Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

HEAD INJURY
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Praktek Klinik Kegawatdaruratan
Dosen Pembimbing : Lilis Tresnawati, S.Kep., Ns

Disusun Oleh :
Delia Rifdah Basuni
10119016
2A

PROGRAM STUDI DIII-KEPERAWATAN


STIKes BAKTI TUNAS HUSADA
TASIKMALAYA
2021
1. Pengertian
Head Injury (Cedera Kepala) adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala
tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak
langsung pada kepala (Suriadi & Yuliani 2001), sedangkan menurut Black & Jacobs
1993, Cedera Kepala adalah trauma pada otak yang diakibatkan kekuatan fisik eksternal
yang menyebabkan gangguan kesadaran tanpa terputusnya kontinuitas otak.
Cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat congenital ataupun
degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar yang dapat atau
mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi
fisik (Brain Injury Assosiation of America, 2009).

2. Etiologi
Penyebab cedera kepala antara lain (Rosjidi, 2007) :
a. Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil.
b. Kecelakaan pada saat olahraga.
c. Cedera akibat kekerasan.
d. Benda tumpul, kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana dapat merobek
otak.
e. Kerusakan menyebar karena kekuatan benturan, biasanya lebih berat sifatnya.
f. Benda tajam, kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana dapat merobek
otak, misalnya tertembak peluru atau benda tajam.

3. Tanda dan Gejala


Gejala klinis trauma kepala adalah sebagai berikut :
a. Battle sign (warna biru atau ekhimosis di belakang telinga)
b. Hemotipanum (perdarahan di daerah membrane timpani telinga)
c. Periorbital ecchymosis (mata warna hitam tanpa trauma langsung)
d. Rhinorrhoea (cairan serobrospinal keluar dari hidung)
e. Otorrhoe (cairan serobrospinal keluar dari telinga)
Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala ringan :
a. Pasien tertidur atau kesadaran yang menurun selama beberapa saat kemudian sembuh.
b. Sakit kepala yang menetap atau berkepanjangan.
c. Mual dan muntah.
d. Gangguan tidur dan nafsu makan yang menurun.
e. Perubahan kepribadian diri.
f. Letargik.
Tanda-tanda atau gejala klinis untuk yang trauma kepala berat :
a. Symptom atau tanda-tanda cardinal yang menunjukkan di otak menurun atau
meningkat.
b. Perubahan ukuran pupil (anisokoria).
c. Triad Cushing (denyut jantung menurun, hipertensi, depresi pernafasan).
d. Apabila meningkatnya tekanan intrakranial, terdapat pergerakan atau posisi abnormal
ekstrimitas.

4. Anatomi Fisiologi
a. Anatomi Kepala
Tengkorak terbagi atas :
1) Tengkorak Otak
Tengkorak otak menyelubungi otak dan alat pendengar. Tengkorak otak terdiri
dari :
a) Kubah tengkorak
Kubah tengkorak yang terbentuk cembung menyelubungi rongga tengkorak dari
atas dan dari sisi. Dari depan ke belakang terdapat berturut-turut sebuah tulang
dahi, sepasang tulang ubun-ubun dan sebuah tulang belakang kepala. Pada
dinding sisi kubah tengkorak terdapat sepasang tulang pelipis. Tulang dahi,
tulang belakang kepala turut pula membentuk dasar tengkorak.
b) Dasar Tengkorak
Bagian dasar tengkorak dapat dibedakan 3 bagian, yaitu lekuk tengkorak depan,
lekuk tengkorak tengah dan lekuk tengkorak belakang. Bagian tengah dasar lekuk
tengkorak depan dibentuk oleh tulang lapisan yang mempunyai banyak lubang
halus untuk memberi jalan kepada serabut-serabut saraf. Lekuk tengkorak tengah
terdiri dari atas bagian tengah dan dua bagian sisi, bagian tengah adalah pelana
turki. Dasar lekuk tengkorak belakang letaknya lebih rendah daripada dasar lekuk
tengkorak depan. Lekuk tengkorak belakang letaknya lebih rendah lagi daripada
lekuk tengkorak tengah.
2) Tengkorak Wajah
Tengkorak wajah letaknya di depan dan di bawah tengkorak otak. Lubang-lubang
lekuk mata dibatasi oleh lubang dahi, tulang pipi dan tulang rahang atas.
b. Kulit Kepala
Kulit kepala terdiri dari 4 lapisan sebagian scalp, yaitu :
- Kulit
- Jaringan penyambung
- Galae aponeurotika yaitu jaringan ikat yang berhubungan langsung dengan
tengkorak.
- Perikranium
Kulit kepala banyak memiliki pembuluh darah sehingga terjadi perdarahan akibat
laserasi kulit kepala akan mengakibatkan banyak kehilangan darah (American
College of Suregeons 1997).
c. Tulang Tengkorak
Tulang tengkorak terdiri dari kalvakrium dan basis kranii. Rongga tengkorak dasar
adalah tempat lobus frontalis, fosa medis adalah tempat lobus temporalis dan fosa
posterior adalah ruang bagi batang otak bawah dan serebelum (Americian College of
Surgeons 1997).
d. Meningen
Selaput meningen meliputi seluruh permukaan otak yang terdiri dari 3 lapisan, yaitu
dura meter, arachnoid dan pia meter. Dura meter adalah selaput keras terdiri atas
jaringan ikat fibrosa yang melekat erat dan tabula interna atau bagian dalam kranium.
Di bawah dura meter terdapat lapisan kedua yang tipis dan tembus pandang disebut
selaput arachnoid. Lapisang ketiga adalah pia meter yang melekat pada permukaan
kortek serebri (Americian College of Surgeons 1997).
e. Sistem Saraf Pusat (SSP)
Sistem saraf pusat adalah otak dan medulla spinalis yang tertutup di dalam tulang dan
terbungkus dalam selaput-selaput (meningen) pelindung, serta rongga yang berisi
cairan.
1) Otak dan Pembagiannya
Otak secara garis besar dapat dibedakan menjadi 3 bagian, yaitu : serebrum,
batang otak, dan serebelum.
a) Serebrum
Setiap hemisfer dibagi atas 4 lobus yaitu : lobus frontalis, parietal, oksipital,
temporalis. Fungsi dari setiap lobus berbeda-beda.
b) Batang Otak
Batang otak terdiri dari otak tengah, pons dan medulla oblongata. Masing-
masing struktur mempunyai tanggungjawab yang unik dan fungsi ketiganya
sebagai unit untuk menjalankan saluran impuls yang disampaikan ke serebri dan
lajur spinal.
c) Serebelum
Serebelum terletak di dalam fosa krani posterior dan ditutupi oleh durameter
yang mempunyai atap tenda, yaitu tentorium yang memisahkan dari bagian
posterium serebrum. Semua aktivitas serebelum berada di bawah kesadaran.
Fungsi utama serebelum adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan
memperluas gerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk
mempertahankan keseimbangan dan sikap tubuh.
2) Medula Spinalis
Medula spinalis terletak di dalam kanalis neural dari kolumna vertebra, berjalan ke
bawah dan memenuhi kanalis neural sampai setinggi vertebra lumbalis kedua.
f. Sistem Saraf Tepi (SST)
Menurut Price & Wilson (1995) susunan saraf tepi terdiri dari saraf kranial bervariasi,
yaitu sensori motorik dan gabungan dari kedua saraf. Saraf motorik dipersarafi oleh
beberapa percabangan saraf kranial, 12 pasang saraf kranial.
Nervus I (Olfaktorius) : Sifatnya sensorik mensarafi hidung membawa
rangsangan aroma (bau-bauan) dari aroma rongga hidung ke otak.
Nervus II (Optikus) : Sifatnya sensorik, mensarafi bola mata
membawa rangsangan penglihatan ke otak.
Nervus III (Okulomotorius) : Sifatnya motorik, mensarafi otot-otot orbital
(otot penggerak bola mata) / sebagai pembuka bola mata.
Nervus IV (Trochlear) : Sifatnya motorik, mensarafi otot-otot orbital,
sebagai pemutar bola mata.
Nervus V (Trigeminus) : Sifatnya majemuk (sensorik-motorik)
bertanggung jawab untuk mengunyah.
Nervus VI (Abdusen) : Sifatnya motorik, sebagai pemutar bola mata
ke arah luar.
Nervus VII (Fasial) : Sifatnya majemuk (sensorik-motorik), sebagai
mimik wajah dan menghantarkan rasa pengecap, asam, asin, dan manis.
Nervus VIII (Vestibulokokhlearis) : Sifatnya sensorik, saraf kranial ini mempunyai
dua bagian sensoris yaitu auditori dan vestibular yang berperan sebagai penterjemah.
Nervus IX (Glosofharyngeal) : Berperan dalam menelan dan respons
sensori terhadap rasa pahit di lidah.
Nervus X (Vagus) : Sifatnya majemuk (sensorik-motorik)
mensarafi faring, laring, dan platum.
Nervus XI (Asesoris) : Sifatnya motorik, saraf ini bekerjasama dengan
vagus untuk memberi informasi ke otot laring dan faring.
Nervus XII (Hipoglosal) : Sifatnya motoric, mensarafi otot-otot lidah.
g. Sistem Saraf Otonom (SSO)
Sistem Saraf Otonom merupakan sistem saraf campuran, dibagi menjadi dua bagian :
Bagian pertama adalah Sistem Saraf Otonom Parasimpatis (SSOp) dan Sistem Saraf
Otoom Simpatis (SSOs). Fungsi simpatis adalah peningkatan kecepatan denyut
jantung dan pernafasan, serta menurunkan aktivitas saluran cerna. Tujuan utamanya
adalah mempersiapkan tubuhagar siap menghadapi stress. Fungsi parasimpatis adalah
menurunkan kecepatan denyut jantung dan pernafasan serta meningkatkan pergerakan
saluran cerna sesuai dengan kebutuhan pencernaan dan pembuangan.

5. Patofisiologi
Kranium merupakan struktur kuat yang berisi darah, jaringan otak dan jaringan
serebrospinal. Fungsi cerebral tergantung pada adekuatnya nutrisi seperti oksigen,
glukosa. Berat ringannya cedera kepala tergantung pada trauma kranium atau otak.
Cedera yang dialami dapat gegar otak, memar otak atau laserasi, fraktur dan atau
hematoma. Cedera kepala yang terjadi dapat berupa percepatan (aselerasi) atau
perlambatan (deselerasi). Trauma dapat primer atau sekunder.
Trauma primer adalah trauma yang langsung mengenai kepala saat kejadian.
Sedangkan trauma sekunder merupakan kelanjutan dari trauma primer. Trauma sekunder
dapat terjadi meningkatnya tekanan iintrakranial, kerusakan otak, infeksi dan edema
cerebral. Epidural hematoma merupakan injury pada kepala dengan adanya fraktur pada
tulang tengkorak dan terdapat lesi antara tulang tengkorak dan dura. Gejalanya akan
tampak seperti kebingungan atau kesadaran delirium, letargi, sukar untuk dibangunkan
dan akhirnya bisa koma. Nadi dan nafas menjadi lambat, pupil dilatasi dan adanya
hemiparese.
Subdural hematoma adalah cedera kepala dimana adanya ruptur pembuluh vena dan
perdarahan terjadi anatar dura dan serebrum atau antara durameter dan lapisan arakhoid.
Manifestasi tergantung pada besarnya kerusakan pada otak dan usia anak, dapat berupa
kejang, sakit kepala, muntah, meningkatnya lingkar kepala, dan perasaan mengantuk.
6. Kemungkinan Data Fokus Hasil Wawancara
A. Identitas Pasien
Identitas pasien meliputi : Nama Pasien, Umur, Jenis Kelamin, pendidikan, pekerjaan,
alamat, status perkawinan, suku bangsa dan tanggal masuk ruangan.
B. Riwayat Penyakit
a. Keluhan Utama
Cedera kepala (Head Injury) mempunyai keluhan atau gejala utama yang
berbeda-beda tergantung letak lesi dan luas lesi. Keluhan utama yang timbul
seperti nyeri, kekakuan pada leher atau punggung dan kelemahan pada
ekstremitas atas maupun bawah.
b. Riwayat Penyakit Saat Ini
Menurut Smeltzer & Bare (2001), riwayat kesehatan yang perlu dikaji/ditanyakan
adalah kapan cedera terjadi? Apa penyebab cedera? Peluru kecepatan tinggi?
Objek apa yang terbentur kepala? Dari mana arah dan kekuatan pukulan? Apakah
ada kehilangan kesadaran? Durasi periode tidak sadar? Dapatkah pasien
dibangunkan? Riwayat tidak sadar atau amnesia terhadap cedera kepala
menunjkkan derajat kerusakan otak yang berarti, dimana perubahan selanjutnya
dapat menunjukkan terjadi pemulihan kerusakan otak sekunder.
Menurut Suriadi & Yulianti (2001), pada saat melakukan pengkajian riwayat
kesehatan perlu diperhatikan hal penting, saat kejadian, tempat, bagaimana posisi
saat kejadian, serangan, lamanya, faktor pencetus adanya fraktur dan status
kesadaran
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat cedera kepala
sebelumnya, penyakit jantung, anemia, penggunaan obat-obatan, adiktif, dan
penggunaan alkohol yang sering terjadi pada beberapa klien yang suka ngebut-
ngebutan.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Mengkaji adanya anggota keluarga yang menderita hipertensi dan diabetes
mellitus.
7. Kemungkinan Data Fokus Hasil Pemeriksaan Fisik
a. Pengkajian Primer
1. Airway
Hal pertama yang dinilai adalah kelancaran airway. Meliputi pemeriksaan adanya
obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan benda asing, fraktur tulang wajah,
fraktur mandibula atau maksila, fraktur laring atau trachea. Dalam hal ini dapat
dilakukan “chin lift” atau “jaw thrust”. Selama memeriksa dan memperbaiki jalan
nafas, harus diperhatikan bahwa tidak boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi
dari leher.
2. Breathing
Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran gas yang
terjadi pada saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan mengeluarkan
karbondioksida dari tubuh. Ventilasi yang baik meliputi : fungsi yang baik dari
paru, dinding dada dan diafragma.
3. Circulation
a. Volume Darah dan Curah Jantung
Kaji perdarahan klien. Suatu keadaan hipotensi harus dianggap disebabkan
oleh hypovolemia. 3 observasi yang dalam hitungan detik dapat memberikan
informasi mengenai keadaan hemodinamik yaitu kesadaran, warna kulit, dan
nadi.
b. Kontrol Perdarahan
4. Disability
Penilaian neurologis secara cepat yaitu tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil.
5. Exposure
Dilakukan pemeriksaan fisik head toe toe untuk memeriksa jelas.
b. Pengkajian Sekunder (Pemeriksaan Head To Toe)
a) Kepala : Wajah, kulit kepala dan tulang tengkorak, mata, telinga, dan mulut.
Temuan yang dianggap kritis :
1) Pupil tidak simetris, midriasis tidak ada respon terhadap cahaya.
2) Patah tulang tengkorak (depresi/non depresi, terbuka/tertutup).
3) Robekan / laserasi pada kulit kepala.
4) Darah, muntahan atau kotoran di dalam mulut.
5) Cairan serebrospinal di telinga atau di hidung.
b) Leher : Bagian depan, trachea, vena juguralis, otot-otot leher bagian belakang.
Temuan yang dianggap kritis : distensi vena juguralis, deviasi trachea atau
tugging, emifisema kulit.
c) Dada : tampilan fisik, tulang rusuk, penggunaan otot-otot asesoris, pergerakan
dada, suara paru. Temuan yang dianggap kritis : Luka terbuka, suara paru hilang
atau melemah, gerakan dada sangat lemah dengan pola nafas yang tidak adekuat
(disertai dengan penggunaan otot-otot asesoris).
d) Abdomen : Distensi, perubahan warna, nyeri tekan, suara usus. Temuan yang
dianggap kritis : Nyeri tekan di perut, distensi abdomen, perut papan, luka
terbuka (khususnya dengan organ peruy keluar).
e) Pelvis : Daerah pubil, stabilitas pelvis, krepitasi dan nyeri tekan. Temuan yang
dianggap kritis : Pelvis yang lunak, nyeri tekan dan tidak stabil serta
pembengkakan di daerah pubik.
f) Ekstremitas : Anggota gerak atas dan bawah, denyut nadi, fungsi motoric, fungsi
sensorik. Temuan yang dianggap kirtis : Nyeri, melemah atau menghilangnya
denyut nadi, menurun atau menghilangnya fungsi sensorik dan motoric.
g) Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital meliputi suhu, nadi, pernafasan, dan tekanan
darah.
h) Pemeriksaan status kesadaran dengan penilaian GCS (Glasgow Coma Scale)
untuk menilai tingkat kegawatan cedera kepala.
c. Pola/Akitivitas Sehari-hari
1) Aktivitas/istirahat
Gejala : merasa lelah, lemah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda : perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, puandreplegia, ataksia,
cara berjalan tidak tegang.
2) Sirkulasi
Gejala : perubahan tekanan darah (hipertensi), bradikardi, takikardi.
3) Integritas ego
Gejala : perubahan tingkah laku dan kepribadian.
Tanda : cemas, mudah tersinggung, angitasi, bingung, depresi, dan impulsive.
4) Makanan/cairan
Gejala : mual, muntah dan mengalami perubahan selera.
Tanda : muntah, gangguan menelan.
5) Eliminasi
Gejala : inkontinensia, kandung kemih atau usus atau atau mengalami
gangguan fungsi.
6) Neurosensori
Gejala : kehilangan kesadaran sementara, amnesia, vertigo, sinkope,
kehilangan pendengaran, gangguan pengecapan dan penciuman, perubahan
penglihatan seperti ketajaman.
Tanda : perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental,
konsentrasi, pengaruh emosi atau tingkah laku dan memoris.
7) Nyeri/kenyamanan
Gejala : sakit kepala.
Tanda : wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri yang
hebat, gelisah, tidak bisa istirahat, merintih.
8) Keamanan
Gejala : trauma baru/trauma karena kecelakaan.
Tanda : fraktur/disalokasi, gangguan penglihatan, gangguan rentang gerak,
tonus otot hilang, kekuatan secara umum mengalami paralisis, demam,
gangguan dalam regulasi suhu tubuh.
9) Interaksi sosial
Tanda : apasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-ulang,
disartia.

8. Kemungkinan Hasil Pemeriksaan Diagnostik


Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada Head Injury adalah :
1) X-ray/CT Scan : untuk mengidentifikasi luasnya lesi, pendarahan, deferminan
pentrikular, dan perubahan jaringan otak.
2) MRI (magnetic resonance imaging) : mendeteksi kondisi patologi otak dan medula
spinalis dengan menggunakan teknik scanning dengan kekuatan magnet untuk
membuat bayangan struktur tubuh
3) Angiografi Serebral : menunjukkan kelainan sirkulasi serebral
4) EEG : memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya Gelombang patologis
5) BAER (Brain Auditory Evoked Respons) : menentukan fungsi korteks dan batang
otak
6) PET (Positron Emission Tomography) : menunjukkan Perubahan aktivitas
metabolisme pada otak
7) Pemeriksaan kimia atau elektrolit darah
8) Gas darah : mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenisasi yang akan
meningkatkan TIK.

9. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


1. Perubahan Perfusi Jaringan Cerebral berhubungan dengan edema serebral dan
peningkatan tekanan intrakranial.
2. Pola Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler.
3. Perubahan Persepsi Sensori berhubungan dengan trauma atau defisit neurologis.
4. Kerusakan Mobilitas Fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi atau kognitif.
5. Resiko Tinggi Infeksi berhubungan dengan jaringan trauma.
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
No. Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1. Perubahan Perfusi Jaringan Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau/catat status neurologis 1. Mengkaji adanya
berhubungan dengan edema keperawatan selama 3x24 secara teratur dan bandingkan kecenderungan pada
serebral dan peningkatan jam, klien dapat dengan nilai standar tingkat kesadaran dan
tekanan intrakranial. mempertahankan tingkat (misalnya GCS). potensi peningkatan TIK
kesadaran/perbaikan kognisi 2. Pantau TTV. dan bermanfaat dalam
dan fungsi motorik/sensorik. 3. Kaji perubahan pada menentukan lokasi,
Dengan kriteria hasil : penglihatan, seperti adanya perluasan dan
1. Klien melaporkan penglihatan yang kabur. perkembangan kerusakan
tidak ada pusing atau 4. Pertahankan kepala/leher susunan saraf pusat
sakit kepala. pada posisi tengah atau pada (SSP).
2. Tidak ada tanda-tanda posisi netral. Sokong dengan 2. Normalnya, autoregulasi
peningkatan TIK. gulungan handuk kecil atau mempertahankan aliran
3. Fungsi sensori dan bantal kecil. darah otak yang konstan
motoric membaik 5. Perhatikan adanya gelisah pada saat ada fluktasi
yang meningkat, peningkatan tekanan darah sistemik.
keluhan dan tingkah laku Kehilangan autoregulasi
yang tidak sesuai lainnya. dapat mengikuti
kerusakan vaskularisasi
cerebral lokal atau
menyebar.
3. Gangguan penglihatan
yang dapat diakibatkan
oleh kerusakan
mikroskopik pada otak,
mempunyai konsekuensi
terhadap keamanan dan
juga akan mempengaruhi
pilihan intervensi.
4. Kepala yang miring pada
salah satu sisi menekan
vena juguralis dan
menghambat aliran darah
vena yang selanjutnya
akan meningkatkan TIK.
5. Petunjuk non verbal
mengidentifikasi adanya
peningkatan TIK atau
menandakan adanya nyeri
ketika klien yang tidak
dapat mengungkapkan
keluhannya secara verbal.
2. Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau frekuensi, irama, 1. Perubahan dapat
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 kedalaman pernafasan, catat menandakan awitan
kerusakan neurovaskuler. jam, diharapkan pola nafas ketidakteraturan pernafasan. komplikasi pulmonal
efektif. Dengan kriteria hasil : 2. Catat kompetensi refleks (umumnya mengikuti
1. Klien mengatakan menelan dan kemampuan cedera otak) atau
tidak sesak nafas. klien untuk melindungi jalan menandakan
2. Retraksi dinding dada nafas sendiri. lokasi/luasnya
tidak ada. 3. Angkat kepala tempat tidur keterlibatan otak.
3. Tidak ada otot-otot sesuai aturannya, posisi Pernafasan lambat,
dinding dada. miring sesuai indikasi. periode apnea dapat
4. Pola nafas regular. 4. Lakukan pengisapan lender menandakan perlunya
5. RR : 16-24 x/menit dengan ekstra hati-hati ventilasi mekanis.
selama 10-15 detik, catat 2. Kemampuan
sifat, warna dan kekeruhan memobilisasi atau
dari secret. membersihkan sekresi
5. Kolaborasi rontgen thoraks. penting untuk
pemeliharaan jalan nafas.
3. Untuk memudahkan
ekspansi paru/ventilasi
paru dan menurunkan
adanya kemungkinan
lidah jatuh yang
menyumbat jalan nafas.
4. Persiapan biasanya
dibutuhkan jika klien
koma atau dalam keadaan
imobilisasi dan tidak
dapat membersihkan jalan
nafasnya sendiri.
5. Melihat kembali keadaan
ventilasi dan tanda-tanda
komplikasi yang
berkembang.
3. Perubahan persepsi sensori Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji respons sensori terhadap 1. Informasi yang dapat dari
berhungan dengan trauma keperawatan selama 3x24 raba/sentuhan, panas/dingin, pengkajian sangat penting
atau defisit neurologis. jam, fungsi persepsi sensori benda tajam/tumpul dan catat untuk mengetahui tingkat
kembali normal. Dengan perubahan yang terjadi. kegawatan dan kerusakan
kriteria hasil : 2. Observasi respon perilaku otak.
1. Mampu mengenali seperti rasa bermusuhan, 2. Respon individu mungkin
orang dan lingkungan menangis, afektif yang tidak berubah-ubah tetapi
sekitar dan mengakui sesuai, agitasi, halusinasi. umumnya setiap emosi
adanya perubahan 3. Bicara dengan suara yang yang labil, frutasi, apatis
dalam lembut dan pelan. dan muncul tingkah laku
kemampuannya. 4. Berikan keamanan klien impulsif selama proses
dengan pengamanan sisi penyembuhan dari trauma
tempat tidur, bentuk latihan kepala.
jalan dan lindungi cedera 3. Klien mungkin
kepala. mengalami keterbatasan
perhatian/pemahaman
selama fase akut dan
penyembuhan dan
tindakan ini dapat
membantu klien untuk
memunculkan
komunikasi.
4. Gangguan persepsi
sensori dan buruknya
keseimbangan dapat
meningkatkan resiko pada
klien.
4. Kerusakan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan 1. Periksa kembali kemampuan 1. Mengidentifikasi
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 dan keadaan secara kemungkinan kerusakan
kerusakan persepsi/kognitif. jam, klien dapat melakukan fungsional pada keruskan secara fungsional dan
mobilitas fisik setelah yang terjadi. mempengaruhi pilihan
mendapat perawatan. Dengan 2. Kaji derajat imobilisasi klien intervensi yang akan
kriteria hasil : dengan menggunakan skala dilakukan.
1. Tidak adanya ketergantungan (0-4). 2. Klien mampu mandiri
kontraktur, footdrop. 3. Letakkan klien pada posisi (nilai 0), memerlukan
2. Ada peningkatan tertentu untuk menghindari bantuan/peralatan yang
kekuatan dan fungsi kerusakan karena tekanan. minimal (nilai 1),
bagian tubuh yang 4. Sokong kepala dan badan, memerlukan bantuan
sakit dan mampu tangan dan lengan, kaki dan sedang/dengan
mendemonstrasikan paha ketika klien berada pengawasan/pengajaran
aktivitas yang dalam kursi roda. (nilai 2), memerlukan
memungkinkan 5. Berikan/bantu latihan rentang bantuan/peralatan yang
dilakukannya. gerak. terus-menerus dan alat
khusus (nilai 3),
tergantung secara total
pada pemberi asuhan
(nilai 4). Seseorang dalam
semua ketogori dengan
nilai 2-4 mempunyai
resiko yang terbesar
untuk terjadinya bahaya
tersebut dihubungkan
dengan imobilisasi.
3. Perubahan posisi yang
teratur menyebabkan
penyebaran terhadap
gerak badan dan
meningkatkan sirkulasi
pada seluruh bagian
tubuh.
4. Mempertahankan
mobilisasi dan fungsi
sendi/posisi normal
ekstremitas dan
menurunkan terjadinya
vena yang statis.
5. Resiko tinggi infeksi Setelah dilakukan tindakan 1. Berikan perawatan aseptik 1. Cara pertama untuk
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 dan antiseptik. Pertahankan menghindari terjadinya
jaringan trauma. jam, tidak terjadi infeksi. teknik cuci tangan yang baik. infeksi nosokomial.
Dengan kriteria hasil : 2. Pantau suhu tubuh secara 2. Dapat mengindikasikan
1. Bebas tanda-tanda teratur, catat adanya demam perkembangan sepsis
infeksi. menggigil, diaforesis, dan yang selanjutnya
2. Mencapai perubahan fungsi mental. memerlukan evaluasi atau
penyembuhan luka 3. Observasi daerah kulit yang tindakan segera.
tepat waktu dan suhu mengalami kerusakan (seperti 3. Deteksi dini
tubuh dalam batas luka garis jahitan daerah alat perkembangan infeksi
normal. yang dipasang invasi memungkinkan untuk
(terpasang infus dan melakukan tindakan
sebagainya). dengan segera dan
4. Berikan perawatan perineal. pencegahan terhadap
5. Kolaborasi berikan antibiotik komplikasi selanjutnya.
sesuai indikasi. 4. Menurunkan
kemungkinan terjadinya
pertumbuhan
bakteri/infeksi yang
menambah naik.
5. Terapi profilaktik dapat
digunakan untuk klien
mengalami trauma
(perlukaan), kebocoran
CSS atau setelah
dilakukan pembedahan
untuk menurunkan resiko
terjadinya infeksi
nosokomial.
DAFTAR PUSTAKA

NANDA, 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10. Jakarta
: EGC.
https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=https://core.ac.uk/download/pdf/236673684.pdf&ved=2ahUK
EwiVlLa4sbfwAhXMXCsKHUwyC2QQFjAAegQIAxAC&usg=AOvVaw3dN6k3j4Wc1Jk
Xj3CiynjP
https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=http://repo.stikesperintis.ac.id/965/1/69%2520DESI
%2520DIANA
%2520SARI.pdf&ved=2ahUKEwiX35zr5LfwAhX38XMBHWN2DFYQFjAAegQIAxAC&
usg=AOvVaw27C4Sjb0tlQZv8sHe0Zyxu
https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=https://core.ac.uk/download/pdf/236673774.pdf&ved=2ahUK
EwiX35zr5LfwAhX38XMBHWN2DFYQFjABegQIBBAC&usg=AOvVaw23FwI8Hy5bj7s
OdGbf52f-
https://www.google.com/search?q=pathway+cedera+kepala&safe=strict&client=ms-android-
vivo&prmd=inv&sxsrf=ALeKk02_sF6kFWHjflqbGRckid8Ioso37g:1620542031628&source
=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=2ahUKEwjuyo3B_bvwAhXz5nMBHWs0CTAQ_AUoAXoE
CAIQAQ&biw=360&bih=634#imgrc=ME8mUTcjCagplM

Anda mungkin juga menyukai