Anda di halaman 1dari 6

Tugas Kelompok

Agenda III
MATERI
MANAJEMEN APARATUR SIPIL NEGARA

KETUA : AYU NATASHA LAMBOKA, S.T


ANGGOTA : 1. FRISKA FRANSISKA, S. Pd
2. IKA LISTIYANI, S.T
3. IRMA ARISTA RIZKI, S. Pd
4. MEDINAH WIRDA MADANI, S. Tr. Tra
5. NURHASANAH, S. Pd

6/15/2021
Tugas :

Menurut Bapak Dr. Otto Kuswandarus Deputi Pengawasan dan Pengendalian Menpan RI,
isu faktual Aparatur Sipil Negara saat ini adalah:

a. Masalah Netralisasi ASN


b. Masalah Radikal dan Korupsi

1. Dari masalah tersebut menurut saudara sebagai seorang ASN bagaimana menghadapi
dan meminimalisir masalah tersebut ketika saudara sudah mempelajari management
ASN?
2. Menurut saudara menjadi ASN yang profesional, mempunyai integritas dan bertalenta,
efisien dan efektif apakah hanya berlaku dalam Pelatihan Dasar (Latsar) atau menurut
saudara seperti apa?

Jawaban :

1. Upaya untuk menghadapi dan meminimalisir isu faktual ASN adalah sebagai berikut :
a. Masalah Netralisasi ASN
Netralitas merupakan salah satu asas penting dalam penyelenggaraan tugas
pelayanan publik, tugas pemerintahan dan tugas pembangunan. Setiap pegawai ASN
harus bersikap netral untuk dapat menjalankan tugasnya secara professional.
Adapun Netralitas ASN adalah bebasnya pegawai negeri sipil dari pengaruh
kepentingan partai politik tertentu atau tidak memihak untuk kepentingan partai
politik tertentu atau tidak berperan dalam proses politik.
Dasar hukum netralitas ASN diatur didalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014
tentang Aparatur Sipil Negara. Untuk lebih jelasnya berikut penjelasan lebih lanjut :
1) Pasal 2 huruf f menjelaskan bahwa penyelenggaraan kebijakan dan manajemen
ASN berdasarkan pada asas Netralitas. Yang dimaksud dengan “asas netralitas
adalah bahwa setiap pegawai ASN tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh
manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun.
2) Pasal 87(4) huruf c menjelaskan bahwa PNS diberhentikan dengan tidak hormat
karena menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.
3) Pasal 119 dan Pasal 123 ayat 3, berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi
nomor 41/PUU-XIII/2014 Tanggal 6 Juli 2015 “PNS yang mencalonkan diri atau
dicalonkan menjadi Gubernur/Wakil Gubernur. Bupati/Wakil Bupati,
Walikota/Wakil Walikota wajib menyatakan pengunduran diri secara tertulis
sebagai PNS sejak ditetapkan sebagai calon peserta pemilihan Gubernur/Wakil
Gubernur. Bupati/Wakil Bupati, Walikota/Wakil Walikota” PNS yang tidak
melaksanakan ketentuan tersebut dijatuhi sanksi hukuman disiplin.
Adapun upaya yang dilakukan sebagai ASN dalam menghadapi dan meminimalisir
masalah netralitas yaitu:
1) Tidak mengikuti kampanye/sosialisasi media sosial (posting, komen, atau like).
2) Tidak melakukan foto bersama dengan calon atau tidak melakukan foto
mengikuti simbol gerakan tangan/gerakan yang mengindikasikan keterpihakan.
3) Tidak mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan (pertemuan,
ajakan, himbauan, seruan, dan pemberian barang).
4) Tidak ikut sebagai pelaksana kampanye.
5) Tidak ikut terlibat dalam kegiatan kampanye.
6) Tidak menjadi peserta kampanye dengan mengarahkan PNS lain.
7) Tidak menjadi peserta kampanye dengan fasilitas negara.

b. Masalah Radikal dan Korupsi


1) Radikalisme
Untuk mengatasi paham radikalisme dikalangan ASN, yang dibutuhkan Indonesia
dalam menanggulangi gerakan radikalisme adalah peraturan perundangan yang
secara spesifik diarahkan untuk melindungi dan mempertahankan eksistensi
Pancasila dan UUD 1945. Diperlukan penindakan tegas dan tertulis secara hukum
terhadap siapapun yang dianggap telah memenuhi unsur-unsur pidana di dalam
merencanakan atau melaksanakan penggulingan Pancasila dan UUD 1945 baik
sendirian atau secara bersama-sama bagi para ASN. Hasil poin SKB yang dibuat oleh
para Menteri pada tanggal 12 November pun harus dijalankan dengan sesuai dan
tegas. Para ASN dan Calon ASN dirasa perlu melakukan beberapa tes dan pelatihan
dasar yang berhubungan dengan kenegaraan, Pancasila, dan demokrasi negara,
sehingga hal tersebut dapat perlahan-lahan tertanam dalam benak para ASN dan
menggoyahkan sedikit demi sedikit ideologi radikalisme dalam diri yang telah
tertanam. Selain itu diperlukan juga hal- hal seperti :
a. Pentingnya Memperkenalkan Ilmu Pengetahuan dengan Baik dan Benar
Dalam hal ini, memperkenalkan ilmu pengetahuan bukan hanya sebatas
pengetahuan umum dan berbangsa dan bernegara saja tetapi juga ilmu agama
yang merupakan pondasi penting terkait perilaku, sikap, dan juga keyakinannya
terhadap Tuhan. Ilmu-ilmu ini harus diperkenalkan dengan baik dan benar
dalam artian haruslah seimbang antara ilmu umum dengan ilmu agama agar
tidak mudah tercuci otak oleh pemikiran-pemikiran radikalisme.
b. Memahamkan Ilmu Pengetahuan dengan Baik dan Benar
Karena tidak hanya sebatas mengenal tapi pemahaman juga diperlukan,
sehingga apabila pemahaman sudah tercapai maka kekokohan pemikiran yang
dimiliki akan semakin kuat jadi tidak mudah goyah dan terpengaruh pada
pemahaman radikalisme.
c. Meminimalisir Kesenjangan Sosial
Apabila tingkat pemahaman radikalisme tidak ingin terjadi di Indonesia, maka
kesenjangan antara pemerintah dan rakyat harus diminimalisir. Caranya
pemerintah harus mampu merangkul pihak media yang menjadi perantaranya
dengan rakyat sekaligus melakukan aksi nyata secara langsung kepada rakyat.
Begitu pula dengan rakyat harus memberikan dukungan dan kepercayaan
kepada pemerintah agar pemerintah mampu menjalankan tugasnya dengan
baik.
d. Menjaga Persatuan dan Kesatuan
Sebagaimana kita sadari bahwa dalam sebuah masyarakat pasti terdapat
keberagaman dan kemajemukkan. Salah satu yang bisa dilakukan ialah dengan
memahami nilai-nilai yang terkandung di dalam pancasila, sebagaimana
semboyan yang terkandung didalamnya yaitu Bhineka Tunggal Ika.
e. Berperan Aktif Dalam Melaporkan Radikalisme
Peranan yang dilakukan disini adalah ditekankan pada aksi melaporkan kepada
pihak yang memiliki kewenangan apabila muncul pemahaman radikal
f. Menyaring Informassi yang Didapatkan
Hal ini dikarenakan informasi yang didapatkan tidak selamaanya benardan
harus diikuti terlebih dengan adanya kemajuan teknologi seperti sekarang
inidimana informasi bisa dating dari mana saja. Oleh karna itu kita harus bisa
menyaring informasi yang didapat sehingga tidak sembarangan membenarkan,
menyalahkan, ddan terpengaruh langsung mengikuti informasi tersebut.
g. Ikut Aktif Dalam Mensosialisasikan Radikalisme
Sebagai ASN kita seharusnya ikut mensosialisasikan tentang apa itu Radikalisme,
bahaya, dampak serta cara untuk menghindarinya Sehingga nantinya akan
banyak orang yang mengerti tentang arti sebenarnya dari radikal tersebut.
Karna hal tersebut sangatlah berbahaya bagi kehidupan dan persatuan
Indonesia.
h. Penguatan terhadap pihak internal dalam hal ini yaitu APIP juga dapat
digunakan sebagai salah satu opsi efektif dalam menangkal radikalisme
dikalangan Abdi Negara. APIP diharapkan dapat berkontribusi bukan hanya
untuk mengawasi bidang perekonomian dan pembangunan namun dapat juga
digunakan untuk mengawal dan mengatasi isu radikalisme

Bagaimana Menghadapi Isu Radikal


Terpaparnya ASN dalam paham radikalisme jelas merupakan pengkhianatan
sumpah dan janji ASN. Semua ASN di indonesia tergabung dalam Korps Pegawai
Republik Indonesia (Korpri), dan ketika diangkat sebagai calon ASN maupun
pascadiklat prajabatan dilantik sebagai ASN "penuh" mereka diwajibkan
menandatangani dan mengucap sumpah Korpri, yang salah satu pasalnya berbunyi :
'Kami anggota Korps Pegawai Republik Indonesia bersumpah setia dan taat kepada
pemerintah dan negara kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan UUD 1945
dan Pancasila’.
Lebih jauh ASN juga bersumpah senantiasa menjaga persatuan dan kesatuan
bangsa, mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat diatas kepentingan
pribadi-golongan. Undang-Undang No 5 tahun 2014 tentang ASN secara tegas
mewajibkan ASN untuk setia pada ideologi negara yakni Pancasila dan pada
konsepsi Negara Kesatuan Republik Indonesia. ASN sebagai aparatur birokrasi
wajib untuk mentaati segala aturan dan prinsip kerja yang diatur oleh pemerintah.
ASN tidak boleh mengkhianati prinsip dasar ideologi negara dalam pemikiran dan
tindakan. Jadi diharapkan sebagai ASN dalam menghadapi isu radikal ini ASN di
Indonesia diwajibkan untuk setia dan menjalankan prinsip ideologi Pancasila dalam
pekerjaan di lembaga birokrasi pemerintahan maupun dalam relasi sosial
kemasyarakatan. Loyalitas ASN terhadap ideologi negara dan konstitusi adalah
sesuatu yang tidak bisa ditawar dan merupakan harga mati. ASN bekerja untuk
mengabdi kepada kepentingan rakyat dan keutuhan negara.

2) Korupsi
Korupsi adalah tindakan merugikan negara dan merusak sendi-sendi kebersamaan
serta memperlambat tercapainya tujuan nasional. Tindak pidana korupsi adalah
salah satu tindakan yang sangat mengancam pemerintah dan masyarakat Indonesia.
Korupsi membawa dampak yang sangat besar bagi keuangan negara dan tingkat
kesejahteraan masyarakat. Perilaku korupsi telah menjadi isu kontemporer di
negara ini, tidak terkecuali di kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN) baik pejabat
pemerintah pusat maupun di daerah. Banyaknya ASN yang tertangkap tangan
melakukan tindak pidana korupsi menjadi tugas besar bagi pemerintah untuk
mencegah dan memberantas korupsi di segala bidang, sehingga terwujud
pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Aparatur
Sipil Negara adalah unsur utama dan terpenting dalam menghadapi korupsi, karena
ASN memegang kekuasaan dan kewenangan atas keuangan dan kekayaan negara.
Keterlibatan unsur lain dalam tindak pidana korupsi tentu tentu tidak dapat
dipisahkan dari peran penting ASN itu sendiri. Setiap ASN hendaknya telah menjadi
tunas integritas dalam rangka pemberantasan tindak pidana korupsi dan
membangun sikap anti korupsi. Tunas integritas berprinsip bahwa manusia sebagai
faktor kunci perubahan bukan hanya perubahan diri sendiri, tetapi juga
mempengaruhi pihak lain agar tidak melakukan tindak pidana korupsi. Artinya
dalam menghadapi isu korupsi, ASN harus menyebarkan nilai-nilai positif anti
korupsi di lingkungan kerjanya dan dalam kehidupan masyarakat yang meliputi :
a. Jujur
b. Peduli
c. Mandiri
d. Disiplin
e. Tanggung Jawab
f. Kerja Keras
g. Sederhana
h. Berani
i. Adil

Dan untuk meminimalisir tindakan korupsi dapat dilakukan ASN dengan cara :
a. Melakukan pembinaan agama, moral, dan etika, antara lain melalui penyuluhan
di bidang keagamaan, etika dan hukum di lingkungan instansi pemerintah
pusat/daerah.
b. Menegakkan sanksi yang tegas terhadap pelaku korupsi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Optimalisasi fungsi pengawasan atau kontrol. Pengawasan dan kontrol dapat
dilakukan dengan menggunakan sistem khusus untuk pengendalian korupsi dan
standar etika, antara lain peningkatan peran pengawasan internal,
pengungkapan isu integritas, pengendalian gratifikasi, pelaporan harta
kekayaan, revitalisasi kode etik dan pedoman perilaku, seleksi dan keteladanan
pimpinan puncak.
d. Komitmen pemerintah pusat dan daerah dalam menciptakan birokrasi dan
aparatur yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.

2. Menjadi ASN yang profesional, memiliki integritas, bertalenta, efisien dan efektif
tidak hanya diterapkan pada saat mengikuti Pelatihan Dasar (Latsar), tetapi harus
diterapkan selama menjadi seorang ASN. Penerapan nilai-nilai dasar ASN tersebut
harus dibentuk sedini mungkin dan menjadi pedoman bagi Aparatur Sipil Negara
dalam menjalankan tugas dan fungsinya serta menjadi pedoman pembentukan
kinerja yang lebih baik bagi ASN untuk menjalankan perannya sebagai pelayan
publik yang profesional dan berkualitas.

Anda mungkin juga menyukai