Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PRAKTIKUM

GENETIKA

PERCOBAAN III

GEN YANG DIPENGARUHI JENIS KELAMIN

NAMA : RISKA

NIM : H041201020

HARI/TANGGAL : JUMAT/ 3 APRIL 2021

KELOMPOK : VI (ENAM)

ASISTEN : ANUGRAH PRIMA DIRGAHAYU

LABORATORIUM GENETIKA
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Masalah penurunan sifat atau hereditas masih banyak mengambil perhatian

ilmuwan dan para peneliti. Salah satunya yaitu mengenai gen yang dapat

dipengaruhi oleh jenis kelamin. Gen yang dipengaruhi oleh jenis kelamin adalah

gen autosomal yang membedakan antara laki-laki dan perempuan karena

dipengaruhi faktor lingkungan internal yakni perbedaan kadar hormon kelamin

antara laki-laki dan perempuan. Sifat yang diturunkan oleh gen dikenal sebagai sifat

menurun yang dipengaruhi oleh jenis kelamin. Contoh sifat menurun pada manusia

yang dipengaruhi oleh jenis kelamin adalah panjang jari telunjuk (Agus, 2019).

Suryo menyatakan orang mempuyai jari telunjuk yang lebih pendek dari jari

manis, sedangkan Stren menyatakan sifat menurun tersebut lebih banyak ditemukan

pada laki-laki dibanding perempuan. Karakter panjang jati telunjuk ditentukan oleh

sepasang gen, yaitu gen T dan gen t. Gen T adalah gen yang menentukan jari

telunjuk sama tau lebih pendek dibandingkan dari jari manis, sedangkan gen t yang

menetukan jari telunjuk sama atau lebih panjang dari jari manis. Rasio panjang jari

telunjuk terhadap jari manis pada seseorang merupakan suatu karakter atau sifat

yang diwariskan melalui gen yang ekspresinya dipengaruhi oleh jenis kelamin (sex

influence gene) (Agus, 2019).

Berdasarkan hal diatas, untuk membuktikan kebenaran dalam dalam

lingkup mahasiswa Biologi di Universitas Hasanuddin Angkatan 2020 maka

dilakukanlah percobaan ini untuk mengetahui frekuensi fenotip dan genotip

panjang jari telunjuk setiap individu.


1.2 Tujuan Percobaan

Tujuan dari percobaan ini untuk mengetahui frekuensi fenotip dan genotip

panjang jari telunjuk.

I.3 Waktu dan Tempat Percobaan

Percobaan ini dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 03 April 2021 pukul

10.00-12.00 WITA. Bertempat di Laboratorium Genetika, Departemen Biologi,

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin,

Makassar dengan pengamatan yang dilakukan secara daring melalui via zoom di

rumah masing-masing praktikan.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II. 1 Gen yang Terpaut Sex

Sebagian besar model analitik untuk ciri-ciri yang dipengaruhi jenis kelamin

mengasumsi efek seks aditif dengan memperlakukannya sebagai model atau

menyesuaikannya terlebih dahulu. Ini mengarah pada efek lingkungan dan efek

yang terkait dengan ence pada g istilah sebagai “benjolan”. Seks telah secara

bergantian digunakan dengan gender yang bertentangan dengan makna asli

karakteristik biologis dan sosial perempuan dan laki-laki yang keduanya memiliki

konotasi biologis dan sosiologis. Seks cenderung lebih memiliki konotasi sosial.

Masalahnya adalah bahwa model analitis kemungkinan besar mengabaikan

interaksi seks dengan faktor genetik. Seks yang sangat bergantung pada hormon

yang mengendalikan tubuh secara keseluruhan (Lee, 2016).

Gambar II.1. Interaksi Gen (Lee, 2016).

Dengan demikian efek genetik yang dikaitkan dengan hormone,

kemungkinan juga berikteraksi dengan efek genetik lainnya. Lebih lanjut nya

lingkungan sosial yang berbeda oleh gen-gen yang berikteraksi dengan efek
genetik. Ini adalah alasan mengapa intraksi gen lingkungan dalam model analitik.

Interaksi gen jenis kelamin telah ditunjukkan pada hipertensi, skizofrenia, rematik

dan tingkat rekombinan. Pada titik evolusi pandangan, intraksi gen jenis kelamin

dapat dihasilkan oleh jenis kelamin. Seleksi spesifik atau antagonis seksual. Namun

demikian, interaksi gen jenis kelamin telah diabaikan sebagian besar bahkan dalam

studi dirancang untuk mengidentifikasi interaksi lingkungan gen yang satu dengan

gen yang lainnya (Lee, 2016).

Dimorfisme seksual ini sudah terlihat sejak individu masih usia janin. Salah

satu faktor yang mempengaruhi ukuran jari ini adalah hormon seks prenatal yaitu

testosteron dan estrogen. Hormon ini akan mempengaruhi kerja dua buah gen yaitu

hoxa dan hoxd yang berperan dalam mengendalikan panjang jari seseorang. Kadar

testosteron atau androgen yang rendah dan estrogen prenatal yang tinggi biasanya

akan menyebabkan jari telunjuk lebih panjang dari pada jari manis atau sebaliknya

kadar testosteron atau androgen yang tinggi dan estrogen prenatal rendah,

menyebabkan jari telunjuk lebih pendek dari jari manis (Purwaningsih, 2014).

Sensitivitas terhadap reseptor androgen juga berkorelasi dengan rasio 2D :

4D dan reseptor androgen yang berkorelasi dengan rasio 2D : 4D atau panjang jari

telunjuk, dikode oleh kelipatan trinukleotida (CAG)n. Laki-laki yang lebih sensitif

terhadap reseptor androgen memiliki sifat lebih maskulin dan berkorelasi positif

dengan rasio 2D : 4D dan (CAG)n .Selain itu falang dan metakarpal ke kedua juga

ikut berkontribusi pada variasi rasio 2D : 4D. Metakarpal dua juga membedakan

rasio 2D : 4D laki laki dan perempuan. Rasio laki-laki lebih kecil daripada

perempuan, sehingga kebanyakan laki-laki memiliki panjang jari telunjuk lebih

pendek dari pada jari manis (Purwaningsih, 2014).


Rasio 2D : 4D ini dapat dihubungkan dengan kecenderungan penyakit

tertentu, seperti penyakit jantung koroner pada laki-laki. Hal ini berhubungan

dengan kadar testosteron prenatal. Perempuan yang memiliki rasio 2D : 4D rendah

ada kecenderungan mengalami migrain dan sakit kepala (tension type headache),

tetapi tidak pada laki-laki. Rasio 2D : 4D berhubungan dengan kecenderungan

munculnya penyakit kanker, seperti kanker testis dan kanker prostat pada laki-laki,

kanker serviks dan kanker payudara pada perempuan, serta kanker lambung. Rasio

2D : 4D dapat digunakan sebagai penanda paparan hormon seks prenatal,

sedangkan pada usia dewasa, tidak ada hubungan yang nyata antara kadar hormon

seks dengan rasio 2D : 4D, baik pada pria maupun wanita (Purwaningsih, 2014).

II.1.1 Gen-gen yang Terdapat pada Kromosom X

Gen-gen yang terdapat pada kromosom X adalah gen yang hanya terpaut

pada kromsom X. Dengan demikian maka penyakit yang diakibatkan oleh

keterpautan ini hanya dijumpai pada kromsom X. Buta warna dan hemofilia

merupakan dua penyakit yang terpaut kromosom X. Kedua penyakit tersebut

disebabkan oleh alel resesif sehingga hanya akan muncul pada kondisi homozigot

pada wanita (Karolina, dkk., 2019).

Gen yang melekat pada kromosom X wanita lebih besar dibanding pada

laki-laki. Percobaan yang pertama kali mengungkapkan adanya peristiwa rangkai

gen pada kromosom X dilakukan oleh T.H Morgan pada tahun 1910. Dia

menyilangkan lalat D. Melanogaster jantan bermata putih dengan betina bermata

merah. Dari hasil persilangan tesebut diketahui bahwa individu betina ini dikatakan

bersifat homogametik. Sebaliknya, individu jantan yang hanya membawa sebuah

kromosom X akan menghasilkan dua macam gamet yang berbeda, yaitu gamet yang

membawa kromosom X dan gamet yang membawa kromosom Y. Individu jantan

ini dikatakan bersifat heterogametic (Lee, 2016).


II.1.2 Gen-gen yang Terdapat pada Kromosom Y

Gen –gen yang terdapat pada kromosom Y adalah gen-gen yang selalu dan

hanya melekat pada kromosom Y, gen ini hanya ditemukan pada individu yang

berjenis kelamin laki-laki. Gen rangkai kelamin dapat dikelompok berdasarkan atas

macam kromosom kelamin tempatnya berada. Oleh karena kromosom kelamin

pada umumnya dapat dibedakan menjadi kromosom X dan Y, maka gen rangkai

kelamin dapat menjadi gen rangkai X (X-linked genes) dan gen rangkai Y (Y-linked

genes). Disamping itu, ada pula beberapa gen yang terletak pada kromosom X tetapi

memiliki pasangan pada kromosom Y. Gen semacam ini dinamakan gen rangkai

kelamin tak sempurna (incompletely sex-linked genes) (Lee, 2016).

II.2 Gen yang Diubah oleh Sex

Pada bahasa gen yang ekspresinya diubah oleh seks (sex influeced genes),

akan dibicarakan gen-gen yang dalam memberikan eksprasinya pada fenotip dapat

diubah oleh seks. Gen-gen ini dapat terletak pada autosom maupun pada kromosom

kelamin. Jika gen tersebut terdapat pada tubuh, maka laki-laki dan perempuan dapat

diharapkan akan dapat menerima gen tersebut dengan frekuensi yang sama,

sehingga masing-masing seks mempunyai peluang yang sama besar untuk

menunjukkan diwarisakannya gen tertentu (Savitri dan Artadana, 2018).

Apabila gen itu terdapat pada kromosom X, maka kromosom tersebut akan

diwariskan menurut pola bersilang. Artinya gen yang terletak pada kromosom X itu

tidak mungkin diwariskan oleh seorang ayah langsung kepada anak laki-lakinya.

Ekspresi dari beberapa gen yang diketahui terletak di autosom dapat dibatasi atau

dipengaruhi oleh seks dari seorang yang memiliki nya (Lee, 2016).
II.2.1 Gen yang Dibatasi Sex

Gen yang dibatasi oleh jenis kelamin tampak pada kromosom tertentu dan

diturunkan pada kedua jenis kelain dengan cara sama, tetapi hanya terekspresi pada

salah satu pada jenis kelamin saja. Salah satu contoh yang paling umum yaitu pada

kelainan hipertrikosis (Sumathi, 2017).

Gambar II. 2. Contoh Gen yang Dibatasi Jenis Kelamin (Sumathi, 2017).

Gambar II.3. Contoh Gen yang Dibatasi Jenis Kelamin (Sumathi, 2017).

Hipertrikosis adalah kondisi yang digunakan untuk peningkatan rambut

pada setiap bagian tubuh secara berlebihan. Hipertrikosis dapat berupa temuan yang

terisolasi atau dikaitkan dengan kelainan lain. Oleh karena itu, diagnosis

hipertrikosis yang tepat ke dalam klasifikasi yang pasti sangat penting. Rambut

yang berlebihan dapat menyebabkan masalah kecantikan, Oleh karena itu, pasien

harus diberitahukan dengan tepat tentang opsi perawatan yang tersedia. Pilihan

perawatan yang tersedia saat ini termasuk prosedur kosmetik seperti pemutihan,

pemangkasan, mencukur, mencabut, waxing, depilatory kimia dan pencukuran bulu

serta laser. Hair removal melalui laser adalah metode yang paling menjanjikan

untuk hair removal jangka pendek (Sumathi, 2017).


II.2.2 Gen yang Dipengaruhi Sex

Beberapa konsepsi Mendel terbukti benar, dan tetap diterima demikian

hingga saat ini, tetapi ada pula konsepsi Mendel yang terbukti tidak benar, kurang

tepat, ataupun perlu disempurnakan. Kesimpulan utama Mendel atas dasar

percobaan persilangan juga perlu disempurnakan, sekalipun ide dasarnya tetap

berlaku. Upaya evaluasi yang dilakukan ini akan memungkinkan kita untuk

memahami berbagai hal tentang genetika Mendel lebih proporsional (Natsir, 2013).

Tanda-tanda adanya pautan sebenarnya sudah terlihat pada laporan

persilangan dihibridisasi tanaman ercis Pisum sativum yang dikemukakan oleh W.

Bateson dan R.C Punnet pada tahun 1906. Akan tetapi hasil percobaan persilangan

itu gagal diintrepetasikan oleh mereka bahwa ada pautan. T. H Morgan dan Sutton

yang pertama kali mengintrepetasikan hasil percobaan persilangan itu dengan benar

tentang adanya pautan (Natsir, 2013).

Dewasa ini sudah jelas diketahui bahwa semua faktor (berapa pun
jumlahnya) yang terdapat pada satu kromosom yang sama akan cenderung terpaut
satu sama lain selama pembelahan reduksi pada meiosis dan faktor-faktor itu
dikatakan membentuk satu pautan. Dengan demikian pautan linkage sesungguhnya
merupakan keadaan yang normal, faktor-faktor yang terdapat pada satu kromosom
memang terangkai satu sama lain (melalui ikatan kimia). Dalam hubungan ini pula
jelas terlihat bahwa jumah pautan pada makhluk hidup diploid adalah sebanyak
jumlah pasangan kromosom (Natsir, 2013).
Temuan tentang pautan inipun pada dasarnya mempertegas lagi konsepsi
kita bahwa faktor-faktor (gen) adalah bagian dari kromosom, dan dalam rumusan
lain temuan ini memperkokoh teori pewarisan kromosom. Fenomena pautan yang
disadari oleh kenyataan bahwa faktor (gen) adalah bagian dari kromosom, akan
merupakan perangkat alat evaluasi kita terhadap hukum pemisahan Mendel dan
hukum pilihan bebas Mendel yang mula-mula (Natsir, 2013).
Adanya konsepsi gen yang dipengaruhi oleh sex pertama kali ditemukan

oleh T.H Morgan dan C.B Bridger pada tahun 1910. Temuan ini diperoleh saat

mempelajari penyimpangan dari hasil (keadaan) yang diharapkan. T. H Morgan

memiliki suatu strain Drosophila melanogaster yang bermata putih dan ternyata

strain tersebut sudah tergolong galur murni. Namun demikian jika strain bermata

putih disilangkan dengan strain berwarna merah, ternyata turunan yang muncul

tidak sesuai dengan yang seharusnya berdasarkan kebakaan Mendel. Pada

penelitian ini sifat-sifat yang merupakan pautan kelamin adalah warna mata merah

(strain normal) dan mata putih (strain white) sedangkan warna tubuh (normal dan

black) bukan merupakan pautan kelamin (Natsir, 2013).

Selain gen-gen autosomal demikian itu dikenal pula gen-gen yang terdapat

didalam kromosom kelamin. Peristiwa ini dinamakan rangkai kelamin “sex

linkage”. Gen–gen yang terdapat/terangkai pada kromosom kelamin dinamakan

gen terangkai kelamin “sex-linked genes”. Berhubung dengan itu dapat dibedakan

gen terangkai-X “X-linked gene”, ialah gen yang terangkai pada kromosom-X dan

gen terangkai-Y “Y-linked gene”, yang terangkai pada kromosom Y (Suryo, 2016).

Salah satu contoh dari gen yang terpaut jenis kelamin ini adalah penyakit

buta warna. Buta warna merupakan penyakit kelainan pada mata yang ditentukan

oleh gen resesif pada kromosom seks, khususnya terpaut pada kromosom X atau

kondisi ketika sel-sel retina tidak mampu merespon warna dengan semestinya.

Istilah buta warna atau colour blind sebetulnya salah pengertian dan menyesatkan,

karena seorang penderita buta warna tidak buta terhadap seluruh warna. Akan lebih

tepat bila disebut gejala defisiensi daya melihat warna tertentu saja atau colour

vision deficiency (Maelita, 2019)


Penderita buta warna terdapat lebih banyak pada laki-laki dibandingkan

dengan perempuan, dengan persentase masing-masing 5 - 8% laki-laki dan 0.5%

perempuan. Sebagian besar orang menganggap buta warna bukan merupakan suatu

masalah yang serius, sehingga sering diabaikan meskipun dapat mengganggu

pekerjaan (Dhika, 2014).

Masalah yang dirasakan oleh penderita buta warna adalah kesulitan

mengenali warna tertentu atau tidak bisa melihat warna tertentu. Tingkatan buta

warna dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis yaitu: 1) Anomali Trikomat: Suatu

keadaan dimana tiga jenis sel kerucut tetap ada, tetapi satu diantaranya tidak normal

atau tidak berfungsi dengan baik. 2) Dikhromat: keadaan ketika satu dari tiga sel

kerucut tidak ada. 3) Monokhromat: Monokromasi adalah kondisi retina mata yang

mengalami kerusakan total dalam merespon warna. Monokromasi ditandai dengan

hilangnya atau berkurangnya semua penglihatan warna (Dhika, 2014).

Model analitis kemungkinan besar mengabaikan interaksi seks dengan

faktor genetik yang mengendalikan tubuh secara keseluruhan efek dengan genetik

yang dikaitkan dengan hormon kemungkinan juga berikteraksi dengan efek genetik

lainnya. Lebih lanjut, lingkungan sosial yang berbeda dengan efek genetik. Inilah

mengapa interaksi gen lingkungan dalam model analitik. Namun demikian,

interaksi gen jenis kelamin telah diabaikan sebagian besar yang dimana dalam studi

dirancang untuk mengidentifikasi interaksi lingkungan gen yang satu dengan gen

yang lainnya (Lee, 2016).

Pada gen dipengaruhi oleh sex, ekspresi yang timbul berbeda namun tidak

terlalu mutlak sehingga bisa terjadi pada kedua jenis kelamin baik itu pada laki-laki

maupun pada perempuan. Contoh dari ekspresi gen yang dipengaruhi oleh seks

adalah kebotakan dan panjang jari telunjuk (Purwaningsih, 2016).


BAB III

METODE PERCOBAAN

III.1 Alat dan Bahan

III.1.1 Alat

Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah alat tulis menulis.

III.1.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah jari telunjuk dan jari

manis kepunyaan sendiri.

III.2 Cara Kerja

Adapun langkah-langkah pada percobaan ini adalah:

1. Dibuat garis horizontal yang jelas pada halaman lembar praktikum.

2. Diletakkan tangan kana atau tangan kiri di atas lembaran praktikum sehingga

ujung jari telunjuk tepat menyinggung garis horizontal tersebut.

3. Dicatat jari mana yang lebih panjang.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1 Hasil

IV.1.1 Data Kelompok

Tabel IV.1 Terpaut Sex


Genotipe Laki-Laki Perempuan
LL Jari Telunjuk Pendek Jari Telunjuk Pendek
Ll Jari Telunjuk Pendek Jari Telunjuk Panjang
ll Jari Telunjuk Panjang Jari Telunjuk Panjang

Tabel IV.2 Data Kelompok


No Nama Sex Fenotip

1 Riska XX Jari Telunjuk Panjang

2 Sarmila Sinta XX Jari Telunjuk Panjang

3 Ainun Amini XX Jari Telunjuk Pendek

4 WD. Tiara Putri Komala XX Jari Telunjuk Panjang

5 Nurul Dinza Jenia XY Jari Telunjuk Pendek

6 Siti Aulia Adila XX Jari Telunjuk Pendek

7 Ainun Saputri XX Jari Telunjuk Pendek

8 Dzulfaida Rajasa XX Jari Telunjuk Pendek

9 Hayatul Azizah XX Jari Telunjuk Pendek

10 Nurfadillah XX Jari Telunjuk Pendek

11 Corezy Filadelfi Amba Salu XX Jari Telunjuk Pendek

12 Belusyifa Irhamni XX Jari Telunjuk Pendek

13 Annisa XX Jari Telunjuk Panjang

14 Iffa Muthiah Firman XX Jari Telunjuk Panjang


IV.2 Pembahasan

Percobaan yang dilakukan membahas tentang gen yang dipengaruhi jenis

kelamin. Gen yang ekspresinya dipengaruhi oleh jenis kelamin adalah sifat yang

tampak pada kedua macam seks, tetapi pada salah satu seks ekspresinya lebih

besar dari pada untuk seks lainnya atau dengan kata lainnya gen-gen tersebut

dominansinya bergantung dari jenis kelamin. Salah satu contoh dari gen yang

dipengaruhi jenis kelamin adalah panjang jari telunjuk (Lee, 2016).

Dalam suatu sumber dijelaskan rasio panjang jari telunjuk terhadap jari

manis pada seseorang merupakan suatu karakter atau sifat yang diwariskan

melalui gen yang ekspresinya dipengaruhi oleh jenis kelamin (sex influence gene).

Panjang jari kedua atau telunjuk (2D) dan jari keempat atau jari manis (4D) telah

menjadi perhatian beberapa ahli karena terkait perbedaan jenis kelamin. Rasio 2D

terhadap 4D untuk sebagian besar laki-laki ternyata lebih kecil daripada

perempuan sehingga timbullah perbedaan antara keduanya (Purwaningsih, 2014).

Berdasarkan data kelompok yang telah diperoleh, dapat diketahui bahwa

kebanyakan perempuan mempunyai jari telunjuk pendek yaitu sebanyak 9 orang

dan 4 orang yang mempunyai jari telunjuk panjang dan semuanya perempuan. Hal

ini dikarenakan gen dominan memperlihatkan pengaruhnya pada individu

perempuan. Akan tetapi, dalam keadaan homozigotik resesif, pengaruh dominan itu

tidak akan menampakkan diri dalam fenotip. Jari telunjuk pendek disebabkan oleh

gen yang dominan pada orang laki-laki (genotip LL atau Ll) dan telunjuk panjang

itu memiliki gen yang resesif dengan genotip ll. Akan tetapi pada perempuan

telunjuk pendek mempunyai genotip LL, sedangkan telunjuk panjang mempunyai

genotip Ll atau ll. Perbandingan panjang antara jari telunjuk dan jari manis juga

berhubungan dengan kondisi hormonal saat berada dalam kandungan dan tentunya

akan mempengaruhi kepribadian seseorang saat tumbuh dewasa.


Berdasarkan data individu yang telah diperoleh, dapat diketahui bahwa

indvidu (perempuan) ini mempunyai jari telunjuk panjang. Hal ini dikarenakan gen

dominan memperlihatkan pengaruhnya pada individu (perempuan) ini. Akan tetapi,

dalam keadaan homozigotik resesif, pengaruh dominan itu tidak akan

menampakkan diri dalam fenotip. Jari telunjuk panjang pada perempuan

disebabkan oleh gen yang dominan pada perempuan (genotip Ll) dan telunjuk

panjang itu memiliki gen yang resesif dengan genotip ll pada fenotip dimana jari

laki-laki dan perempuan berjari telunjuk panjang.

Perbedaan panjang antara jari telunjuk dengan jari manis pada individu laki-

laki maupun perempuan dikarenakan gen dominan memperlihatkan pengaruhnya

pada individu laki-laki maupun perempuan. Akan tetapi, dalam keadaan

homozigotik resesif, pengaruh dominan itu tidak akan menampakkan diri dalam

fenotip. Jari telunjuk pendek disebabkan oleh gen yang dominan pada orang laki-

laki (genotip LL atau Ll) dan telunjuk panjang itu memiliki gen yang resesif dengan

genotip ll. Akan tetapi pada perempuan telunjuk pendek mempunyai genotip LL

sedangkan telunjuk panjang mempunyai genotip Ll atau ll. Perbandingan panjang

antara jari telunjuk dan jari manis juga berhubungan dengan kondisi hormonal saat

berada dalam kandungan dan tentunya akan mempengaruhi kepribadian seseorang

saat tumbuh dewasa (Lee, 2016).

Laki-laki lebih sensitif terhadap reseptor androgen memiliki sifat lebih

maskulin dan berkorelasi positif dengan rasio 2D : 4D dan (CAG)n .Selain itu

falang dan metakarpal ke kedua juga ikut berkontribusi pada variasi rasio 2D : 4D.

Metakarpal dua juga membedakan rasio 2D : 4D laki laki dan perempuan. Rasio

laki-laki lebih kecil daripada perempuan, sehingga kebanyakan laki-laki memiliki

panjang jari telunjuk lebih pendek dari pada jari manis (Purwaningsih, 2014).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

IV. 1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan dengan mengukur panjang

jari telunjuk terhadap jari manis dapat diketahui bahwa kebanyakan perempuan

mempunyai jari telunjuk pendek dan hanya tiga orang perempuan yang

mempunyai jari telunjuk panjang. Hal ini dikarenakan gen dominan

memperlihatkan pengaruhnya pada individu pada perempuan. Akan tetapi, dalam

keadaan homozigotik resesif, pengaruh dominan itu tidak akan menampakkan diri

dalam fenotip.

IV.2 Saran

IV. 2.1 Saran untuk Laboratorium

Sebiknya saat praktikum dilaksanakan secara daring, kami diperlihatkan

bagaimana laboratorium yang dipakai sehingga kami mengetahui bagaimana

kondisi laboratorium genetika yang dipakai kakak asisten.

IV. 2. 2 Saran untuk Asisten

Sebaiknya asisten mempertahankan ketegasan di setiap praktikum dan

waktu respon lebih ditambah lagi supaya praktikan dapat memaksimalkan

jawabannyaa sehingga tidak gagal respon.

IV. 2. 3 Saran untuk Praktikum

Praktikum berjalan dengan lancar meskipun dilaksanakan secara daring

namun tidak mengurangi esensi dari praktikum itu sendiri. Beberapa kendala seperti

terkait jaringan merupakan hal biasa, semoga kedepannya praktikum bisa berjalan

dengan lebih baik lagi.


DAFTAR PUSTAKA

Agus, R., 2019. Penuntun Praktikum Genetika Laboratorium Genetika.


Departemen Biologi Universitas Hasanuddin: Makassar.

Dhika, R.,V., Ernawati, Desi, A., 2014. Aplikasi Tes Buta Warna Dengan Metode
Ishihara Pada Smartphone Android. Jurnal Pseudocode. 1(1): 51-59.

Karolina, N.W., Pharmawati, M., dan Setyawati, I,. 2019. Prevalensi dan Frekuensi
Gen Buta Warna Siswa Sekolah Dasar di Kabupaten Badung. Bali,
Indonesia. Jurnal Biologi Udayana. 23 (2): 42-49.

Maelita, R., 2019. Penuntun Praktikum Genetika. Laboratorium Genetika ITB


Press: Bandung.

Lee, C., 2016. Analytical Models For Genetics of Human Traits Influenced By Sex.
Current Genomics. 17(5): 439-443.

Natsir, N., A., 2013. Fenomena Pautan Kelamin Pada Persilangan Drosophila
melanogaster Strain N♂ X W♀ Dan N♂ X B♀ Beserta Resiproknya. Jurnal
Biology Science & Education. 2(2): 160-169.

Purwaningsih, E., 2016. Insidensi Panjang Jari Telunjuk Terhadap Jari Manis
(Rasio 2D : 4D) Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitar YARSI
Angkatan 2013-2014. Jurnal Kedokteran Yarsi. 24(1): 001-008.

Savitri, D.W., dan Artadana, I.B.M.,2018. Genetika Mendel dan


Perkembangannya. Graha Ilmu: Yogyakarta

Sumathi, K., Sai Krishna, G., dan Komal Krishna, T., 2017. Werewolf Syndrome-
An Orphan Genetic Disorder. Int J Pharma Res Health Sci. 5(2): 1623-1626.

Suryo. 2016. Genetika Manusia. Gajah Mada University Press: Yogyakarta.


Lampiran Referensi

Anda mungkin juga menyukai