Anda di halaman 1dari 6

TUGAS 5

BIMBINGAN DAN KONSELING


ORIENTASI BIMBINGAN DAN KONSELING

DOSEN :
Drs. Taufik, M.Pd., Kons.

OLEH :

Nama : Shania Andrisa Putri


Nim : 19006043

BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2019
Orientasi Bimbingan dan Konseling
Orientasi yang dimaksudkan di sini ialah "pusat perhatian" atau "titik berat pandangan".
Misalnya, seseorang yang berorientasi ekonomi dalam pergaulan, maka ia akan menitikberatkan
pandangan atau memusatkan perhatiannya pada perhitungan untung rugi yang dapat ditimbulkan
oleh pergaulan yang ia adakan dengan orang lain; sedangkan orang yang berorientasi agama
akan melihat pergaulan itu sebagai lapangan tempat dilangsungkannya ibadah menurut ajaran
agama. Apakah yang menjadi titik berat pandangan atau pusat perhatian konselor terhadap
kliennya? Itulah orientasi bimbingan dan konseling yang menjadi pokok pembicaraan pada
bagian ini.
1. Orientasi Individual
Misalnya seorang konselor memasuki sebuah kelas; di dalam kelas itu ada sejumlah
orang siswa. Apakah yang menjadi titik berat pandangan konselor berkenaan dengan sasaran
layanan, yaitu siswa-siswa yang hendaknya memperoleh layanan bimbingan dan konseling.
Semua siswa itu secara keseluruhan ataukah masing-masing siswa seorang demi seorang
"Orientasi perseorangan" bimbingan dan konseling menghendaki agar konselor
menitikberatkan pandangan pada siswa secara individual. Satu per-satu siswa perlu mendapat
perhatian.
Pemahaman konselor yang baik terhadap keseluruhan siswa sebagai kelompok dalam
kelas itu penting juga, tetapi arah pelayanan dan kegiatan bimbingan ditujukan kepada
masing masing siswa. Kondisi keseluruhan (kelompok) siswa itu merupakan konfigurasi
(bentuk keseluruhan) yang dampak positif dan negatifnya terhadap siswa secara individual
harus diperhitungkan.
Berkenaan dengan isu "kelompok" atau "individu'", konselor memilih individu sebagai
titik berat pandangannya. Dalam hal ini individu diutamakan dan kelompok dianggap sebagai
lapangan yang dapat memberikan pengaruh tertentu terhadap individu. Dengan kata lain,
kelompok dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan dan kebahagiaan individu, dan
bukan sebaliknya. Pemusatan perhatian terhadap individu itu sama sekali tidak berarti
mengabaikan kepentingan kelompok; dalam hal ini kepentingan kelompok diletakkan dalam
kaitannya dengan hubungan timbal balik yang wajar antarindividu dan kelompoknya.
Kepentingan kelompok dalam arti misalnya keharuman nama dan citra kelompok, kesetiaan
kepada kelompok kesejahteraan kelompok, dan sebagainya, tidak akan terganggu oleh
pemusatan pada kepentingan dan kebahagiaan individu yang menjadi anggota kelompok itu.
Kepentingan kelompok justru dikembangkan dan ditingkatkan melalui terpenuhinya
kepentingan dan tercapainya kebahagiaan individu. Apabila secara individual para anggota
kelompok itu dapat terpenuhi kepentingannya dan merasa bahagia dapat diharapkan
kepentingan kelompok pun akan terpenuhi pula. Lebih-lebih lagi, pelayanan bimbingan dan
konseling yang berorientasikan individu itu sama sekali tidak boleh menyimpang ataupun
bertentangan dengan nilai-nilai yang berkembang di dalam kelompok sepanjang nilai-nilai itu
sesuai dengan norma-norma umum yang berlaku.
Sejumlah kaidah yang berkaitan dengan orientasi perorangan dalam bimbingan dan
konseling dapat dicatat sebagai berikut:
a. Semua kegiatan yang diselenggarakan dalam rangka pelayanan bimbingan dan
konseling diarahkan bagi peningkatan perwujudan diri sendiri setiap individu
yang menjadi sasaran layanan.
b. Pelayanan bimbingan dan konseling meliputi kegiatan berkenaan dengan individu
untuk memahami kebutuhan-kebutuhannya, motivasi-motivasinya, dan
kemampuan-kemampuan potensialnya, yang semuanya unik, serta untuk
membantu individu agar dapat menghargai kebutuhan, motivasi, dan poternsinya
itu ke arah pengembangannya yang optimal, dan pemanfaatan yang sebesar-
besarnya bagi diri dan lingkungannya.
c. Setiap klien harus diterima sebagai individu dan harus ditangani secara individual
(Rogers, dalam McDaniel, 1956).
d. Adalah menjadi tanggung jawab konselor untuk memahami minat, kemampuan,
dan perasaan klien serta untuk menyesuaikan program- program pelayanan
dengan hebutuhan klien setepat mungkin. Dalam hal itu, penyelenggaraan
program yang sistematis untuk mempelajari individu merupakan dasar yang tak
terelakkan bagi berfungsinya program bimbingan (McDaniel, 1956).
2. Orientasi Perkembangan
Orientasi perkembangan dalam bimbingan dan konseling lebih menekankan lagi
pentingnya peranan perkembangan yang terjadi dan yang hendaknya diterjadikan pada diri
individu. Bimbingan dan konseling memusatkan perhatiannya pada keseluruhan proses
perkembangan itu.
Menurut Myrick (dalam Mayers, 1992) perkembangan individu secara tradisional dari
dulu sampai sekarang menjadi inti dari pelayanan bimbingan. Sejak tahun 1950-an
penekanan pada perkembangan dalam bimbingan dan konseling sejalan dengan konsepsi
tugas-tugas perkembangan yang dicetuskan oleh Havighurst (Hansen, dkk., 1976). Dalam hal
itu, peranan bimbingan dan konseling adalah memberikan kemudahan-kemudahan bagi gerak
individu menjalani alur perkembangannya. Pelayanan bimbingan dan konseling berlangsung
dan dipusatkan untuk menunjang kemampuan inheren individu bergerak menuju kematangan
dalam perkembangannya.
Ivey dan Rigazio Digilio (dalam Mayers, 1992) menekankan bahwa orientasi
perkembangan justru merupakan ciri khas yang menjadi inti gerakan bimbingan.
Perkembangan merupakan konsep inti dan terpadukan, serta menjadi tujuan dari segenap
layanan bimbingan dan konseling. Selanjutnya ditegaskan bahwa, praktek bimbingan dan
konseling tidak lain adalah mem- berikan kemudahan yang berlangsung perkembangan yang
berkelanjutan. Permasalahan yang dihadapi oleh individu harus diartikan sebagai
terhalangnya perkembangan, dan hal itu semua mendorong konselor dan klien bekerjasama
untuk menghilangkan penghalang itu serta mempengaruhi lajunya perkembangan klien.
Secara khusus, Thompson & Rudolph (1983) melihat perkembangan individu dari sudut
perkembangan kognisi. Dalam perkembangannya, anak-anak berkemungkinan mengalami
hambatan perkembangan kognisi dalam empat bentuk:
a) Hambatan egosentrisme, yaitu ketidakmampuan melihat kemungkinan lain di luar
apa yang dipahaminya,
b) Hambatan konsentrasi, yaitu ketidakmampuan untuk memusatkan perhatian pada
lebih dari satu aspek tentang sesuatu hal,
c) Hambatan reversibilitas, yaitu ketidakmampuan menelusuri alur yang terbalik dari
alur yang dipahami semula,
d) Hambatan transformasi, ketidakmampuan meletakkan sesuatu pada susunan
urutan yang ditetapkan.
Thompson & Rudolph menekankan bahwa tugas bimbingan dan konseling adalah
menangani hambatan-hambatan perkembangan itu.
3. Orientasi Permasalahan
Ada yang mengatakan bahwa hidup dan berkembang itu mengandung risiko. Perjalanan
kehidupan dan proses perkembangan sering kali ternyata tidak mulus, banyak mengalami
hambatan dan rintangan. Padahal tujuan bimbingan dan konseling, sejalan dengan tujuan
hidup dan umum perkembangan itu sendiri, ialah kebahagiaan. Hambatan dan rintangan
dalam perjalanan hidup dan perkembangan pastilah akan menganggu tercapainya
kebahagiaan itu. Agar tujuan hidup dan perkembangan, yang sebagiannya adalah tujuan
bimbingan dan konseling, itu dapat tercapai dengan sebaik- baiknya, maka risiko yang
mungkin menimpa kehidupan dan perkembangan itu harus selalu diwaspadai. Kewaspadaan
terhadap timbulnya hambatan dan rintangan itulah yang melahirkan konsep orientasi masalah
dalam pelayanan bimbingan dan konseling.
Dalam kaitannya dengan fungsi-fungsi bimbingan dan konseling yang telah dibicarakan,
orientasi masalah secara langsung bersangkut-paut dengan fungsi pencegahan dan fungsi
pengentasan. Fungsi pencegahan menghendaki agar individu dapat terhindar dari masalah-
masalah yang mungkin mem bebani dirinya, sedangkan funigsi pengentasan menginginkan
agar individu yang sudah terlanjur mengalami masalah dapat terentaskan masalahnya.
Fungsi-fungsi lain, yaitu fungsi pemahaman, dan fungsi pemeliharaan/ pengembangan pada
dasarnya juga bersangkut-paut dengan permasalahan pada diri klien. Fungsi pemahaman
memungkinkan individu memahami berbagai informasi dan aspek lingkungan yang dapat
berguna untuk men- cegah timbulnya masalah pada diri klien, dan dapat pula bermanfaat
dalam upaya pengentasan masalah yang telah terjadi. Demikian pula fungsi pemeliharaan
dapat mengarah pada tercegahkan ataupun terentaskannya masalah-masalah tertentu. Dengan
demikian konsep orientasi masalah terentang seluas daerah beroperasinya fungsi-fungsi
bimbingan, dan dengan demikian pula menyusupi segenap jenis layanan dan kegiatan
bimbingan dan konseling.
BIBLIOGRAPHY

Armanti, Herman, Prayitno. 2013. Dasar-Dasar Bimbingan dan konseling. Jakarta: Rineka
Cipta.
Hikmawati, Fenti. 2012. Bimbingan Konseling. Jakarta: Raja Wali Pers.

Anda mungkin juga menyukai