Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM TITRASI ASAM BASA

a.Tujuan

1. Siswa mampu menerapkan teknik titrasi untuk menganalisis contoh yang mengandung asam.

2.Siswa mampu menstandarisasi larutan.

b.teori dasar

Titrasi adalah suatu metode untuk menentukan konsentrasi zat didalam larutan. Titrasi dilakukan
dengan mereaksikan larutan tersebut dengan larutan yang sudah diketahui konsentrasinya (Brady,
1988: 178). Dalam titrasi, suatu larutan yang harus dinetralkan dimasukkan ke dalam wadah atau
tabung. Larutan lain yaitu basa, dimasukkan ke dalam buret lalu dimasukkan ke dalam asam, mula-
mula cepat, kemudian tetes demi tetes, sampai titik setara dari titrasi tersebut tercapai. Titik pada
saat titrasi dimana indikator berubah warna dinamakan titik akhir (end point) dari indikator. Yang
diperlukan adalah memadankan titik akhir indikator yang perubahannya terjadi dalam selang pH
yang meliputi pH sesuai dengan titik setara (Ralph H, 2008: 308-310).

Zat yang akan ditentukan kadarnya sendiri disebut dengan titrasi (titran) dan biasanya diletakan di
dalam tabung elenmeyer sedangkan zat yang telah diketahui sendiri konsentrasinya disebut sebagai
(titer) dan biasanya diletakkan didalam buret baik titer ataupun titran biasanya didalam bentuk
larutan (Keenan, 1982: 162). Perubahan besar dari pH yang terjadi dalam titrasi agar dapat
menentukan kapan titik ekivalennya akan tercapai. Ada banyak asam dan basa organik dan basa
organik lemah yang bentuk-bentuk tak berdisosiasi dan ionnya menunjukan warna yang berbeda
warna. Molekul-molekul demikian dapat digunakan untuk menentukan kapan cukup titran telah
ditambahkan dan disebut indikator visual.

Indikator terkenal phenoftalein merupakan asam diprotik dan tak berwarna. Ia mula-mula
berdisosiasi menjadi suatu bentuk tak berwarna dan kemudian, dengan kehilangan hidrogen ke dua,
menjadi ion dengan system terkonjugasikan, maka dihasilakanlah warna merah. Phenoftalein
berubah warna pada kira-kira titik ekivalen dan merupakan indicator yang cocok. Volume basa yang
lebih besar akan diperlukan untuk merubah warna suatu indikator dan titik ekivalen tidak akan di
deteksi dengan ketepatan yang biasa diharapkan (Day, 2002: 141-145).

Titik ekivalen pada titrasi asam basa adalah pada saat dimana sejumlah asam tepat di netralkan oleh
sejumlah basa. Selama titrasi berlangsung terjadi perubahan pH. pH pada titik equivalen ditentukan
oleh sejumlah garam yang dihasilkan dari netralisaasi asam basa. Indikator yang digunakan pada
titrasi asam basa adalah yang memiliki rentang pH dimana titik equivalen berada. Pada umumnya
titik equivalen tersebut sulit untuk diamati, yang mudah dimatai adalah titik akhir yaang dapat
terjadi sebelum atau sesudah titik equivalen tercapai. Titrasi harus dihentikan pada saat titik akhir
titrasi tercapai, yang ditandai dengan perubahan warna indikator. Titik akhir titrasi tidak selalu
berimpit dengan titik equivalen. Dengan pemilihan indikator yang tepat, kita dapat memperkecil
kesalahan titrasi (Anonimous,  2013).

Sumber ion H- adalah Larutan NaOH encer dan ion H + adalah larutan asam,mula-mula disiapkan
NaOH 0,1 M kemudian distandarisasikan dengan larutan asam yang lain yang telah diketahui
konsentrasinya, larutan NaOH tidak tersedia dalam keadaan murni dan larutannya dapat berubah
konsentrasinya. NaOH Haruslah distandarisasikan sebelum digunakan untuk mentitrasi sampel.Pada
sumber ion H adalah larutan NaOH kebanyakan pada titrasi asam basa.Perubahan larutan pada titik
equivalen tidak jelas. Oleh karena itu untuk menentukan titik akhir titrasi digunakan indikator karena
zat ini memperlihatkan perubahan warna pada pH tertentu secara ideal.titik titrasi seharusnya
seharusnya sama dengan titik titrasi seharusnya sama dengan titik akhir titrasi (titik equivalen). Asam
dan basa terurai sempurna dalam larutan berat oleh karena itu,pH pada sebagian titik selama titrasi
air dapat dihitung langsung dari jumlah stoikiometri asam dan basa yang dibiarkan bereaksi
(Sudarto, 2008: 101).

Untuk menentukan konesntrasi asam digunakan rumus (Kartimi, 2014: 33): V1 N1 = V2 N2

V1 = volume larutan asam

V2 = volume laruatan basa

N1 = molaritas larutan asam

N2 = molaritas lauran basa

c.Alat dan bahan

- NaOH 0,1 M                                     - Buret 50 mL

- HCl 0,1 M                                         - Statif dab klem

- H2C2O4                                                        - Gelas ukur 25 mL atau 10 mL

- Erlenmeyer                                            -- Indikator penolphetalein

- Corong kaca

d.Cara kerja

d.1 Standarisasi larutan NaOH 0,1 M

Mencuci bersih buret yang akan digunakan untuk standarisasi dan membilas dengan 5 mL larutan
NaOH. Memutar kran buret untuk mengeluarkan cairan yang tersisa dalam buret,
selanjutnya mengisi buret dengan 5 mL NaOH untuk membasahi dinding buret. Kemudian larutan
dikeluarkan lagi dari buret. Larutan NaOH dimasukkan lagi ke dalam buret sampai skala
tertentu. Mencatat kedudukan volume awal NaOH dalam buret.

Proses standarisasi :

-          Mencuci 3 erlenmeyer, pipet 10 Ml, larutan asam oksalat 0,1 M dan memasukkan ke dalam
setiap Erlenmeyer dan menambahkan ke dalam masing-masing Erlenmeyer 3 tetes indicator
penophtalein (PP).

-          Mengalirkan larutan NaOH yang ada dalam buret sedikit demi sedikit sampai terbentuk warna
merah muda yang tidak hilang apabila gelas Erlenmeyer digoyang.

-          Mencatat volume NaOH terpakai

-          Mengulangi dengan cara yang sama untuk Erlenmeyer ke II dan III.

-          Menghitung molaritas (M) NaOH.


d.1 Penentuan konsentrasi HCl

- Mencuci 3 Erlenmeyer, pipet 10 mL larutan HCl 0,1 M dan memasukkan ke dalam setiap


Erlenmeyer

- Menambahkan kedalam masing-masing Erlenmeyer 3 tetes indicator penolphtalein (PP)

- Mengalirkan larutan NaOH yang ada dalam buret sedikit demi sedikit sampai terbentuk warna
merah muda yang tidak hilang apabila gelas erlenmeyer digoyang.

- Mencatat volume NaOH terpakai

- Mengulangi dengan cara yang sama untuk Erlenmeyer ke II dan III.

- Menghitung molaritas (M) HCl.


HASIL DAN PEMBAHASAN

e.Hasil pengamatan

Standarisasi NaOH dengan larutan asam oksalat

Ulangan
No Prosedur Rata-rata
I II III

1 Volume larutan asam oksalat 0,1 M 10 mL 10 mL 10 mL 10 mL

2 Volume NaOH terpakai 19,8 mL 21 mL 18,6 mL 19,8 mL

3 Molaritas (M) NaOH 0,050 M 0,047 M 0,053 M 0,050 M

Standarisasi HCl dengan larutan HCl

Ulangan
No Prosedur Rata-rata
I II III

1 Volume larutan HCl 10 mL 10 mL 10 mL 10 mL

2 Volume NaOH terpakai 25,4 mL 27 mL 23,5 mL 25,3 mL

3 Molaritas (M) NaOH Berdasarkan hasil percobaan diatas 0.050 M

4 Molaritas (M) larutan HCl 0,039 M

4.2 Perhitungan

Standarisasi NaOH dengan larutan asam oksalat

Ulangan I        V1.M1 = V2.M2

10 . 0,1            = 19,8 . M2

1          = 19,8 . M2

M2       = 1                   = 0,050 M

19,8

Ulangan II           V1 . M1   = V2 . M2

10 . 0,1  = 21 . M2

1            = 21 . M2
M2          =       1                  = 0,047 M

21

Ulangan III                       V1 . M1        = V2 . M2

10 . 0,1  = 18,6 . M2

1                = 18,6 . M2

M2          =       1                  = 0,053 M

18,6

Rata-rata :            V1 . M1   = V2 . M2

10 . 0,1  = 19,8 . M2

1            = 19,8 . M2

M2             =      1                    = 0,050 M

19,8

Standarisasi HCl dengan larutan HCl

Rata-rata    :        V1 . M1   = V2 . M2

10 . 0,1       = 25,3 . M2

M2              =   1                = 0,039

25,3

PEMBAHASAN

Pada percobaan standarisasi NaOH 0,1 M dengan larutan asam oksalat dilakukan dalam tiga kali
ulangan dengan proses :

Ulangan pertama, mengukur volume asam oksalat sebanyak 10 mL dengan menggunakan gelas ukur
10 mL. Kemudian larutan asam oksalat yang sudah diukur dalam gelas ukur sebanyak 10 mL tersebut
dituangkan ke dalam Erlenmeyer dan ditetesi dengan indikator penolphetalein sebanyak 3 tetes.
Setelah itu larutan asam oksalat diletakkan dibawah buret dan ditetesi dengan larutan NaOH yang
ada didalam buret setetes demi setetes, erlemeyer sambil di goyang-goyang hingga larutan asam
oksalat yang semula bening berubah menjadi pink atau ungu. Apabila larutan asam oksalat sudah
berubah warna menjadi pink atau ungu, maka cepat tutup kran pada buret supaya larutan dalam
buret tidak keluar lagi. Langkah selanjutnya menghitung banyaknya volume NaOH yang terpakai.
Pada ulangan I didapatkan volume NaOH terpakai sebanyak 19,8 mL, catat pada tabel laporan
sementara dibagian Ulangan I. Kemudian hitung Molaritas NaOH sebagai berikut :

V1 . M1 = V2 . M2

10 . 0,1            = 19,8 . M2

1          = 19,8 . M2
M2          =          1                      = 0,050 M

19,8

Berikutnya ialah mengulangi langkah-langkah diatas sebanyak dua kali, hingga didapatkan pada
ulangan II volume NaOH terpakai sebanyak 21 mL

V1 . M1 = V2 . M2

10 . 0,1            = 21 . M2

1          = 21 . M2

M2          = 1/21  = 0,047 M


pada ulangan III didapatkan volume NaOH terpakai sebanyak 18,6 mL

V1 . M1 = V2 . M2

10 . 0,1            = 18,6 . M2

1          = 18,6 . M2

M2          =     1               = 0,053 M

18,6

Sehingga dapat kita cari rata-rata volume NaOH terpakai dengan cara :

19,8 mL + 21 mL + 18,6 mL = 19,8 mL

Rata-rata Molaritas (M) NaOH adalah :

V1 . M1 = V2 . M2

10 . 0,1            = 19,8 . M2

1          = 19,8 . M2

M2          =     1               = 0,050 M

19,8

Percobaan yang kedua ialah standarisasi HCl dengan larutan HCl yang juga dilakukan dengan tiga kali
pengulangan, yang akan dibahas sebagai berikut :

Mula-mula kita cuci gelas ukur yang telah kita pakai untuk mengukur volume asam oksalat tadi
dengan air bersih. Kemudian ukur volume larutan HCl dengan menggunakan gelas ukur 10 mL
sebanyak 10 mL dan tuangkan ke Erlenmeyer. Kemudian tetesi larutan HCl dengan indikator
penolphetalein sebanyak 3 tetes menggunakan pipet tetes. Lalu letakkan erlenmeyer tadi dibawah
buret yang berisi larutan NaOH dan tetesi sedikit demi sedikit sambil erlenmeyer digoyang-goyang.
Lakukan hingga larutan HCl yang mulanya benih hingga berubah menjadi pink/ungu. Apabila larutan
HCl sudah berubah warna menjadi pink/ungu, maka cepat-cepat tutup kran pada buret untuk
menghindari larutan NaOH menetes kembali, lalu didapatkan volume NaOH terpakai sebanyak 25,4
mL. Kemudian mengulangi pada percobaan tadi sebanyak dua kali hingga didapatkan hasil pada
ulangan II volume NaOH terpakai sebanyak 27 mL dan pada ulangan III didapatkan volume NaOH
terpakai sebanyak 23,5 mL. Kemudian menghitung rata-rata volume NaOH terpakai yaitu :

25,4 mL + 27 mL + 23,5 mL  = 25,3 mL

Langkah selanjutnya ialah menghitung Molaritas (M) larutan HCl  dengan rumus :

V1 . M1 = V2 . M2


10 . 0,1            = 25,3 . M2

1          = 25,3 . M2

M2          =      1               = 0,039 M

25,3

Jadi, nilai rata-rata Molaritas (M) larutan HCl ialah 0,039 M


V. KESIMPULAN

6.1 Kesimpulan

Perhitungan pH dalam melakukan praktikum dapat ditentukan dengan mencari volume rata-rata dari
larutan NaOH yang digunakan untuk menaikkan kadar atau konsentrasi HCL.

Titrasi harus dihentikan bila larutan HCl yang dicampurkan dengan 3 tetes indikator berubah warna
dari bening hingga menjadi pink. Volume NaOH yang digunakan akan mempengaruhi hasil
konsentrasi dari HCl tersebut, sehingga harus sangat berhati-hati melakukan praktikum ini. Setelah
volume NaOH (basa) diketahui, barulah Konsentrasi HCl (asam) bisa dihitung

Anda mungkin juga menyukai