Anda di halaman 1dari 9

ILMU PENYAKIT DALAM VETERINER II

REYNA TASYA DHEWANTY 1809511083


I NYOMAN WIDYA PUTRA ADNYANA 1809511096

RUMINAL PARAKERATOSIS
A. DEFINISI

Pada hewan ruminansia, lambungnya terdiri dari rumen, retikulum, omasum dan
abomasum. Permukaan internal (selaput lendir kulit) dari setiap bagian lambung membentuk
papila, atau lipatan, yang merupakan karakteristik dari lambung ruminansia. Rumen papilla
bervariasi dalam ukuran dan bentuk misalnya mukosa retikulum memiliki struktur sarang
lebah, sedangkan omasum memiliki lipatan membujur yang luas yang disebut daun. Epitel
skuamosa bertingkat dari ruminal terdiri dari empat lapisan berbeda. Stratum basale dan
stratum spinosum memiliki mitokondria fungsional yang berkontribusi pada fungsi
metabolisme epitel ruminal seperti produksi keton dari asam lemak rantai pendek. Stratum
granulosum dicirikan oleh kompleks persimpangan yang disebut desmosom, bertindak
sebagai penghalang permeabilitas dari epitel ruminal. Salah satu penyakit atau gangguan dari
bagian ruminal ini yaitu ruminal parakeratosis.

Ruminal parakeratosis adalah penyakit pada sapi dan domba merupakan penyakit
tidak menular yang ditandai dengan pengerasan, pembesaran, dan penggumpalan papila
mukosa pada rumen. Kondisi rumen yang disebut ruminal parakeratosis ini telah dilaporkan
pada sapi dan domba diberi makan berbagai jenis ransum. Kejadian ruminal parakeratosis
pertama kali dilaporkan oleh Smith pada tahun 1944 pada daging sapi gemuk yang dibunuh
secara komersial. Sejumlah laporan tentang terjadinya penyakit ini setuju bahwa pemberian
ransum konsentrat tinggi dengan sedikit atau tanpa serat dapat meningkatkan penyakit ini
pada daging sapi dan domba yang gemuk. Kejadian dalam kelompok hewan ternak bisa
mencapai 40%. Ruminal parakeratosis juga merupakan penyakit umum pada daging sapi
yang digemukkan di Jepang.
B. ETIOLOGI

Penyakit ruminal parakeratosis ini paling umum terjadi pada hewan ternak yang
diberikan ransum yang memiliki konsentrat tinggi dengan sedikit atau tanpa serat, dan juga
kurangnya vitamin A dan zinc selama periode finishing. Tiga faktor utama yang kemungikan
menjadi penyebab dari ruminal parakeratosis adalah:

1. Pakan yang digiling halus diyakini dapat menciptakan bakteri pada rumen di dalam
rumen untuk menghasilkan produk berbahaya.
2. Kontaminan atau bakteri dari mesin pelet pakan mungkin telah masuk ke dalam pakan
saat pelet digiling dengan halus.
3. Penggilingan pakan halus dan pelet mungkin tmengubah komposisi pakan.

Hal ini juga terlihat pada hewan ternak yang diberi pakan pelet alfalfa yang diberi
perlakuan panas, serta pada anak sapi dengan asidosis rumen yang berkepanjangan karena sedang
dalam kondisi drinking rumen. Penyakit ini tidak terkait dengan pemberian antibiotik atau
konsentrat protein.

C. PATOGENESIS
Ketika ruminansia diberi makan biji-bijian makanan, produksi VFA meningkat, dan
rumen beradaptasi dengan meningkatkan ukuran papila untuk memaksimalkan luas
permukaan penyerapan asam lemak. Dalam keadaan tertentu ketika papila bertambah besar,
beberapa papila mengeras karena proliferasi epitel yang berlebihan dengan keratinisasi inilah
yang dikenal sebagai parakeratosis. Papila ini saling menempel dan membentuk bundel yang
menjebak partikel makanan dan bakteri. Epitel abnormal dan kelompok papila menurunkan
efisiensi penyerapan VFA, menyebabkan efisiensi pakan yang lebih buruk.
Lesi dari ruminal parakeratosis diperkirakan disebabkan oleh penurunan pH dan
peningkatan konsentrasi asam lemak volatil (VFA) dalam cairan rumen, dan biasanya tidak
berkembang pada sapi yang diberi makan biji-bijian utuh yang belum diolah (di mana hewan
dapat segera bertambah berat badannya). Hal ini mungkin terkait dengan pH yang lebih tinggi
dan konsentrasi asam asetat yang lebih tinggi dibandingkan dengan VFA rantai yang lebih
panjang dalam isi rumen.
D. GEJALA KLINIS
Tanda-tanda klinis dari parakeratosis ruminal seringkali tidak jelas dan sulit untuk
ditentukan tanpa konfirmasi visual (makroskopis) dari lesi. Gejala klinis biasanya meliputi
penurunan asupan pakan, produksi susu yang buruk, laminitis, abses hati, dan diare. Hewan
yang terkena secara klinis dapat diobati untuk asidosis untuk menurunkan kejadian ruminal
parakeratosis tetapi prognosisnya buruk.
E. DIAGNOSIS
Untuk menyelidiki perubahan histologi dan ultrastruktur epitel rumen, papila rumen
yang dibiopsi dan dicuci disiapkan untuk pemindaian mikroskop elektron (SEM) dan
mikroskop cahaya. Pada pemeriksaan mikroskopis, tampak akumulasi lapisan-lapisan yang
berkeratin, bernukleus,dan sel epitelium dari papila berlapis-lapis.
F. TREATMENT DAN PROGNOSIS

Pengobatan yang dapat dilakukan untuk pemulihan ruminal parakeratosis adalah


pemberian cairan intravena, injjeksi antibiotik intraruminal, injeksi thiamine atau steroid
serta natrium bicarbonate. pemberian natrium bicarbonate akan menolong menaikan pH
cairan rumen dan memperbaiki munculnya papila rumen.

G. PENCEGAHAN

Ruminal parakeratosis dapat dicegah dengan memberikan hewan ternak ransum yang
tidak digiling dengan proporsi 1 bagian serat dengan 3 bagian konsentrat, penggunaan ionofor
untuk menurunkan jumlah bakteri penghasil asam laktat.
DAFTAR PUSTAKA

Cakra, I Gusti Lanang Oka. 2016. Bahan Ajar Ruminologi.


Lorenz, Inggrid. 2015. Diseases of the ruminant forestomach, ruminal parakeratosis.
Bavarian Animal Health Service.
Steele, A. M., et al. 2009. Ruminal acidosis and the rapid onset of ruminal parakeratosis in
a mature dairy cow: a case report. Acta Veterinaria Scandinavica 51:39.
McGavin, M. D., et al. 2005. Book of Pathologic Basis Veterinary Disease. Collegiate press.
Tamate, Hideo., et al. 1978. Rumen Parakeratosis and Acute Rumenitis in the Calves Fed on
High-Concetrate Rations: An Experimental Survey. Tohoku Journal of Agricultural
Research Vol. 29, No. 1: 29-37.
Bull, L. S., et al. Incidence of Ruminal Parakeratosis in Calves Fed Different Rations and Its
Relation To Volatile Fatty Acid Absorption. Departments of Dairy Science,
Veterinary Anatomy, and Veterinary Medicine and Surgery Oklahoma State
University, Stillwater. Page 1459-1466.
SIMPLE INDIGESTI

A. DEFINISI
Simple Indigesti (gangguan pencernaan sederhana) merupakan gangguan minor pada
fungsi GI ruminansia yang paling sering terjadi pada sapi dan jarang pada domba dan kambing.
Gangguan pencernaan sederhana adalah diagnosis eksklusi dan biasanya terkait dengan perubahan
mendadak dalam kualitas atau kuantitas makanan.

B. ETIOLOGI

Hampir semua faktor makanan yang dapat mengubah lingkungan intraruminal dapat
menyebabkan gangguan pencernaan sederhana. Penyakit ini sering terjadi pada sapi perah dan sapi
potong yang diberi makan dengan tangan karena variabilitas kualitas dan kuantitas pakan mereka.
Sapi perah mungkin tiba-tiba makan makanan yang sangat enak dimakan dalam jumlah berlebihan
seperti jagung atau silase rumput; sapi potong mungkin makan serat yang relatif tidak bisa dicerna
dan berkualitas buruk dalam jumlah berlebihan selama musim dingin. Selama kekeringan, sapi dan
domba mungkin terpaksa makan jerami, alas tidur, atau biji-bijian berkualitas buruk dalam jumlah
besar. Gangguan pencernaan sederhana dapat terjadi karena mengub ah pakan secara tiba-tiba,
menggunakan pakan busuk atau beku, memasukkan urea ke dalam ransum, mengubah ternak ke
padang rumput sereal yang subur, atau memasukkan ternak di tempat pemberian pakan ke ransum
biji-bijian tingkat tinggi.

Gangguan pencernaan sederhana biasanya dikaitkan dengan perubahan tiba-tiba pada pH


isi rumen, seperti penurunan pH rumen akibat fermentasi cepat karbohidrat yang tertelan atau
peningkatan pH rumen karena hipomotilitas perut hutan dan pembusukan pakan yang dicerna. Hal
ini juga dapat disebabkan oleh akumulasi pakan yang relatif tidak dapat dicerna dalam jumlah
berlebihan yang secara fisik dapat merusak fungsi rumen. Beberapa hewan biasanya terkena
dampak secara bersamaan karena gangguan pencernaan sederhana memiliki dasar nutrisi,
meskipun tingkat keparahan tanda klinis dapat bervariasi di antara hewan.
Gambar 1: simple indigesti pada sapi
C. PATOGENESIS

Populasi mikroba rumen biasanya dalam keadaan terus menerus berubah, karakteristik
populasi ditentukan oleh frekuensi makan, sifat makanan, dan asupan air. Variasi diurnal dalam
populasi mikroba rumen terjadi. Karena variasi ini lebih terlihat pada ruminansia yang diberi
makan sekali atau dua kali sehari dibandingkan pada hewan yang merumput atau diberi makan
dengan ransum campuran total, gangguan pencernaan lebih mungkin terjadi pada ruminansia yang
diberi makan sebentar-sebentar.

D. GEJALA KLINIS

Tanda-tanda klinis tergantung pada jenis hewan yang terkena dan penyebab gangguan
tersebut. Pemberian silase yang berlebihan menyebabkan anoreksia dan penurunan produksi susu
pada sapi perah. Rumen biasanya penuh, keras, dan pucat; kontraksi primer menurun atau tidak
ada, tetapi kontraksi sekunder mungkin ada meskipun biasanya kekuatannya menurun. Suhu,
denyut nadi, dan pernapasan normal. Kotorannya normal untuk mengeras tetapi jumlahnya
berkurang. Pemulihan biasanya terjadi secara spontan dalam 24-48 jam.

Gangguan pencernaan sederhana akibat pemberian makan biji-bijian yang berlebihan


menyebabkan anoreksia dan hipomotilitas rumen menjadi atonia (stasis). Rumen belum tentu
penuh dan mungkin mengandung cairan yang berlebihan. Kotoran biasanya lunak hingga berair
dan berbau tidak sedap. Mekanisme pembentukan diare tidak pasti tetapi kemungkinan besar
karena peningkatan osmolalitas luminal sebagai akibat dari degradasi karbohidrat yang tertelan
secara cepat. Hewan yang terkena tampak cerah dan waspada dan biasanya mulai makan dalam
waktu 24 jam. Gangguan pencernaan yang lebih parah karena pemberian makan biji-bijian yang
berlebihan disebut sebagai grain overload.

E. DIAGNOSIS

Diagnosis gangguan pencernaan sederhana didasarkan pada riwayat perubahan mendadak


pada sifat atau jumlah makanan, beberapa hewan yang terpengaruh, dan yang terpenting
pengecualian penyebab lain dari disfungsi lambung hutan. Diagnosis ditegakkan dengan
pengambilan dan pemeriksaan cairan rumen, yang mungkin memiliki pH abnormal (<6 atau> 7),
penurunan jumlah dan ukuran protozoa, atau waktu reduksi biru metilen yang berkepanjangan
(ukuran aktivitas metabolisme bakteri).

Reaksi sistemik dan respons nyeri terhadap palpasi dalam xiphoid pada retikuloperitonitis
traumatis tidak terlihat. Riwayat dan tidak adanya ketonuria membantu menghilangkan ketosis
klinis dari pertimbangan. Kemungkinan abomasum yang bergeser ke kiri biasanya dapat
dihilangkan dengan perkusi dan auskultasi simultan. Gangguan pencernaan vagina, volvulus
abomasal, dan volvulus cecocolic menjadi lebih mudah dideteksi seiring perkembangannya.
Kelebihan biji-bijian dibedakan dari gangguan pencernaan sederhana dengan tingkat
keparahannya yang lebih parah dan penurunan pH isi rumen menjadi <5.5 .

F. TREATMENT & PROGNOSIS

Perawatan ditujukan untuk memperbaiki faktor makanan yang dicurigai. Pemulihan


spontan biasa terjadi ketika hewan diberi makan makanan ruminansia yang khas. Pemberian ~ 20
L air hangat atau garam melalui selang perut, diikuti dengan menguleni rumen dengan kuat, dapat
membantu memulihkan fungsi rumen pada sapi dewasa. Magnesium hidrok sida PO mungkin
berguna jika biji-bijian dalam jumlah yang berlebihan telah tertelan, tetapi magnesium hidroksida
sebaiknya hanya diberikan pada ternak yang memiliki pH rumen rendah (<6); jika tidak, lambung
yang berlebihan dan alkalinisasi sistemik dapat terjadi. Rumenatorik yang diakui (misalnya, nux
vomica, jahe, tartar emetic, parasympathomimetics) tidak direkomendasikan sebagai pengobatan
tambahan. Jika terlalu banyak urea (lihat Keracunan Nitrogen Nonpro tein) atau protein telah
tertelan, cuka (asam asetat) dapat diberikan PO untuk mengembalikan pH rumen ke kisaran
normal. Jika jumlah atau aktivitas mikroba rumen berkurang, pemberian 4–8 L cairan rumen dari
sapi yang sehat akan membantu. (Lihat juga Transfer Cairan Ruminal.) Larutan elektrolit oral
atau intravena mungkin diperlukan untuk memperbaiki kelainan elektrolit dan asam basa,
terutama pada sapi yang mengalami dehidrasi. Prognosis: Biasanya indigesti sederhana dapat
sembuh secaraspontan dalam kurun waktu 24-48 jam (Subronto, 2003)

G. PENCEGAHAN

Tindakan preventif yang harus diterapkan kepada peternak yang ada di Indonesia adalah
dengan perhatikan kesehatan ternak, terutama pada manajemen pemeliharaan. Hindari
menggantijenis pakan secara tiba-tiba dikarenakan adanya perubahan musim, mungkin dengan
memberikan pakan busuk atau sudah beku, dan yang lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Constable PD. 2015. Simple Indigestion in Ruminants (Mild dietary indigestion). College of
Veterinary Medicine, University of Illinois at Urbana-Champaign. MSD Manual:
Veterinary Manual.
Brag S, Hansen HJ. 1994. Treatment of ruminal indigestion according to popular belief in
Sweden. Department of Pathology, Swedish University of Agricultural Sciences, P.O.
Box 7028, S-750 07 Uppsala, Sweden.
Sardar KK, Biswal S. Prevalence and therapeutic management of indigestion in milch cows in
and around Bhubaneswar of Odisha, India. 2016. College of Veterinary Science and
Animal Husbandry, Orissa University of Agriculture. Indian J. Anim. Res., 50 (6) 2016
: 974-978
Galbat S, 2020. Clinical Study on Ruminal Disorders in Cow. Middle East Journal of Applied
Sciences. Vol. 10(4): 649-656. EISSN: 2706-7947. ISSN: 2077-4613. DOI: 10.36632
Ali et al. 2002. Diagnosis and Treatment Trials of Simple Indigestion in Sheep and Goat.
NationalAgriculture Research Centre. AGRIS. Food and Agriculture Organization of the
United Nations

Anda mungkin juga menyukai