).

Pendekatan edukasi dengan promosi kesehatan merupakan salah satu cara

terbaik untuk memberikan informasi dan motivasi yang dapat dipercaya

pada masyarakat dan membantu individu mengembangkan kemampuan

membuat keputusan dan memberikan pencitraan pada masyarakat untuk

menggali dan mengembangkan sikap dan tindakan yang semestinya

(Darmawan & Zulfa, 2013).

Penelitian dari Machado et al (2017) di Brazil menunjukkan bahwa

intervensi pendidikan (promosi kesehatan) terhadap masyarakat khususnya

lansia telah menunjukkan strategi yang tepat untuk mendorong masyarakat

untuk belajar dan berpartisipasi dalam pengobatan hipertensi. Selain itu,

hal ini dapat meningkatkan kapasitas pengambilan keputusan terkait

pengobatan. Dengan demikian, kegiatan promosi kesehatan dapat

diintegrasikan khususnya lansia dengan hipertensi.

Hasil penelitian sebelumnya menjelaskan adanya hubungan antara

dukungan keluarga dengan kepatuhan diet hipertensi, perilaku

pengendalian hipertensi dan perilaku perawatan hipertensi (Dewi, K. C.

C., Prapti, N. k. G., 7 Saputra, 2016: Herlinah, L., Wiarsih, W., &

Rekawati, 2013; Susriyanti, 2014). Pasien hipertensi yang dapat

mendukung keluarga yang tinggi, akan meningkatkan perilaku perawatan

hipertensi (Susriyanti, 2014). Akan tetapi hal ini memerlukan penelitian


17

lebih kanjut untuk memastikan bentuk dukungan keluarga yang

berhubungan dengan persepsi pasien tentang perilaku perawatan hipertensi

oleh keluarga di rumah pada populasi yang berbeda.

Hasil penelitian lainnya yang terkait menunjukkan bahwa tindakan

mempromosikan kesehatan dalam dua kelompok menunjukkan adanya

perbedaan signifikan. Dalam konteks ini, pendidikan masyarakat (promosi

kesehatan) bisa efektif digunakan terutama untuk pasien kardiovaskuler

dalam meningkatkan kesehatan, terutama dalam tanggung jawab untuk

berperilaku sehat, beraktivitas fisik, dan manajemen stress (Mahmoudi et

al 2018).

Hasil wawancara dan observasi di Desa Banyuurip didapatkan

masyarakat dengan mengalami penyakit hipertensi atau meningkatnya

tekanan darah pada tanggal 19 November 2020 dengan 20 responden

dengan rata-rata umur 50 tahun keatas. Jumlah responden tersebut

mengalami penyakit hipertensi, 5 responden perempuan dengan usia 53-58

tahun mengalami hipertensi dengan tekanan darah 160/100mmHg dengan

disertai sakit kepala dan stress. 6 responden perempuan dengan umur 55-

60 tahun mengalami hipertensi dengan tekanan darah 163/110mmHg

dengan komplikasi adanya penurunan penglihatan disertai dengan sakit

kepala teratur namun ringan, 6 responden laki-laki dengan usia 50-60

mengalami penyakit hipertensi dengan tekanan darah 145/98mmHg

sampai 160/100mmHg mengalami komplikasi pada pencernaan karena

pola hidup yang kurang sehat seperti merokok, minum kopi, kurangnya
18

berolahraga, kebiasaan mengkonsumsi garam berlebihan, stress hingga

disertai dengan sakit asam urat dan kolesterol. 2 responden laki-laki

berusia 57-60 tahun mengalami hipertensi dengan tekanan darah 168/110

mmHg dengan disertai komplikasi stroke, penurunan penglihatan,

gangguan syaraf pada ektremitas atas dan bawah. 1 responden perempuan

dengan usia 60 tahun mengalami hipertensi dengan tekanan darah lebih

dari 160/110mmHg dengan disertai komplikasi stroke, penurunan

penglihatan penurunan kesadaran, gangguan syaraf pada ekstremitas atas

dan bawah sehingga harus melakukan pengobatan yang rutin dan

memperhatikan pola hidup yang lebih sehat.

Hasil dari fenomena menunjukkan bahwa masyarakat dengan

menglami penyakit hipertensi atau peningkatan tekanan darah

160/100mmHg hingga lebih dan disertai dengan komplikasi tertentu.

Karena kurang pengetahuan tentang penyakit hipertensi, kurangnya

pengetahuan tentang perawatan hipertensi, kurangnya datang ke pelayanan

kesehatan untuk melakukan pengobatan yang lebih rutin, kebiasaan pola

hidup yang kurang sehat, kurangnya pengetahuan penyebab mengenai

hipertensi. Hal tersebut menjadikan peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian tentang Hubungan Peran Perawat dengan Terkontrolnya

Tekanan Darah pada Lansia Hipertensi di Desa Banyuurip Kecamatan

Ngampel.

B. Rumusan Masalah
19

Hipertensi atau peningkatan tekanan darah memang harus

diperhatikan dan dikontrol dengan baik. Karena hipertensi merupakan

penyakit yang secara diam-diam mematikan, pasien yang mengalami

hipertensi tidak mengetahui dan tidak dirasa sehingga terjadi peningkatan

tekanan darah. Dengan disebabkan oleh beberapa faktor yaitu kurangnya

pengetahuan dan perawatan mengenai hipertensi atau peningkatan tekanan

darah sehingga mengalami beberapa komplikasi hingga mengalami stroke.

Peran perawat sebagai edukator sangat berperan penting didalam

lingkungan masyarakat, mampu memberikan arahan, pandangan, dan

memperhatikan bagaimana cara pencegahan serta pengobatan kesehatan

mengenai hipertensi atau peningkatan tekanan darah. Fenomena

menjunjukkan bahwa pasien yang mengalami penyakit hipertensi atau

peningkatan tekanan darah yang kurang diperhatikan dan kurang

terkontrol dengan baik. Dengan beberapa faktor penyebabnya kurangnya

pengetahuan mengenai penyakit hipertensi, pola hidup yang kurang sehat,

stress dan juga disertai dengan komplikasi penyakit lainnya. Data dan

fakta dari latar belakang yang telah dissebutkan, peneliti mengambil

rumusan masalah penelitian ini adalah “Apakah Hubungan Peran Perawat

Edukator dengan Terkontrolnya Tekanan Darah pada Lansia Hipertensi?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Tujuan Umum
20

Tujuan umum penulisan penelitian ini adalah untuk mengetahui

hubungan peran perawat edukator dengan terkontrolnya tekanan darah

pada lansia hipertensi.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini meliputi:

a. Mengidentifikasi karakteristik responden (usia, jenis kelamin dan

tekanan darah)

b. Mengidentifikasi peran perawat (edukator).

c. Mengidentifikasi tekanan darah pada lansia.

d. Menganalisis hubungan antara peran perawat sebagai edukator

dengan terkontrolnya tekanan darah pada lansia hipertensi.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan dapat memberikan

gambaran atau wacana untuk masyarakat mengenai hubungan peran

perawat edukator dengan terkontrolnya tekanan darah pada lansia

hipertensi. Sehingga masyarakat dapat meningkatkan pengetahuan

tentang penyakit hipertensi, agar masyarakat yang mengalami

hipertensi dapat lebih memperhatikan kebiasaan pola hidup yang sehat,

melakukan pengobatan di pelayanan kesehatan agar hipertensi

terkontrol dengan baik. Fenomena ini juga dapat dijadikan sebagai


21

dasar evaluasi untuk meningkatkan pengetahuan dan perawatan

masyarakat yang mengalami hipertensi pada lansia.

Manfaat secara praktis yang kedua adalah bagi tenaga

keperawatan peran penting didalam lingkungan masyarakat, penelitian

ini juga dapat dijadikan gambaran dan wacana mengenai hubungan

peran perawat edukator dengan terkontrolnya hipertensi pada lansia,

dan dasar tenaga keperawatan memberikan pelayanan kesehatan pada

masyarakata yang mengalami penyakit hipertensi.

2. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini secara teoritis diaharpakan dapat memberikan

sumbangan gambaran, wacana pemikiran dalam memperluas wawasan

konsep terutama tentang hubungan peran perawat edukator dengan

terkontrolnya tekanan darah pada lansia hipertensi, sehingga dapat

dijadikan sumber informasi bagi masyarakat.

3. Manfaat Metodologis

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan atau

dikembangkan lebih lanjut, serta referensi terhadap penelitian yang

sejenis yang dapat dijadikan bahan acuan untuk melakukan penelitian-

penelitian yang lain yang berhubungan dengan peran perawat edukator

dengan terkontrolnya tekanan darah pada lansia hipertensi.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang “Hubungan Peran Perawat Edukator dengan

Terkontrolnya Tekanan Darah pada Lansia Hipertensi di Desa Banyuurip


22

Kecamatan Ngampel” belum pernah dilakukan sebelumnya tetapi

penelitian yang sejenis pernah dilakukan. Beberapa penelitian sebelumnya

yang sejenis dapat dilihat selengkapnya pada tabel 1.1 berikut ini:
23

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

Nama Judul Tahun Metodologi Hasil Perbedaan


Peneliti Peneliti Penelitian Penelitian

Erick Hubungan 2018 Penelitian ini Hasil Perbedaannya terletak


Johan peran menggunakan penelitian ini pada:
Manapo, perawat penelitian menunjukkan a. Penelitian
Gresty sebagai kuantitatif peran perawat dilakukan di
M. Masi, edukator analitik dengan sebagai Puskesmas
Wico dengan rancangan edukator Tahuna Timur
Silolonga kepatuhan metode cross dikategorikan b. Penelitian
penatalaksa sectional bsaik sebanyak menggunakan
naan 77 responden penelitian
hipertensi di (74,8%) dan kuantitatif
Puskesmas kurang baik analitik dengan
Tahuna sebanyak 26 rancangan
Timur responden metode cross
(25,2%) sectional
kepatuhan dengan jumlah
penatalaksanaa responden 103
n hipertensi
dikategorikan
patuh
sebanyak 97
esponden
(94,2%) dan
tidak patuh
sebanyak 6
responden
(5,8%)
24

Jeini Pengaruh 2019 Penelitian ini Hasil Perbedaannya terletak


Ester penyuluhan menggunakan penelitian ini pada :
Nelwan kesehatan jenis penelitian adalah a. waktu dan
terhadap one grup pre menunjukkan tempat
perubahan -post test bahwa adanya pelaksanaanya
pengetahua perubahan b. Judul
n pengetahuan c. Metodolog
masyarakat responden penelitian
tentang untuk tingkat
hipertensi di pengetahuan
kota baik dari
Manado 56,5% (pre-
test) menjadi
70 % post test
Triyas Pengaruh 2018 Penelitian ini Hasil dari Perbedaannya terletak
sulistyon peran menggunakan penelitian ini pada :
ingsih, perawat pre-post adalah a. Judul
sri sebagai experimental kecemasan b. Waktu dan
mudayati edukator keluarga tempat
ningsih, terhadap pasien stroke c. Metodologi
wahyu kecemasan sebelum (pre) penelitian
dini keluarga dilakukan
metrikay pasien edukasi paling
anto stroke di banyak adalah
unit rumah kecemasan
sakit panti berat dan
waluya kecemasan
malang keluarga
pasien sesudah
(post)
dilakukan
edukasi paling
banyak.
Elly Hubungan 2020 Penelitian ini Hasil dari Perbedaanya terletak
Daziah, antara menggunakan penelitian ini pada :
Sri dukungan penelitian adanya a. Judul
Rahayu keluarga korelasional hubungan yang penelitian
dengan dengan signifikan b. Waktu dan
perilaku pendekatan antara tempat
perawatan cross-sectional dukungan pelaksanaanya
hipertensi keluarga c. Variabel
yang dengan d. Metodologi
dilakukan perilaku penelitian
oleh perawatan
keluarga hipertensi yang
25

dirumah dilakukan oleh


keluarga
dirumah.
Rea Edukasi 2020 Penelitian ini Hasil dari Perbedaannya terletak
Ariyanti, kesehatan menggunakan penelitian ini pada :
Ida Ayu dalam penelitian adalah adanya a. Judul
Preharsin upaya dengan metode peningkatan penelitian
i, pencegahan penyuluhan pemahaman b. Waktu dn
Berliany dan dan diskusi kader tempat
Venny pengendalia interaktif kesehatan pelaksanaanya
Sipolio n penyakit terkait c. Metodologi
hipertensi penyakit penelitian
pada lansia hipertensi pada
lansia
26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP HIPERTENSI

1. Definisi

Hipertensi dikategorikan sebagai the silent disease dalam jangka

waktu lama dan terus menerus memicu stoke, serangan jantung, gagal

jantung, dan merupakan penyebab utama gagal ginjal kronik. Penyakit

hipertensi tidak dapat disembuhkan tetapi penyakit yang dapat

dikontrol melalui proses pelaksanaan penyakit Hipertensi yang tepat

salah satunya dengan peningkatan pengetahuan tentang hipertensi dan

kepatuhan terhadap diet. (Joyce M Balck & Jane Hokanson, 2014).

Penderita Penyakit Hipertensi harus memiliki pengetahuan dan

kepatuhan diet tentang Hipertensi, pengetahuan merupakan

kemampuan untuk membentuk model mental yang menggambarkan

obyek dengan tepat dan merepresentasikannya dalam aksi yang

dilakukan terhadap suatu obyek, sedangkan kepatuhan adalah sejauh

mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh

profesional (Notoatmodjo, 2010).

Hipertensi merupakan penyakit multifaktoral yang disebabkan

oleh berbagai faktor yaitu faktor individu seperti umur, jenis kelamin,

faktor genetik. Adapun faktor lingkungan seperti stress juga memiliki


27

pengaruh terhadap hipertensi (Insana Maria, 2018). Hipertensi dapat

dicegah dan dikontrol dengan cara mengatur diet yang tepat (seperti

mengurangi konsumsi makanan yang mengandung garam, lemak dan

kolesterol serta diet tinggi serat), olahraga yang teratur, menghindari

konsumsi alkohol, menghindari stress dan mengonsumsi obat

antihipertensi sesuai anjuran dokter serta melakukan check-up atau

pemeriksaan tekanan darah secara berkala. (Dewi Yulyan Nur Yusuf,

2013).Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan

tekanan darah secara abnormal dan terus menerus pada beberapa kali

pemeriksaan tekanan darah yang disebabkan satu atau beberapa faktor

resiko yang tidak berjalan sebagaimana mestinya dalam

mempertahankan tekanan darah secara normal (Wijaya 2013, h.52).

Menurut Tambayong (1999) dalam Siti Rohimah dan Eli

Kurniasih (2015), hipertensi adalah peningkatan tekanan sistole, yang

tingginya tergantung umur individu yang terkena. Tekanan darah

berfluktuasi dalam batas-batas tertentu, tergantung posisi tubuh, umur,

dan tingkat stres yang dialami. Tekanan darah adalah gaya yang

diberikan darah pada di dinding pembuluh darah. Tekanan ini

bervariasi sesuai pembuluhdarah terkait dan denyut jantung. Tekanan

darah paling tinggiterdapat pada arteri-arteri besar yang meninggalkan

jantung dansecara bertahap menurun sampai arteriole (Watson,2002)

dalam Siti Rohimah dan Eli Kurniasih (2015).


28

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan

darah sistolik >140 mmHg dan tekanan darah diastolik >90 mmHg.

Pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam

keadaan cukup istirahat atau tenang (Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia, 2014). Hipertensi merupakan manifestasi gangguan

keseimbangan hemodinamik sistem kardiovaskular, yang mana

patofisiologinya adalah multifaktor. Faktor risiko yang berberperan

untuk kejadian komplikasi penyakit kardiovaskular, ialah faktor risiko

mayor seperti hipertensi, dan kerusakan organ sasaran seperti jantung,

otak, penyakit ginjal kronik, penyakit arteri perifer (Anggun et al.,

2016).

Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka

waktu lama (persisten) dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal

(gagal ginjal), jantung (penyakit jantung koroner) dan otak

(menyebabkan stroke) bila tidak dideteksi secara dini dan mendapat

pengobatan yang memadai. Penyakit hipertensi dapat menyebabkan

berbagai komplikasi. Hipertensi mencetuskan timbulnya plak

aterosklerotik di arteri serebral dan arteriol, yang dapat menyebabkan

oklusi arteri, cedera iskemik dan stroke sebagai komplikasi jangka

panjang (Yonata, 2016).

Hipertensi merupakan penyakit yang kerap dijumpai di

masyarakat dengan jumlah penderita yang terus meningkat setiap

tahunnya. Baik disertai gejala atau tidak, ancaman terhadap kesehatan


29

yang diakibatkan oleh hipertensi terus berlangsung (Situmorang,

2015). Faktor risiko hipertensi meliputi: umur, kelamin, riwayat

keluarga, genetik (faktor risiko yang tidak dapat diubah/dikontrol),

kebiasaan merokok, konsumsi garam, kebiasaan konsumsi minum-

minuman beralkohol, obesitas, stres, (faktor risiko yang dapat diubah)

(Michael et al., 2014).

Hipertensi seringkali disebut sebagai the silent killer kerena

termasuk penyakit yang mematikan tanpa disertai gejala-gejalanya

lebih dahulu sebagai peringatan bagi korbannya. Kalaupun muncul

gejala tersebut seringkali dianggap gangguan biasa sehingga

korbannya terlambat menya dari akan datangnya penyakit

(Situmorang, 2015). Gejala hipertensi bervariasi pada masing-masing

individu dan hampir sama dengan penyakit lainnya. Secara umum,

gejala hipertensi meliputi: sakit kepala, jantung berdebar-debar, sulit

bernafas setelah bekerja keras atau mengangkat beban berat, mudah

lelah, penglihatan kabur, wajah memerah, hidung berdarah, sering

buang air kecil, terutama dimalam hari, telinga berdenging (tinnitus),

dunia terasa berp utar (vertigo) (Michael et al., 2014).

Tekanan darah tinggi atau yang sering disebut dengan hipertensi

adalah tekanan darah dengan Tekanan Darah Sistolik (TDS) ≥

130mmHg atau tekanan darah dengan Tekanan Darah Diastolik (TDD)

≥ 80mmHg. Tekanan darah sistolik sebesar 130-140 mmHg


30

mengarahkan pada risiko AMI dan serangan stroke 2 kali lebih besar

daripa orang dengan tekanan darah sistolik normal (Whelton, 2017).

Hipertensi adalah penyakit yang dapat menyerang siapa saja, baik

muda maupun tua. Hipertensi juga sering disebut sebagai silent killer

karena termasuk penyakit yang mematikan. Bahkan, Hipertensi tidak

dapat secara langsung membunuh penderitanya, melainkan hipertensi

memicu terjadinya penyakit lain yang tergolong kelas berat dan

mematikan serta dapat meningkatkan resiko serangan jantung, gagal

jantung, stroke dan gagal ginjal (Pudiastuti, 2013).

Hipertensi juga merupakan salah satu penyakit degeneratif,

umumnya tekanan darah bertambah secara perlahan dengan seiring

bertambahnya umur. (Triyanto, 2014). Penyakit darah tinggi atau

hipertensi (hypertension) adalah suatu keadaan dimana seseorang

mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang ditunjukkan

oleh angka bagian atas (systolic) dan angka bawah (diastolic) pada

pemeriksaan tensi darah menggunakan alat pengukur tekanan darah

baik berupa cuff air raksa (Spygmomanometer) ataupun alat digital

lainnya (Herlambang, 2013).

Tensi (tekanan darah) adalah banyaknya darah yang dipompakan

jantung dikalikan tahanan di pembuluh darah perifer. Adapun

hipertensi (tekanan darah tinggi) adalah keadaan ketika seseorang

mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal atau tekanan

sistolik lebih tinggi dari 140 mmHg dan diastoliknya diatas 90 mmHg
31

(Wijoyo, 2011). Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang

mengalami peningkatan darah di atas normal yang ditunjukkan oleh

angka sistolic (bagian atas) dan angka bawah (diastolic) pada alat

pemeriksaan tensi darah (Aizid,2011).

Hipertensi adalah kondisi abnormal dari hemodinamik, dimana

menurut WHO tekanan sistolik 140 mmHg dan tekanan diastolic >90

mmHg (untuk usia < 60 tahun) dan tekanan sistolik > 160 mmHg dan

atau tekanan diastolic > 90 mmHg (untuk usia > 60 tahun )

(Nugroho,2011). Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang

mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal (Sunaryati,2014).

2. Penyebab Hipertensi

Berdasarkan etiologinya hipertensi dikelompokkan menjadi yaitu

hipertensi primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi primer sering

disebut dengan hipertensi esensial yaitu hipertensi yang etiologinya

tidak diketahui secara pasti, dan merupakan 90% dari semua kasus

hipertensi. Jenis hipertensi esensial menjadi penyebab utama

morbiditas dan mortalitas yang dapat dimodifikasi (Bolívar, 2013).

Sekitar 10% orang mengalami tekanan darah tinggi yang diakibatkan

oleh penyakit lain yang diderita atau karena sefek obat, hipertensi

karena sebab tersebut dikelompokkan kedalam jenis hipertensi

sekunder. Dalam kasus tersebut tekanan darah biasanya akan kembali

normal atau turun secara signifikan apabila penyebab diobati. Menurut

JNC ketujuh (2003) dalam Nurma,dkk (2014) Hipertensi merupakan


32

salah satu kasus yang bersifat Ice Bone Phenomenon dimana jumlah

penderita tidak pernah diketahui secara pasti. Penderita hipertensi

Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab kematian paling banyak

di negara berkembang serta menjadi penyebab kecacatan dan kematian

utama di negara maju (Whelton,2004 dalam Nurma,dkk 2014).

Hipertensi merupakan salah satu penyakit kardiovaskular paling umum

yang dapat memperberat penyakit kardiovaskular lain dan menjadi

faktor resiko utama terjadinya kematian.gguhnya diperkirakan jauh

lebih banyak jumlahnya dibandingkan dengan data yang ada (WHO,

2012).

Hipertensi primer lebih umum terjadi dibandingkan dengan

hipertensi sekunder, dimana data menyebutkan bahwa hanya 5% kasus

hipertensi yang dapat teridentifikasi faktor penyebabnya secara pasti.

Hipertensi primer dapat terjadi akibat adanya interaksi beberapa faktor

antara lain :

a. Faktor genetik

Hipertensi sering turun temurun dalam suatu keluarga, hal ini

setidaknya menunjukkan bahwa faktor genetik memegang peranan

penting pada patogenesis hipertensi primer. Beberapa mekanisme

yang mungkin berkontribusi untuk terjadinya hipertensi ini telah

diidentifikasi, namun belum satupun teori yang tegas menyatakan

patogenesis hipertensi primer tersebut.. Banyak karakteristik

genetik dari gen-gen ini yang mempengaruhi keseimbangan


33

natrium, tetapi juga didokumentasikan adanya mutasi-mutasi

genetik yang merubah ekskresi kallikrein urine, pelepasan nitric

oxide, ekskresi aldosteron, steroid adrenal, dan angiotensinogen.

b. Faktor fisiologis

Faktor Fisiologi meliputi kecukupan status gizi

c. Faktor lingkungan

Faktor lingkungan yang meliputi gaya hidup, obesitas,

merokok, konsumsi alkohol, dan disebabkan oleh perubahan gaya

hidup dan yang lebih penting lagi kemungkinan terjadinya

peningkatan tekanan darah tinggi karena bertambahnya usia lebih

besar pada orang yang banyak mengkonsumsi makanan yang

banyak mengandung garam (Kenia, 2013)

d. Faktor psikososial

Faktor Psikososial meliputi stress (Kakar, 2006 dalam

Nurma,dkk 2014). . Biasanya stres bukan karena penyakit fisik

tetapi lebih mengenai kejiwaan. Akan tetapi karena pengaruh stress

tersebut maka penyakit fisik bisa muncul akibat lemah dan

rendahnya daya tahan tubuh pada saat tersebut (Mardiana, 2014).

Stres adalah tanggapan atau reaksi terhadap berbagai tuntutan atau

beban atasnya yang bersifat non spesifik namun, disamping itu

stres dapat juga merupakan faktor pencetus, penyebab sekaligus

akibat dari suatu gangguan atau penyakit. Faktor-faktor

psikososisal cukup mempunyai arti bagi terjadinya stres pada diri


34

seseorang. Stres dalam kehidupan adalah suatu hal yang tidak

dapat dihindari (Yosep dan Sutini, 2014).

Sedangkan penderita merupakan hipertensi sekunder yang

disebabkan dari penyakit komorbid atau obat tertentu. Pada

kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau

penyakit renovaskular adalah penyebab sekunder yang paling sering.

Obat-obat tertentu, baik secara langsung ataupun tidak, dapat

menyebabkan hipertensi atau memperberat hipertensi dengan

menaikkan tekanan darah. Apabila penyebab sekunder dapat

diidentifikasi, maka dengan menghentikan obat yang bersangkutan

atau mengobati/mengoreksi kondisi komorbid yang menyertainya

sudah merupakan tahap pertama dalam penanganan hipertensi

sekunder (JNC, 2014) .

3. Klasifikasi Tekanan Darah

Menurut Pudiastuti, (2013) hipertensi dikelompokan dalam 2 tipe

klasifikasi yaitu hipertensi primer dan hipertensi sekunder . Tekanan

darah tinggi atau hipertensi dapat diakibatkan oleh stres yang diderita

individu, sebab reaksi yang muncul terhadap impuls stres adalah

tekanan darahnya meningkat. Selain itu, umumnya individu yang

mengalami stres sulit tidur, sehingga akan berdampak pada tekanan

darahnya yang cenderung tinggi (Sukadiyanto, 2010). Menurut Iqbal

(2011) tekanan darah atau hipertensi berdasarkan klasifkasi dibagi

menjadi dua golongan yaitu :


35

a. Hipertensi primer lebih dari 90% kasus hipertensi yang terjadi

adalah hipertensi yang terjadi saat ini tidak diketahui penyebabnya.

b. Hipertensi sekunder kecil kasus hipertensi yang berjumlah kurang

dari 10% adalah hipertensi yang dapat diketahui faktor

penyebabnya.

Kategori Sistolik Diastolic


Optimal < 120 < 80
Normal < 130 < 85
Normal-tinggi 130-139 85-89

Hipertensi derajat 1 140-159 90-99


(ringan)
Subkelompok : 140-149 90-94
Borderline
Hipertensi derajat 2 160-179 100-109
(sedang)
Hipertensi derajat 3 ≥ 180 ≥ 110
(berat)
Hipertensi sistolik ≥ 140 < 90
terisolasi
Subkelompok 140-149 < 90
borderline

Tabel 2.1 Definisi dan klasifikasi tingkat darah dari WHO-ISH 1999 (mmHg)
dalam Ade Yonata dan Arif Satria 2016.

Kategori Sistolik Diastolic


Normal < 120 < 80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi derajat 1 140-159 90-99
Hipertensi derajat 2 ≥ 160 ≥ 100

Tabel 2.2 Definisi dan klasifikasi hipertensi menurut JNC VII 2003 (mmHg)
dalam Ade Yonata dan Arif Satria 2016
36

4. Patofisiologi

Dalam Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah menurut Brunner

& Suddarth (2000) dalam Ibrahim (2011) menjelaskan patofisiologi

hipertensi terdapat pada, mekanisme yang mengatur atau mengontrol

kontriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat vasonator.

Pada medula otak, dari pusat vasomotor inilah bermula jaras saraf

simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari

kolumna, medula spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen.

Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang

bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis.

Pada titik ini, neuron pre ganglion melepaskan asetilkolin, yang akan

merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah. Berbagai

faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon

pembuluh darah terhadap rangsangan vasokontriksi. Individu dengan

hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meski tidak diketahui

dengan jelas mengapa bisa terjadi hal tersebut. Pada saat yang

bersamaan, sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai

respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang. Hal ini

mengakibatkan tambahan aktifitas vasokontriksi. Medula adrenal

mensekresi epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks

adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya untuk memperkuat

respon vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi mengakibatkan

penurunan aliran ke ginjal dan memicu pelepasan renin. Pelepasan


37

renin inilah yang merangsang pembentukan angiotensin I yang akan

diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokontriktor kuat yang nantinya

akan merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon

aldosteron ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal,

sehingga terjadi peningkatan volume intra vaskular. Semua faktor ini

dapat mencetus terjadinya hipertensi. Pada keadaan gerontologis

dengan perubahan struktural dan fungsional sistem pembuluh perifer

bertanggung jawab terhadap perubahan tekanan darah usia lanjut.

Perubahan itu antara lain aterosklerosis hilangnya elastisitas jaringan

ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah.

Akibatnya akan mengurangi kemampuan aorta dan arteri besar dalam

mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume

secukupnya) dan curah jantung pun ikut menurun, sedangkan tahanan

perifer meningkat (Darmojo & Hadimartono, 1999) dalam Ibrahim

(2011).

Patofisiologi Hipertensi Tekanan arteri yang meliputi kontrol

sistem persarafan yang kompleks dan hormonal yang saling

berhubungan satu sama lain dalam mempengaruhi curah jantung dan

tahanan vaskuler perifer serta refleks baroreseptor yang berperan

dalam pengaturan tekanan darah dengan mekanisme sebagai berikut

ini. Curah jantung ditentukan oleh volume sekuncup dan frekuensi

jantung. Tahanan perifer ditentukan oleh diameter arteriol. Bila

diameternya menurun (vasokontriksi), tahananan perifer akan


38

meningkat, dan bila diameternya meningkat (vasodilatasi), tahananan

perifer akan menurun. Pengaturan primer tekanan arteri dipengaruhi

oleh baroreseptor pada stimulus karotikus dan arkus aorta yang akan

menyampaikan implus ke pusat saraf simpatis di medulla, yang akan

menghambat stimulasi sistem saraf simpatis. Mekanisme dengan efek

yang lama dimana ketika renin diproduksi oleh ginjal ketika aliran

darah ke ginjal menurun, sehingga terbentuklah angiotensin I yang

akan berubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II akan

meningkatkan tekanan darah dengan mengakibatkan kontraksi

langsung pada arteriol. Pelepasan aldosetron yang mengakibatkan

retensi air dan garam di dalam ginjal sehingga terjadi peningkatan

volume ekstraseluler. Jika terjadi gangguan yang menetap maka akan

enyebabkan konstriksi arteriol, tahanan perifer total dan arteri rata-rata

meningkat. Mekanisme tersebut bersifat kompensasi yang akan

meningkatkan beban kerja jantung namun pada saat yang sama terjadi

perubahan degeneratif pada arteriol yang menanggung tekanan tinggi

yang terus menerus sehingga terjadi peningkatan tahanan perifer yang

disebut hipertensi (Muttaqin, 2009) dalam Siti Rohimah dan Eli

Kurniasih (2015),

5. Tanda dan gejala

Tanda dan Gejala Hipertensi Menurut Palmer (2007) dalam Siti

Rohimah dan Eli Kurniasih (2015) , penderita hipertensi cenderung

tidak menampakan gejala yang pasti, dan biasanya gejalanya bervariasi


39

pada masing-masing individu serta gejalanya hampir sama dengan

penyakit lain. Menurut Vitahealth (2001) dalam Siti Rohimah dan Eli

Kurniasih (2015), tanda dan gejala hipertensi meliputi:

a. Jantung berdebar-debar

b. Sulit bernafas setelah bekerja keras atau mengangkat beban berat

c. Mudah lelah

d. Mudah marah

e. Tengkuk terasa tegang atau berat

f. Sukar tidur

g. Mata berkunang-kunang

h. Muka merah

i. Vertigo (dunia terasa berputar).

Salah satu tanda dan gejala hipertensi adalah tengkuk terasa pegal

atau kekakuan pada otot tengkuk yang diakibatkan karena terjadi

peningkatan tekanan pada dinding pembuluh darah di daerah leher

yang mana pembuluh darah tersebut membawa darah ke otak sehingga

ketika terjadi peningkatan tekanan vaskuler ke otak yang

mengakibatkan terjadi penekanan pada serabut saraf otot leher

sehingga penderita merasa nyeri atau ketidaknyamanan pada leher

(Bararah, 2011).

6. Penatalaksaanaan Hipertensi

Penatalaksanaan pada penderita hipertensi yaitu dengan dua cara

yaitu dengan terapi farmakologis dan terapi non farmakologis.


40

a. Terapi Farmakologi Ada enam obat yang sering digunakan dalam

pengobatan hipertensi yaitu sebagai berikut:

1) Diuretik

Diuretik misalnya chlortalidone, bendroflumethiazide dan lain-

lain. Diuretik ini dapat menurunkan tekanan darah dengan

bekerja pada ginjal yang menyebabkan ginjal mengeluarkan

garam dalam darah melalui urin.

2) Alfa-Bloker

Alfa-bloker misalnya doxazonsin, terazosin dan lain-lain,

dimana alfa-bloker ini dapat menurunkan tekanan darah dengan

memblokade zeseptor pada otot yang melapisi pembuluh darah.

Jika reseptor tersebut diblokade, pembuluh darah akan melebar

(berdilatasi) sehingga darah dapat mengalir lebih lancar.

3) Beta-Bloker

Beta-bloker misalnya atenolol dan bisoprolol, dimana dapat

menurunkan tekanan darah dengan memperlambat denyut dan

kontraksi jantung. Sehingga tekanan yang disebabkan pompa

jantung berkurang.

4) Kalsium kanal

Kalsium kanal misalnya amlodipine, felodipine dimana dapat

menurunkan tekanan darah dengan memblokade masuknya

kalsium ke dalam sel. Dengan menghambat kontraksi otot,

pembuluh darah akan melebar sehingga darah akan mengalir


41

dengan lancar( Williams, (2007) dalam Siti Rohimah dan Eli

Kurniasih).

5) Antagonis resptor angiotensin II

Jenis angiotensin II misalnya losartan dan valsartan yang mana

akan bekerja antagonis terhadap aksis angiotensin renin.

Dianjurkan pada penderita gagal jantung atau ganguan

ventrikel kiri (Davey, (2005) dalam Iti Rohimah dan Eli

Kurniasih (2015)).

6) Inhibitor enzim pengubah angiotensin (Angiotensin converting

enzim inhibitor). Jenis angiotensin II misalnya katopril,

enaplapril, lisinopril dan ramipil. Yang mana akan

menghambat pembentukan angiotensin II. Efek sampingnya

berupa batuk kering dan angioedema (Davey, (2005) dalam Siti

Rohimah dan Eli Kurniasih (2015)).

Berapa hal yang perlu dipertimbangkan pada penggunaan obat anti

hipertensi yaitu:

1) Saat mulai pengobatan harus dengan dosis kecil

2) Bila efek tidak memuaskan tambahkan obat untuk kombinasi

3) Penggunaan obat long acting dengan dosis tunggal yang dapat

mencangkup efek selama 24 jam.

b. Terapi Non-farmakologis

Terapi non farmakologis untuk menangani hipertensi yaitu dengan:

1) Menurunkan berat badan bila gemuk


42

Tekanan darah cenderung kuat atau meningkat seiring dengan

kegemukan atau kenaikan berat badan. Dengan menurunkan

berat badan, berpengaruh juga pada penurunan tekanan darah,

walaupun penurunan berat badan belum mencapai normal

(Freitag, 2010). Pengurangan berat badan sekitar 10 kg berat

badan dapat menurunkan tekanan darah rata-rata 2-3 mmHg

per kgBB.

2) Mengurangi konsumsi Na Natrium

Mengurangi konsumsi na Natrium memiliki hubungan yang

sangat erat dengan timbulnya hipertensi. Oleh karena itu

konsumsi garam dikurangi (kurang dari 3gr per hari) mampu

menurunkan tekanan darah (Sunardi, (2000) dalam Siti

Rohimah dan Eli Kurniasih (2015).

3) Minuman beralkohol

Minuman yang beralkohol yang terlalu banyak, dapat

meningkatkan tekanan darah dan resiko komplikasi

kardiovaskuler (Willams, (2007) dalam Siti Rohimah dan Eli

Kurniasih (2015).

4) Olahraga

Orang yang memiliki aktivitas yang rendah akan lebih rentan

mengalami tekanan darah tinggi. Penderita hipertensi

dianjurkan untuk melakukan aerobik sedang dalam 30 menit

sehari selama beberapa hari dalam seminggu dapat


43

menurunkan tekanan darah.Beberapa jenis latihan yang dapat

menurunkan tekanan darah yaitu: berjalan kaki, bersepeda,

berenang, aerobik. Namun tidak dianjurkan bagi penderita

hipertensi untuk melakukan kegiatan olahraga seperti tinju,

gulat, angkat besi, karena akan meningkatkan tekanan darah.

5) Stres emosional

Stres berpengaruh terhadap peningkatan tekanan darah.

Semakin stres tekanan darah semakin tinggi. Oleh karena itu

salah satu cara untuk untuk menurunkan tekanan darah adalah

dengan mengelola stres.

6) Merokok

Di dalam rokok terdapat banyak zat yang beracun (oksidan)

yang dapat melukai dinding pembuluh darah dan mempercepat

pengerasan pembuluh darah. Dianjurkan pada penderita

hipertensi untuk berhenti atau mengurangi rokok.

7) Konsumsi serat

Buah-buahan dan sayuran segar, yang mengadung serat tinggi

sangat efektif dalam menurunkan kadar kolesterol darah. Ada 2

jenis serat yaitu serat yang dapat larut dan serat yang tidak

dapat larut. Keduanya mempunyai manfaat masing-masing.

Serat yang dapat larut dapat menurunkan kadar kolesterol

sedangkan serat yang tidak dapat larut dapat melancarkan


44

pembuangan sisa makanan secara alami (Anise, (2006) dalam

Siti Rohimah dan Eli Kurniasih (2015)

Penatalaksanaan medis tujuan terapi antihipertensi adalah

pengurangan morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskular

dan ginjal. Karena sebagian besar pasien dengan hipertensi,

terutama yang berumur sedikitnya 50 tahun, mendapatkan

tekanan darah diastolik yang normal bila tekanan sisitolik

normal dapat diwujudkan, maka tujuan utama terapi hipertensi

adalah mempertahankan tekanan sistolik dalam batas normal.

Mempertahankan tekanan darah sistolik dan diastolik kurang

dari 140/90 mmHg berhubungan dengan menurunnya

komplikasi penyakit kardiovaskular. Pada pasien dengan

hipertensi yang disertai diabetes dan penyakit ginjal, target

tekanan darahnya adalah 130/80 mmHg. Penatalaksanaan

medis menurut Sobel (1999) dalam Ibrahim (2011), yaitu:

a. Penatalaksanaan Non Farmakologis:

Adopsis gaya hidup sehat oleh semua individu penting

dalam pencegahan meningkatnya tekanan darah dan bagian

yang tidak terpisahkan dari terapi pasien dengan hipertensi.

Terdapat banyak pilihan terapi non-farmakologis dalam

menangani hipertensi pada lansia, terutama bagi mereka

dengan peningkatan tekanan darah yang ringan. Bukti saat


45

ini menunjukkan bahwa perubahan gaya hidup cukup

efektif dalam menangani hipertensi ringan pada lansia.

Beberapa cara berikut membantu menurunkan

tekanan darah pada lansia:

1) Mengurangi berat badan yang berlebihan

2) Mengurangi atau bahkan menghentikan konsumsi

alkohol

3) Mengurangi intake garam pada makanan, dan

melakukan olah raga ringan secara teratur.

4) Cara lain yang secara independen mengurangi

resiko penyakit arteri terutama adalah berhenti

merokok.

Pada pasien dengan hipertensi ringan sampai sedang

(tekanan diastolik 90-105 mmHg dan atau sistolik 160-

180mmHg) terapi nonfarmakologi dapat dicoba selama

3 sampai 6 bulan sebelum mempertimbangkan

pemberian terapi farmakologis. Pada hipertensi berat,

perubahan gaya hidup dan terapi farmakologi harus

dijalani secara bersama-sama. Pola makan makanan

tinggi kalium dan kalsium serta rendah natrium juga

merupakan metode terapi nonfarmakologis pada lansia

penderita hipertensi ringan.

b. Penatalaksanaan Farmakologis:
46

Secara garis besar terdapat beberapa hal yang perlu

diperhatikan dalam pemberian atau pemilihan obat anti

hipertensi yaitu:

1) mempunyai efektivitas yang tinggi

2) Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau

minimal, memungkinkan penggunaan obat secara oral,

3) Tidak menimbulkan intoleransi

4) Harga obat relatif murah sehingga terjangkau oleh

klien, dan memungkinkan penggunaan jangka panjang.

Saat ini, pemberian terapi farmakologis menunjukkan

penurunan morbiditas dan mortalitas pada lansia

penderita hipertensi. Berdasarkan penelitian terbaru

pada obat- obat antihipertensi yang tersedia sekarang ini

angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE

inhibitor), angiotensin-receptor blocker (ARBs),

calcium channel blocker, diuretik tipe Tiazid, beta-

blocker, semua menurunkan komplikasi penyakit

hipertensi. Diuretik tiazid merupakan terapi dasar

antihipertensi pada sebagian besar penelitian. Pada

penelitian-penelitian tersebut, termasuk

Antihypertensive And Lipid Lowering Treatment To

Prevent Heart Attack Trial, diuretik lebih baik dalam

mencegah komplikasi kardiovaskular akibat penyakit


47

hipertensi. Pengecualian datang dari Australian

National Blood Pressure Trial, yang melaporkan hasil

yang sedikit lebih baik pada pria kulit putih yang

memulai terapi hipertensi dengan ACE inhibitor dari

pada mereka yang memulai dengan diuretik. Diuretik

menambah keampuhan obat-obat hipertensi, berguna

untuk mengontrol tekanan darah dan lebih terjangkau

dari pada obat-obat antihipertensi lain. Diuretik

seharusnya dipakai sebagai pengobatan awal terapi

hipertensi untuk semua pasien, baik secara sendiri

maupun kombinasi dengan 1 dari golongan obat

antihipertensi lain (ACE inhibitor, ARBs, β- Idea

Nursing Journal Ibrahim 65 Blocker, CCB), karena

memberikan manfaat pada beberapa penelitian. Namun

jika obat ini tidak ditoleransi secara baik atau

merupakan kontraindikasi, sedangkan obat dari

golongan lain tidak, maka pemberian obat dari

golongan lain tersebut harus dilakukan. Sebagian besar

pasien hipertensi memerlukan dua atau lebih obat-obat

antihipertensi lain untuk mencapai target tekanan darah

yang diingini. Tambahan obat kedua dari golongan lain

seharusnya dimulai jika penggunaan obat tunggal pada

dosis yang adekuat gagal mencapai target tekanan darah


48

yang diingini. Bila tekanan darah di atas 20/10 mmHg

dari target, pertimbangkan untuk memulai terapi dengan

dua obat, baik pada sebagai resep yang terpisah maupun

pada dosis kombinasi tetap. Pemberian obat

antihipertensi dengan dua obat dapat mencapai target

tekanan darah yang diingini dalam waktu yang singkat,

namun mesti diperhatikan adanya hipotensi ortostatik,

seperti pada pasien diabetes mellitus, disfungsi otonom,

dan beberapa kelompok usia tua.

7. Komplikasi pada Hipertensi

Pasien hipertensi biasanya meninggal dunia lebih cepat apabila

penyakitnya tidak terkontrol dan telah menimbulkan komplikasi ke

beberapa organ vital. Sebab kematian yang sering terjadi adalah

penyakit jantung dengan atau tanpa disertai stroke dan gagal ginjal.

Dengan pendekatan per organ sistem, dapat diketahui komplikasi yang

mungkin terjadi akibat hipertensi, yaitu antara lain Jantung; infark

miokard, angina pectoris, gagal jantung kongestif. Sistem Saraf Pusat;

stroke, hipertensive encephalopathy. Ginjal; penyakit ginjal kronik.

Mata; hipertensive retinopathy. pembuluh darah perifer; peripheral

vascular disease (Anonim, 2009) dalam Ibrahim (2011).

Komplikasi hipertensi dapat menyebabkan penyakit jantung

koroner, infark jantung, stroke dan gagal ginjal. Komplikasi dari

hipertensi tersebut dapat menyebabkan angka kematian yang tinggi.


49

Dampak dari penyakit hipertensi para lansia dapat memicu terjadinya

resiko serangan jantung, stroke, dan gagal ginjal (Depkes, 2007) dalam

rohmatul dan Rita (2016) . Sedangkan menurut Wahdah (2011)

tekanan darah yang terus meningkat mengakibatkan beban kerja

jantung yang berlebihan sehingga memicu kerusakan pada pembuluh

darah, gagal ginjal, jantung, kebutaan dan gangguan fungsi kognitif

pada lansia. Perubahan dalam kehidupan pada penderita hipertensi,

merupakan salah satu pemicu terjadinya stres.

8. Faktor-faktor Resiko Hipertensi

Terdapat berbagai faktor risiko yang dapat mempengaruhi

terjadinya hipertensi. Menurut Sugiharto (2007) dalam Nelli,Suyanto

dan Wasinton (2016) dari 310 responden ditemukan faktor risiko

hipertensi yang telah terbukti antara lain:

a. Umur

b. Riwayat keluarga

c. Konsumsi asin

d. Konsumsi lemak jenuh

e. Penggunaan jelantah

f. Tidak biasa olah raga

g. Olah raga tidak ideal

h. Obesitas

i. Penggunaan pil KB selama 12 tahun berturut-turut

Sedangkan faktor risiko yang belum terbukti adalah :


50

a. Jenis kelamin

b. Kebiasaan mengonsumsi minuman berakohol

c. Stres kejiwaan.

Pada penelitian Mannan H pada tahun 2012 hasil penelitian

menunjukkan bahwa riwayat keluarga, perilaku merokok, aktifitas

fisik dan konsumsi garam merupakan faktor risiko yang bermakna

terhadap kejadian hipertensi. Sedangkan konsumsi kopi dalam

penelitian tersebut merupakan faktor risiko yang tidak bermakna

terhadap kejadian hipertensi. Selain itu, tingkat pengetahuan dan sikap

juga dapat mempengaruhi kejadian hipertensi. Berdasarkan penelitian

yang dilakukan terdapat sebagai berikut :

a. Faktor-faktor yang terbukti merupakan faktor risiko terjadinya

hipertensi adalah:

1) Tidak biasa melakukan aktifitas fisik atau olahraga mempunyai

risiko menderita hipertensi sebesar 13,47 kali dibandingkan

orang yang mempunyai kebiasaan melakukan aktifitas fisik

atau olahraga.

2) Orang dengan obesitas (IMT > 25) berisiko menderita

hipertensi sebesar 6,47 kali dibanding dengan orang yang tidak

obesitas.

3) Orang yang memiliki riwayat stres mempunyai risiko

menderita hipertensi sebesar 0,19 kali dibanding dengan orang

yang tidak memiliki riwayat stress.


51

b. Faktor-faktor yang tidak terbukti sebagai faktor risiko hipertensi

adalah :

Pola asupan garam dan kebiasaan merokok.

9. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Terkontrolnya Tekanan

Darah

Faktor yang mempengaruhi hipertensi golongan ini belum diketahui

secara pasti. Menurut Dalimartha (2008) dalam Siti Rohimah dan Eli

Kurniasih (2015), ada beberapa faktor yang menjadi penyebabnya

yaitu seperti:

1) Faktor resiko yang tidak dapat dikontrol

a) Keturunan

Sekitar 70-80% penderita hipertensi esensial ditemukan

memiliki riwayat hipertensi. Apabila riwayat hipertensi

didapatkan pada kedua orang tua maka dugaan hipertensi

esensial lebih besar.

b) Jenis kelamin

Hipertensi lebih banyak menyerang laki-laki dibandingkan

perempuan. Hal itu mungkin dikarenakan laki-laki

memiliki faktor pendorong terjadinya hipertensi misalnya

seperti stres, kelelahan, dan makanan yang tidak terkontrol.

Sedangkan wanita dilindungi oleh hormon estrogen

berfungsi untuk melindungi wanita dari kejadian

arteriosklerosis, namun ketika wanita mengalami pra


52

menopause sampai menopause hormon ini akan berkurang

seiring juga dengan pertambahan usia sehingga pada usia

diatas 45 tahun wanita mulai mengalami penyakit

kardiovaskular (Anggraini, 2009).Umur Insiden hipertensi

meningkat seiring dengan pertambahan umur. Pasien yang

berumur diatas 60 tahun, 50-60% mempunyai tekanan

darah lebih besar atau sama dengan 140/90mmHg. Hal ini

merupakan merupakan pengaruh degenarasi yang terjadi

pada orang yang bertambah usianya. Dengan bertambahnya

umur, maka tekanan darah juga akan meningkat. Setelah

umur 45 tahun dinding arteri akan mengalami penebalan

oleh karena adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan

otot yang mengakibatkan pembuluh darah akan menyempit

dan kaku dimana akan berdampak pada tekanan sistolik dan

diastolik meningkat karena kelenturan otot pembuluh darah

berkurang (Oktora, 2005) dalam Siti Rohimah dan Eli

Kurniasih (2015),.

2) Faktor resiko yang dapat dikontrol

a) Kegemukan

Kegemukan merupakan ciri khas dari populasi hipertensi.

Daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah pada

penderita obesitas dengan hipertensi lebih tinggi


53

dibandingkan dengan penderita hipertensi dengan berat

badan normal.

b) Konsumsi garam berlebihan

Konsumsi garam yang berlebihan dengan sendirinya akan

menaikkan tekanan darah.

c) Kurang olah raga

Olah raga seperti bersepeda, joging, aerobik yang teratur

dapat memperlancar predaran darah sehingga dapat

menurunkan tekanan darah. Dengan berolahraga dapat

mengurangi atau mencegah obesitas dan mengurangi

asupan garam dalam tubuh yang akan dikeluarkan lewat

keringat.

d) Konsumsi alkohol dan merokok

Hipertensi juga dirangsang oleh nikotin yang ada dalam

sebatang rokok. Nikotin dapat menyebabkan penggumpalan

darah dalam pembuluh darah dan pengapuran dinding

pembuluh darah. Sedangkan alkohol dapat meningkatkan

sintesis katekolamin dalam jumlah besar yang memicu

kenaikan tekanan darah.

e) Stres atau ketegangan jiwa

Stres atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, marah,

dendam, rasa takut, rasa bersalah) dapat merangsang

kelenjar anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan


54

memacu jantung bekerja lebih cepat dan lebih kuat

sehingga terjadi peningkatan tekanan darah (Gunawan,

2001) dalam Diah Pithaloka,dkk (2011).

10. Pencegahan Hipertensi

Menurut Gunawan (2001) dalam Diah Pithaloka, dkk (2011),

untuk menghindari terjadinya komplikasi hipertensi yang fatal, maka

penderita Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kontrol perlu

mengambil tindakan pencegahan yang baik (stop high blood pressure)

sebagai berikut: Mengurangi konsumsi garam, menghindari

kegemukan (obesitas), membatasi konsumsi lemak, Olahraga teratur,

makan banyak buah dan sayuran segar, tidak merokok dan tidak

mengkonsumsi minuman beralkohol, melakukan relaksasi atau

meditasi, dan berusaha membina hidup yang positif. Ginting (2008)

dalam Diah Pithaloka, dkk (2011), menyimpulkan dari hasil

penelitiannya bahwa faktor internal dan eksternal yang meliputi

kelompok umur, jenis kelamin, pendidikan, penghasilan, peran media

massa, peran keluarga dan teman berhubungan dengan pengetahuan

masyarakat dalam pencegahan penyakit hipertensi. Posyandu lansia

merupakan pengembangan dari kebijakan pemerintah melalui

pelayanan kesehatan bagi lansia yang penyelenggaraannya melalui

program puskesmas dengan melibatkan peran serta para lansia,

keluarga, tokoh masyarakat dan organisasi sosial. Tujuan pembentukan

posyandu lansia secara garis besar antara lain, meningkatkan


55

jangkauan pelayanan kesehatan lansia di masyarakat, sehingga

terbentuk pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan lansia

dan mendekatkan pelayanan serta meningkatkan peran serta

masyarakat dan swasta dalam pelayanan kesehatan di samping

meningkatkan komunikasi antara masyarakat usia lanjut (Depkes RI,

2003) dalam Diah Pithaloka, dkk (2011).

Cara mengendalikan dan mencegah hipertensi, harus melakuan

gaya hidup sehat. Hal ini sangat penting karena gaya hidup sehat akan

membuat kita sehat dengan melakukan olahraga teratur, berhenti

merokok juga berperan untuk mengurangi hipertensi, mengendalikan

pola kesehatan secara keseluruhan, termasuk mengendalikan kadar

kolesterol, diabetes, menjaga berat badan dan mengendalikan

konsumsi makanan yang dapat memperberat kerja jantung. Jenis

makanan tidak sehat yang dapat menyebabkan hipertensi yaitu

makanan yang siap saji yang mengandung pengawet, kadar garam

yang terlalu tinggi dalam makanan, kelebihan konsumsi lemak (Susilo

dan Wulandari, 2011).

Menumbuhkan perilaku hidup sehat sangatlah tidak gampang,

namun hidup sehat dapat dibentuk melalui kebiasaan. Menciptakan

perilaku sehat dan memberikan contoh yang baik tidaklah sulit untuk

dilakukan dan bisa dimulai dari hal-hal kecil yang terkadang sering

dilupakan oleh banyak orang, misalnya tidak merokok, olahraga

teratur,konsumsi buah dan sayur setiap hari. Dengan perilaku hidup


56

sehat seperti ini maka akan tercipta hidup sehat yang merupakan

dambaan bagi setiap manusia. Dalam mengupayakan perilaku ini

dibutuhkan komitmen bersama untuk mewujudkannya. (Sumartono,

2007) dalam Tina Yuli (2019).

Pencegahan utama hipertensi telah menjadi tantangan kesehatan

masyarakat global. Pedoman penatalaksanaan hipertensi saat ini

merekomendasikan peningkatan aktivitas fisik sebagai sarana untuk

mencegah hipertensi (Wen, 2017). Aktivitas fisik dapat menjadi upaya

promotif dalam menurunkan tekanan darah pada pasien dengan

hipertensi resisten (Araujo, et al., 2018; Bento, 2015). Olah raga secara

teratur telah direkomendasikan sebagai perilaku penting dalam

mengendalikan tekanan darah dimana satu sesi olah raga dapat

menurunkan tingkat tekanan darah dibandingkan periode sebelum

berolah raga. Ini layak dipergunakan sebagai terapi non-farmakologis

yang efektif untuk pengobatan hipertensi (Souto, 2016). Aktivitas fisik

dapat menjadi terapi tambahan yang penting untuk manajemen terapi

medis penyakit kardiovaskular (Wen, 2017).

11. Pemeriksaan Penuinjang

a. Pemeriksaan Laboratorium; Hb/Ht: untuk mengkaji hubungan dari

sel-sel terhadap volume cairan(viskositas) dan dapat

mengindikasikan faktor resiko seperti: hipokoagulabilitas, anemia.

BUN/ kreatinin: memberikan informasi tentang perfusi/fungsi

ginjal. Glukosa: Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi)


57

dapatdiakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin. Urinalisa:

darah, protein, glukosa, mengisyaratkan disfungsi ginjal dan ada

DM.

b. CT Scan: mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati.

c. EKG: dapat menunjukan pola regangan, di mana luas, peninggian

gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung

hipertensi.

d. IU: mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti: batu ginjal,

perbaikan ginjal.

e. Poto dada: menunjukkan destruksi kalsifikasi pada area katup,

pembesaran jantung (Sobel, et al, 1999) dalam Ibrahim (2011).

B. KONSEP LANJUT USIA

1. Definisi Lanjut Usia

Menurut Undang-undang Nomor 13 tahun 1998 dalam Daniel

dan Dini (2017) lanjut usia (lansia) adalah seseorang yang mencapai

usia di atas 60 tahun. Lansia adalah suatu kejadian yang pasti akan

dialami oleh semua orang yang dikarunia usia panjang, terjadi tidak

bisa dihindari oleh siapapun, namun manusia dapat berupaya untuk

menghambat kejadiannya. Menua (menjadi tua = aging) merupakan

suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan untuk

memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur

dan fungsi normal sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas

(termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita


58

(Bandiyah, 2009 : 13). Jika proses menua sudah berlangsung, di dalam

tubuh mulai terjadi perubahan-perubahan struktural yang merupakan

proses degeneratif. Perubahan-perubahan itu akan terjadi pada tubuh

manusia sejalan dengan makin meningkatnya usia.

Undang-undang No.13/th. 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia

pasal 1 ayat 2 menyebutkan bahwa :”Lanjut Usia adalah seseorang

yang mencapai usia 60 (enam puluh) tahun keatas” (Nugroho, 2008)

dalam Daniel dan Dini (2017). Penuaan telah dikaitkan dengan

peningkatan terjadinya penyakit kronis dan penurunan kebugaran fisik,

termasuk penurunan kekuatan dan kebugaran aerobik. Hipertensi

sindrom multifaktorial dan multicausal menjadi masalah utama dalam

penuaan, karena merupakan faktor risiko penting untuk terjadinya

penyakit kardiovaskular dengan kerusakan organ target berikutnya dan

mempengaruhi lebih dari 50% dari mereka yang berusia 65 tahun atau

lebih tua (Araujo, et al., 2018; Mota, et al., 2013).)

2. Teori Proses Menua Pada Lansia

Teori Proses Menua Teori proses penuaan dibagi 2 bagian yaitu

secara biologis dan psikososoial yaitu:

a. Teori Biologis

Yang merupakan teori biologis adalah sebagai berikut:

1) Teori jam genetik Menurut Hayflick (1965) dalam Daniel dan

Dini (2017)
59

Secara genetik sudah terprogram bahwa material di dalam inti

sel dikatakan bagaikan memiliki jam genetik terkait dengan

frekwensi mitosis. Manusia yang memiliki rentang kehidupan

maksimal sekitar 110 tahun, sel-selnya diperkirakan hanya

mampu membelah sekitar 50 kali sesudah itu akan mengalami

deteriorasi.

2) Teori interaksi sosial

Bahwa sel-sel satu sama lain saling berinteraksi dan

mempengaruhi. Keadaan tubule akan baik-baik saja selama sel-

sel berfungsi dalam suatu harmoni. Akan tetapi, bila tidak lagi

demikian, maka akan terjadi kegagalan mekanisme feed back

dimana perlahan-lahan akan mengalami degenerasi (Berger,

1994) dalam Daniel dan Dini (2017).

3) Teori eror katastrop

Bahwa eror akan terjadi pada struktur DNA, RNA, dan sintesis

protein. Masing-masing eror akan saling menambah pada eror

yang lainnya dan berkulminasi dalam eror yang bersifat

katastrop (Kane, 1994) dalam Daniel dan Dini (2017).

4) Teori pemakaian dan keausan Teori biologis yang paling tua

Teori pemakaian dan keausan (tear and wear), dimana tahun

demi tahun hal ini berlangsung dan lama kelamaan akan timbul

deteriorasi.

b. Teori Psikologis
60

Adapun mengenai teori psikologis, berturut-turut dikemukakan

beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:

1) Disengagement Theory

Kelompok teori ini dimulai dari University of Chicago, yaitu :

Disengagement Theory, yang mengatakan bahwa individu dan

masyarakat mengalami disengagement dalam suatu menarik

diri. Memasuki usia tua, individu mulai menarik diri dari

masyarakat, sehingga memungkinkan individu untuk

menyimpan lebih banyak aktivitasaktivitas yang berfokus pada

dirinya dalam memenuhi kestabilan pada stadium ini.

2) Teori Aktivitas

Menekankan pentingnya peran serta dalam kegiatan

masyarakat bagi kehidupan seorang lansia. Dasar teori ini

adalah bahwa konsep diri seseorang tergantung pada

aktivitasnya dalam berbagai peran. Hasil studi serupa ternyata

menggambarkan pula bahwa aktivitas informal lebih

berpengaruh daripada aktifitas formal. Kerja yang

menyibukkan tidaklah meningkatkan self esteem seseorang,

tetapi interaksi yang bermakna dengan orang lainlah yang lebih

meningkatkan self esteem.

3) Teori Kontinuitas

Berbeda dari kedua teori sebelumnya, disini ditekankan

pentingnya hubungan antara kepribadian dengan kesuksesan


61

hidup lansia. Menurut teori ini, ciri-ciri kepribadian individu

berikut strategi kopingnya telah terbentuk lama sebelum

seseorang memasuki usia lanjut.

4) Teori Subkultur

Pada teori subkultur (Rose, 1962) dalam Daniel dan Dini

(2017) dikatakan bahwa lansia sebagai kelompok yang

memiliki norma, harapan, rasa percaya, dan adat kebiasaan

tersendiri, sehingga dapat digolongkan selaku suatu subkultur.

5) Teori Stratifikasi Usia

Teori ini dikemukakan oleh Riley (1972) dalam Daniel dan

Dini (2017). yang menerangkan adanya saling ketergantungan

antara usia dengan struktur sosial yang dapat dijelaskan sebagai

berikut :

a) Orang-orang tumbuh dewasa bersama masyarakat dalam

bentuk kohor dalam artian sosial, biologis, dan psikologis.

b) Suatu masyarakat dapat dibagi ke dalam beberapa strata

sesuai dengan lapisan usia dan peran.

c) Masyarakat sendiri senantiasa berubah, begitu pula individu

dan perannya dalam masing-masing strata. Terdapat saling

keterkaitan antara penuaan individu dengan perubahan

sosial. Kesimpulanya adalah lansia dan mayoritas

masyarakat senantiasa saling mempengaruhi dan selalu


62

terjadi perubahan kohor maupun perubahan dalam

masyarakat.

3. Karakteristik Lanjut Usia

Menurut Maryam, dkk (2008) dalam Parida, Rahayu dan

Rasmaliah (2018), lansia memiliki karakteristik sebagai berikut:

a. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 ayat (2) UU

No.13 tentang kesehatan)

b. Kebutuan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai

sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari

kondisi adaptif hingga kondisi maladaptif.

c. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.

Karakteristik penyakit yang dijumpai pada lansia diantaranya:

a. Penyakit yang sering multipel, saling berhubungan satu sama lain

b. Penyakit bersifat degeneratif, serta menimbulkan kecacatan

c. Gejala sering tidak jelas, berkembang secara perlahan

d. Masalah psikologis dan sosial sering terjadi bersamaan

e. Lansia sangat peka terhadap penyakit infeksi akut

f. Sering terjadi penyakit yang bersifat iatrogenik Menurut Green dan

Kauter (1991, dalam McMurray, 2003) dalam Parida, Rahayu dan

Rasmaliah (2018), menggambarkan bahwa kesehatan dan faktor

risiko kesehatan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Karakteristik

lansia termasuk sebagai faktor pencetus (predisposing factor) yang

berhubungan dengan kejadian stroke pada lansia yang meliputi :


63

jenis kelamin, usia, suku, pendidikan. Menurut Lewis et al (2007)

dalam Parida, Rahayu dan Rasmaliah (2018), usia, jenis kelamin

dan ras juga termasuk kedalam faktor risiko terjadinya stroke.

4. Batasan-batasan Lansia

Batasan-batasan Lanjut Usia menurut WHO dalam Padila 2013)

ada empat tahapan yaitu:

a. Usia pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun

b. Lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun

c. Lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun dan usia sangat tua (very

old) >90 tahun Lanjut usia.

Menurut UU RI no 13 tahun 1998 dalam Indriana dkk, (2010)

adalah mereka yang telah memasuki usia 60 tahun ke atas. Jenis

hipertensi yang khas ditemukan pada lansia adalah isolated systolic

hypertension (ISH), dimana tekanan sistoliknya saja yang tinggi

(diatas 140 mmHg), namun tekanan diastolik tetap normal (dibawah 90

mmHg) (Arif, 2013). Lansia sering terkena hipertensi disebabkan oleh

kekakuan pada arteri sehingga tekanan darah cenderung meningkat.

Biasanya stres bukan karena penyakit fisik tetapi lebih mengenai

kejiwaan. Akan tetapi karena pengaruh stress tersebut maka penyakit

fisik bisa muncul akibat lemah dan rendahnya daya tahan tubuh pada

saat tersebut (Mardiana, 2014).

5. Ciri-ciri lanjut usia

Ciri-ciri lansia adalah sebagai berikut :


64

a. Lansia merupakan periode kemunduran. Kemunduran pada lansia

sebagian datang dari faktor fisik dan faktor psikologis. Motivasi

memiliki peran yang penting dalam kemunduran pada lansia.

Misalnya lansia yang memiliki motivasi yang rendah dalam

melakukan kegiatan, maka akan mempercepat proses kemunduran

fisik, akan tetapi ada juga lansia yang memiliki motivasi yang

tinggi, maka kemunduran fisik pada lansia akan lebih lama terjadi.

b. Lansia memiliki status kelompok minoritas. Kondisi ini sebagai

akibat dari sikap sosial yang tidak menyenangkan terhadap lansia

dan diperkuat oleh pendapat yang kurang baik, misalnya lansia

yang lebih senang mempertahankan pendapatnya maka sikap sosial

di masyarakat menjadi negatif, tetapi ada juga lansia yang

mempunyai tenggang rasa kepada orang lain sehingga sikap sosial

masyarakat menjadi positif.

c. Menua membutuhkan perubahan peran. Perubahan peran tersebut

dilakukan karena lansia mulai mengalami kemunduran dalam

segala hal. Perubahan peran pada lansia sebaiknya dilakukan atas

dasar keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari lingkungan.

Misalnya lansia menduduki jabatan sosial di masyarakat sebagai

Ketua RW, sebaiknya masyarakat tidak memberhentikan lansia

sebagai ketua RW karena usianya.

d. Penyesuaian yang buruk pada lansia. Perlakuan yang buruk

terhadap lansia membuat mereka cenderung mengembangkan


65

konsep diri yang buruk sehingga dapat memperlihatkan bentuk

perilaku yang buruk. Akibat dari perlakuan yang buruk itu

membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk pula. Contoh :

lansia yang tinggal bersama keluarga sering tidak dilibatkan untuk

pengambilan keputusan karena dianggap pola pikirnya kuno,

kondisi inilah yang menyebabkan lansia menarik diri dari

lingkungan, cepat tersinggung dan bahkan memiliki harga diri

yang rendah.

6. Faktor- faktor yang mempengaruhi Ketuaan

Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Ketuaan

a. Hereditas atau ketuaan genetik

b. Nutrisi atau makanan

c. Status kesehatan

d. Pengalaman hidup

e. Lingkungan

f. Stres

7. Perubahan – perubahan Yang Terjadi Pada Lansia

Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara

degeneratif yang akan berdampak pada perubahan-perubahan pada diri

manusia, tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaan,

sosial dan sexual (Azizah dan Lilik M, 2011, 2011).

a. Perubahan Fisik

1) Sistem Indra Sistem pendengaran


66

Prebiakusis (gangguan pada pendengaran) oleh karena

hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam,

terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi,

suara yang tidak jelas, sulit dimengerti kata-kata, 50% terjadi

pada usia diatas 60 tahun.

2) Sistem Intergumen

Pada lansia kulit mengalami atropi, kendur, tidak elastis kering

dan berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi

tipis dan berbercak. Kekeringan kulit disebabkan atropi

glandula sebasea dan glandula sudoritera, timbul pigmen

berwarna coklat pada kulit dikenal dengan liver spot.

3) Sistem Muskuloskeletal

Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia adalah Jaringan

penghubung (kolagen dan elastin), kartilago, tulang, otot dan

sendi.. Kolagen sebagai pendukung utama kulit, tendon, tulang,

kartilago dan jaringan pengikat mengalami perubahan menjadi

bentangan yang tidak teratur. Jaringan kartilago pada

persendian menjadi lunak dan mengalami granulasi, sehingga

permukaan sendi menjadi rata. Kemampuan kartilago untuk

regenerasi berkurang dan degenerasi yang terjadi cenderung

kearah progresif, konsekuensinya kartilago pada persendiaan

menjadi rentan terhadap gesekan. Berkurangnya kepadatan

tulang setelah diamati adalah bagian dari penuaan fisiologi,


67

sehingga akan mengakibatkan osteoporosis dan lebih lanjut

akan mengakibatkan nyeri, deformitas dan fraktur. Perubahan

struktur otot pada penuaan sangat bervariasi, penurunan jumlah

dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan penghubung dan

jaringan lemak pada otot mengakibatkan efek negatif. Sendi;

pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligament

dan fasia mengalami penuaan elastisitas.

4) Sistem kardiovaskuler Perubahan pada sistem kardiovaskuler

pada lansia adalah massa jantung bertambah, ventrikel kiri

mengalami hipertropi sehingga peregangan jantung berkurang,

kondisi ini terjadi karena perubahan jaringan ikat. Perubahan

ini disebabkan oleh penumpukan lipofusin, klasifikasi SA Node

dan jaringan konduksi berubah menjadi jaringan ikat.

5) Sistem respirasi Pada proses penuaan terjadi perubahan

jaringan ikat paru, kapasitas total paru tetap tetapi volume

cadangan paru bertambah untuk mengkompensasi kenaikan

ruang paru, udara yang mengalir ke paru berkurang. Perubahan

pada otot, kartilago dan sendi torak mengakibatkan gerakan

pernapasan terganggu dan kemampuan peregangan toraks

berkurang.

6) Pencernaan dan Metabolisme Perubahan yang terjadi pada

sistem pencernaan, seperti penurunan produksi sebagai

kemunduran fungsi yang nyata karena kehilangan gigi, indra


68

pengecap menurun, rasa lapar menurun (kepekaan rasa lapar

menurun), liver (hati) makin mengecil dan menurunnya tempat

penyimpanan, dan berkurangnya aliran darah.

7) Sistem perkemihan Pada sistem perkemihan terjadi perubahan

yang signifikan. Banyak fungsi yang mengalami kemunduran,

contohnya laju filtrasi, ekskresi, dan reabsorpsi oleh ginjal.

8) Sistem saraf Sistem susunan saraf mengalami perubahan

anatomi dan atropi yang progresif pada serabut saraf lansia.

Lansia mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan

dalam melakukan aktifitas sehari-hari.

9) Sistem reproduksi Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai

dengan menciutnya ovary dan uterus. Terjadi atropi payudara.

Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa,

meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur.

b. Perubahan Kognitif

1) Memory (Daya ingat, Ingatan)

2) IQ (Intellegent Quotient)

3) Kemampuan Belajar (Learning)

4) Kemampuan Pemahaman (Comprehension)

5) Pemecahan Masalah (Problem Solving)

6) Pengambilan Keputusan (Decision Making)

7) Kebijaksanaan (Wisdom)

8) Kinerja (Performance)
69

9) Motivasi

c. Perubahan mental

Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental :

1) Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa.

2) Kesehatan umum

3) Tingkat pendidikan

4) Keturunan (hereditas)

5) Lingkungan

6) Gangguan syaraf panca indera, timbul kebutaan dan ketulian.

7) Gangguan konsep diri akibat kehilangan kehilangan jabatan.

8) Rangkaian dari kehilangan , yaitu kehilangan hubungan dengan

teman dan famili.

9) Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap

gambaran diri, perubahan konsep diri.

d. Perubahan spiritual

Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya.

Lansia semakin matang (mature) dalam kehidupan keagamaan, hal

ini terlihat dalam berfikir dan bertindak sehari-hari.

e. Perubahan Psikososial

1) Kesepian

Terjadi pada saat pasangan hidup atau teman dekat meninggal

terutama jika lansia mengalami penurunan kesehatan, seperti


70

menderita penyakit fisik berat, gangguan mobilitas atau

gangguan sensorik terutama pendengaran.

2) Duka cita (Bereavement)

Meninggalnya pasangan hidup, teman dekat, atau bahkan

hewan kesayangan dapat meruntuhkan pertahanan jiwa yang

telah rapuh pada lansia. Hal tersebut dapat memicu terjadinya

gangguan fisik dan kesehatan.

3) Depresi

Duka cita yang berlanjut akan menimbulkan perasaan kosong,

lalu diikuti dengan keinginan untuk menangis yang berlanjut

menjadi suatu episode depresi. Depresi juga dapat disebabkan

karena stres lingkungan dan menurunnya kemampuan adaptasi.

4) Gangguan cemas

Dibagi dalam beberapa golongan: fobia, panik, gangguan

cemas umum, gangguan stress setelah trauma dan gangguan

obsesif kompulsif, gangguangangguan tersebut merupakan

kelanjutan dari dewasa muda dan berhubungan dengan

sekunder akibat penyakit medis, depresi, efek samping obat,

atau gejala penghentian mendadak dari suatu obat.

5) Parafrenia

Suatu bentuk skizofrenia pada lansia, ditandai dengan waham

(curiga), lansia sering merasa tetangganya mencuri barang-

barangnya atau berniat membunuhnya. Biasanya terjadi pada


71

lansia yang terisolasi/diisolasi atau menarik diri dari kegiatan

sosial.

6) Sindroma Diogenes

Suatu kelainan dimana lansia menunjukkan penampilan

perilaku sangat mengganggu. Rumah atau kamar kotor dan bau

karena lansia bermain-main dengan feses dan urin nya, sering

menumpuk barang dengan tidak teratur. Walaupun telah

dibersihkan, keadaan tersebut dapat terulang kembali.

Menurut Nugroho (2000) dalam Siti Kholifah (2016)

Perubahan Fisik pada lansia adalah :

a) Sel

Jumlahnya menjadi sedikit, ukurannya lebih besar,

berkurangnya cairan intra seluler, menurunnya proporsi

protein di otak, otot, ginjal, dan hati, jumlah sel otak

menurun, terganggunya mekanisme perbaikan sel.

b) Sistem Persyarafan

Respon menjadi lambat dan hubungan antara

persyarafan menurun, berat otak menurun 10-20%,

mengecilnya syaraf panca indra sehingga

mengakibatkan berkurangnya respon penglihatan dan

pendengaran, mengecilnya syaraf penciuman dan

perasa, lebih sensitive terhadap suhu, ketahanan tubuh


72

terhadap dingin rendah, kurang sensitive terhadap

sentuhan.

c) Sistem Penglihatan

Menurun lapang pandang dan daya akomodasi mata,

lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa) menjadi

katarak, pupil timbul sklerosis, daya membedakan

warna menurun.

d) Sistem Pendengaran

Hilangnya atau turunnya daya pendengaran, terutama

pada bunyi suara atau nada yang tinggi, suara tidak

jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia

diatas umur 65 tahun, membran timpani menjadi atrofi

menyebabkan otosklerosis.

e) Sistem Kardiovaskuler

Katup jantung menebal dan menjadi kaku karena

kemampuan jantung menurun 1% setiap tahun sesudah

kita berumur 20 tahun, sehingga pembuluh darah

kehilangan sensitivitas dan elastisitas pembuluh darah.

Berkurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk

oksigenasi, misalnya perubahan posisi dari tidur ke

duduk atau duduk ke berdiri bisa menyebabkan tekanan

darah menurun menjadi 65 mmHg dan tekanan darah


73

meninggi, karena meningkatnya resistensi dari

pembuluh darah perifer.

f) Sistem pengaturan temperatur tubuh

Pengaturan suhu hipotalamus yang dianggap bekerja

sebagai suatu thermostat (menetapkan suatu suhu

tertentu). Kemunduran terjadi karena beberapa faktor

yang mempengaruhi yang sering ditemukan adalah

temperatur tubuh menurun, keterbatasan reflek

menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang

banyak sehingga terjadi aktifitas otot rendah.

g) Sistem Respirasi

Paru-paru kehilangan elastisitas, sehingga kapasitas

residu meningkat, mengakibatkan menarik nafas lebih

berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun dan

kedalaman nafas menurun pula. Selain itu, kemampuan

batuk menurun (menurunnya aktifitas silia), O2 arteri

menurun menjadi 75 mmHg, dan CO2 arteri tidak

berganti.

h) Sistem Gastrointestinal

Banyak gigi yang tanggal, sensitifitas indra pengecap

menurun, pelebaran esophagus, rasa lapar menurun,

asam lambung menurun, waktu pengosongan menurun,


74

peristaltik lemah, dan sering timbul konstipasi, fungsi

absorbsi menurun.

i) Sistem urinaria

Otot-otot pada vesika urinaria melemah dan

kapasitasnya menurun sampai 200 mg, frekuensi BAK

meningkat, pada wanita sering terjadi atrofi vulva,

selaput lendir mengering, elastisitas jaringan menurun

dan disertai penurunan frekuensi seksual intercrouse

berefek pada seks sekunder.

j) Sistem Endokrin

Produksi hampir semua hormon menurun (ACTH, TSH,

FSH, LH), penurunan sekresi hormon kelamin

misalnya: estrogen, progesterone, dan testoteron.

k) Sistem Kulit

Kulit menjadi keriput dan mengkerut karena kehilangan

proses keratinisasi dan kehilangan jaringan lemak,

berkurangnya elastisitas akibat penurunan cairan dan

vaskularisasi, kuku jari menjadi keras dan rapuh,

kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya,

perubahan pada bentuk sel epidermis.

l) Sistem Muskuloskeletal

Tulang kehilangan cairan dan rapuh, kifosis, penipisan

dan pemendekan tulang, persendian membesar dan


75

kaku, tendon mengkerut dan mengalami sclerosis,

atropi serabut otot sehingga gerakan menjadi lamban,

otot mudah kram dan tremor.

C. KONSEP PERAN PERAWAT

1. Peran perawat

Peran perawat adalah untuk membantu individu sakit dan sehat

dalam kinerja aktivitas yang menunjang pada kesehatan dan

penyembuhan atau pemulihan. Dalam melaksanakan keperawatan,

perawat mempunyai peran yang diantaranya adalah pemberi asuhan

keperawatan, sebagai advokat, sebagai edukator, kolaborasi, konseling,

peneliti dan pengambilan keputusan (Hidayat, 2012).

Perawat sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas

asuhan keperawatan dan merupakan faktor yang paling menentukan

dan untuk tercapainya pelayanan kesehatan yang optimal dengan

asuhan keperawatan yang bermutu. Manajemen keperawatan dilakukan

dengan maksud untuk mempermudah asuhan keperawatan sehingga

dapat meningkatkan kepuasan kerja dan kepuasan pasien selama di

rumah sakit. Peranan perawat sangat penting karena sebagai ujung

tombak baik tidak mutu pelayanan kesehatan yang diberikan kepada

pasien. Perawat merupakan salah satu profesi di rumah sakit dengan

dominan dan paling lama kontak atau berinteraksi dengan pasien.

Sebagai perawat profrsional , perawat tidak hanya mengelola orang

tetapi sebuah proses secara keseluruhan yang memungkinkan orang


76

dapat menyelesaikan tugasnya dalam memberikan asuhan keperawatan

serta meningkatkan keadaan kesehatan pasien menuju kearah

kesembuhan (Nursalam, 2014).

Perawat profesional dalam memberikan pelayanan keperawatan

adalah harus dapat berkomunikasi dengan lengkap, adekuat dan cepat.

Untuk menilai kualitas pelayanan keperawatan diperlukan adanya

standar praktek keperawatan yang berpedoman bagi perawat dalam

melkasanakan asuhan keperawatan yang diwujudkan dalam bentuk

proses keperawatan baik dari pengkajian sampai evaluasi (Nursalam,

2011).

2. Klasifikasi Peran Perawat

Perawat sebagai bagian dari tenaga kesehatan profesional memiliki

peran sebagai pemberi asuhan,pendidik, advokat klien, konselor, agen

pengubah, pemimpin, manajer, manajer kasus, serta peneliti dan

pengembang praktik keperawatan (Gangadharan, Narwal, &

Gangadharan, 2017; Pasthikarini, Wahyuningsih, & Richard, 2018).

Adapun jenis-jenis peran perawat :

a. Perawat Perawat sebagai pendidik

Berperan dalam mengajarkan ilmu kepada individu, keluarga,

masyarakat dan tenaga kesehatan (Sudama, 2008) dalam

Triyas,dkk (2018). Perawat menjalankan perannya sebagai

pendidik dalam upaya untuk meningkatkan kesehatan melalui

perilaku yang menunjang untuk kesehatnnya (Asmadi, 2008).


77

Perawat sebagai pendidik harus mempunyai kemampuan untuk

mengkaji kekuatan dan akibat yang ditimbulkan dari pemberian

informasi dan perilaku yang diinginkan oleh individu (Nursalam,

2008) dalam triyas, dkk (2018).

b. Care Giver atau Pemberi Asuhan Keperawatan

Perawat memberikan asuhan keperawatan profesional kepada

pasien meliputi pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi

hingga evaluasi. Selain itu, perawat melakukan observasi yang

kontinu terhadap kondisi pasien, melakukan pendidikan kesehatan,

memberikan informasi yang terkait dengan kebutuhan pasien

sehingga masalah pasien dapat teratasi (Susanto, 2012);

c. Client Advocate atau Advokator

Perawat sebagai advokator berfungsi sebagai perantara antara

pasien dengan tenaga kesehatan lain. Perawat membantu pasien

dalam memahami informasi yang didapatkan, membantu pasien

dalam mengambil keputusan terkait tindakan medis yang akan

dilakukan serta memfasilitasi pasien dan keluarga serta masyarakat

dalam upaya peningkatan kesehatan yang optimal (Kusnanto,

2004) dalam Raditya,dkk (2013)

d. Change Agent atau Agen Pengubah

Perawat sebagai agen pengubah berfungsi membuat suatu

perubahan atau inovasi terhadap hal-hal yang dapat mendukung

tercapainya kesehatan yang optimal. Perawat mengubah cara


78

pandang dan pola pikir pasien, keluarga, maupun masyarakat untuk

mengatasi masalah sehingga hidup yang sehat dapat tercapai

(Susanto, 2012)

e. Peneliti

Perawat sebagai peneliti yaitu perawat melaksanakan tugas untuk

menemukan masalah, menerapkan konsep dan teori,

mengembangkan penelitian yang telah ada sehingga penelitian

yang dilakukan dapat bermanfaat untuk peningkatan mutu asuhan

dan pelayanan keperawatan (Susanto, 2012).

f. Consultant atau Konsultan

Perawat sebagai tempat untuk konsultasi bagi pasien, keluarga dan

masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatan yang dialami

klien. Peran ini dilakukan oleh perawat sesuai dengan permintaan

klien (Kusnanto, 2004) dalam Raditya, dkk (2013)

g. Collaborator atau Kolaborasi

Peran perawat sebagai kolaborator yaitu perawat bekerja sama

dengan anggota tim kesehatan lainnya dalam memberikan

pelayanan kepada klien (Susanto, 2012).

3. Pengertian Peran Perawat Edukator

Perawat sebagai edukator menolong meningkatkan kesehatan

pasien dengan membagikan pengetahuan terkait perawatan serta

tindakan medis yang diterima sehingga pasien ataupun keluarga

sanggup membuat keputusan serta berupaya untuk mengoptimalkan


79

kemampuan hidup secara mandiri (Pertiwati, 2016). Perawat sebagai

petugas kesehatan memiliki peran sebagai edukator atau pendidik.

Sebagai seorang pendidik, perawat membantu klien mengenal

kesehatan dan prosedur asuhan keperawatan yang perlu mereka

lakukan guna memulihkan atau memelihara kesehatan tersebut

(Kozier, 2010). Adanya informasi yang benar dapat meningkatkan

pengetahuan penderita hipertensi untuk melaksanakan pola hidup sehat

(Sustrani dalam Kurniapuri & Supadmi, 2015). Penelitian yang

dilakukan oleh Anggraeni (2013). Peran educator berperan membantu

pasien meningkatkan kesehatannya melalui pemberian pengetahuan

tentang perawatan dan tindakan medis yang diterima sehingga pasien

atau keluarga dapat mengetahui pengetahuan yang penting bagi pasien

atau keluarga. Selain itu, perawat juga dapat memberikan pendidikan

kesehat-an kepada kelompok keluarga yang berisiko, kader kesehatan,

dan masyarakat (Kusnanto, 2004) dalam Iqonul, dkk (2015).

Peran Edukator adalah peran yang dilakukan dengan membantu

klien dalam meningkatkan tingkat pengetahuan kesehatan, gejala

penyakit, bahkan tindakan yang akan diberikan, sehingga terjadi

perubahan perilaku dari klien setelah dilakukan pendidikan kesehatan

(Aziz, 2013). Perawat sebagai pendidik berperan dalam mengajarkan

ilmu kepada individu, keluarga, masyarakat dan tenaga kesehatan

(Sudama, 2008) dalam Triyas,dkk (2018) . Perawat menjalankan

perannya sebagai pendidik dalam upaya untuk meningkatkan


80

kesehatan melalui perilaku yang menunjang untuk kesehatnnya

(Asmadi, 2008) dalam Triyas,dkk (2018). Perawat sebagai pendidik

harus mempunyai kemampuan untuk mengkaji kekuatan dan akibat

yang ditimbulkan dari pemberian informasi dan perilaku yang

diinginkan oleh individu (Nursalam, 2008) dalam Triyas, dkk (2018).

Edukasi merupakan sistem aktivitas yang bertujuan menghasilkan

pembelajaran. Proses ini dirancang sedemikian rupa untuk

menghasilkan pembelajaran yang spesifik (kozier, 2010). Perawat

dalam menjalankan peran edukator membantu pasien untuk

meningkatkan kesehatannya melalui pemberian pengetahuan terkait

dengan keperawatan dan tindakan medis yang diterima sehingga

pasien atau keluarga dapat menerima tanggung jawab terhadap hal-hal

yang diketahuinya (Doheny dalam Suryadi, 2013). Edukasi yang

diberikan perawat akan menambah pengetahuan klien tentang

bagaimana perawatan dan pengobatan terhadap penyakit yang diderita.

Klien akan mengetahui cara terbaik penatalaksanaan terhadap

penyakit, sehingga kesadaran untuk patuh terhadap perawatan dan

pengobatan akan meningkat (Hadidi, 2015).

4. Tujuan Peran Perawat Edukator

Tujuan pendidikan atau pengajaran bagi pasien menurut Potter&Perry

(2005) dalam Raditya, dkk (2013) yaitu:

a. pemeliharaan dan peningkatan kesehatan sebagai upaya

pencegahan penyakit
81

Upaya yang dilakukan perawat dalam mendidik atau mengajarkan

pasien untuk memelihara dan meningkatkan kesehatannya dalam

upaya pencegahan penyakit diantaranya:

1) tindakan pertama dalam menghadapi kecelakaan

2) pencegahan faktor resiko

3) manajemen stres

4) pertumbuhan dan perkembangan

5) kebersihan

6) imunisasi

7) perawatan prenatal dan proses kelahiran normal

8) nutrisi

9) latihan

10) keamanan

11) pemeriksaan kesehatan

b. Perbaikan Kesehatan

Upaya yang dilakukan perawat dalam mendidik atau mengajarkan

pasien untuk memperbaiki kesehatannya diantaranya:

1) Penyakit atau Kondisi Pasien :

a) Anatomi dan fisiologi sistem tubuh yang terganggu

b) Penyebab penyakit

c) Sumber gejala

d) Dampak penyakit terhadap sistem tubuh yang lain

e) Prognosis
82

f) Keterbatasan fungsi

g) Rasionalisasi pengobatan

h) Medikasi

i) Terapi

j) Tindakan perawatan

k) Intervensi pembedahan.

2) Harapan selama perawatan

3) Lingkungan rumah sakit

4) Staf rumah sakit

5) Perawatan jangka panjang

6) Metode yang melibatkan pasien dalam perawatan

7) Keterbatasan yang dihasilkan dari penyakit.

c. Koping Terhadap Gangguan Fungsi Tubuh

Upaya yang dilakukan perawat dalam mendidik atau mengajarkan

pasien untuk meningkatkan koping terhadap gangguan fungsi

tubuh diantaranya:

1) Perawatan Rumah

a) Medikasi

b) Terapi intravena

c) Diet

d) Aktivitas

e) Alat bantu.

2) Rehabilitasi Fungsi Tubuh


83

a) Terapi fisik

b) Terapi okupasi

c) Alat bicara.

3) Pencegahan Komplikasi

a) Pengetahuan tentang faktor resiko

b) Implikasi ketidakpatuhan terapi

c) Gangguan lingkungan.

d. Faktor Yang Menghambat Peran Perawat Pendidik

Faktor yang menghambat kemampuan perawat dalam menjalankan

perannya sebagai pendidik/educator antara lain (Bastable, 2002)

dalam Raditya (2013) :

1) Kesiapan perawat dalam memberikan pengajaran

Banyak perawat dan tenaga kesehatan yang tidak siap untuk

memberikan pengajaran kepada pasien dan keluarganya.

Adapun alasan perawat dan tenaga kesehatan yang lain

mengaku tidak siap dan tidak yakin dengan keterampilan dan

kemampuannya untuk mengajar. Menurut hasil penelitian

didapatkan hasil bahwa aktivitas pendidikan dan pengajaran

yang dilakukan oleh perawat kepada pasien dan keluarga yang

merupakan tanggungjawab perawat secara keseluruhan

hasilnya tidak memuaskan. Hasil penelitian tersebut

menunjukkan perlunya memperkuat peran perawat sebagai

pendidik
84

2) Terjadi kesalahan fungsi akibat dari koordinasi dan delegasi

yang tidak tepat

Pemberi perawatan kesehatan biasanya memberi materi yang

sama dalam setiap pendidikan kesehatan akan tetapi terkadang

para pemberi perawatan tidak konsisten dalam memberikan

pendidikan atau pengajaran. Kesalahan koordinasi antar

petugas kesehatan dan delegasi yang menyebabkan pendidikan

kesehatan tidak berjalan tepat waktu, dan tidak dibahas secara

mendalam

3) Karakter pribadi perawat pendidik

Karakter pribadi para petugas kesehatan termasuk perawat

mempunyai peran penting dalam menentukan hasil dalam

proses pendidikan kesehatan. Perawat yang mempunyai

kesadaran pengajaran yang rendah dan kurang keyakinan dalam

pengajaran kepada pasien akan sangat berpengaruh terhadap

kemampuan pasien dalam mengatasi penyakitnya

4) Pendidikan pasien masih menjadi prioritas rendah

Penggunaan dana yang sedikit untuk pendidikan pada pasien

dapat menghambat pendidikan dan pengajaran pasien yang

inovatif sehingga pendidikan pada pasien hanya berjalan apa

adanya

5) Kurangnya waktu pengajaran


85

Kurangnya waktu tenaga kesehatan termasuk perawat untuk

mengajar merupakan halangan utama yang sering muncul.

Pasien yang hanya dirawat dalam waktu yang singkat misalnya

di ruang gawat darurat, rawat jalan, atau rawat inap hanya

beberapa hari, maka perawat harus tahu cara menggunakan

pendekatan yang singkat, efisien, dan tepat guna memberikan

pengajaran kepada pasien

6) Jenis sistem dokumentasi yang digunakan

Pendidikan kesehatan yang diberikan kepada pasien harus

memiliki dokumentasi yang jelas. Hal ini dikarenakan jenis

sistem dokumentasi yang digunakan oleh lembaga perawatan

kesehatan akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas

pendidikan dan pengajaran kesehatan pada pasien. Pengajaran

yang dilakukan oleh tenaga kesehatan baik formal maupun

informal seringkali dilakukan tanpa dicatat atau

didokumentasikan karena tidak adanya format pencatatan dan

kurangnya perhatian pada dokumentasi khusus untuk

pendidikan pada pasien. Pencatatan yang tidak dilakukan

secara berkesinambungan akan menghalangi komunikasi yang

terjadi antara pemberi perawatan kesehatan mengenai apa yang

telah diajarkan.

e. Faktor Yang Mempengaruhi Pengajaran


86

Banyak faktor yang mempengaruhi pengajaran pada pasien.

Perawat harus menyadarinya karena waktu pengajaran kepada

pasien hanya sedikit. Menurut Kozier(2008) dalam Raditya, dkk

(2013) , faktor yang dapat mempengaruhi pengajaran yaitu:

1) Motivasi

Motivasi belajar adalah keinginan untuk belajar. Motivasi

sangat berpengaruh pada seberapa cepat dan seberapa banyak

orang untuk belajar. Motivasi terbesar adalah ketika seseorang

menyadari adanya suatu kebutuhan dan seseorang itu percaya

bahwa kebutuhan tersebut dapat dipenuhi melaluo

pembelajaran

2) Kesiapan Kesiapan belajar

Demonstrasi perilaku atau isyarat yang mencerminkan motivasi

peserta didik dalam menerima pembelajaran. Kesiapan

mencerminkan tidak hanya keinginan untuk belajar tetapi juga

kemampuan untuk belajar di waktu tertentu

3) Keterlibatan secara aktif

Ketika peserta didik terlibat aktif dalam proses pembelajaran,

pembelajaran akan lebih memiliki arti. Peserta didik

diharapkan aktif berpartisipasi dalam perencanaan dan diskusi.

Keterlibatan peserta didik yang aktif akan membuat

pembelajaran berjalan lebih cepat dan memungkinkan peserta

didik akan lebih efektif dalam mengatasi masalahnya


87

4) Sesuai dengan kebutuhan

Pengetahuan dan kemampuan yang diajarkan harus sesuai

dengan peserta didik secara pribadi. Pasien akan belajar dengan

mudah jika pasien menghubungkan pengetahuan baru dengan

pengalaman sebelumnya. Perawat harus memvalidasi

kesesuaian belajar pasien di dalam pembelajaran.

5) Umpan balik

Umpan balik adalah informasi mengenai kinerja orang untuk

tujuan yang diinginkan. Umpan balik harus bermakna bagi

peserta didik. Umpan balik yang menyertai praktek dalam

kemampuan psikomotor akan membantu peserta didik

mempelajari kemampuan yang dimiliki

6) Pengulangan

Pengulangan adalah konsep kunci dan merupakan fakta bahwa

pengetahuan akan teretensi dengan baik dengan adanya

pengulangan. Mempraktekkan kemampuan psikomotor dengan

adanya umpan balik dari perawat akan meningkatkan

kemampuan pasien

7) Waktu

Seseorang menyimpan informasi dan keterampilan psikomotor

terbaik saat waktu antara belajar dan penggunaan aktif

pembelajaran yang pendek. Ketika interval waktunya panjang


88

akan mengakibatkan seseorang mudah melupakan

pembelajaran yang diberikan

8) Lingkungan

Lingkungan yang optimal dalam pembelajaran akan

menciptakan kenyamanan fisik dan psikologis. Lingkungan

yang kondusif untuk pembelajaran meliputi cahaya yang

cukup, kenyamanan suhu dalam ruangan, tidak ada suara yang

mengganggu, dan ventilasi yang memadai

9) Emosi

Emosi seperti takut, marah, dan depresi dapat menghambat

pembelajaran. Pasien yang sedang mengalami kecemasan yang

tinggi tidak akan mampu untuk berkonsentrasi dalam

pembelajaran

10) Keadaan fisik

Keadaan fisik seperti sakit kritis, nyeri, dan defisit sensorik

akan menghambat pembelajaran pada pasien. Hal ini

dikarenakan pasien tidak dapat berkonsentrasi, dan energi yang

dimiliki pasien terfokus untuk mengatasi rasa sakit yang sedang

dialami

11) Aspek budaya

Aspek budaya yang dapat mempengaruhi pembelajaran adalah

bahasa dan nilai. Pasien terkadang tidak dapat memahami


89

bahasa yang disampaikan oleh perawat sehingga menghambat

pembelajaran

5. Hubungan Peran Perawat Edukator Terhadap Tekanan Darah

padaLansia Hipertensi

Edukasi kesehatan merupakan hal penting dalam meningkatkan

status kesehatan. Salah satu factor penghambat dalam meningkatkan

kesadaran masyarakat untuk mengontrol tekanan darah dan

menurunkan kepatuhan penderita meminum obat hipertensi antara lain

rendahnya tingkat pengetahuan, pengaruh budaya dan sedikitnya

informasi kesehatan yang dimiliki. Pendidikan kesehatan tidak hanya

sebatas penyebaran informasi kesehatan tetapi juga membangkitkan

motivasi, skill dan rasa percaya diri seseorang dalam mengambil

tindakan untuk peningkatan kesehatan (WHO, 2012).

Menjadi tua adalah suatu keadaan yang terjadi dalam kehidupan

manusia (menurut WHO 1999 dalam Azizah 2011). Menurut hasil

penelitian Marfo (2014) tentang pemahaman pada pengobatan dan

modifikasi gaya hidup untuk manajemen hipertensi, alasan-alasan yang

dikemukakan oleh pasien untuk tidak patuh pada modifikasi gaya

hidup terkait dengan tidak mampu membeli buah-buahan, kesulitan

untuk latihan dan tidak dapat menghindari intake alkohol dan sigaret.

Perilaku gaya hidup tersebut perlu dicapai untuk meningkatkan

kesehatan individu, memelihara kualitas perawatan kesehatan yang

baik, serta meningkatkan kesehatan individu dan kualitas hidup.


90

Salah satu usaha yang dilakukan untuk meningkatkan pemahaman

tentang hipertensi yaitu dengan dilakukan pendidikan kesehatan.

Pendidikan merupakan suatu upaya yang direncanakan untuk

menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat

tidak saja sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa

melakukan suatu anjuran yang diharapkan untuk meningkatkan status

kesehatan, mencegah timbulnya penyakit, mempertahankan derajat

kesehatan, memaksimalkan fungsi dan peran penderita selama sakit,

dan membantu penderita dan keluarga mengatasi masalah kesehatan

(Pratiwi, 2010).

Lansia sering terkena hipertensi disebabkan oleh kekakuan pada

arteri sehingga tekanan darah cenderung meningkat. Selain itu

penyebab hipertensi juga disebabkan gaya hidup yang lebih penting

lagi kemungkinan terjadinya peningkatan tekanan darah tinggi karena

bertambahnya usia lebih besar pada orang yang banyak mengkonsumsi

makanan yang banyak mengandung garam (Jain, 2011). Hipertensi

sering mengakibatkan keadaan yang berbahaya karena sering tidak

disadari dan sering tidak menimbulkan keluhan berarti sampai suatu

saat terjadi komplikasi, seperti risiko terserang stroke, gagal ginjal,

penyakit jantung dan serangan jantung (Bare & Smeltzer, 2002) dalam

Methania dan Suratini (2019). Hipertensi yang tidak ditangani dapat

merusak organ seperti jantung, otak, ginjal dan mata, dapat

menimbulkan kematian premature, menyebabkan ketidakmampuan


91

seumur hidup dalam melakukan aktifitas (WHO, 2005) dalam

Methania dan Suratini (2019). Penataksanaan hipertensi diperlukan

untuk mencegah keberlangsungan kerusakan organ target dalam waktu

lama sehingga menurunkan kesakitan dan kematian. Edukasi

kesehatan merupakan hal penting dalam meningkatkan status

kesehatan. Salah satu factor penghambat, dalam meningkatkan

kesadaran masyarakat untuk mengontrol tekanan darah dan

menurunkan kepatuhan penderita meminum obat hipertensi antara lain

rendahnya tingkat pengetahuan, pengaruh budaya dan sedikitnya

informasi kesehatan yang dimiliki.

6. Kerangka Teori

1. Faktor-faktor yang Hipertensi


mempengaruhi Klasifikasi hipertensi :
terkontrolnya 1. Hipertensi
hipertensi : primer
a. Faktor resiko tidak 2. Hipertensi
dapat dikontrol sekunder
1) Keturunan Komplikasi pada
2) Jenis Kelamin Hipertensi
b. Faktor resiko yang
92

Keterangan:

: Diteliti

: Tidak Diteliti

Gambar 2.3

Sumber : Menurut Notoatmodjo, (2010), Pudiastuti, (2013), Gunawan (2001)


dalam Diah Pithaloka,dkk (2011), Anonim, (2009) dalam Ibrahim (2011),
Dalimartha (2008) dalam Siti Rohimah dan Eli Kurniasih (2015), Pertiwati
(2016).

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Kerangka Konsep
93

Kerangka konsep penelitian merupakan suatu uraian dan visualisasi dari

hubungan antara beberapa konsep atau beberapa variabel yang akan diukur

melalui penelitian yang ingin dilakukan (Notoadmojo, 2018).

Variable independent Variable dependen

Peran Perawat Terkontrolnya tekanan darah


Edukator hipertensi

B. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara dari masalah penelitian (Sugiyono,

2012). Penelitian ini menggunakan hipotesis karena di dalam penelitian ini

menghubungkan peran perawat edukator dengan terkontrolnya tekanan darah

pada lansia hipertensi di desa Banyuurip.yaitu:

Ha : Ada hubungan peran perawat edukator dengan terkontrolnya tekanan

darah pada lansia hipertensi.

C. Desain Penelitian

Desain penelitian adalah rencana penelitian supaya peneliti memperoleh

jawaban terhadap pernyataan penelitian. Desain peneliti mengacu sesuai jenis

atau macam penelitian untuk mmencapai tujuan penelitian dan sebagai

pedoman untuk mencapai tujuan tersebut (Notoadmojo, 2018). Desain

penelitian ini yaitu deskriptif korelasi merupakan suatu penelitian untuk

mengetahui hubungan dan tingkat hubungan dua variable atau lebih tanpa

adanya upaya untuk mempengaruhi variable tersebut sehingga tidak terdapat

manipulasi variable (Frankel, J. R., Wallen, N. E. & Hyun, 2011). Penelitian


94

ini menggunakan pendekatan cross sectional adalah cara pengambilan sampel

dan pengumpulan data dalam satu waktu yang bersamaan, sehingga tidak ada

tindak lanjut pada variable yang diteliti (Nursalam, 2015).

D. Populasi Dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi dalam penelitian adalah subjek (misalnya manusia; klien)

yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2015). Populasi

yang digunakan dalam penelitian ini adalah orang tua atau lansia dengan

usia 45 sampai 60 tahun di desa Banyuurip. Jumlah populasi orang tua

atau lansia yang berusia 45 tahun sampai 60 tahun sebanyak 65 jiwa.

2. Sampel

Sampel adalah sub atau bagian dari populasi yang dapat

dipergunakan sebagai penelitian melalui sampling (Nursalam, 2015).

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah lansia yang berusia 45

sampai 60 tahun di desa Banyuurip Kecamatan Ngampel . Jumlah populasi

lansia yang berusai 45 sampai tahun sebanyak 65 jiwa. Total sampling

adalah teknik pengambilan sampel dimana seluruh anggota populasi

dijadikan sampel semua (Sugiyono, 2018). Teknik pengambilan sampel

pada penelitian ini menggunakan total sampling.

a. Kriteria inklusi
95

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari

suatu populasi target yang terjangkau dan akan diteliti (Nursalam,

2015). Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :

1) Orang tua atau lansia yang bersedia menjadi responden

2) Orang tua atau lansia yang dapat diajak komunikasi

b. Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek

yang tidak memenuhi kriteria inklusi karena berbagai sebab (Nursalam,

2015). Kriteria eksklusi penelitian ini adalah:

1) Orang tua atau lansia yang saat dilakukan penelitian tidak dirumah.

E. Tempat Dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Lokasi penelitian merupakan tempat pengambilan penelitian

(Notoadmojo, 2018). Penelitian akan lakukan di Desa Banyuurip

Kecamatan Ngampel. Alasan peneliti melakukan penelitian di desa

Banyuurip, pengambilan sampel dilakukan dirumah dengan kriteria

pasien atau klien mengalami tekanan darah hipertensi.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian adalah rentang waktu yang digunakan untuk

pelaksanaan penelitian (Notoadmojo, 2018). Penelitian ini sudah

berlangsung dilakukan mulai bulan Desember 2020 – Mei 2021.

Penelitian ini terdiri dari beberapa tahap yaitu, menentukan fenemena,

pengajuan judul, studi pendahuluan, mempersiapkan proposal penelitian,


96

seminar proposal penelitian, pengambilan data, pengolahan data dan

menganalisis data, penyusunan laporan penelitian, dan melakukan

seminar dari hasil penelitian.

F. Definisi Operasional, Variabel Penelitian, dan Skala Pengukuran

1. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang

diamati dari yang didefinisikan . Menurut Sugiyono (Sugiyono, 2014)

definisi operasional adalah suatu sifat atau nilai dari obyek atau kegiatan

yang memiliki variasi tertentu yang telah ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. Definisi operasional dalam

penelitian ini diantaranya sebagai berikut :

Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Operasional
Karakteristik Usia adalah Kuesioner Usia dinyatakan Rasio
lansia rentang demografi dalam tahun
1. Usia kehidupan yang 1 = Midlle age
diukur dengan (usia 45-59 th)
tahun. Usia Elderly (usia 60-
merupakan dari 74 th)
responden lahir Old (Usia 75-90
sampai dilakukan th)
penelitian 4 = Very Old
(Usia > 90 th)
2. Jenis Jenis kelamin Kuesioner Pengelompokan: Nominal
kelamin adalah perbedaan demografi 1 = laki-laki
bentuk, sifat dan 2 = perempuan
fungsi biologis
laki-laki dan
perempuan yang
menentukan
perbedaan peran
mereka dalam
menyelenggarak
an upaya
meneruskan garis
keturunan
3. Tekanan Tekanan darah Dengan 1. Normal Ordinal
97

Darah tinggi adalah melakukan ( sistolik <


Tinggi suatu kondisi pengukuran 120mmHg
klinis dimana Tekanan Darah dan diastolic
terjadi menggunakan <80 mmHg)
tensi meter. 2. Prehipertensi
peningkatan
(sistolik 120-
tekanan darah 139 mmHg
secara konsisten dan diastolic
diatas tekanan 80-89 mmHg)
darah normal 3. Hipertensi
derajat I
( sistolik 140-
159 mmHg
dan diastolic
90-99 mmHg)
4. Hipertensi
derajat II
(sistolik ≥160
mmHg dan
diastolic ≥ 100
mmHg)
Variabel Meningkatkan Kuesioner peran 1 =10-15 Ordinal
Independen: kesehatan pasien perawat sebagai Pengetahuan
Peran Perawat dengan edukator dengan kurang
edukator membagikan 20 pertanyaan 2= 16-30
1 = Tidak Pengetahuan
pengetahuan
2 = Ya sedang
terkait 3 = 31-40
perawatan serta Pengetahuan Baik
tindakan medis
yang diterima
sehingga pasien
ataupun
keluarga
sanggup
membuat
keputusan serta
berupaya untuk
mengoptimalkan
kemampuan
hidup secara
mandiri
Variabel Mengontrol Kuesioner 1 = tekanan darah Mean
dependen: keberlangsungan terkontrolnya tidak terkontrol
Terkontrolnya naiknya tekanan tekanan darah (tidak normal)
tekanan darah darah hipertensi lansia hipertensi 2 = tekanan darah Median
hipertensi dengan hasil terkontrol
mencegah
tekanan darah (normal)
kerusakan organ responden
target dalam
98

waktu lama
sehingga
menurunkan
kesakitan dan
kematian

2. Variabel Penelitian

Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan

nilai beda terhadap sesuatu (benda, manusia, dan lain-lain) (Soeparto,

dkk 2000 dalam Nursalam, 2015). Ada dua variable meliputi :

a. Variabel independen

Variabel independent adalah variabel yang mempengaruhi

atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variable

dependen atau terikat (Sugiyono, 2014). Variabel independent

dalam penelitian ini adalah peran perawat edukator.

b. Variabel Dependen

Variable dependen merupakan variable yang dipengaruhi

atau yang menjadi akibat, karena adanya variable bebas (Sugiyono,

2014). Variable dependen dalam penelitian ini adalah terkontrolnya

tekanan darah hipertensi

G. Alat Penelitian Dan Cara Pengumpulan Data

1. Alat Penelitian

Alat penelitian dalam penelitian ini adalah kuesioner. Instrumen berikut

terdiri dari:

a. Kuesioner A Demografi Responden


99

Karakteristik data demografi responden lansia diantaranya

nama,usia,jenis kelamin dan tekanan darah.

b. Kuesioner B Peran Perawat Edukator

Karakteristik lansia kuesioner bertujuan untuk mengetahui karakteristik

lansia diantaranya pengetahuan tentang pengertian,tanda dan

gejala,penyebab, klasifikasi hipertensi, pencegahan dan penaganan

hipertensi.

c. Kuesioner C Terkontrolnya Tekanan Darah Hipertensi

Kuesioner berisikan hasil tekanan darah responden pernyataan

kuesioner di buat berdasarkan skala Gutmann, skala Gutmann dengan

pilihan jawaban terkontrol atau tidak terkontrol. Kriteria penilaian apabila

responden memilih jawaban pertanyaan favorable “terkontrol” maka skornya

1, bila responden memilih jawaban “tidak terkontrol” skornya 0 dan jika

responden memilih pertanyaan unfavorable “tidak terkontrol” maka skornya

0, bila responden memilih jawaban, “terkontrol” skornya 1. Kuesioner ini

membuat sendiri.

Indikator Favourable Unfavourable Jumlah Soal


Terkontrolnya 1-2 3-4 4
tekanan darah
hipertensi

2. Uji Instrumen Penelitian

a. Uji Validitas

Uji validitas adalah pengukuran dan pengamatan yang berarti

prinsip keandalan instrumen dalam mengumpulkan data. Instrumen

harus dapat mengukur apa yang seharusnya diukur (Nursalam, 2015).


100

Uji validitas menurut Sugiyono (2014) menggunakan dua cara :

1) Uji validitas isi (content validity)

Uji validitas isi (content validity) dilakukan dengan meminta

pendapat dari para ahli (judgment experts) dibidangnya sesuai

dengan yang diteliti tentang instrumen yang telah disusun

berdasarkan teori variabel yang diteliti. Kuesioner ini membuat

sendiri.

2) Uji validitas konstruk (construct validity)

Uji validitas konstruk pada penelitian ini menggunakan

rumus product moment:

N ( ∑ xy )−( ∑ x ∑ y )
rxy=
√ ( N ∑ x −( ∑ x ) ) ( N ∑ y −( ∑ y ) )
2 2 2 2

r = koefisien korelasi

x = skor obyek pada item no 1

y = skor total obyek

xy = skor pertanyaan no 1 dikalikan total skor

N = banyaknya obyek

Untuk mengetahui nilai korelasi tersebut signifikan atau

tidak, maka harus membandingkan nilai korelasi (r hitung)

dengan r tabel. Jadi item pernyataan dikatakan valid apabila r

hitung lebih dari r tabel. Dalam penelitian ini menggunakan taraf

signifikan 5% (0,05). Jika r hitung ≥ r tabel, maka kuesioner

dikatakan valid dan sebaliknya jika r hitung < r tabel, maka

kuesioner tersebut tidak valid. Hasil uji validitas kuesioner peran


101

perawat edukator dengan r tabel 0,444 menunjukkan hasil 0,6989-

0,93852. Berdasarkan hasil uji terdapat 20 item pertanyaan yang

valid. Hasil uji validitas kuesioner terkontrolnya tekanan darah

hipertensi dengan r tabel 0,444 menunjukkan hasil 0,565613-

0,651312. Berdasrkan hasil uji terdapat 4 item pertanyaan yang

valid.

b. Uji Reliabilitas

Uji Reabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran atau

pengamatan bila fakta atau kenyataan hidup tadi diukur atau diamati

berkali-kali dalam waktu yang berlainan(Nursalam, 2015). Uji

reliablitas dalam penelitian ini memakai rumus Alpha Cronbanch.

Dikatakan reliable jika nilai alpha > 0,6 atau mendekati angka

1(Nursalam, 2015). Hasil uji reliabilitas kuesioner peran perawat

edukator menunjukkan nilai Alpha Cronbach sebesar 0,980. Hasil

tersebut menyatakan kuesioner dianggap reliabel karena nilai Alpha

Cronbach >0,06. Kuesioner yang dilakukan uji reliabel adalah hasil 4

kuesioner yang sudah menunjukkan hasil reliabilitas. Hasil uji

reliabilitas kuesioner peran perawat edukator menunjukkan nilai

Alpha Cronbach sebesar 0,633. Hasil tersebut menyatakan kuesioner

dianggap reliabel karena nilai Alpha Cronbach >0,06. Kuesioner yang

dilakukan uji reliabel adalah hasil 4 kuesioner yang sudah

menunjukkan hasil reliabilitas.

3. Teknik Pengumpulan Data


102

a. Data Primer

Data primer atau data utama adalah data yang diperoleh langsung

dari sumber melalui wawancara atau hasil survei kuisioner (Wiratna,

2014). Data penelitian menggunakan data primer diperoleh dari

kuesioner yang diisi oleh peneliti dan responden dengan mengukur

langsung tekanan darah hipertensi dengan membagikan kuesioner.

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang didapatkan melalui pihak

tertentu atau pihak lain, dimana data tersebut umumnya telah diolah

oleh pihak tersebut (Swarjana, 2016). Data sekunder dalam penelitian

ini diperoleh dari data studi pendahuluan yang ada di Banyuurip

Kecamatan Ngampel.

4. Langkah-langkah yang dilakukan peneliti dalam pengumpulan data yaitu

dengan cara:

a. Tahap pertama mengajukan judul dengan pembimbing sesuai dengan

fenomena yang peneliti temukan dan ingin diteliti.

b. Setelah judul disetujui oleh pembimbing 1 dan pembimbing 2,

peneliti melakukan study pendahuluan dan study kepustakaan untuk

menyusun proposal.

c. Konsultasi proposal kepada pembimbing 1 dan pembimbing 2,

kemudian setelah proposal diterima peneliti melakukan seminar

proposal yang diuji dengan 3 penguji.


103

d. Peneliti mengajukan surat izin kepada institusi STIKES Kendal

untuk melakukan penelitian.

e. Setelah menyerahkan surat izin penelitian kepada STIKES Kendal

peneliti menyerahkan izin penelitian ke Desa Banyuurip dan Balai

desa Banyuurip.

f. Setelah mendapatkan ijin dari Balai Desa Banyuurip, peneliti

memberikan surat izin penelitian ke Badan Perencanaan Penelitian

dan Pengembangan (BAPERLITBANG) Kabupaten Kendal.

g. Setelah mendapatkan izin dari Badan Perencanaan Penelitian dan

Pengembangan (BAPERLITBANG) peneliti melakukan penelitian.

Penelitian yang dilakukan adalah pengumpulan data dengan

memberikan lembar kuesioner penelitian kepada responden.

h. Teknik penelitian dengan mengikuti posyandu dan peneliti

mendampingi responden untuk mengisi kuesioner.

i. Setelah mendapatkan data dari responden maka peneliti dapat

mengelolah dan menganalisis data tersebut.

j. Setelah tahap pengumpulan data, pengelolan data dan menganalisa

telah selesai, peneliti menyusun laporan penelitian yang meliputi

hasil penelitian, pembahasan, serta kesimpulan dan saran dengan

konsultasi kepada pembimbing.

H. Teknik Pengumpulan Data Dan Analisis Data

1. Pengolahan Data
104

Pengolahan data merupakan proses proses pengeolahan data yang

terkumpul tidak bisa secara otomatis dianalisis. Untuk daapt menganalisis

data, diperlukan pengolahan data secara cermat melalui beberapa proses

atau tahapan (Swarjana, 2016). Proses pengolahan data tersebut yaitu :

a. Editing (Memeriksa)

Editing merupakan proses memeriksa data yang dikumpulkan

melalui alat pengumpulan data (instrumen penelitian). Pemeriksaan

tersebut mencakup memeriksa atau menjumlahkan banyaknya lembar

pertanyaan, banyaknya pertanyaan yang telah lengkap jawabannya,

atau mungkin ada pertanyaan yang belum terjawab padahal

pertanyaan tersebut harusnya ada jawabannya. Jadi peneliti harus

melengkapi data yang kurang dan memperbaiki data sebelumnya

belum jelas (Swarjana, 2016).

b. Coding (pemberian kode)

Merupakan pemberian kode numerik (angka) terhadap data

yang terdiri dari beberapa kategori. Pemberian kode pada setiap

variabel digunakan untuk mempermudah tahap-tahap berikutnya

dalam melakukan tabulasi dan anlisis data. Pada penelitian ini peneliti

membedakan pemberian skor berdasarkan jawaban (Swarjana, 2016).

c. Scoring (Penilaian)

Scoring merupakan memberikan skor atau nilai dari masing-

masing item pada tahap scoring ini peneliti memberikan nilai pada
105

data sesuai dengan skor yang telah ditentukan berdasarkan kuesioner

yang telah diisi oleh responden (Swarjana, 2016).

d. Entry data (Memasukan data)

Entry adalah memasukan data ke komputer untuk dapat dilakukan

processing (memproses data) agar data yang sudah di entry dapat

dianalisis. Memasukan data ke komputer dengan menggunakan

program windows SPSS (Swarjana, 2016).

e. Tabulating (Tabulasi data)

Mengelompokkan data sesuai dengan tujuan penelitian kemudian

dimasukan dalam tabel yang telah disisipkan. Peneliti membuat tabel

untuk mengelompokkan data sesuai hasil yang didapat agar mudah

dibaca dan dipahami (Swarjana, 2016).

f. Cleaning (Pembersihan adat)

Semua data dari setiap sumber data atau responden selesai

dimasukkan, perlu dicetak kembali untuk melihat kemungkinan

adanya kesalahan daam pemberian kode, ketidaklengkapan, dan

sebagainya, kemudian dilakukan pembetulan dan koreksi (Swarjana,

2016).

2. Analisis Data

Analisa yang digunakan adalah analisa univariat dan analisis bivariat.

a. Analisis univariat
106

Analisa univariat yaitu analisa yang dilakukan terhadap tiap

variabel dari hasil penelitian (Notoadmojo, 2018)). Analisis univariat

dapat dilihat dari tabel berikut :

Variabel Jenis Data Analisa Data


Usia lansia Rasio Tedensi sentral, ukuran
penyebaran data
Jenis kelamin lansia Nominal Distribusi frekuensi

Peran perawat edukator Ordinal Distribusi frekuensi

Terkontrolnya tekanan Ordinal Distribusi frekuensi


darah hipertensi

b. Analisis bivariat digunakan untuk menghubungkan dua variabel

dependen dengan variabel independen. Analisis bivariat dapat

dilihat dari tabel berikut :

Variabel Skala Variabel dependen Skala Analisa


independen data
Peran perawat Ordinal Terkontrolnya Mean dan Uji Chi-
edukator tekanan darah median Square
hipertensi

I. Etika Penelitian

Penelitian yang beretika adalah penelitian dibatasi oleh kode etik yang

harus dipenuhi. Etika penelitian yang menggunakan manusia sebagai objek

yeng telah diteliti merupakan hal penting karena manusia harus mempunyai
107

prinsip yang perlu dihormati (Hidayat, 2015). Etika yang harus diperhatikan

yaitu :

1. Informed Consent (lembar persetujuan)

Informed Consent adalah bentuk dari persetujuan antara peneliti

dengan subyek atau responden penelitian dengan memberikan lembar

persetujuan. Lembar persetujuan diberikan kepada responden agar

mengerti maksud dan tujuan penelitian. Jika responden bersedia maka

responden harus menandatangani lembar persetujuan, jika tidak bersedia

maka peneliti harus menghormati hak responden.

2. Anonymity (tanpa nama)

Peneliti memberikan jaminan dengan tidak mencantumkan nama

responden pada lembar atau alat dan hanya menuliskan kode pada lembar

pengumpulan data

3. Confidentially (kerahasiaan)

Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya

oleh peneliti, hanya kelompok data ketentuan yang akan dilaporkan

sebagai hasil penelitian.

J. Jadwal Penelitian

Jadwal penelitian dimulai pada bulan Desember 2020 –Mei 2021.

Penelitian ini terdiri dari beberapa tahap yaitu menentukan fenemena,

pengajuan judul, studi pendahuluan, mempersiapkan proposal penelitian,

seminar proposal penelitian, pengambilan data, pengolahan data dan


108

menganalisis data, penyusunan laporan penelitian, dan melakukan

seminar dari hasil penelitian. Jadwal selengkapnya terlampir.

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Bab ini menyajikan hasil analisi hubungan peran perawat edukator dengan

terkontolnya tekanan darah hipertensi pada lansia dengan memberikan

pengetahuan mengenai hipertensi yang dialami oleh lansia dan memeriksa tekanan

darah hipertensi dengan mengkontrol tekanan darah hipertensi pada lansia didesa

banyuurip. Responden dalam penelitian ini adalah orang tua dengan lanjut usia di

desa banyuurip kecamatan dengan usia lanjut dari 45 tahaun - 90 tahun. Berikut

penelitian dapat dilihat dari tabel-tabel berikut :

A. Karakteristik Responden

Karakteristik responden dalam penelitian ini dapat dilihat dari tabel di bawah

ini
109

a. Usia

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi karakteristik responden

berdasarkan usia responden lansia di Desa Banyu Urip Kecamatan

Ngampel Tahun 2021 (n=65)

Variabel mean Median modus min Max Standar CI 95%


deviasi
Usia 61,83 60,00 60 50 85 8,171 56,00-
66,00%

Tabel 4.1 Berdasarkan karakteristik responden berdasarkan usia lansia di

Desa Banyu Urip Kecamatan Ngampel Tahun 2021 (n=65)

Usia F %
Middle age (usia 45-59th) 30 46,2
Elderly (Usia 60-74th) 28 43,1
Old (Usia 75-90th) 7 10,8
Total 65 100,0

Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan karakteristik responden

berdasarkan usia lanjut usia dari middle age sampai very old. Menunjukkan

bahwa dari 65 responden rata-rata berusia 60 tahun. Usia termuda 45 tahun

dan yang tertua adalah berusia 90 tahun.

b. Jenis Kelamin

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan

jenis kelamin lansia di Desa Banyu Urip Kecamatan Ngampel Tahun

2021 (n=65)

Jenis kelamin F %
Laki-laki 33 50,8
Perempuan 32 49,2
Total 65 100,2
110

Berdasarkan tabel 4.2 hasil distribusi frekuensi responden berdasarkan

jenis kelamin usia lanjut usia yang mengalami tekanan darah hipertensi.

Menunjukkan 65 responden sebagian besar mayoritas berjenis kelamin laki-

laki sebanyak 33 (50,8) responden.

c. Tekanan darah

Tabel 4.3 Distribusi frekuensi karakteristik responden

berdasarkan usia di Desa Banyu Urip Kabupaten Kendal Tahun 2021

(n=65)

Tekanan Darah F %
Normal 15 23,1
Prehipertensi 13 20,0
Hipertensi derajat I 18 27,7
Hipertensi derajat II 19 29,2
N 65 100,0
Berdasarkan tabel 4.3 distribusi frekuensi responden berdasarkan

tekanan darah lansia yang mengalami tekanan darah hipertensi

menunjukkan dari 65 responden mayoritas responden dengan hasil tekanan

darah normal sebanyak 15 (23,1%), dengan hasil prehipertensi sebanyak

13 (20,0%), dengan hasil hipertensi derajat I sebanyak 18 (29,2%), dengan

hasil hipertensi derajat II sebanyak 19 (29,2%) responden.

B. Peran Perawat Edukator

Tabel 4.4 Distribusi frekuensi karakteristik responden

berdasarkan Peran perawat edukator terhadap lansia di desa banyuurip

kecamatan ngampel (n=65)

Peran Perawat F %
Edukator
Pengetahuan sedang 21 32,2
Pengetahuan baik 44 67,7
111

N 65 100,0
Berdasarkan tabel 4.4 distribusi frekuensi karakteritik responden

berdasarkan peran perawat edukator terhadap lansia menunjukkan dari 65

responden mayoritas responden dengan pengetahuan baik sebanyak 44 (67,7

%) responden.

C. Terkontrolnya Tekanan Darah

Tabel 4.5 Distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan

terkontrolnya tekanan darah terhadap lansia di desa banyuurip

kecamtan ngampel (n=65)

Tekanan darah F %
Normal 15 23,1
Prehipertensi 6 9,2
Hipertensi derajat I 17 26,2
Hipertensi derajat II 27 41,5
N 65 100,0
Berdasarkan tabel 4.5 distribusi frekuensi responden berdasarkan

terkontrolnya tekanan darah terhadap lansia. Menunjukkan dari 65 responden

dengan tekanan darah normal sebanyak 15 (23,1 %), responden dengan

tekanan darah prehipertensi sebanyak 6 (9,2%), responden dengan tekanan

darah hipertensi derajat I sebanyak 17 (26,2%) dan respond dengn tekanan

darah hipertensi derajat II sebanyak 27 (41,5%) responden.

D. Hubungan Peran Perawat Edukator dengan Terkontrolnya Tekanan Darah

pada Lansia Hipertensi

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Peran perawat edukator dengan

terkontrolnya tekanan darah pada lansia hipertensi di desa Banyuurip

Kecamatan Ngampel (n=65)

Peran Terkontrolnya tekanan darah Total P


112

perawa Normal prehipe Hipertensi Hipertensi Value


t rtensi derajat I derajat II
F % F % F % F % F %
Penget 4 6,2 1 1,5 2 3,1 11 16,1 18 27,
ahuan 7
sedang
Penget 11 16, 5 7,7 15 23,1 16 24,6 47 72, 0,185
ahuan 9 3
baik
Total 15 23, 6 9,2 17 26,2 27 41,5 65 10
1 0,0

Berdasarkan tabel 4.6 hasil menunjukkan bahwa hubungan peran perawat

edukator dengan terkontrolnya tekanan darah terhadap lansia hipertensi.

dengan pengetahuan sedang terkontrolnya tekanan darah normal sebanyak 4

(6,2%), sedangkan pengetahuan sedang dengan terkontrolnya tekanan darah

prehipertensi sebanyak 1 (1,5%), pengetahuan sedang dengan terkontrolnya

tekanan darah hipertensi derajat I sebanyak 2 (3,1%) , dan sedangkan

pengetahuan sedang terkontrolnya tekanan darah hipertensi derajat II

sebanyak 11 (16,1%) responden. Pada tingkat pengetahuan baik dengan

terkontrolnya tekanan darah normal sebanyak 11 (16,9%), pada pengetahuan

baik dengan terkontrolnya tekanan darah prehipertensi sebanyak 5 (7,7%),

dengen pengetahuan baik dengan terkontrolnya tekanan darah hipertensi

derajat I sebanyak 15 (23,1%), dan pengetahuan baik terkontrolnya tekanan

darah hipertensi derajat II sebanyak 16 (24,6%) responden.

Uji analisis secara statistic hubungan peran perawat edukator dengan

terkontrolnya tekanan darah pada lansia hipertensi di desa Banyuurip

Kecamatan Ngampel menggunakan Chi –Square. Hasil penelitian tentang


113

hubungan ini ternyata memperoleh nilai p = 0.185 . Nilai ini lebih besar Dri

0,05 yang berarti Ha ditolak dan Ho diterima. Berdasarkan hasil tersebut di

bawah dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak ada hubungan peran perawat

edukator dengan terkontrolnya tekanan darah pada lansia hipertensi di desa

Banyuurip kecamatan Ngampel.

LAMPIRAN
Lampiran 1

HUBUNGAN PERAN PERAWAT EDUKATOR DENGAN

TERKONTROLNYA TEKANAN DARAH PADA LANSIA HIPERTENSI

DI DESA BANYUURIP KECAMATAN NGAMPEL

Nomer responden : (diisi oleh peneliti)


Tanggal penelitian :

A. KARAKTERISTIK RESPONDEN

Nama :

Usia : ………. Tahun

Jenis kelamin : Laki-laki Perempuan

Tekanan Darah : ……………. mmHg

B. PERAN PERAWAT EDUKATOR

Petunjuk : berilah tanda centang (√) pada kotak dibawah ini sesuai dengan pilihan anda
NO PERNYATAAN YA TIDAK
1 Perawat menjelaskan pengertian tekanan darah hipertensi
2 Perawat menjelaskan bagaimana penyebab terjadinya tekanan
darah hipertensi
3 Perawat memberitahukan tekanan darah yang dialami termasuk
klasifikasi tekanan darah hipertensi (Normal, Prehipertensi,
Hipertensi derajat 1, Hipertensi derajat 2)
4 Perawat memeberikan pengetahuan bagaimana terjadinya
penyakit hipertensi
5 Perawat menjelaskan apa saja tanda dan gejala mengalami
tekakan darah hipertensi
6 Perawat menjelaskan bagaimana penatalaksanaan tekanan darah
hipertensi dengan terapi farmakologis (dengan obat-obatan anthi-
hipertensi)
7 Perawat menjelaskan bagaimana penatalaksanaan tekanan darah
hipertensi dengan terapi non-farmakologis (tidak dengan obat-
obatan anthi-hipertensi
Lampiran 1

8 Perawat menganjurkan untuk merubah gaya hidup yang sehat dan


berolahraga
9 Perawat menjelaskan agar memeriksakan tekanan darah
hipertensi lebih teratur
10 Perawat memberitahukan terjadinya komplikasi pada tekanan
darah hipertensi
11 Perawat menjelaskan bagaimana cara membantu menurunkan
tekanan darah hipertensi
12 Perawat memberitahukan agar mengontrol asupan makanan yang
menyebabkan naiknya tekanan darah hipertensi
13 Perawat menjelaskan apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya tekanan darah hipertensi
14 Perawat menjelaskan bagaimana pencegahan tekanan darah
hipertensi
15 Perawat menganjurkan untuk mengkonsumsi biji-bijian seperti
gandum
16 Perawat menganjurkan untuk tidak mengkonsumsi alcohol dan
merokok
17 Perawat memeriksa tekanan darah pada responden dengan
menggunakan tensimeter
18 Perawat menjelaskan faktor resiko tekanan darah hipertensi yang
dapat dikontrol
19 Perawat menjelaskan faktor resiko tekanan darah hipertensi yang
tidak dapat dikontrol
20 Perawat menganjurkan agar tidak terlalu stress karena dapat
memicu naiknya tekanan darah hipertensi

*Berikan tandan centang pada kolom diatas


Lampiran 2
C. TERKONTROLNYA TEKANAN DARAH HIPERTENSI

Petunjuk : berilah tanda centang (√) pada kotak dibawah ini sesuai dengan pilihan anda
Tidak
NO PERNYATAAN Terkontrol
Terkontrol
1 Tekanan darah dengan hasil <120/80 mmHg

2 Tekanan darah dengan hasil 139/89 mmHg

3 Tekanan darah dengan hasil 160/100 mmHg

4 Tekanan darah dengan hasil > 160/100 mmHg

Anda mungkin juga menyukai