DI
PT INDONESIA POWER UNIT PEMBANGKITAN SURALAYA
04 Juli – 28 Juli 2017
Disusun Oleh :
RAHMAT DWIJAYANTO
20140130107
iv
BALASAN SURAT PERMOHONAN KERJA PRAKTIK
v
SURAT PERINTAH KERJA PRAKTIK
vi
LEMBAR PENILAIAN DARI PERUSAHAAN
vii
KATA PENGANTAR
viii
8. Bapak Togap Mangatas selaku Sp Pompa & Kompresor di PT Indonesia
Power UP Suralaya yang telah membimbing dan mengarahkan selama
kerja praktik.
9. Bapak Haerul Barkah selaku Tek. Senior Turbin, Pompa dan Kompresor
di PT Indonesia Power UP Suralaya yang telah membimbing dan
mengarahkan selama kerja praktik.
10. Mas Fatoni, Mas Eka, Mas Akbar, Mas Tobibi, Mas Daniel, Mas Andri,
Mas Bara, Mas Sandro, Mas Arifin dan Bapak Budi selaku pembimbing
lapangan bagian Turbin 1-4 di PT Indonesia Power UP Suralaya yang
telah membimbing dan mengarahkan selama kerja praktik.
11. Mas Priaji dan Mas Yoga selaku operator control room unit 4 di PT
Indonesia Power UP Suralaya yang telah membimbing dan membantu
dalam pengambilan data selama kerja praktik.
12. Kepada pihak-pihak yang belum tercantum di atas penulis mengucapkan
terimakasih.
Rahmat Dwijayanto
20140130107
ix
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 2
1.3 Batasan Masalah .................................................................................. 2
1.4 Tujuan Penulisan .................................................................................. 3
1.5 Manfaat Penulisan ................................................................................ 3
1.6 Waktu dan Lokasi Pelaksanaan ........................................................... 3
1.7 Metode Pengambilan Data ................................................................... 3
1.8 Sistematika Penulisan .......................................................................... 4
x
BAB III. DASAR TEORI
3.1 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) ............................................. 13
3.1.1 Gambaran Umum PLTU .............................................................. 13
3.1.2 Komponen Utama PLTU ............................................................. 14
3.1.3 Proses Produksi Energi Listrik ..................................................... 16
3.2 Perpindahan Kalor ............................................................................... 18
3.2.1 Definisi Perpindahan Kalor .......................................................... 18
3.2.2 Perpindahan Panas Konduksi ....................................................... 19
3.2.3 Perpindahan Panas Konveksi ....................................................... 19
3.2.4 Perpindahan Panas Radiasi ........................................................... 20
3.2.5 Heat Transfer Coefficient ............................................................. 21
3.3 Feedwater Heater (High Pressure Heater) ......................................... 22
3.3.1 Definisi Feedwater Heater ........................................................... 22
3.3.2 Klasifikasi Feedwater Heater ...................................................... 23
3.3.3 Jenis-jenis Feedwater Heater ....................................................... 27
3.3.3.1 Fixed Tube Sheet Heat Exchanger ......................................... 29
3.3.3.2 U-Tube Heat Exchanger ........................................................ 31
3.3.3.3 Floating Heat Exchanger ...................................................... 31
3.3.4 Bagian-bagian High Pressure Heater .......................................... 32
3.3.5 Desain High Pressure Heater ...................................................... 33
3.4 Siklus Uap dan Air ............................................................................... 35
3.5 Metode LMTD Alat Penukar Kalor ...................................................... 38
3.6 Pemeliharaan (Maintenance) ................................................................ 39
3.6.1 Pengertian Pemeliharaan .............................................................. 39
3.6.2 Tujuan Pemeliharaan .................................................................... 39
3.6.3 Jenis-jenis Pemeliharaan .............................................................. 40
3.6.3.1 Preventive Maintenance ....................................................... 40
3.6.3.2 Predictive Maintenance ......................................................... 40
3.6.3.3 Corrective Maintenance ........................................................ 40
xi
BAB IV. PEMBAHASAN
4.1 Data Saat Beroperasi ............................................................................ 41
4.2 Perhitungan Data .................................................................................. 42
4.2.1 Perhitungan Heat Transfer Rate ................................................... 42
4.2.2 Perhitungan Beda Temperatur Rata-rata Logaritmik ................... 44
4.3 Analisis dan Pembahasan ..................................................................... 45
4.4 Pemeliharaan pada High Pressure Heater ........................................... 49
4.4.1 Periodical Check .......................................................................... 49
4.4.2 Pemeliharaan Selama Unit Tidak Dioperasikan ........................... 50
4.4.3 Corrective Maintenance ................................................................ 50
BAB V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan .......................................................................................... 51
5.2 Saran .................................................................................................... 51
xii
BAB I
PENDAHULUAN
1
pada water chamber, drain line dan sebagainya. Masalah tersebut mungkin saja
terjadi karena kegagalan dari proses operasi, adanya tube yang bocor ataupun
kotoran yang menempel di dalam tube maupun shell pada HP heater tersebut.
Oleh karena itu, untuk mengetahui performa pada HP heater tersebut
apakah masih beroperasi pada kondisi baik perlu dilakukan pemeriksaan dengan
metode secara matematis. Metode yang dimaksud adalah analisis performa HP
heater dengan metode penyerapan kalor pada feedwater, heat transfer rate, dan
logarithmic mean temperature difference (LMTD). Dengan dilaksanakannya
perhitungan ini, akan didapatkan hasil analisis apakah ada terjadinya penurunan
performa. Apabila ada penurunan performa, maka bisa segera dilakukan perbaikan
guna mempertahankan performa pada HP heater sehingga dapat beroperasi
dengan baik.
2
1.4 Tujuan Penulisan
Dari latar belakang permasalahan yang dijelaskan, maka dapat ditentukan
bahwa tujuan dari laporan ini meliputi :
1. Mengetahui gambaran umum pada sistem pembangkit di PT Indonesia
Power UP Suralaya.
2. Mengetahui apakah kinerja dari high pressure heater 6 unit 4 masih
layak untuk beroperasi.
3. Melakukan analisis perbandingan performansi high pressure heater 6 unit
4 dengan data secara aktual.
4. Mengkaji laju perpindahan panas pada high pressure heater 6 unit 4.
5. Mengetahui proses pemeliharaan high pressure heater 6 unit 4.
3
2. Metode Informasi (Wawancara)
Yakni metode pengumpulan dara dengan cara bertanya hal-hal yang
berkaitan dengan topik pembahasan.
3. Metode Studi Literatur
Yakni metode pengumpulan data dengan membaca serta mempelajari
literatur yang berhubungan dengan topik pembahasan.
4. Metode Browsing
Yakni metode pengumpulan data dengan cara melakukan pencarian data
yang dibutuhkan di internet.
4
BAB II
PROFIL PERUSAHAAN
5
tersebut, maka dapat dipandang berdasarkan sejarahnya pada dasarnya usia PT
Indonesia Power dengan keberadaan listrik di Indonesia.
Pembangkit-pembangkit yang dimiliki oleh Indonesia Power Unit
Pembangkit diantaranya : Suralaya 3400 MW, Priok 1444,08 MW, Saguling
797,36 MW, Kamojang 360 MW, Semarang 1414,16 MW, Mrica 306,44 MW,
Perak dan Grati 864,08 MW, dan Bali 335,07 MW.
Dengan total daya yang terpasang sebesar 8921,19 MW, PT Indonesia
Power menjadi pemasok listrik terbesar di Indonesia dan terbesar ketiga di dunia.
Beroperasinya PT Indonesia Power UP Suralaya diharapkan akan menambah
kapasitas dan keandalan energi listrik di pulau Jawa-Bali yang terhubung dalam
sistem interkoneksi se-Jawa dan Bali, dan juga untuk mensukseskan program
pemerintah dalam rangka untuk penganekaragaman sumber energi untuk
pembangkit tenaga listrik sehingga lebih menghemat bahan bakar minyak, juga
meningkatkan produksi dalam negeri. Proses pembangunan PT Indonesia Power
UP Suralaya melalui tiga tahap, yaitu :
Tahap I : Pembangunan dua unit PLTU yaitu Unit 1 dan Unit 2 yang
masing-masing berkapasitas 400 MW. Dimana pembangunannya dimulai pada
bulan Mei 1980 sampai dengan Juni 1985 dan telah beroperasi sejak 4 April 1985
untuk Unit 1 dan 26 Maret 1986 untuk Unit 2.
Tahap II : Pembangunan dua unit PLTU yaitu Unit 3 dan Unit 4 yang
masing-masing berkapasitas 400 MW. Dimana pembangunannya dimulai pada
bulan Juni 1985 dan berakhir pada bulan Desember 1989 dan telah beroperasi
sejak 6 Februari 1989 untuk Unit 3 dan 6 November 1989 untuk Unit 4.
Tahap III : Pembangunan tiga PLTU yaitu Unit 5, 6, dan 7 yang masing-
masing 600 MW. Pembangunannya dimulai sejak bulan Januari 1993 dan telah
beroperasi pada 25 Juni 1996 untuk Unit 5, pada 11 September 1997 untuk Unit 6
dan 19 Desember 1997 untuk Unit 7.
6
Kapasitas terpasang PT Indonesia Power UP Suralaya 3400 MW :
1. Unit 1-4 = 4 x 400 MW = 1600 MW
2. Unit 5-7 = 3 x 600 MW = 1800 MW
+
Total = 3400 MW
7
2. Makna Berdasarkan Warna
a. Merah
Diaplikasikan pada kata INDONESIA menunjukkan identitas yang kuat
dan kokoh sebagai pemilik sumber daya untuk memproduksi tenaga listrik,
guna memanfaatkan di Indonesia dan luar negeri.
b. Biru
Diaplikasikan pada kata POWER. Pada dasarnya warna biru
menggambarkan sifat pintar dan bijaksana, dengan aplikasi kata POWER,
maka warna ini menunjukkan produk tenaga listrik yang dihasilkan
perusahaan memiliki ciri-ciri berteknologi tinggi, efisien, aman dan ramah
lingkungan.
8
4) Mengembangkan kebudayaan perusahaan yang sehat, yaitu saling
menghargai antar karyawan dan mitra serta mendorong terus
kekokohan integritas pribadi dan profesionalisme.
5) Menciptakan mekanisme peningkatan efisiensi yang terus menerus
dalam penggunaan sumber daya perusahaan.
e. Paradigma Perusahaan
“Hari ini lebih baik dari kemarin, hari esok lebih baik dari hari ini”.
9
g. Menimbang data monitoring beban listrik di Indonesia, bahwa kebutuhan
akan tenaga listrik di Pulau Jawa merupakan yang terbesar. Maka, tepat
apabila dibangun pembangkit yang besar di Pulau Jawa.
10
c. Paradigma adalah suatu kerangka berpikir yang melandasi cara
seseorang menilai sesuatu.
Budaya perusahaan diarahkan untuk membentuk sikap dan perilaku
yang didasarkan pada 5 filosofi dasar dan lebih lanjut, filosofi dasar ini
diwujudkan dalam tujuh nilai perusahaan PT Indonesia Power (IP-
HaPPPI).
11
c. Harmoni
Serasi, selaras, seimbang dalam pengembangan kualitas pribadi. Hubungan
dengan stakeholder (pihak terkait) dan hubungan dengan lingkungan
hidup.
d. Pelayanan Prima
Memberikan pelayanan yang memenuhi kepuasan melebihi harapan
stakeholder.
e. Peduli
Peka tanggap dan bertindak untuk melayani stakeholder serta memelihara
lingkungan sekitar.
f. Pembelajar
Terus menerus meningkatkan pengetahuan dan keterampilan serta kualitas
diri yang mencakup fisik, mental, sosial, agama dan kemudian berbagi
dengan orang lain.
g. Inovatif
Terus menerus dan berkesinambungan menghasilkan gagasan baru dalam
usaha melakukan pembaharuan untuk menyempurnakan baik proses
maupun produk dengan tujuan peningkatan kerja.
12
BAB III
DASAR TEORI
13
2. Kedua, energi yang terkandung dalam uap superheat (entalphi) diubah
menjadi energi mekanik dalam bentuk putaran turbin melalui profil blade
turbin.
3. Ketiga, energi mekanik yang dihasilkan oleh poros turbin diteruskan ke poros
generator yang dihubungkan melalui kopling rigid. Energi mekanik pada
poros generator kemudian diubah menjadi energi listrik.
Gambar 3.1 Proses Konversi Energi Pada PLTU (Sumber: Manual Book)
14
b. Turbin
Turbin merupakan komponen yang memanfaatkan energi potensial pada
uap menjadi energi mekanik dalam bentuk putaran rotor turbin. Uap yang masuk
ke turbin melalui pemancar dan sudu turbin, membangkitkan energi kinetik
kecepatan uap dan dimanfaatkan menjadi energi putaran pada sudu rotor turbin.
Uap keluar sudu akhir turbin didinginkan pada kondensor sehingga mengembun
kemudian dialirkan kembali menuju ke boiler.
c. Generator
Generator merupakan alat yang berperan untuk mengubah energi mekanik
(putaran poros turbin) menjadi energi listrik pada lilitan stator dengan alat
penguat medan. Pada lilitan rotor dan stator dari generator, akan timbul energi
panas yang disalurkan keluar dengan pendinginan. Pendinginan dapat dilakukan
dengan udara, gas hidrogen, dan air.
d. Alat Bantu
Alat bantu berfungsi sebagai peralatan untuk menjaga agar siklus air dan
uap dapat terjadi secara setimbang dengan efisiensi yang optimal. Alat bantu
terdiri dari beberapa macam peralatan, diantaranya pompa, pemanas awal air,
sistem pelumasan, sistem pendinginan, kompresor udara kontrol, kompresor udara
servis, sistem hidrogen, minyak perapat, dan sebagainya.
e. Peralatan Penyaluran Listrik
Listrik yang dibangkitkan pada lilitan stator generator, disalurkan melalui
trafo tenaga, alat hubung bagi, saluran udara tegangan tinggi, gardu induk, saluran
tegangan menengah, gardu hubung, saluran tegangan rendah, dan menuju ke
konsumen. Dalam hal khusus, ada konsumen yang mengambil tegangan
menengah bahkan tegangan tinggi.
f. Peralatan Batubara (Bahan Bakar)
Bila PLTU menggunakan batubara sebagai sumber energi (bahan bakar)
maka diperoleh peralatan khusus yang mengangkut, menimbun, menghancurkan
bongkahan batubara, mencampur, dan sebagainya. Peralatan ini secara umum
disebut dengan coal handling.
15
3.1.3 Proses Produksi Energi Listrik
Skema proses produksi energi listrik PT Indonesia Power UP Suralaya
ditunjukkan pada Gambar 3.2 berikut:
16
PLTU Suralaya telah direncanakan dan dibangun untuk menggunakan
batubara sebagai bahan bakar utamanya. Sedangkan sebagai bahan bakar
cadangan menggunakan bahan bakar residu, main fuel oil (MFO) dan juga
menggunakan solar, high speed diesel (HSD) sebagai bahan bakar ignitor atau
pemantik pada penyalaan awal dengan bantuan udara panas bertekanan. Batubara
diperoleh dari tambang Bukit Asam, Sumatera Selatan dari jenis subbituminous
dengan nilai kalor 5000-5500 kkal/kg. Transportasi batubara dari mulut tambang
Tanjung Enim ke pelabuhan Tarahan dilakukan dengan kereta api. Selanjutnya
dibawa dengan kapal laut ke Jetty Suralaya.
Batubara yang dibongkar dari kapal di coal Jetty dengan menggunakan
ship unloader atau dengan peralatan pembongkaran kapal itu sendiri, dipindahkan
ke hopper dan selanjutnya diangkut dengan conveyor menuju penyimpanan
sementara (temporary stock) dengan melalui telescopic chute (2) atau dengan
menggunakan stacker/reclaimer (1) atau langsung batubara tersebut ditransfer
malalui junction house (3) ke scrapper conveyor (4) lalu ke coal bunker (5),
seterusnya ke coal feeder (6) yang berfungsi mengatur jumlah aliran ke pulverizer
(7) dimana batubara digiling dengan ukuran yang sesuai kebutuhan menjadi
serbuk yang halus.
Serbuk batubara ini dicampur dengan udara panas dari primary air fan (8)
dan dibawa ke coal burner (9) yang menyemburkan batubara tersebut ke dalam
ruang bakar untuk proses pembakaran dan terbakar seperti gas untuk mengubah
air menjadi uap. Udara pembakaran yang digunakan pada ruangan bakar dipasok
dari forced draft fan (FDF) (10) yang mengalirkan udara pembakaran melalui air
heater (11). Hasil proses pembakaran yang terjadi menghasilkan limbah berupa
abu dalam perbandingan 14:1. Abu yang jatuh ke bagian bawah boiler secara
periodik dikeluarkan dan dikirim ke ash valley. Gas hasil pembakaran dihisap
keluar dari boiler oleh induce draft fan (IDF) (12) dilewatkan melalui electric
precipitator (13) yang menyerap 99,5% abu terbang dan debu dengan sistem
elektroda, lalu dihembuskan ke udara melalui cerobong atau stack (14). Abu dan
debu kemudian dikumpulkan dan diambil dengan alat pneumatic gravity conveyor
yang digunakan sebagai material pembuat semen dan bahan bangunan.
17
Panas yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar, diserap oleh pipa
pipa penguap (water walls) menjadi uap jenuh atau uap basah yang kemudian
dipanaskan di super heater (15) yang menghasilkan uap kering. Kemudian uap
tersebut dialirkan ke Turbin tekanan tinggi high pressure turbine (16), (30)
dimana uap tersebut diekspansikan melalui nozzle ke sudu-sudu turbin. Tenaga
dari uap mendorong sudu-sudu turbin dan membuat turbin berputar. Setelah
melalui HP turbine, uap dikembalikan kedalam boiler untuk dipanaskan ulang di
reheater (17) guna menambah kualitas panas uap sebelum uap tersebut digunakan
kembali di intermediate pressure (IP) turbine (18) dan low pressure (LP) turbine
(19).
Sementara itu, uap bekas dikembalikan menjadi air di condenser (23)
dengan pendinginan air laut (26) yang dipasok oleh circulating water pump (32).
Air kondensasi akan digunakan kembali sebagai air pengisi boiler. Air
dipompakan dari kondenser dengan menggunakan condensate extraction pump
(24), pada awalnya dipanaskan melalui low pressure heater (25), dinaikkan ke
deaerator (27) untuk menghilangkan gas-gas yang terkandung didalam air. Air
tersebut kemudian dipompakan oleh boiler feed pump (28) melalui high pressure
heater (29), dimana air tersebut dipanaskan lebih lanjut sebelum masuk kedalam
boiler pada economizer (30), kemudian air masuk ke steam drum (31). Siklus air
dan uap ini berulang secara terus menerus selama unit beroperasi.
Poros turbin dikopel dengan rotor generator (20), maka kedua poros
memiliki jumlah putaran yang sama. Ketika telah mencapai putaran nominal 3000
rpm, pada rotor generator dibuatlah magnetasi dengan brushless exitation system
dengan demikian stator generator (21) akan membangkitkan tenaga listrik dengan
tegangan 23 kV. Listrik yang dihasilkan kemudian disalurkan ke generator
transformer (22) untuk dinaikan tegangannya menjadi 500 kV. Sebagian besar
listrik tersebut disalurkan kesistem jaringan terpadu (interkoneksi) se Jawa-Bali
melalui saluran udara tegangan ekstra tinggi 500 kV dan sebagian lainnya
disalurkan ke gardu induk Cilegon dan daerah Industri Bojonegara melalui saluran
udara tegangan tinggi 150 kV. (Faisal & Kristianto, 2008).
18
3.2 Perpindahan Kalor
3.2.1 Definisi Perpindahan Kalor
Perpindahan kalor (panas) dari suatu zat ke zat lain seringkali terjadi di
kehidupan sehari-hari baik penyerapan atau pelepasan kalor, untuk mencapai dan
mempertahankan keadaan yang dibutuhkan sewaktu proses berlangsung. Kalor
adalah salah satu bentuk energi.
Hukum kekekalan energi menyatakan bahwa energi tidak dapat
dimusnahkan, contohnya hukum kekekalan massa dan momentum, ini artinya
kalor tidak hilang. Energi hanya akan berubah bentuk/fasa dari yang pertama ke
bentuk yang ke dua. (Widiatmoko, 2013)
Kalor dapat berpindah dengan tiga macam cara, yakni :
1. Hantaran, biasanya disebut konduksi.
2. Aliran, biasanya disebut konveksi.
3. Pancaran, biasanya disebut radiasi.
19
3.2.3 Perpindahan Panas Konveksi
Jika benda bersuhu tinggi berada pada lingkungan fluida yang bersuhu
rendah, maka akan terjadi proses pemindahan panas secara konveksi (merambat)
dari benda ke lingkungan. Hal ini terjadi karena gerakan partikel-partikel fluida.
Perpindahan panas konveksi dapat diklasifikasikan dua macam :
1. Konveksi bebas
Terjadi karena perbedaan kecepatan yang disebabkan gradient suhu.
2. Konveksi paksa
Gerakan pencampuran karena adanya gerakan mekanis.
Dengan,
h = Koefisien perpindahan panas konveksi (W/m2.ºC)
A = Luas penampang (m2)
Ts = Temperatur permukaan (ºC)
Tf = Temperatur lingkungan (ºC)
20
3.2.5 Heat Transfer Coefficient (HTC)
Heat transfer coefficient (HTC) merupakan koefisien dari perpindahan
kalor. Nilai koefisien ini terdapat di buku manual dari high pressure heater,
namun besarnya koefisien perpindahan kalor aktual dipengaruhi oleh banyak
faktor teknis meliputi kotoran yang menempel, permukaan yang mengalami
korosi, dan lain sebagainya. Untuk menentukan HTC, terlebih dahulu perlu dicari
besarnya kalor yang dipindahkan. (Widiatmoko, 2013)
Kalor yang dipindahkan oleh high pressure heater adalah besarnya kalor
dipindahkan dari steam extraction. yang memiliki suhu tinggi ke feedwater
melalui dinding tube dalam heat exchanger tiap satuan waktu. Karena pada
perpindahan kalor yang terjadi terdapat perubahan fase dan berlaku hukum
konservasi energi, maka :
ṁhot . (hhot in – hhot out) = ṁcold . (hcold out – hcold in) . . . (4)
Keterangan :
Q = Kalor yang dipindahkan (kJ/s)
ṁhot = Laju aliran massa uap ekstraksi (kg/s)
ṁcold = Laju aliran massa air umpan (kg/s)
hhot in = Entalpi masuk uap ekstraksi (kJ/kg)
hhot out = Entalpi keluar drain uap ekstraksi (kJ/kg)
hcold in = Entalpi masuk air umpan (kJ/kg)
hcold out = Entalpi keluar air umpan (kJ/kg)
Nilai aktual dari heat transfer coefficient dapat ditentukan oleh persamaan :
Q
U . . . (7)
A ( F LMTD)
21
Keterangan :
U = Heat transfer coefficient pada desain (kJ/m2.s.ºC)
A = Heat transfer area (m2)
F = Faktor koreksi LMTD
22
Gambar 3.3 Bentuk Konstruksi Feedwater Heater (Sumber: Thermopedia)
23
a) Berdasarkan proses perpindahan kalor, dapat dibedakan menjadi dua
golongan yaitu :
a. Tipe kontak langsung
Tipe kontak langsung adalah tipe alat penukar kalor dimana antara
dua zat yang dipertukarkan energinya dicampur atau dikontakkan secara
langsung.
b. Tipe kontak tidak langsung
Tipe kontak tidak langsung adalah tipe alat penukar kalor dimana
antara kedua zat yang dipertukarkan energinya dipisahkan oleh permukaan
bidang padatan seperti dinding, pelat dan lain. Oleh karena itu, antara
kedua zat tidak tercampur. Dengan demikian mekanisme perpindahan
kalor dimulai dari zat yang lebih tinggi temperaturnya mula-mula
mentransfer energinya ke permukaan pemisah untuk kemudian diteruskan
ke zat yang berfungsi sebagai pendingin atau penerima energi.
24
Berdasarkan berapa kali fluida melalui penukar kalor dibedakan jenis satu
kali laluan atau satu laluan dengan multi atau banyak laluan.
Pada jenis satu laluan, masih terbagi ke dalam tiga tipe berdasarkan arah
aliran dari fluida yakni :
1. Penukar kalor tipe aliran berlawanan
Yaitu apabila kedua fluida mengalir dengan arah yang saling
berlawanan. Pada tipe ini masih mungkin terjadi bahwa temperatur fluida
yang menerima kalor saat keluar penukar kalor lebih tinggi disbanding
temperatur fluida yang memberikan kalor saat meninggalkan penukar
kalor. Bahkan idealnya apabila luas permukaan perpindahan kalor adalah
tak terhingga dan tidak terjadi rugi-rugi kalor ke lingkungan, maka
temperatur fluida yang menerima kalor saat keluar dari penukar kalor bisa
menyamai temperatur fluida yang memberikan kalor saat memasuki
penukar kalor. Dengan teori seperti ini jenis penukar kalor berlawanan
arah merupakan penukar kalor yang paling efektif.
2. Penukar kalor tipe aliran sejajar
Yaitu apabila arah aliran dari kedua fluida di dalam penukar kalor
adalah sejajar. Artinya kedua fluida masuk pada sisi yang satu dan keluar
dari sisi yang lain. Pada jenis ini temperatur fluida yang memberikan
energi sejak mulai memasuki penukar kalor hingga keluar. Dengan
demikian temperatur fluida yang menerima kalor tidak akan pernah
mencapai temperatur fluida yang memberikan kalor saat keluar dari
penukar kalor.
3. Penukar kalor dengan aliran silang
Artinya arah aliran kedua fluida saling bersilangan. Contoh yang
sering ditemui adalah radiator pada mobil, dimana arah aliran air
pendingin mesin yang memberikan energinya ke udara saling bersilangan.
Apabila ditinjau dari efektivitas pertukaran energi, penukar kalor jenis ini
berada diantara kedua jenis di atas. Dalam kasus radiator mobil, udara
melewati radiator dengan temperatur rata-rata yang hampir sama dengan
25
temperatur udara lingkungan kemudian memperoleh kalor dengan laju
yang berbeda di setiap posisi yang berbeda untuk kemudian bercampur
lagi setelah meninggalkan radiator sehingga akan mempunyai temperatur
yang hampir seragam. Sedangkan untuk multi laluan, terbagi ke dalam
beberapa tipe sesuai dengan arah aliran kedua fluida yang saling
bertukaran energinya, antara lain :
a. Tipe gabungan antara aliran berlawanan dan bersilangan, misalnya
pada tipe tabung dan pipa.
b. Tipe gabungan antara aliran sejajar dan bersilangan.
c. Tipe gabungan antara aliran berlawanan, sejajar, dan bersilangan.
d. Tipe aliran fluida terbagi dan fluida bercampur.
26
2. Penukar kalor tipe konveksi dua fasa
Dimana mekanisme konveksi masih dominan namun salah satu dari
fluida mengalami perubahan fasa, misalnya evaporator AC, kondensor
dari PLTU, dan lain sebagainya.
3. Penukar kalor tipe konveksi dan radiasi
Dimana mekanisme konveksi dan radiasi sama-sama dominan seperti
yang terjadi pada generator uap tipe pipa air, dimana air yang akan
diuapkan mengalir di dalam pipa. Api atau gas hasil pembakaran
dipergunakan untuk memanaskan air berada di luar pipa-pipa tersebut.
27
Gambar 3.4 Nomenklatur Shell and Tube
Banyak kombinasi dari front header, shell, dan rear header yang bisa
dibuat. Kombinasi yang biasa dipakai adalah tipe cangkang (shell). Kombinasi
yang bisa digunakan diklasifikasikan menjadi tiga kombinasi utama yaitu:
a. Fixed tube sheet heat exchanger
b. U-tube heat exchanger
c. Floating heat exchanger
28
3.3.3.1 Fixed Tube Sheet Exchanger (rear header bertipe L, M, dan N)
Shell and tube HE jenis ini mempunyai pengunci pipa (tube sheet) yang
dilas dengan cangkangnya. Hasilnya konstruksinya menjadi ekonomis dan bagian
dalam pipa bisa dibersihkan secara mekanik atau kimiawi. Walaupun permukaan
luar dari tube tidak dapat dilakukan pembersihan kecuali dengan pembersihan
secara kimiawi.
Jika terdapat perbedaan temperatur yang besar antara material cangkang
dan tube. Keadaan ini membutuhkan masukan ekspansi di bawah cangkang, untuk
menghilangkan tegangan sisa yang disebabkan oleh ekspansi. Hal seperti itulah
yang sering menyebabkan kelemahan dan kegagalan operasi. Desain ini
merupakan desain termurah dari semua desain bundle, tetapi lebih mahal jika
dibandingkan dengan fixed tube sheet pada tekanan rendah. Berikut merupakan
contoh konstruksi kombinasi tipe fixed tube sheet exchanger dengan front header
tiper B, shell tipe E, dan rear header tipe M.
29
Sedangkan nama-nama dari setiap bagian shell and tube ditunjukkan oleh Tabel
3.1 berikut ini :
Tabel 3.1 Nama bagian-bagian shell and tube heat exchanger
No Nama Port No Nama Port No Nama Port
1 Stationery Head 15 Floating Tubesheet 29 Impingment Plate
Channel
2 Stationery Head 16 Floating Head Cover 30 Longitudinal
Bonnet Plate
3 Stationery Head 17 Floating Head Cover 31 Pass Partition
Flange-Channel Flange
4 Bonnet Channel 18 Floating Backing 32 Vent Collection
Cover Device
5 Stationery Head 19 Split Shear Ring 33 Drain Collection
Cover
6 Stationery Head 20 Slip-on Backing 34 Instruments
Sheet Flange Connection
7 Tubes 21 Floating Head 35 Support saddle
Cover-External
8 Shell 22 Floating Tubesheet 36 LiftingLug
skirt
9 Shell Cover 23 Packing Box 37 Support Bracket
10 Shell Flange 24 Packing 38 Weir
Stationery Head
End
11 Shell Flange-Rear 25 Packing Gland 39 Liquid Level
Head End Connection
12 Shell Nozzle 26 Lantern Ring 40 Floating Head
Support
13 Shell Cover Flange 27 The rods and spacers
14 Expansion Joint 28 Transverse Baffles
30
3.3.3.2 U-tube Heat Exchanger
Pada jenis U-tube exchanger apapun jenis front headernya pada bagian
rear header normalnya menggunakan tipe M. U-tube mengizinkan ekspansi termal
yang tak terbatas, tube bundle bisa dilepas untuk dilakukan pembersihan dan
small bundle juga bisa dilepas sehingga jarak ruang di dalam shell bisa dicapai.
Walaupun, pembersihan di dalam tube dilakukan secara mekanik yang berarti
sulit, jenis ini normalnya menggunakan fluida yang ada di dalam tube bersih.
Berikut contoh kombinasi U-tube dengan front header tipe C, shell tipe F, dan
rear header tipe U.
31
Berikut merupakan contoh konstruksi dari kombinasi tipe-tipe bagian
utama shell and tube, yang merupakan kombinasi front header tipe A, shell tipe E,
dan rear header tipe S.
32
9 Tierod & spacer Menjaga jarak antar pelat baffles
10 Subcooling zone end plate Pelat yang membatasi zona subcooling
Celah tempat masuknya drain ke zona
11 Subcooling zone entrance
subcooling
Pelat yang mengarahkan aliran drain
12 Subcooling zone baffles
pada zona subcooling
13 Drains outlet Saluran keluar drain
14 Feedwater inlet Saluran masuk air umpan
15 Pressure sealed manway Seal bertekanan/lubang lalu orang
Pelat pemisah ruangan air pada water
16 Independent pass partition
channel
33
34
Spesifikasi desain untuk pemanas setiap bagian dapat dilihat pada Tabel 3.2
di bawah ini :
Tabel 3.2 Performa High Pressure Heater 6 Unit 4 (Manual Book)
1. Spesifikasi (Data Aktual) konstruksi (horizontal shell and U-tube)
No Nama Nilai
1 Heating surface area (m2) 1186
2 Kecepatan air umpan (m/s) 1,93
3 Diameter tube (mm) 15,875
4 Tebal tube (mm) 0,889
5 Jumlah U-tube 1579
6 Panjang efektif (mm) 7530
7 Material carbon steel
35
dikondensasikan kembali menjadi air di dalam kondensor. Air hasil kondensasi ini
dikenal dengan nama air kondensat. Sistem air umpan merupakan bagian dari
loop, dimana air kondensat dikeluarkan dari kondensor kemudian temperatur dan
tekanannya dinaikkan agar kualitas air memenuhi syarat menuju boiler.
Komponen high pressure heater merupakan bagian dari sistem air umpan
(feedwater system). Diagram alir untuk sistem ini pada Gambar 3.9.
Gambar 3.9 Diagram condensate & feedwater system (Sumber: Manual Book)
36
Pemanas awal tekanan rendah (LP heater 1, 2, 3), deaerator, dan pemanas
tekanan tinggi (HP heater 5, 6, 7) adalah pemanas-pemanas terhadap air umpan
sebelum ditampung di steam drum. Uap yang digunakan sebagai pemanas diambil
dari uap keluaran turbin tekanan rendah (LP turbine 1, 2). LP turbine 1 dan LP
turbine 2 memiliki 4 tingkatan. Uap dari tingkat pertama LP turbine 1 dan 2
digunakan untuk memanaskan deaerator.
LP heater 3 memanfaatkan uap keluaran LP turbine 1 tingkat 2 dan LP
turbine 2 tingkat 2. LP heater 2 memanfaatkan uap keluaran LP turbine 1 tingkat
3 dan uap bekas pemanasan pada LP heater 3. Selanjutnya LP heater 1
memanfaatkan uap keluaran LP turbine 2 tingkat 3 dan uap bekas pemanasan
pada LP heater 2, kemudian uap bekas keluaran LP heater 1 dipompakan ke
dalam aliran yang berada diantara LP heater 1 dan 2.
Air yang telah melewati LP heater 1, 2, 3 dan deaerator selain berfungsi
sebagai pemanas awal deaerator juga berfungsi sebagai perlakuan (treatment)
fluida untuk mengikat udara dengan menggunakan cairan kimia.
Selanjutnya air dipompakan menuju pemanas awal tekanan tinggi (HP
heater 5, 6, 7). HP heater 7 memanaskan uap dengan memanfaatkan uap keluaran
HP turbine tingkat 1, HP heater 6 memanaskan air dengan memanfaatkan uap
keluaran IP turbine tingkat 1 dan uap bekas pemanasan di HP heater 7, HP heater
5 memanaskan air dengan memanfaatkan uap keluaran IP turbine tingkat 2 dan
uap bekas pemanasan di HP heater 6. Selanjutnya uap bekas pemanasan di HP
heater 5 dimanfaatkan untuk memanaskan deaerator.
Deaerator terdiri dari dua bagian, yakni bagian de-aerating dan tangki
penyimpanan. Uap yang tidak terkondensasikan akan dikeluarkan dari sisi atas de-
aerating dan setelah melalui kondensor ventilasi (vent condenser). Kemudian
kembali menuju kondensor utama untuk dikeluarkan dari sistem oleh pompa
vakum atau ejector.
Air keluaran HP heater 5, 6, 7 dialirkan menuju economizer (pemanasan
awal sebelum masuk ke boiler dengan memanfaatkan gas bekas pembakaran
dalam boiler). Air kemudian ditampung dalam steam drum / main drum,
kemudian melewati down corner dan wall tube. Wall tube terpasang di 4 sisi
37
dinding boiler sehingga perpindahan panas berlangsung secara radiasi. Di dalam
wall tube sirkulasi uap dan air berlangsung secara alamiah karena perbedaan
density antara uap dengan air.
Untuk mencari faktor koreksi LMTD perlu dicari terlebih dahulu nilai
temperature efficiency (P) dan capacity ratio (R) ditunjukkan oleh persamaan
berikut :
(Tcold ,out Tcold ,in )
P . . . (9)
(Thot,in Tcold ,in )
(Thot,in Thot,out )
R . . . (10)
(Tcold ,out Tcold ,in )
Dimana,
Thot,in = Temperatur Masuk Uap Ekstraksi (ºC)
Thot,out = Temperatur Keluar Uap Ekstraksi (ºC)
Tcold,in = Temperatur Masuk Air Umpan (ºC)
Tcold,out = Temperatur Masuk Air Umpan (ºC)
38
High pressure heater merupakan heat exchanger dengan jenis multipass
tipe two pass tube (dua laluan tube) sehingga faktor koreksi LMTDnya dapat
dicari dengan mempertemukan temperature efficiency (P) dan capacity ratio (R)
dengan grafik (Gambar 3.10) berikut :
39
c. Mengantisipasi terjadinya kerusakan mendadak atau fatal.
d. Mendapatkan kondisi yang siap pakai dari suatu peralatan.
e. Mempelajari kelemahan peralatan atau instalasi untuk dapat
disempurnakan.
f. Menjaga keselamatan kerja suatu peralatan tersebut dan lingkungan di
sekitar peralatan serta sistem kendali.
40
BAB IV
PEMBAHASAN
Untuk memudahkan dalam perhitungan, maka nama yang ada tanda (*)
harus dikonversikan terlebih dahulu seperti Tabel 4.2 berikut ini :
41
3 Inlet Water Enthalphy (kJ/kg) hcold in 753,12
4 Inlet Water Massflow (ton/h) ṁcold 1236
5 Outlet Water Temperature (ºC) Tcold out 210
6 Outlet Water Enthalphy (kJ/kg) hcold out 887
7 Inlet Steam Extraction Temp. (ºC) Thot in 458
8 Inlet Steam Massflow (kg/s) ṁhot 20,4
9 Inlet Steam Extraction Enthalphy (kJ/kg) hhot in 3451,8
10 Drain Outlet Steam Ext. Temp. (ºC) Thot out 196
11 Drain Outlet Steam Enthalphy (kJ/kg) hhot out 774,04
42
b. Fluida panas (bled steam)
Thot in = 458 ºC
Thot out = 196 ºC
Maka, untuk temperatur rata-rata yakni :
Tf,hot = (Thot in + Thot out) / 2
Tf,hot = (458 + 196) / 2
Tf,hot = 327 ºC = 600 K
43
Untuk menghitung kalor yang diterima oleh feedwater dapat menggunakan
persamaan berikut. Secara matematis perhitungan kalor yang diserap dapat ditulis
sebagai berikut:
q serap m cold (hcold ,out hcold ,in )
Sedangkan untuk kalor yang dilepas oleh uap dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut:
qlepas m hot (hhot,in hhot,out )
Diketahui :
Thot in (temperatur masuk steam extraction) = 458 ºC
Thot out (temperatur keluar steam extraction) = 196 ºC
Tcold out (temperatur keluar feedwater) = 210 ºC
Tcold in (temperatur masuk feedwater) = 184 ºC
44
Penyelesaian :
(Thot,out Tcold ,in ) (Thot,in Tcold ,out )
LMTD
(Thot,out Tcold ,in )
ln
(Thot, in Tcold , out )
(196 184) (458 210)
LMTD
(196 184)
ln
( 458 210)
LMTD 79 ºC
Sehingga, hasil dari beda temperatur rata-rata logaritmik sebesar 79 ºC.
45
Masing-masing parameter mempunyai perbedaan selisih nilai dari
spesifikasi manual book dengan pengambilan data di ruang kontrol pusat.
Perbedaan dari masing-masing parameter tidak terlalu signifikan, terutama untuk
parameter temperatur dan tekanan. Sedangkan untuk parameter flow rate
feedwater mempunyai perbedaan selisih yang signifikan yakni sebesar 170,9 kg/s.
Nilai laju flow rate pada data aktual tersebut terbilang rendah dari data spesifikasi
desain. Data spesifikasi desain yakni sebesar 514,23 kg/s merupakan nilai
maksimum sesuai kapasitas heater itu sendiri.
Berdasarkan perbandingan data terutama temperatur, tekanan dan flow rate
antara buku manual dengan data aktual di ruang kontrol, maka dapat disimpulkan
bahwa kondisi heater masih dalam keadaan yang baik atau layak untuk
beroperasi. Namun, dilihat dari perbedaan selisih pada flow rate feedwater yang
begitu signifikan, dapat diprediksi adanya gangguan pada kondisi di dalam unit
high pressure heater tersebut.
Pada perhitungan kalor yang diserap feedwater, heat transfer rate nya
kemungkinan merupakan nilai yang mendekati nilai sebenarnya, karena
pengambilan data berdasarkan fakta di lapangan. Secara umum terdapat dua hal
yang mempengaruhi nilai heat rate di dalam high pressure heater 6 sehingga
berpengaruh terhadap kondisi kinerjanya yaitu :
a) Drain
Sebenarnya terdapat tiga fluida yang mengalir dalam HP heater 6 ini, 2
fluida sebagai pemanas dan 1 fluida sebagai pendingin. Fluida pemanasnya adalah
steam yang berasal dari IP Turbine dan drain yang merupakan kondensat buangan
dari HP heater 7. Fluida pendinginnya adalah feed water, Steam yang berasal dari
HP turbine merupakan pemanas utama untuk memanaskan feedwater. Sedangkan
drain kondesat buangan yang berasal dari HP heater 7 hanya sebagai pemanas
bantu yang perannya tidak terlalu besar dalam proses transfer. Karena terdapat
dua fluida pemanas yang berbeda fasanya maka terjadi perpindahan panas dua
fasa secara konveksi di luar tube. Dalam analisis perpindahan panas HP heater 6
ini, perhitungan yang dilakukan hanya memakai dua fluida yang mengalir di
dalamnya, yaitu fluida steam sebagai pemanas utama dan fluida feed water
46
sebagai pendingin. Fluida pemanas bantu (drain) tidak dimasukkan, karena faktor
drain tidak terlalu berpengaruh besar.
b) Fouling factor
Fouling didefinisikan sebagai akumulasi endapan yang tidak diinginkan
pada permukaan perpindahan panas pada HP heater. Fouling dapat terjadi baik
bagan dalam (inner tube) maupun luar tube (outsie tube) dan dapat terjadi pula
pada bagian dalam shell. Fouling juga dapat menyebabkan pengurangan cross
sectional area (luas penampang melintang dan meningkatkan pressure drop.
Jenis-jenis fouling yang mungkin terjadi pada heater ini antara lain :
1) Precipitation fouling (scaling)
Adalah pengendapan bahan-bahan terlarut pada permukaan perpindahan
panas. Hal ini mungkin terjadi seperti adanya calcium sulfat pada air,
pengkristalan garam dari larutan encer atau dapat juga terjadi melalui sublimasi
seperti pada ammonium choride pada aliran uap.
47
2) Particulate fouling
Adalah akumulasi partikel (dalam fluida) pada permukaan perpindahan panas.
Akumulasi partikel ini bias terjadi disebabkan oleh gravitasi. Fenomena ini
disebut juga sedimentasi fouling. Contoh: dust, pasir halus (fine sand), dan
sebagainya.
3) Chemical reaction fouling
Adalah pembentukan deposit yang disebabkan oleh reaksi kimia.
4) Corrosion fouling
Terjadi ketika permukaan perpindahan panas itu sendiri bereaksi membentuk
produk korosi yang kemudian mengotori (foul) dan dapat menyebabkan bahan
atau materi pengotor (foulant) lainnya menempel pada permukaan.
5) Biological Fouling
Adalah penempelan mikro atau makro organisme biologi pada permukaan
perpindahan panas.
48
tergantung pada temperatur, yakni pada temperatur tinggi, reaksi kimia dan reaksi
enzim akan lebih cepat berjalan, dengan begitu peningkatan pertumbuhan sel,
namun begitu, pada beberapa jenis organism yang sensitif, peningkatan
temperatur justru akan membuat organisme tersebut tidak aktif (deactivate).
3) Material konstruksi
Pemilihan material tube sangat penting, beberapa tipe biofouling dapat
terhambat pembentukannya dengan menggunakan cooper-bearing alloy,
permukaan bahan atau materi tube yang halus dapat mengurangi laju
pembentukan fouling. Copper dan alloy nya dapat mengurangi pembentukan
biofouling dikarenakan material ini bersifat toksit terhadap organisme tersebut.
49
4.4.2 Perawatan selama unit tidak dioperasikan
Jika unit HP heater berhenti beroperasi selama lebih dari 100 jam, bagian
sisi shell dan tube diisi dengan gas nitrogen sebagai proteksi. Tujuannya untuk
mencegah korosi karena nitrogen adalah gas yang tidak mudah bereaksi
dengan logam.
50
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Setelah melakukan analisis di PT Indonesia Power UP Suralaya dengan
perhitungan dan menganalisa perbandingan performa antara spesifikasi desain
dengan data aktual, sehingga dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu:
1. Dilihat dari perbandingan parameter data aktual masih dibawah batas
maksimum ketentuan pada spesifikasi desain, sehingga dapat dikatakan
bahwa kondisi HP heater 6 unit 4 masih dalam kondisi baik.
2. Kapasitas heat transfer rate untuk kalor yang diserap oleh feedwater
sebesar 45965 kJ/s dan kalor yang dilepas oleh steam sebesar 54626,3
kJ/s. Nilai kalor tersebut merupakan nilai kalor yang mendekati nilai yang
sebenarnya dikarenakan pengambilan data berdasarkan fakta di lapangan.
3. Dari data yang diambil, besarnya beda temperatur rata-rata logaritmik
(LMTD) mencapai 79 ºC. LMTD dipengaruhi oleh indikator inlet dan
outlet pada masing-masing fluida.
4. Faktor yang mempengaruhi performansi HP heater seperti adanya fouling
pada tube-tube nya, korosi pada bagian dalam diameter tube dan lain
sebagainya.
5.2 Saran
Pelaksanaan maintenance sesuai prosedur harus lebih dioptimalkan lagi,
selalu melakukan pengecekan parameter-parameter yang bisa digunakan sebagai
indikasi apabila terjadi abnormal.
51
DAFTAR PUSTAKA
xiii
LAMPIRAN
xiv
2. Tabel Properties Termodinamika (Tabel A.6)
xv
3. Dokumentasi Kegiatan Kerja Praktek
xvi
4. Surat Keterangan Telah Kerja Praktek
xvii