Anda di halaman 1dari 32

BRONCHOPNEUMONIA

Oleh

TAWAKKAL NUR
NIM : 1901A044

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


STIKES YAPIKA MAKASSAR
TAHUN 2019 /2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang

telah melimpahkan rahmat hidayah dan inayah – Nya sehingga penulis

dapatmenyelesaikan tugas “Asuhan Keperawatan pada Anak dengan

Diagnosa Medis Bronchopneumonia”. Adapun tujuan dari penulisan

asuhan keperawatan ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan asuhan

keperawatan pada penderita bronchopneumonia.

Dalam penulisan asuhan keperawatan ini penulis menyadari bahwa

asuhan keperawatan ini masih jauh dari kesempurnaan penyusunan. Oleh

karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya

membangun dari semuapihak untuk penyempurnaan penyusunan asuhan

keperawatan ini.

Semoga apa yang penulis sajikan dapat bermanfaat bagi pembaca

pada umumnyadan penulis pada khususnya.

Bantaeng, 26 Februariari 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL............................................................................. i

KATA PENGANTAR.......................................................................... ii

DAFTAR ISI........................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN...................................................................... 1

A. Latar Belakang......................................................................... 1

B. Tujuan Penulisan...................................................................... 5

C. Manfaat Penulisan.................................................................... 6

BAB II TINJAUAN TEORI.................................................................. 7

A. Konsep Dasar Medis................................................................ 7

1. Definisi.................................................................................. 7

2. Etiologi ................................................................................. 7

3. Patofisiologi.......................................................................... 8

4. Manifestasi klinis.................................................................. 9

5. Komplikasi ........................................................................... 10

6. Pemeriksaan diagnostik....................................................... 10

7. Penatalaksanaan ................................................................ 11

B. Konsep Asuhan Keperawatan.................................................. 13

1. Pengkajian............................................................................ 13

2. Diagnosis keperawatan ....................................................... 15

3. Rencana asuhan keperawatan............................................ 15

4. Pathway................................................................................ 23

BAB III PENUTUP.............................................................................. 24

iii
iv

A. Kesimpulan .............................................................................. 24

B. Saran........................................................................................ 25

REFERENSI 26
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak sangat rentang terhadap berbagai macam penyakit yang

disebabkan oleh kuman,virus dan mikroorganisme lain. Penyakit yang

sering terjadi pada anak yaitu penyakit pada saluran pernafasan.

Padasaluran pernafasan manusia memerlukan oksigen yang dihirup

setiap detiknya. Oksigen merupakan kebutuhan dasar manusia yang

paling vital. Salah satu penyakit pada anak dengan gangguan

pemenuhan kebutuhan oksigen yaitu Bronchopneumonia (Aslinda,

2019).

Bronchopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru

yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, atau pun benda asing yang

ditandai dengan gejala panas yang tinggi, gelisah, dipsnea,nafas cepat

dan dangkal, muntah, diare,serta batuk kering dan produktif.

Bronkopneumonia dimulai pada bronkeolus terminal, yang tersumbat

dengan eksudat mukopurulen yang membentuk bidang yang

terkonsolidasi pada lobus-lobus didekatnya (Arufina, 2019).

Bronchopneumonia merupakan masalah kesehatan di dunia

karena angka kematiannya sangat tinggi pada anak dan balita.

Berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada tahun 2016

terdapat 6,3 juta atau(15%) kematian anak-anak di bawah umur 5

tahun, dan sebesar 922.000 atau (15%) kematian anak disebabkan

oleh bronchopneumonia manusia yang paling vital. Salah satu penyakit

1
2

pada anak dengan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen yaitu

Bronchopneumonia (Aslinda, 2019).

Penyakit Bronchopneumonia yang masih merupakan masalah

kesehatan yang dianggap serius di Indonesia karena urutan ke -2

setelah diare. Angka kejadian Bronchopneumonia disebagian besar

wilayah Indonesia cukup tinggi khususnya pada anak dan balita.

Berdasarkan hasil dari Riskesdas tahun 2016, angka kejadian pada

penderita Bronchopneumonia maupun Pneumoia di Indonesia, insiden

tertinggi pada balita terdapat pada kelompok umur 12-23 bulan, jumlah

kasus Bronchopneumonia di Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun

2016 jumlah perkiraan balita penderita Bronchopneumonia sebesar

74.204 orang dan jumlah balita penderita Bronchopneumonia yang

ditemukandan ditangani sebanyak 13,147 atau 17,72%(Aslinda, 2019).

Penyebab terjadinya bronkopneumonia yaitu bakteri

stafikolokokus aureus dan bakteri haemofilus influenza masuk kedalam

jaringan paru-paru melalui saluran pernafasan dari atas untuk

mencapai bronkiolus dan kemudian alveolus sekitarnya. Kelainan yang

timbul berupa bercak konsolidasi yang tersebar pada kedua paru-paru,

lebih banyak pada bagian basal. Penyakit dapat terjadi sebagaiakibat

inhalasi mikroba yang ada diudara, aspirasi organisme dari nasofarinks

atau penyebaran hematogen dari fokus infeksi yang jauh. Bakteri yang

masuk ke parumelalui saluran nafas masuk ke bronkioli dan alveoli,

menimbulkan reaksi peradangan hebat dan menghasilkan cairan


3

edema yang kaya protein dalam alveoli dan jaringan interstitial

(Septiani, 2018).

Masalah yang sering muncul pada anak bronkopneumonia yang

dirawat dirumah sakit yaitu distress pernafasan yang ditandai dengan

nafas cepat, retraksi dinding dada, nafas cuping hidung, dan disertai

stidor. Distress pernafasan merupakan kompensasi tubuh terhadap

kekurangan oksigen karena konsentrasi oksigen yang rendah.

Penurunan konsentrasi oksigen ke jaringan sering disebabkan karena

adanya obstruksi jalan nafas atas atau bawah pada anak dengan

bronkopneumonia yaitu karena peningkatan produksi sekret sebagai

salah satu manifestasi adanya inflamasi pada saluran napas(Maharani

Rose, 2018).

Melihat keluhan yang tampak pada anak dengan

bronkopneumonia seperti adanya retraksi dinding dada, frekuensi nafas

yangcepat, adanya suara nafas tambahan, belum mampu batuk efektif

menimbulkan masalah bersihan pada jalan nafasnya. Anak sangat

gelisah, dispnea, pernapasan cepat dan dangkal disertai pernapasan

cuping hidung serta sianosis sekitar hidung dan mulut. Kumpulan gejala

tersebut mengakibatkan anak mengalami masalah keperawatan

bersihan jalan nafas tidak efektif dimana anak mengalami ketidak

mampuan untuk membersihkan sekresi atau obstruksi dari seluruh

pernapasan untuk mempertahankan kebersihan jalan nafas (Maharani

Rose, 2018).
4

Penanganan pada pasien dengan bronchopneumonia ada dua

yaitu secara farmakologis dan non farmakologis. Secara farmakologi

yaitu dengan memberikan terapi simptomatik. Obat – obatan

simptomatik diperlukan untuk meringankan gejala bronkopneumonia

seperti batuk, demam, dahak produktif dan obstruksi salura napas

(Mediskus, 2017). Sedangkan cara nonfarmakologis yaitu dengan

memberikan terapi fisioterapi dada. Masalah yang umum ditemukan

pada bronchopneumonia adalah bersihan jalan nafas tidak efektif,

untuk mengatasi masalah tersebut salah satu cara adalah fisioterapi

dada (Clapping) (Rahmawan, 2017).

Hasil penilaian bersihan jalan nafas anak dengan

bronchopenemounia sesudah mendapatkan fisioterapi napas

(Clapping) didapatkan data bahwa mayoritas responden berada pada

level no deviation from normal range untuk frekuensi nafas (permenit)

(60%), irama nafas (60%), kedalaman inspirasi (60%), kemampuan

untuk mengeluarkan secret (80%), suara nafas tambahan: ronchi

(86%), gasping (70%), penggunaan otot bantu nafas (70%), dan

kemampuan batuk (70%) (Rahmawan, 2017).

Perawat berperan penting dalam perawatan anak dengan

masalah kesehatan bronchopneumonia, dengan pendekatan yang baik

dan memenuhi kebutuhan anak sesuai tahapan perkembangannya

maka kebutuhan anak dapat terpenuhi dengan tepat dan meminimalkan

dampak hospitalisasi pada anak. Oleh karena itu, peran perawat disini

bukan hanya saja sebagai pendidik yang memberikan edukasi baik


5

kepada orang tua maupun anak, perawat juga harusbisa memiliki sikap

yang ramah dan memberikan kasih sayang yang membuatanak

menjadi nyaman dan merasa aman. Pemberian stimulasi bermain

padaanak juga dapat membantu meminimalkan dampak hospitalisasi

pada anak.

Oleh karena itu mahasiswa tertarik untuk menulis asuhan

keperawatan pada Anak dengan diagnosa medis bronchopneumonia

Tujuan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui konsep dasar medis dan konsep asuhan

keperawatan pada Anak dengan diagnosa medis

bronchopneumonia.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui konsep dasar medis dari penyakit

bronchopneumonia yang meliputi :

1) Definisi

2) Etiologi

3) Patofisiologi

4) Manifestasi klinik

5) Komplikasi

6) Pemeriksaan diagnostic

7) Penatalaksanaan

b. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan dari penyakit

bronchopneumonia yang meliputi :


6

1) Pengkajian

2) Diagnosis

3) Rencana asuhan keperawatan

4) Pathway

C. Manfaat

1. Mahasiswa semakin terlatih dalam membuat asuhan keperawatan.

2. Menambah pengetahuan dan wawasan mahasiswa khususnya

tentang penyakit bronchopneumonia.

3. Dapat menambah referensi bagi pembaca tentang tentang konsep

penyakit dan asuhan keperawatan pada penyakit

bronchopneumonia.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Medis

1. Definisi

Bronchopneumonia adalah istilah medis yang digunakan

untuk menyatakan peradangan yang terjadi pada dinding bronkiolus

dan jaringan paru di sekitarnya Brokopeumonia dapat disebut

sebagai pneumonia lobularis karena peradangan yang terjadi pada

parenkim paru bersifat terlokalisir pada bronkiolus berserta alveolus

di sekitarnya (Barka, 2018).

Bronchopneumonia merupakan peradangan pada parenkim

paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, ataupun benda

asing yang ditandai dengan gejala panas yang tinggi, gelisah,

dispnea, napas cepat dan dangkal, muntah, diare,serta batuk kering

dan produktif (Agadhafi, 2018).

2. Etiologi

Penyebab terjadinya bronchopneumonia pada anak adalah

pneumokokus sedang penyebab lainnya antara lain: streptococcus

pneumoniae, stapilokokus aureus, haemophillus influenzae, jamur

(seperti candida albicans), dan virus. Pada bayi dan anak kecil

ditemukan staphylococcus aureus seperti penyebab yangberat,

serius dan sangat progresif dengan mortalitas tinggi (Septiani, 2018).

Penyebab tersering bronchopneumonia pada anak adalah

pneumokokus sedangkan penyebab lain:

7
8

a. Streptokokus pneumonia,

b. Stapilokokus aureus,

c. Haemophillus influenza,

d. Jamur (seperti candida albicans)

e. Virus

Secara umum bronchopneumonia diakibatkan penurunan

mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulen organisme

pathogen.Organ normal dan sehat mempunyai mekanisme

pertahanan tubuh terhadap organ pernapasan yang terdiri atas,

refleks glous dan batuk, adanya lapisan mucus, gerakan silia yang

menggerakan kuman keluar dari organ dan sekresi humoral

setempat (Septiani, 2018).

3. Patofisiologi

Kuman penyebab bronkopneumonia masuk ke dalam jaringan

paru-paru melalui saluran pernafasan atas ke bronkiolus, kemudian

kuman masuk ke dalam alveolus ke alveolus lainnya melalui poros

kohn, sehingga terjadi peradangan pada dinding bronkus atau

bronkiolus dan alveolus sekitarnya. Kemudian proses radang ini

selalu dimulai pada hilus paru yang menyebar secara progresif

keperifer sampai seluruh lobus. Menurut sylvia Anderson pearce

(1995) dalam Ridha (2014) proses peradangan ini dapat dibagi

menjadi dalam 4 tahap, antara lain :

a. Stadium kongesti (4-12 jam)


9

Lobus yang meradang tampak warna kemerahan,

membengkak, pada perabaan banyak mengandung cairan, pada

irisan keluar cairan kemerahan(eksudat masuk ke dalam alveoli

melalui pembuluh darah yangberdilatasi).

b. Stadium hepatisasi (48 jam berikutnya)

Lobus paru tampak lebih padat dan bergranuler karena sel

darah merah fibrinosa, lecocit polimorfomuklear.

c. Stadium hepatisasi kelabu ( 3-8 hari)

Paru-paru menjadi kelabu karena lekosit dan fibrinosa

terjadi konsolidasidi dalam alveolus yang terserang eksudat yang

ada pada pleura masih adabahkan dapat berubah menjadi pus.

d. Stadium resolusi (7-11 hari)

Eksudat mengalami lisis dan reabsorbsi oleh makrofag

sehingga jaringan kembali pada struktur semua(Agadhafi, 2018).

4. Manifestasi Klinik

Tanda dan gejala yang sering muncul pada pasien dengan

bronchopneumonia diantaranya sebagai berikut :

a. Kesulitan dan sakit pada saat pernafasan : Nyeri plueritik, nafas

dangkal dan mendengkur, takipnea

b. Bunyi nafas diatas area yang mengalami konsolidasi : mengecil

kemudian menjadi hilang, krekels, rochi, egofoni.

c. Gerakan dada tidak simetris

d. Menggigil dan demam 38.80C sampai 41.10 delirium

e. Diaphoresis
10

f. Anoreksia

g. Malaise

h. Batuk kental, produktif : sputum kuning kehijauan kemudian

berubah menjadi kemerahan atau berkarat

i. Gelisah

j. Sianosis : pada area sirkumoral, dasar kuku kebiruan

k. Masalah-masalah psikososial : disorientasi, ansietas, takut mati

(Jamil, 2018).

5. Komplikasi

Komplikasi yang biasa terjadi pada penderita

bronchopneumonia adalah sebagai berikut :

a. Obstruksi jalan nafas

b. Gagal nafas / pleura effusion

c. Empiema

d. Otitis media akut

e. Atelectasis

f. Emfisema

g. Meningitis (Mubarokah, 2017).

6. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan pada penderita

bronchopneumonia adalah sebagai berikut :

a. Sinar X : mengidentifikasi distribusi : dapat juga menyatakan

abses luas/infiltrate, empyema (stapilococcus); infiltrasi menyebar


11

atau terlokalisasi (bakterial); atau penyebaran/perluasan infiltrate

nodul (virus).

b. GDA : Tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru

yang terlibat dan penyakit paru yang ada

c. Pemeriksaan gram/kultur sputum dan daraj : diambil dengan

biopsy jarum, aspirasi trastrakeal, bronkoskopi fibarotik atau

biopsy pembukaan paru untuk mengatasi organisme penyebab.

d. JDL : Leukositosis biasanya ada, meski sel darah putih rendah

terjadi pada infeksi virus, kondisi tekanan imun memungkinkan

berkembangnya pneumonia bacterial.

e. Pemeriksaan serologi : Titer virus atau legonilla, agglutinin dingin

f. LED : meningkat

g. Pemeriksaan fungsi paru : Volume mungkin menurun (kongesti

dan kolaps alveolar); tekanan jalan nafas mungkin meningkat dan

komplian menurun, hipoksemi

h. Elektolit : Natrium dan klorida mungkin rendah

i. Bilirubin : Mungkin meningkat

j. Aspirasai perkutan/biopsi jaringan paru terbuka : Menyatakan

intranuklear tipikal dan keterlibatan sitoplasmik (CMV)(Jamil,

2018).

7. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang dapat diberikan pada anak dengan

bronchopneumonia adalah sebagai berikut :


12

a. Pemberian obat antibiotik penisilin 50.000 U/kg BB/hari, ditambah

dengan kloramfenikol 50-70 mg/kg BB/hari atau diberikan

antibiotik yang mempunyai spektrum luar seperti ampisilin.

Pengobatan ini diteruskan sampai bebas demam 4-5 hari.

b. Koreksi gangguan asam basa denga pemberian oksigen dan ciran

intravena, biasanya diperlukan campuran glukose 5% dan Nacl

0,9% dalam perbandingan 3:1 ditambah larutan Kcl 10

mEq/500ml/botol infus.

c. Sebagian pasien jatuh ke dalam asidosis metabolik akibat kurang

makan dan hipoksia, maka dapat diberikan koreksi sesuai dengan

hasil analisis gas darah arteri.

d. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan

salin normal dan beta agonis untuk memperbaiki transport

mukosilier seperti pmberian terapi nebulizer dengan flexotid dan

ventolin. Selain bertujuan mempermudah mengeluarkan dahak

juga dapat meningkatkan lebar lumn bronkus

e. Menjaga kelancaran pernapasan

f. Kebutuhan istirahat pasien. Pasien ini sering hiperpireksia maka

pasien perlu cukup istirahat, semua kebutuhan pasien harus

ditolong ditempat tidur.

g. Kebutuhan nutrisi dan cairan. Pasien dengan bronkopneumonia

hampir selalu mengalami masukan makanan yang kurang. Suhu

tubuh yang tinggi selama beberapa hari dan masukan cairan yang

kurang dapat menyebabkan dehidrasi, untuk mencegah dehidrasi


13

dan kekurangan kalori di pasang infuse dengan cairan glukosa 5%

dan NaCl 0,9%.

h. Mengontrol suhu tubuh

i. Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resisten.Akan

tetapi karena hal itu perlu waktu dan pasien perlu terapi

secepatnya maka biasanya diberikan penisilin ditambah dengan

cloramfenikol dan diberikan antibiotic yang mempunyai spectrum

luas seperti ampisilin (Septiani, 2018).

B. Konsep asuhan keperawatan

1. Pengkajian

a. Identitas

1) Pasien

a) Nama pasien

b) Umur

c) Jenis kelamin

d) Pendidikan

e) Pekerjaan

f) Status perkawinan

g) Agama

h) Suku

i) Alamat

2) Penanggung

a) Nama penanggung

b) Hubungan dengan pasien


14

c) Pekerjaan

d) Alamat

b. Riwayat Kesehatan Keluarga

Ada atau tidak anggota keluarga pasien yang menderita

penyakit seperti pasien.

c. Status kesehatan

1) Status kesehatan saat ini

2) Status kesehatan masa lalu

3) Riwayat penyakit keluarga

4) Diagnosa medis dan terapi

d. Pola Fungsi kesehatan

1) Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan

2) Nutrisi/metabolic

3) Pola eliminasi

4) Pola aktivitas dan latihan

5) Oksigenasi

6) Pola tidur dan istirahat

7) Pola kognitif-perseptual

8) Pola persepsi diri/konsep diri

9) Pola seksual dan reproduksi

10) Pola peran-hubungan

11) Pola manajememn koping stress

12) Pola keyakinan


15

e. Pemeriksaan fisik

1) Keadaan umum

Tingkat kesadaran GCS

2) Tanda-tanda vital

3) Keadaan fisik

a) Kepala dan leher

b) Dada

c) Payudara dan ketiak

d) Abdomen

e) Genitalia

f) Integument

g) Ekstremitas

h) Pemeriksaan neurologist

2. Diagnosis keperawatan

Diagosa keperawatan yang sering muncul pada penyakit

bronchopneumonia adalah sebagai berikut :

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif

b. Gangguan pertukaran gas

c. Defisit nutrisi

d. Hipertermia

e. Intoleransi aktivitas

f. Resiko ketidakseimbangan cairan


16

3. Rencana asuhan keperawatan

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif

Bersihan jalan nafas tidak efektif ditandai dengan ekspektasi

meningkat dengan kriteria hasil :

 Batuk efektif meningkat (5)

 Frekuensi nafas membaik (5)

 Pola nafas membaik (5)

Observasi

1) Monitor pola nafas

2) Monitor bunyi nafas tambahan

3) Monitor sputum (jumlah warna aroma)

Terapeutik

1) Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan head tilt dan chin

lift

2) Posisikan semifowler atau fowler

3) Berikan minum hangat

4) Lakukan fisioterapi dada jika perlu

5) Berikan oksigen jika perlu

Edukasi

1) Ajarkan tehnik batuk efektif

Kolaborasi

1) Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik jika

perlu
17

b. Gangguan pertukaran gas

Gangguan pertukaran gas ditandai dengan ekspektasi meningkat

dengan kriteria hasil :

 Dyspnea menurun(5)

 Gelisah menurun (5)

 Nafas cuping hidung menurun (5)

 Pola nafas membaik (5)

Observasi

1) Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya nafas

2) Monitor pola nafas seperti bradipnea, takipnea.

3) Monitor kemampuan batuk efektif.

4) Monitor adanya sumbatan jalan nafas

5) Auskultasi bunyi nafas

Terapeutik

1) Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien

2) Dokumentasi hasil pemantauan

Edukasi

1) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan

c. Defisit nutrisi

Defisit nutrisi ditandai dengan ekspektasi membaik dengan kriteria

hasil yaitu :

 Porsi makanan yang dihabiskan meningkat (5)


18

 Pengetahuan tentang pilihan makanan yang tepat meningkat

(5)

 Nyeri abdomen menurun (5)

 Nafsu makan membaik (5)

 Frekuensi makan membaik (5)

Observasi

1) Identifikasi status nutrisi

2) Identifikasi alergi dan intoleransi makanan

3) Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient

4) Monitor asupan makanan

Terapeutik

1) Fasilitasi menentukan pedoman diet

2) Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai

3) Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein

4) Berikan suplemen makanan

Edukasi

1) Anjurkan posisi duduk jika mampu

2) Ajarkan diet yang diprogramkan

Kolaborasi

1) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan

2) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan

jenis nutrien yang dibutuhkan


19

d. Hipertermia

Hipertermia ditandai dengan ekspektasi membaik dengan kriteria

hasil yaitu :

 Suhu tubuh membaik (5)

 Pucat menurun (5)

 Menggigil (5)

Observasi

1) Identifikasi penyebab hipertermia misalnya dehidrasi

2) Monitor suhu tubuh

3) Monitor kadar elektrolit

4) Monitor haluaran urine

5) Monitor komplikasi akibat hipertermi

Terapeutik

1) Sediakan suhu lingkungan yang dingin

2) Longgarkan atau lepaskan pakaian

3) Bahasi dan kipasi permukaan tubuh

4) Berikan cairan oral

5) Hindari pemberian antipiretik atau aspirin

Edukasi

1) Ajurkan tirah baring

Kolaborasi

1) Kolaborasi pemberian cairan eletrolit dan intravena


20

e. Intoleransi aktivitas

Intoleransi aktifitas ditandai dengan ekspektasi meningkat dengan

kriteria hasil yaitu :

 Saturasi oksigen meningkat (5)

 Kemudahan dalam melakukan aktifitas sehari-hari meningkat

(5)

 Kekuatan tubuh bagian bawah meningkat (5)

 Warna kulit membaik (5)

Observasi

1) Identifikasi deficit tingkat aktifitas

2) Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam aktifitas tertentu

3) Identifikasi sumber daya untuk aktifitas yang diinginkan

4) Identifikasi strategi meningkatkan partisipasi dalam aktifitas

Terapeutik

1) Fasilitasi focus pada kemampuan, bukan deficit yang dialami

2) Koordinasikan pemilihan aktifitas sesuai usia

3) Fasilitasi aktifitas fisik rutin (misal ambulasi, mobilisasi dan

perawatan diri)

4) Libatkan keluarga dalam aktifitas

Edukasi

1) Jelaskan metode aktifitas fisik sehari-hari jika perlu

2) Ajarkan cara melakukan aktifitas yang dipilih

3) Anjurkan terlibat dalam aktifitas kelompok atau terapi


21

Kolaborasi

1) Kolaborasi dengan terapi ocupasi dalam merencanakan dan

memonitor program aktifitas

f. Resiko ketidakseimbangan cairan

Resiko ketidakseimbangan cairan ditandai dengan ekspektasi

meningkat dengan kriteria hasil yaitu :

 Asupan makanan meningkat (5)

 Kelembapan membrane mukosa meningkat

 Asites menurun

 Turgor kulit membaik

 Berat badan membaik

Observasi

1) Monitor status hidrasi (mis, frekuensi nadi, kekuatan nadi, akral,

pengisian kapiler, kelembapan mukosa, turgor kulit, tekanan

darah)

2) Monitor berat badan harian

3) Monitor berat badan sebelum dan sesudah dialysis

4) Monitor hasil pemeriksaan laboratorium (mis, hematocrit, Na, K,

Cl, berat jenis urine, BUN)

5) Monitor status hemodinamik (mis, MAP, CVP, PAP, PCWP jika

tersedia)

Terapeutik

1) Catat intake-output dan hitung balans cairan 24 jam

2) Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan


22

3) Berikan cairan intravena, jika perlu

Kolaborasi

Kolaborasi pemberian diuretic, jika perlu


23

4. Pathway

Penyebab (Virus, Bakteri, Jamur)

Infeksi Saluran Pernafasan Atas

Kuman Berlebih Kuman Terbawa Infeksi


di Bronkus Ke Saluran Cerna Saluran Pernafasan Bawah

Proses Infeksi Saluran Dilatasi


Peradangan Cerna Pembuluh Peradangan
Darah

Akumulasi Sekret Peningkatan Flora


di Bronkus Normal di Usus Eksudat Peningkatan
Masuk Suhu Tubuh
Alveoli

Mobilisasi Mukus Peristaltik Gangguan Hipertermia


Yang di Usus Difusi Gas
Kurang Bronkus Meningkat

Batuk Bau Malabsorpsi Analisis Gas Hipoksia


Tidak Mulut Darah <
Efektif Tidak
Sedap
Diare
Gangguan Fatique
Bersihan Pertukaran
Jalan Anoreksia
Gas
Nafas
Tidak
Efektif Intake Resiko Intoleransi
Menuru Ketidakseimbangan Aktivitas
n cairan

Berat Badan Menurun

Defisit Nutrisi

Gambar 2.1 Pathway


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Bronchopneumonia adalah peradangan pada parenkim paru

yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, ataupun benda asing yang

ditandai dengan gejala panas yang tinggi, gelisah, dipsnea,nafas cepat

dan dangkal, muntah, diare,serta batuk kering dan produktif.

Bronkopneumonia dimulai pada bronkeolus terminal, yang tersumbat

dengan eksudat mukopurulen yang membentuk bidang yang

terkonsolidasi pada lobus-lobus didekatnya.

B. Saran

1. Pasien dan keluarga

Demi kesembuhan pasien, penulis mengharapkan keluarga

selalu mengawasi dan memantau pasien untuk menghindari faktor-

faktor pencetus yang dapat menyebabkan penyakit

bronchopneumonia pada pasien dan keluarga.

2. Penulis

Asuhan keperawatan ini dibuat agar mahasiswa mampu

memahami konsep-konsep serta dasar-dasar pembuatan askep

sesuai dengan kasus yang diambil.

24
25

3. Pembaca

Disarankan untuk memahami hal-hal yang berkaitan dengan

bronchopneumonia sehingga dapat dilakukan upaya-upaya yang

bermanfaat untuk mencegah maupun menangani penyakit ini.


REFERENSI

Agadhafi, A. (2018). Asuhan Keperawatan Bronkopneumonia Pada An. A


Dan An. I Dengan Masalah Keperawatan Ketidakefektifan Bersihan
Jalan Napas Di Ruang Bougenville Rsud Dr. Haryoto Lumajang
Tahun 2018.

Arufina, M. W. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Anak Dengan


Bronkopneumonia Dengan Fokus Ketidakefektifan Bersihan Jalan
Nafas di RSUD Kabupaten Magelang.

Aslinda, A. (2019). Penerapan askep pada pasien an. R dengan


bronchopneumonia dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi.
Journal of Health, Education and Literacy, 2(1), 35–40.

Barka, D. A. (2018). Asuhan Keperawatan Bronkopneumonia pada An. Z


Dan An. S dengan Masalah Keperawatan Ketidakefektifan Bersihan
Jalan Napas di Ruang Bougenville RSUD Dr. Haryoto Lumajang
Tahun 2018.

Jamil, N. A. (2018). Asuhan Keperawatan Bronkopneumonia Pada An. G


Dan An. N Dengan Masalah Keperawatan Ketidakefektifan
Bersihan Jalan Nafas Di Ruang Bougenville RSUD dr. Haryoto
Lumajang 2018.

Maharani Rose, A. (2018). Asuhan Keperawatan Bronkopneumonia Pada


An. S Dan An. D Dengan Masalah Keperawatan Bersihan Jalan
Nafas Tidak Efektif Di Ruang Bougenville RSUD Dr. Haryoto
Lumajang Tahun 2018.

Mubarokah, N. (2017). Asuhan Keperawatan Klien Bronkopneumonia


Dengan Masalah Ketidakefektifan Bersihan Jalan Napas (Studi
Kasus di Rumah Sakit Umum Daerah Jombang).

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia/Definisi dan


Indikator Diagnostik (1st ed.). Jakarta Selatan.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia/Definisi dan


Tindakan Keperawatan (1st ed.). Jakarta Selatan: Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia/Definisi dan Kriteria


Hasil Keperawatan (1st ed.). Jakarta Selatan: Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

26
27

Rahmawan, Y. (2017). Analisis Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan


Masalah Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif Pada Kasus
Bronchopneumonia DI Ruang Aster RSUD. Prof. DR. Margono
Soekarjo Purwokerto.

Septiani, F. T. (2018). Asuhan Keperawatan Anak Bronkopneumonia pada


An. D dan An. J dengan Masalah Keperawatan Ketidakefektifan
Bersihan Jalan Nafas di Ruang Bougenville RSUD dr. Haryoto
Lumajang Tahun 2018.

Septiani, F. T. (2018). Asuhan Keperawatan Anak Bronkopneumonia pada


An. D dan An. J dengan Masalah Keperawatan Ketidakefektifan
Bersihan Jalan Nafas di Ruang Bougenville RSUD dr. Haryoto
Lumajang Tahun 2018.

Anda mungkin juga menyukai