Anda di halaman 1dari 53

KUP

KEGIATAN
BELAJAR 3

6
SURAT KETETAPAN PAJAK DAN SURAT TAGIHAN
PAJAK, SERTA PENGEMBALIAN KELEBIHAN
PEMBAYARAN PAJAK

1. Latar Belakang Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan Pajak

Dalam Undang-Undang KUP yang menjelasakan bahwa sistem perpajakan


Indonesia menggunakan self assessment ada pada penjelasan umum.
Sedangkan dalam batang tubuhnya tidak secara tersurat menyebutkannya, tetapi
jika disimah maksud bunyi pasal dan ayatnya ketentuan self assessment
sebenarnya adalah ketentuan Pasal 12 Undang-Undang KUP.

Adapun pembahasan selengkapnya adalah sebagai berikut.

Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang KUP mengatur bahwa setiap Wajib Pajak
wajib membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya
surat ketetapan pajak. Dalam penjelasannya disebutkan bahwa pada prinsipnya
pajak terutang pada saat timbulnya objek pajak yang dapat dikenai pajak, tetapi
untuk kepentingan administrasi perpajakan saat terutangnya pajak tersebut
adalah:

a. pada suatu saat, untuk Pajak Penghasilan yang dipotong oleh pihak ketiga;
b. pada akhir masa, untuk Pajak Penghasilan yang dipotong oleh pemberi
kerja, atau yang dipungut oleh pihak lain atas kegiatan usaha, atau oleh PKP
atas pemungutan PPN Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah; atau

91

PUSDIKLAT PAJAK
KUP

c. pada akhir Tahun Pajak, untuk Pajak Penghasilan.

Jumlah pajak yang terutang yang telah dipotong, dipungut, atau pun yang harus
dibayar oleh Wajib Pajak setelah tiba saat atau masa pelunasan pembayaran,
oleh Wajib Pajak harus disetorkan ke kas negara melalui tempat pembayaran.
Berdasarkan Undang-Undang KUP, DJP tidak berkewajiban untuk menerbitkan
surat ketetapan pajak atas semua SPT yang disampaikan Wajib Pajak.
Penerbitan suatu surat ketetapan pajak hanya terbatas pada Wajib Pajak tertentu
yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian SPT atau karena
ditemukannya data fiskal yang tidak dilaporkan oleh Wajib Pajak.

Berdasarkan penjelasan Pasal 12 ayat (2) tersebut diketahui bahwa pada


prinsipnya pajak terutang pada saat timbulnya objek pajak yang dapat dikenai
pajak, tetapi untuk kepentingan administrasi perpajakan saat terutangnya adalah
pasa saat, pada akhir masa, dan pada akhir tahun pajak. Namun nanti saat kita
mempelajari penerbitan surat ketetapan pajak saat terutangnya pajak yang ‘pada
saat’ untuk Pajak Penghasilan yang dipotong pihak ketiga tidak diatur dengan
jelas berbeda dengan masa pajak dan tahun pajak (termasuk didalamnya bagian
tahun pajak).

Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang KUP mengatur bahwa jumlah Pajak yang
terutang menurut SPT yang disampaikan oleh Wajib Pajak adalah jumlah pajak
yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam
penjelasannya disebutkan bahwa kepada Wajib Pajak yang telah menghitung
dan membayar besarnya pajak yang terutang secara benar sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, serta melaporkan dalam
SPT, tidak perlu diberikan surat ketetapan pajak atau pun Surat Tagihan Pajak.

Pasal 12 ayat (3) Undang-Undang KUP mengatur bahwa apabila Dirjen Pajak
mendapatkan bukti jumlah pajak yang terutang menurut SPT tidak benar, Dirjen
Pajak menetapkan jumlah pajak yang terutang. Dalam penjelasannya disebutkan
bahwa apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang
dihitung dan dilaporkan dalam SPT yang bersangkutan tidak benar, misalnya
pembebanan biaya ternyata melebihi yang sebenarnya, Dirjen Pajak menetapkan
besarnya pajak yang terutang sebagaimana mestinya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.

92 PUSDIKLAT PAJAK
KUP

Ketentuan Pasal 12 ayat (3) Undang-Undang KUP jelas mengatur “...apabila


Dirjen Pajak mendapatkan bukti jumlah pajak yang terutang menurut SPT tidak
benar, .... menetapkan jumlah pajak yang terutang.” Ketentuan ini jelas mengatur
bahwa Dirjen Pajak dapat menetapkan pajak yang terutang dengan surat
ketetapan pajak yang berbeda dengan SPT yang dilaporkan Wajib Pajak apabila
mendapatkan bukti. Maksud bukti dalam ketentuan ini dapat dihubungkan
dengan Pasal 69 ayat (1) Undang-Undang Pengadilan Pajak tentang alat bukti
yang dapat berupa; surat atau tulisan, keterangan ahli, keterangan para saksi,
pengakuan para pihak, dan/atau pengetahuan hakim. Sedangkan ‘data’ bisa
dimaknai sebagai kumpulan angka, memang bisa menjadi bagian dari alat bukti
surat.

Pajak terutang yang dilaporkan Wajib Pajak dalam SPT bisa disebut dengan
penetapan. Tetapi dalam menghitung pajak tersebut harus sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangan-undangan perpajakan yang berlaku. Jika
ternyata dalam penghitungan pajak tersebut ada yang tidak sesuai dengan
ketentuan peraturan perpajakan maka Dirjen Pajak berwenang menetapkan
jumlah pajak yang terutang berdasarkan ketentuan ditambah sanksi administrasi.
Namun tidak semua ketetapan berupa kurang bayar, karena bisa berupa lebih
bayar dan nihil. Pengenaan sanksi administrasi bertujuan agar Wajib Pajak
menghitung pajaknya sesuai dengan ketentuan karena jika DJP mendapatkan
bukti bahwa jumlah pajak yang terutang menurut SPT tidak sesuai dengan
ketentuan akan dikenakan sanksi administrasi perpajakan.

2. Jenis Ketetapan Pajak

Pasal 1 angka 15 Undang-Undang KUP mengatur bahwa Surat Ketetapan Pajak


adalah surat ketetapan yang meliputi:

1. SKPKB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah


pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok
pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus
dibayar.189
2. SKPKBT adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas
jumlah pajak yang telah ditetapkan.190

189 Pasal 1 angka 16 UU KUP


190 Pasal 1 angka 17 UU KUP

93

PUSDIKLAT PAJAK
KUP

3. Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah surat ketetapan pajak yang menentukan
jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak
tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.191
4. SKPLB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan
pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak
yang terutang atau seharusnya tidak terutang.192

Selain surat ketetapan pajak juga dikenal adanya Surat Tagihan Pajak. STP
adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa
bunga dan/atau denda.193

3. Penerbitan Surat Ketapan Pajak Sebelum Wajib Pajak Mempunyai


NPWP

Dirjen Pajak dapat menerbitkan surat ketetapan pajak dan/atau STP untuk Masa
Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sebelum Wajib Pajak diberikan
atau diterbitkan NPWP dan/atau dikukuhkan sebagai PKP, apabila diperoleh data
dan/atau informasi yang menunjukkan adanya kewajiban perpajakan yang belum
dipenuhi Wajib Pajak.194

Berdasarkan sistem self assessment, kewajiban perpajakan Wajib Pajak


ditentukan oleh terpenuhinya persyaratan subjektif dan objektif. Dengan
demikian, surat ketetapan pajak dan/atau STP untuk Masa Pajak, Bagian Tahun
Pajak, atau Tahun Pajak dapat diterbitkan sebelum Wajib Pajak tersebut
diberikan atau diterbitkan NPWP atau dikukuhkan sebagai PKP, dapat diterbitkan
apabila diperoleh data dan/atau informasi yang menunjukkan adanya kewajiban
perpajakan yang belum dipenuhi oleh Wajib Pajak.

191 Pasal 1 angka 18 UU KUP


192 Pasal 1 angka 19 UU KUP
193 Pasal 1 angka 20 UU KUP
194Pasal 24 ayat (1) PP 74 Tahun 2011

94 PUSDIKLAT PAJAK
KUP

Contoh 0-1:

Terhadap Wajib Pajak orang pribadi diterbitkan NPWP pada tanggal 6 Januari
2011. Sampai dengan tanggal 31 Maret 2012 Wajib Pajak hanya menyampaikan
SPT Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2010. Dalam tahun 2012, Dirjen
Pajak memperoleh data yang menunjukkan bahwa Wajib Pajak dalam Tahun
Pajak 2009 memperoleh penghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak.
Berdasarkan data tersebut Dirjen Pajak dapat menerbitkan surat ketetapan pajak
dan/atau STP untuk Tahun Pajak 2009.
Surat ketetapan pajak dan/atau STP diterbitkan dalam jangka waktu lima tahun
setelah saat terutangnya pajak, atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun
Pajak, atau Tahun Pajak, kecuali terhadap Wajib Pajak dipidana karena
melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang
dapat mengakibatkan kerugian pada pendapatan negara berdasarkan Putusan
Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.195 Dalam hal Dirjen
Pajak menerbitkan surat ketetapan pajak dan/atau Surat Tagihan Pajakuntuk
Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya,
jangka waktu menjadi sepuluh tahun.196

4. Penerbitan Surat Ketetapan Pajak Setelah Penghapusan NPWP

Dirjen Pajak dapat menerbitkan surat ketetapan pajak dan/atau STP untuk Masa
Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sebelum dan/atau setelah
penghapusan NPWP atau pencabutan Pengukuhan PKP, apabila setelah
penghapusan NPWP atau pencabutan Pengukuhan PKP, diperoleh data
dan/atau informasi yang menunjukkan adanya kewajiban perpajakan yang belum
dipenuhi Wajib Pajak.197

Penerbitan surat ketetapan pajak dan/atau STP dapat juga dilakukan apabila
setelah penghapusan NPWP atau pencabutan Pengukuhan PKP diperoleh data
dan/atau informasi yang menunjukkan adanya kewajiban perpajakan yang belum
dipenuhi Wajib Pajak untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak
sebelum atau setelah penghapusan NPWP atau pencabutan Pengukuhan PKP.

195Pasal 13ayat (3) PMK 145/PMK.03/2012 stdd PMK 183/PMK.03/2015


196Pasal 13 ayat (5) PMK 145/PMK.03/2012 stdd PMK 183/PMK.03/2015
197Pasal 24 ayat (2) PP 74 Tahun 2011

95

PUSDIKLAT PAJAK
KUP

Contoh 0-2:

Terhadap Wajib Pajak orang pribadi diterbitkan NPWP pada tanggal 6 Januari
2009. Pada tanggal 28 Desember 2011, NPWP tersebut dihapus. Dalam tahun
2013, Dirjen Pajak memperoleh data yang menunjukkan bahwa dalam Tahun
Pajak 2008, Wajib Pajak memperoleh penghasilan di atas Penghasilan Tidak
Kena Pajak, dalam Tahun Pajak 2010, Wajib Pajak memperoleh penghasilan
yang belum dilaporkan dalam SPT sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah), dan dalam Tahun Pajak 2012, Wajib Pajak memperoleh penghasilan di
atas Penghasilan Tidak Kena Pajak. Berdasarkan data tersebut Dirjen Pajak
menerbitkan surat ketetapan pajak dan/atau STP untuk Tahun Pajak 2008, 2010,
dan 2012.
Surat ketetapan pajak dan/atau STP diterbitkan dalam jangka waktu lima tahun
setelah saat terutangnya pajak, atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun
Pajak, atau Tahun Pajak, kecuali terhadap Wajib Pajak dipidana karena
melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang
dapat mengakibatkan kerugian pada pendapatan negara berdasarkan Putusan
Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.198
Surat ketetapan pajak dan/atau STP diterbitkan dengan terlebih dahulu
mengaktifkan kembali NPWP yang telah dihapus.199 Dalam hal Dirjen Pajak
menerbitkan surat ketetapan pajak dan/atau Surat Tagihan Pajakuntuk Masa
Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya, jangka
waktu menjadi sepuluh tahun.200 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
penerbitan surat ketetapan pajak dan/atau STP sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan atau berdasarkan PMK.201

5. Jika Ketetapan Pajak Rusak, Tidak Terbaca, Hilang, atau Tidak Dapat
Ditemukan

Dalam hal ketetapan dan/atau keputusan yang diterbitkan oleh Dirjen Pajak
dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan
diketahui rusak, tidak terbaca, hilang atau tidak dapat ditemukan lagi, karena
keadaan di luar kekuasaannya, Dirjen Pajak karena jabatannya, menerbitkan
kembali ketetapan dan/atau keputusan sebagai pengganti ketetapan dan/atau
keputusan yang rusak, tidak terbaca, hilang atau tidak dapat ditemukan lagi
tersebut.202 Yang dimaksud dengan “ketetapan dan/atau keputusan yang
diterbitkan oleh Dirjen Pajak dalam melaksanakan peraturan perundang-
undangan di bidang perpajakan” meliputi:

198Pasal 24 ayat (3) PP 74 Tahun 2011


199Pasal 13 ayat (4) PMK 145/PMK.03/2012 stdd PMK 183/PMK.03/2015
200Pasal 13 ayat (5) PMK 145/PMK.03/2012 stdd PMK 183/PMK.03/2015
201Pasal 24 ayat (4) PP 74 Tahun 2011
202Pasal 22 ayat (1) PP 74 Tahun 2011

96 PUSDIKLAT PAJAK
KUP

a. Surat Tagihan Pajak;

b. surat ketetapan pajak;

c. SK Pembetulan;

d. SK Keberatan;

e. SK Pengurangan Sanksi Administrasi;

f. SK Penghapusan Sanksi Administrasi;

g. SK Pengurangan Ketetapan Pajak;

h. SK Pembatalan Ketetapan Pajak; dan

i. Surat ketetapan atau keputusan lain yang berhubungan dengan


pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak.

Ketetapan dan/atau keputusan yang diterbitkan kembali oleh Dirjen Pajak


tersebut mempunyai kedudukan hukum yang sama dengan ketetapan dan/atau
keputusan yang telah diterbitkan oleh Dirjen Pajak.203

6. Jika SPT Menggunakan Satuan Mata Uang Dollar Amerika Serikat

Dalam hal Wajib Pajak memperoleh izin untuk menyelenggarakan pembukuan


dengan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat dan diwajibkan untuk
menyampaikan SPT dengan menggunakan satuan mata uang Dollar Amerika
Serikat, surat ketetapan pajak dan STP diterbitkan dengan menggunakan satuan
mata uang Dollar Amerika Serikat kecuali STP berdasarkan Pasal 7 Undang-
Undang KUP.204 Alasan yuridis bahwa STP Pasal 7 Undang-Undang KUP tidak
menggunakan satuan mata uang Dollar Amerika Serikat karena Pasal 7 secara
tertulis menyebutkan dikenakan denda dalam bentuk mata uang rupiah.

7. Tata Cara Penerbitan Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan Pajak

Berdasarkan laporan hasil Pemeriksaan, laporan hasil Pemeriksaan ulang atau


laporan Pemeriksaan Bukti Permulaan dibuat nota penghitungan.205 Berdasarkan
nota penghitungan harus ditindaklanjuti dengan penerbitan surat ketetapan

203Pasal 22 ayat (2) PP 74 Tahun 2011


204Pasal 14 PMK 145/PMK.03/2012 stdd PMK 183/PMK.03/2015
205Pasal 20 ayat (2) PP 74 Tahun 2011

97

PUSDIKLAT PAJAK
KUP

pajak.206 Ketentuan lebih lanjut tentang penerbitan surat ketetapan pajak dan
STP diatur dalam PMK Nomor 145/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Penerbitan
Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan Pajak sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 183/PMK.03/2015. Pokok-pokok
tata cara penerbitan surat ketetapan pajak dan STP adalah sebagai berikut.

7.1. Tata Cara Penerbitan SKP

1. Surat ketetapan pajak diterbitkan untuk suatu Masa Pajak, Bagian Tahun
Pajak, atau Tahun Pajak,207 sesuai dengan Masa Pajak, Bagian Tahun
Pajak, atau Tahun Pajak yang dilakukan Pemeriksaan, Pemeriksaan Ulang,
atau Pemeriksaan Bukti Permulaan.208 Artinya untuk SKP PPN dan PPnBM
diterbitkan per masa, tidak boleh digabung satu SKP untuk beberapa masa
pajak, walaupun dalam satu tahun pajak. Ketentuan ini tidak mengakomodir
penjelasan Pasal 12 ayat (1) bahwa suatu saat juga merupakan saat
terutangnya pajak untuk Pajak Penghasilan yang dipotong pihak ketiga.

2. Surat ketetapan pajak harus diterbitkan berdasarkan nota penghitungan.209


Nota penghitungan dibuat berdasarkan laporan hasil Penelitian, laporan hasil
Pemeriksaan, laporan hasil Pemeriksaan Ulang atau laporan Pemeriksaan
Bukti Permulaan.210

a. Surat ketetapan pajak harus dikirimkan kepada Wajib Pajak.211


Pengiriman surat ketetapan pajak, dapat dilakukan212 secara
langsung, melalui pos dengan bukti pengiriman surat, atau melalui
perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman
surat.

206Pasal 20 ayat (3) PP 74 Tahun 2011


207Pasal 3 ayat (1) PMK 145/PMK.03/2012 stdd PMK 183/PMK.03/2015
208Pasal 3 ayat (2) PMK 145/PMK.03/2012 stdd PMK 183/PMK.03/2015
209Pasal 4 ayat (1) PMK 145/PMK.03/2012 stdd PMK 183/PMK.03/2015
210Pasal 4 ayat (2) PMK 145/PMK.03/2012 stdd PMK 183/PMK.03/2015
211Pasal 5 ayat (1) PMK 145/PMK.03/2012 stdd PMK 183/PMK.03/2015
212Pasal 5 ayat (2) PMK 145/PMK.03/2012 stdd PMK 183/PMK.03/2015\

98 PUSDIKLAT PAJAK
KUP

7.2. Tata Cara Penerbitan STP

Pasal 14 ayat (6) Undang-Undang KUP mendelegasikan tata cara penerbitan


STP diatur dengan atau berdasarkan PMK.213

Dirjen Pajak dapat menerbitkan STP setelah meneliti data administrasi


perpajakan atau setelah melakukan Pemeriksaan, Pemeriksaan Ulang, atau
Pemeriksaan Bukti Permulaan dalam rangka penerbitan surat ketetapan
pajak.214 Karena UU KUP telah mengalami perubahan maka ketentuan
penerbitan STP diatur berdasarkan periodenya, yaitu untuk Tahun Pajak 2007
dan sebelumnya serta Tahun Pajak 2008 dan Setelahnya.

7.3. Tahun Pajak 2007 dan Sebelumnya

Dirjen Pajak dapat menerbitkan STP untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak,
atau Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya dalam hal:215

a. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;

b. dari hasil penelitian SPT terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai


akibat salah tulis dan/atau salah hitung;

c. Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga.


Dalam hal ini termasuk sanksi administrasi berupa denda sebesar 50%
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (9) Undang-Undang KUP dan
sebesar 100% sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (5d) Undang-
Undang KUP.216

d. pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang PPN tetapi


tidak melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak;

e. pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai PKP tetapi membuat Faktur


Pajak; atau

213 PMK-145/PMK.03/2012 stdd PMK 183/PMK.03/2015


214Pasal 8 PMK 145/PMK.03/2012 stdd PMK 183/PMK.03/2015
215Pasal 6 PMK 145/PMK.03/2012 stdd PMK 183/PMK.03/2015
216Pasal 10 PMK 145/PMK.03/2012 stdd PMK 183/PMK.03/2015

99

PUSDIKLAT PAJAK
KUP

f. pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP tidak membuat Faktur Pajak
atau membuat Faktur Pajak tetapi tidak tepat waktu atau tidak mengisi
selengkapnya Faktur Pajak.

7.4. Tahun Pajak 2008 dan Setelahnya

Dirjen Pajak dapat menerbitkan STP untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak,
atau Tahun Pajak 2008 dan setelahnya dalam hal:217

a. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;

b. berdasarkan hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak


sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung;

c. Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga.


Dalam hal ini termasuk sanksi administrasi berupa denda sebesar 50%
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (9) Undang-Undang KUP dan
sebesar 100% sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (5d) Undang-
Undang KUP.218

d. pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP, tidak membuat Faktur


Pajak atau membuat Faktur Pajak tetapi tidak tepat waktu;

e. pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP tidak mengisi Faktur Pajak
secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-
Undang PPN, selain :

1. identitas pembeli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) huruf


b Undang-Undang PPN; atau

2. identitas pembeli serta nama dan tanda tangan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b dan huruf g Undang-Undang PPN,
dalam hal penyerahan dilakukan oleh PKP pedagang eceran;

f. PKP melaporkan Faktur Pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan Faktur
Pajak; atau
g. PKP yang mengalami gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian
Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6a) Undang-

217Pasal 7 PMK 145/PMK.03/2012


218Pasal 10 PMK 145/PMK.03/2012

100 PUSDIKLAT PAJAK


KUP

Undang PPN. Sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan dari
jumlah pajak yang ditagih kembali, yang dihitung dari tanggal penerbitan SK
Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak sampai dengan tanggal
penerbitan STP, dan bagian dari bulan dihitung penuh satu bulan.219

8. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar

Pasal 1 angka 15 Undang-Undang KUP mendefinisikan SKPKB adalah surat


ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit
pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi
administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar. Ketentuan SKPKB
diatur dalam Pasal 13 Undang-Undang KUP dan Pasal 9 ayat (4f) Undang-
Undang PPN 1984. Skema SKPKB adalah sebagaimana Error! Reference
source not found..

8.1. Jangka Waktu Penerbitan SKPKB

Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang KUP mengatur bahwa dalam jangka waktu
lima tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian
Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, Dirjen Pajak dapat menerbitkan SKPKB dalam
hal-hal sebagai berikut. Ketentuan ini memberi wewenang kepada Dirjen Pajak
untuk dapat menerbitkan SKPKB, yang pada hakikatnya hanya terhadap kasus-
kasus yang diatur dalam Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang KUP.

Terjadi perbedaan jangka waktu penerbitan ketetapan dari sepuluh tahun


menjadi lima tahun sehingga Pasal II UU Nomor 28 Tahun 2007 Tentang
Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang
Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan mengatur bahwa, daluwarsa
penetapan untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2007 dan
sebelumnya, selain penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5)
UU KUP atau Pasal 15 ayat (4) UU KUP, berakhir paling lama pada akhir Tahun
Pajak 2013. Besarnya pajak yang terutang yang diberitahukan oleh Wajib Pajak
dalam SPT menjadi pasti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan apabila dalam jangka waktu lima tahun sebagaimana
dimaksud pada Pasal 13 ayat (1) UU KUP, setelah saat terutangnya pajak atau

219Pasal 12 PMK 145/PMK.03/2012 stdd PMK 183/PMK.03/2015

101

PUSDIKLAT PAJAK
KUP

berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak tidak diterbitkan
surat ketetapan pajak.

Hal ini diberikan untuk memberikan kepastian hukum bagi Wajib Pajak
berkenaan dengan pelaksanaan pemungutan pajak dengan sistem self
assessment, apabila dalam jangka waktu lima tahun sejak saat terutangnya
pajak, berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau berakhirnya Tahun
Pajak, Dirjen Pajak tidak menerbitkan surat ketetapan pajak, jumlah pembayaran
pajak yang diberitahukan dalam SPT Masa atau SPT Tahunan pada hakikatnya
telah menjadi tetap dengan sendirinya atau telah menjadi pasti karena hukum
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Terdapat perubahan daluwarsa penerbitan SKKB seiring dengan perubahan UU


KUP tahun 2007 yang sebelumnya sepuluh tahun menjadi lima tahun sehingga
perlu diatur ketentuan pada masa peralihan. Ketentuan tersebut diatur dalam
Pasal II Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara
Perpajakan. Aturan peralihan tersebut adalah sebagai berikut.

1. Terhadap semua hak dan kewajiban perpajakan Tahun Pajak 2001 sampai
dengan Tahun Pajak 2007 yang belum diselesaikan, diberlakukan ketentuan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
denganUndang-Undang Nomor 16 tahun 2000.

2. Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 1,


daluwarsa penetapan untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun
Pajak 2007 dan sebelumnya, selain penetapan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 ayat (5) atau Pasal 15 ayat (4), berakhir paling lama pada
akhir TahunPajak 2013.

Pasal 13 ayat (4) Undang-Undang KUP mengatur bahwa besarnya pajak yang
terutang yang diberitahukan oleh Wajib Pajak dalam SPT menjadi pasti sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan apabila dalam
jangka waktu lima tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setelah saat
terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau
Tahun Pajak tidak diterbitkan surat ketetapan pajak. Dalam penjelasannya

102 PUSDIKLAT PAJAK


KUP

disebutkan bahwa untuk memberikan kepastian hukum bagi Wajib Pajak


berkenaan dengan pelaksanaan pemungutan pajak dengan sistem self
assessment, apabila dalam jangka waktu lima tahun sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) sejak saat terutangnya pajak, berakhirnya Masa Pajak, bagian
Tahun Pajak, atau berakhirnya Tahun Pajak, Dirjen Pajak tidak menerbitkan
surat ketetapan pajak, jumlah pembayaran pajak yang diberitahukan dalam SPT
Masa atau SPT Tahunan pada hakikatnya telah menjadi tetap dengan sendirinya
atau telah menjadi pasti karena hukum sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.

Pasal 13 ayat (6) Undang-Undang KUP mengatur bahwa Tata cara penerbitan
SKPKB sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dengan atau berdasarkan
PMK.220

8.2. Sebab Diterbitkan SKPKB

Hanya terhadap Wajib Pajak yang berdasarkan hasil pemeriksaan atau


keterangan lain tidak memenuhi kewajiban formal dan/atau kewajiban material.
Keterangan lain tersebut adalah data konkret yang diperoleh atau dimiliki oleh
Dirjen Pajak, antara lain berupa hasil konfirmasi faktur pajak dan bukti
pemotongan Pajak Penghasilan. Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang KUP
mengatur bahwa dalam jangka waktu lima tahun setelah saat terutangnya pajak
atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, Dirjen
Pajak dapat menerbitkan SKPKB dalam hal-hal sebagai berikut:

a. apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang


terutang tidak atau kurang dibayar.
b. apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (3) UU KUP dan setelah ditegur secara tertulis tidak
disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran.
c. apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai PPN
dan PPnBM ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak
atau tidak seharusnya dikenai tarif 0% (nol persen);
d. apabila kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 atau Pasal 29
tidak dipenuhi sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang;

220 PMK-145/PMK.03/2012 stdd PMK 183/PMK.03/2015

103

PUSDIKLAT PAJAK
KUP

e. apabila kepada Wajib Pajak diterbitkan NPWP dan/atau dikukuhkan sebagai


PKP secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4a) UU
KUP.

8.3. SKPKB Dengan Sanksi Bunga 2%

Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang KUP mengatur bahwa jumlah kekurangan


pajak yang terutang dalam SKPKB karena:

▪ berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang


tidak atau kurang dibayar.221
▪ Wajib Pajak diterbitkan NPWP dan/atau dikukuhkan sebagai PKP secara
jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4a) Undang-Undang
KUP.222

ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan paling
lama dua puluh empat bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau
berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan
diterbitkannya SKPKB. Sanksi administrasi berupa bunga, dihitung dari jumlah
pajak yang tidak atau kurang dibayar dan bagian dari bulan dihitung satu bulan.
Walaupun SKPKB tersebut diterbitkan lebih dari dua tahun sejak berakhirnya
Tahun Pajak, bunga dikenakan atas kekurangan tersebut hanya untuk masa dua
tahun.

221Pasal 13 ayat (1) huruf a UU KUP


222Pasal 13 ayat (1) huruf e UU KUP

104 PUSDIKLAT PAJAK


KUP

Contoh 0-3: SKPKB Pajak Penghasilan

Wajib Pajak PT A mempunyai penghasilan kena pajak selama Tahun Pajak 2006
sebesar Rp. 100.000.000,00 dan menyampaikan Surat Pemberitahuan tepat
waktu. Pada bulan April 2009 berdasarkan hasil pemeriksaan diterbitkan SKPKB
maka sanksi bunga dihitung sebagai berikut:
1. Penghasilan Kena Pajak Rp 100.000.000,00
2. Pajak yang terutang
(30% x Rp100.000.000,00) Rp 30.000.000,00
3. Kredit pajak Rp 10.000.000,00 (-)
4. Pajak yang kurang dibayar Rp 20.000.000,00
5. Bunga 24 bulan
(24 x 2% x Rp20.000.000,00) Rp 9.600.000,00 (+)
6. Jumlah pajak yang masih
harus dibayar Rp 29.600.000,00
Dalam hal pengusaha tidak melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan
sebagai PKP, selain harus menyetor pajak yang terutang, pengusaha tersebut
juga dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per
bulan dari pajak yang kurang dibayar yang dihitung sejak berakhirnya Masa
Pajak untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.

Pasal 9 ayat (4f) Undang-Undang PPN Tahun 1984 juga mengatur tentang
SKPKB dengan sanksi bunga 2%. Berbeda dengan Wajib Pajak yang sudah
mendapat pengembalian pendahuluan kemudian setelah dilakukan pemeriksaan
masih terdapat kurang bayar maka akan dikenakan sanksi kenaikan 100%.
Terhadap PKP yang berisiko rendah setelah diberikan pengembalian
pendahuluan masih terdapat kurang bayar setelah dilakukan pemeriksaan Dirjen
Pajak menerbitkan SKPKB, jumlah kekurangan pajak ditambah dengan sanksi
administrasi berupa bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan dan Perubahannya,223 yaitu berupa bunga 2% per bulan paling lama
24 (dua puluh empat) bulan. Tetapi apabila dalam pemeriksaan dimaksud
ditemukan adanya indikasi tindak pidana di bidang perpajakan, ketentuan ini
tidak berlaku.

223Pasal 9 ayat (4f) UU PPN

105

PUSDIKLAT PAJAK
KUP

8.4. SKPKB Dengan Sanksi Kenaikan 50% atau 100%

Pasal 13 ayat (3) Undang-Undang KUP mengatur bahwa Jumlah pajak dalam
SKPKB karena:

a. SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 3 ayat (3) UU KUP dan setelah ditegur secara tertulis tidak
disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat
Teguran.224
b. apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai PPN
dan PPnBM ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak
atau tidak seharusnya dikenai tarif 0% (nol persen).225
c. apabila kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 atau Pasal 29
tidak dipenuhi sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang
terutang.226

ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar :

a. 50% (lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang
dibayar dalam satu Tahun Pajak;
b. 100% (seratus persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang
dipotong, tidak atau kurang dipungut, tidak atau kurang disetor, dan
dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetor; atau
c. 100% (seratus persen) dari PPN Barang dan Jasa dan PPnBM yang tidak
atau kurang dibayar.

Dalam ketentuan ini terlihat bahwa sanksi kenaikan untuk kewajiban pembayaran
pajak sesuai dengan self assessment hanya dikenakan sanksi kenaikan sebesar
50%. Sedangkan untuk pembayaran pajak yang menganut sistem with holding
dikenakan sanksi lebih besar yaitu 100%. Dalam with holding pemotongan atau
pemungutan pajak penghasilan, wajib pungut atau wajib potong sudah diberi
kepercayaan untuk memotong atau memungut pajak pihak ketiga. Demikian juga
dalam pemungutan PPN, PKP juga diberi kepercayaan oleh negara untuk
memungut PPN keluaran. Sehingga atas kepercayaan tersebut jika tidak
dilaksanakan sudah sepantasnya diberi sanksi yang lebih besar.

224Pasal 13 ayat (1) huruf b UU KUP


225Pasal 13 ayat (1) huruf c UU KUP
226Pasal 13 ayat (1) huruf d UU KUP

106 PUSDIKLAT PAJAK


KUP

8.5. SKPKB Dengan Sanksi Kenaikan Setelah Mendapat Pengembalian


Pendahuluan

SKPKB ditambah sanksi kenaikan 100% juga diterbitkan terhadap Wajib Pajak
dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C Undang-
Undang KUP dan Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17D Undang-Undang KUP yang telah
mendapat pengembalian kelebihan pajak akan tetapi setelah dilakukan
pemeriksaan ternyata kurang bayar.

8.6. SKPKB atas Wajib Pajak dengan Kriteria Tertentu Dikenakan Sanksi
Kenaikan 100% atau Bunga 2%

Pasal 17C ayat (4) Undang-Undang KUP mengatur bahwa Dirjen Pajak dapat
melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak, dan menerbitkan surat ketetapan
pajak setelah melakukan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak. Dalam
penjelasannya disebutkan bahwa surat ketetapan pajak tersebut diterbitkan
dalam jangka waktu lima tahun setelah DJP melakukan pemeriksaan terhadap
Wajib Pajak yang telah memperoleh pengembalian pendahuluan. Surat
ketetapan pajak tersebut dapat berupa SKPKB, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau
SKPLB.

Untuk mendorong Wajib Pajak dalam melaporkan jumlah pajak yang terutang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang
berlaku. Pasal 17C ayat (5) Undang-Undang KUP mengatur bahwa apabila
berdasarkan hasil pemeriksaan, Dirjen Pajak menerbitkan SKPKB, jumlah
kekurangan pajak ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan
sebesar 100% (seratur persen) dari jumlah kekurangan pembayaran pajak.
Untuk jelasnya cara penghitungan SKPKB dan pengenaan sanksi administrasi
berupa kenaikan tersebut diberikan contoh sebagai berikut:

107

PUSDIKLAT PAJAK
KUP

Contoh 0-4: Pajak Penghasilan

Wajib Pajak telah memperoleh pengembalian pendahuluan kelebihan pajak


sebesar Rp 80.000.000,00.
Dari pemeriksaan diperoleh hasil sebagai berikut :
• Pajak Penghasilan yang terutang sebesar Rp100.000.000,00
• Kredit pajak, yaitu:
- Pajak Penghasilan Pasal 22 Rp 20.000.000,00
- Pajak Penghasilan Pasal 23 Rp 40.000.000,00
- Pajak Penghasilan Pasal 25 Rp 90.000.000,00
Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut diterbitkan SKPKB dengan
penghitungan sebagai berikut :
• Pajak Penghasilan yang terutang sebesar Rp 100.000.000,00
• Kredit Pajak:
- Pajak Penghasilan Pasal 22 Rp 20.000.000,00
- Pajak Penghasilan Pasal 23 Rp 40.000.000,00
- Pajak Penghasilan Pasal 25 Rp 90.000.000,00(+)
Rp 150.000.000,00
• Jumlah Pengembalian Pendahuluan
Kelebihan Pajak Rp 80.000.000,00(-)
• Jumlah pajak yang dapat Dikreditkan Rp 70.000.000,00(-)
• Pajak yang tidak/kurang dibayar Rp 30.000.000,00
• Sanksi administrasi berupa kenaikan
sebesar 100% Rp 30.000.000,00(-)
• Jumlah yang masih harus dibayar Rp 60.000.000,00

108 PUSDIKLAT PAJAK


KUP

Contoh 0-5: Pajak Pertambahan Nilai

Pengusaha Kena Pajak telah memperoleh pengembalian pendahuluan kelebihan


pajak sebesar Rp 60.000.000,00.
Dari pemeriksaan diperoleh hasil sebagai berikut:
• Pajak Keluaran Rp 100.000.000,00
• Kredit pajak, yaitu Pajak Masukan Rp 150.000.000,00
Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut diterbitkan SKPKB dengan
penghitungan sebagai berikut:
• Pajak Keluaran Rp 100.000.000,00
• Kredit Pajak, Pajak Masukan Rp 150.000.000,00
• Jumlah Pengembalian Pendahuluan
Kelebihan Pajak Rp 60.000.000,00(-)
• Jumlah pajak yang dapat dikreditkan Rp 90.000.000,00(-)
• Pajak yang kurang dibayar Rp 10.000.000,00
• Sanksi administrasi kenaikan 100% Rp 10.000.000,00(+)
• Jumlah yang masih harus Dibayar Rp 20.000.000,00
Berdasarkan Pasal 9 ayat (4f) UU PPN 1984 apabila berdasarkan pemeriksaan
setelah PKP mendapat pengembalian pendahuluan dan ternyata masih ada
pajak yang kurang dibayar maka Dirjen Pajak menerbitkan SKPKB, jumlah
kekurangan pajak ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang KUP, yaitu
bunga sebesar 2% per bulan paling lama 24 (dua puluh empat) Bulan. Artinya
dalam hal ini tidak dikenakan sanksi kenaikan 100% sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17C ayat (5) Undang-Undang KUP.

8.7. SKPKB atas Wajib Pajak Yang Memenuhi Syarat Tertentu Dikenakan
Sanksi Kenaikan 100%

Pasal 17D ayat (4) Undang-Undang KUP mengatur bahwa Dirjen Pajak dapat
melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan menerbitkan surat ketetapan pajak setelah melakukan
pengembalian pendahuluan kelebihan pajak. Dalam penjelasannya disebutkan
bahwa untuk mengurangi penyalahgunaan pemberian kemudahan percepatan
pengembalian kelebihan pembayaran pajak, Dirjen Pajak dapat melakukan
pemeriksaan setelah memberikan pengembalian pendahuluan kelebihan
pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

109

PUSDIKLAT PAJAK
KUP

Untuk memotivasi Wajib Pajak agar melaporkan jumlah pajak yang terutang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pasal 17D
ayat (5) Undang-Undang KUP mengatur bahwa Jika berdasarkan hasil
pemeriksaan Dirjen Pajak menerbitkan SKPKB, jumlah pajak yang kurang
dibayar ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100%
dari jumlah kekurangan pembayaran pajak.

8.8. SKPKB Dengan Sanksi Berupa Kenaikan 200%

Pasal 13A Undang-Undang KUP mengatur bahwa Wajib Pajak yang karena
kealpaannya tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT, tetapi isinya
tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak
benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, tidak
dikenai sanksi pidana apabila kealpaan tersebut pertama kali dilakukan oleh
Wajib Pajak dan Wajib Pajak tersebut wajib melunasi kekurangan pembayaran
jumlah pajak yang terutang beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar
200% (dua ratus persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar yang ditetapkan
melalui penerbitan SKPKB.

Dalam penjelasannya disebutkan bahwa pengenaan sanksi pidana merupakan


upaya terakhir untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Namun, bagi Wajib
Pajak yang melanggar pertama kali ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 38 UU KUP tidak dikenai sanksi pidana, tetapi dikenai sanksi administrasi.
Oleh karena itu, Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPT
atau menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau
melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan
kerugian pada pendapatan negara tidak dikenai sanksi pidana apabila kealpaan
tersebut pertama kali dilakukan Wajib Pajak. Dalam hal ini, Wajib Pajak tersebut
wajib melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang beserta
sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% (dua ratus persen) dari
jumlah pajak yang kurang dibayar.

8.9. SKPKB Dengan Sanksi Bunga 48%

Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang KUP mengatur bahwa walaupun jangka


waktu lima tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat, SKPKB tetap
dapat diterbitkan ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48%

110 PUSDIKLAT PAJAK


KUP

(empat puluh delapan persen) dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar,
apabila Wajib Pajak setelah jangka waktu tersebut dipidana karena melakukan
tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Dalam penjelasannya disebutkan bahwa apabila terhadap Wajib Pajak dilakukan


penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, untuk menentukan kerugian pada
pendapatan negara, atas jumlah pajak yang terutang belum dikeluarkan surat
ketetapan pajak. Untuk mengetahui bahwa Wajib Pajak memang benar-benar
melakukan tindak pidana di bidang perpajakan, harus dibuktikan melalui proses
pengadilan yang dapat membutuhkan waktu lebih dari lima tahun. Kemungkinan
dapat terjadi bahwa Wajib Pajak yang disidik oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil,
tetapi oleh penuntut umum tidak dituntut berdasarkan sanksi pidana perpajakan,
misalnya Wajib Pajak yang dijatuhi pidana oleh pengadilan karena melakukan
penyelundupan yang dalam putusan pengadilan tersebut menunjukkan adanya
suatu jumlah objek pajak yang belum dikenai pajak.

Oleh karena itu, dalam rangka memperoleh kembali pajak yang terutang
tersebut, dalam hal Wajib Pajak dipidana karena melakukan tindak pidana di
bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian
pada pendapatan negara berdasarkan putusan Pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap, SKPKB masih dibenarkan untuk diterbitkan,
ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48% (empat puluh delapan
persen) dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar meskipun jangka waktu
lima tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampaui.

9. Surat Ketetapan Pajak Nihil

Pasal 17A ayat (1) Undang-Undang KUP mengatur bahwa Dirjen Pajak, setelah
melakukan pemeriksaan, menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Nihil apabila:227

a. Pajak Penghasilan apabila jumlah kredit pajak sama dengan pajak yang
terutang atau pajak yang tidak terutang dan tidak ada kredit pajak;

227 Juga diatur Pasal 17 PP 74 Tahun 2011

111

PUSDIKLAT PAJAK
KUP

b. PPN apabila jumlah kredit pajak sama dengan jumlah pajak yang terutang,
atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. Jika terdapat pajak yang
dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, jumlah pajak yang terutang
dihitung dengan cara jumlah Pajak Keluaran dikurangi dengan pajak yang
dipungut oleh Pemungut PPN tersebut; atau
c. PPnBM apabila jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang
terutang atau pajak tidak terutang dan tidak ada pembayaran pajak.

Tata cara penerbitan Surat Ketetapan Pajak Nihil diatur dengan atau
berdasarkan PMK.228 Dirjen Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Nihil
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17A ayat (1) Undang-Undang KUP
berdasarkan hasil Pemeriksaan terhadap SPT apabila jumlah kredit pajak atau
jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang, atau pajak
tidak terutang dan tidak ada kredit pajak atau tidak ada pembayaran pajak.
Ketentuan tata cara penerbitan SKPN ini sama seperti penerbitan surat
ketetapan pajak lainnya.229

10. SKPKBT

Pasal 1 angka 17 Undang-Undang KUP mendefinisikan SKPKBT adalah surat


ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah
ditetapkan. Berikut ini kita akan bahas jangka waktu penerbitan, sebab, dan
sanksi SKPKBT. Skema SKPKBT adalah sebagaimana Error! Reference
source not found..

10.1. Jangka Waktu Penerbitan SKPKBT

Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang KUP mengatur bahwa Dirjen Pajak dapat
menerbitkan SKPKBT dalam jangka waktu lima tahun setelah saat terutangnya
pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak
apabila ditemukan data baru yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak
yang terutang setelah dilakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan
SKPKB Tambahan.

Pasal 15 ayat (5) Undang-Undang KUP mengatur bahwa apabila jangka waktu
lima tahun sebagaimana dimaksud pada Pasal 15 ayat (1) UU KUP telah lewat,

228 PMK-145/PMK.03/2012 stdd PMK 183/PMK.03/2015


229 Pasal 2 ayat (6) PMK-145/PMK.03/2012 stdd PMK 183/PMK.03/2015

112 PUSDIKLAT PAJAK


KUP

SKPKBT tetap dapat diterbitkan, dalam hal Wajib Pajak setelah jangka waktu
lima tahun tersebut dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang
perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada
pendapatan negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap.

Ketentuan batas waktu ini sering disebut dengan istilah daluwarsa, sebagaimana
ketentuan Pasal 13 ayat (1), Ketentuan Pasal 15 ayat (1) ini mengatur daluwarsa
penerbitan surat ketetapan bukan daluwarsa pemeriksaan. Masih banyak
orang yang berpendapat bahwa daluwarsa pemeriksaan sama dengan
daluwarsa penerbitan SKPKB atau SKPKBT, pendapat ini kurang tepat karena
Pasal 13 dan Pasal 15 Undang-Undang KUP tidak mengatur daluwarsa
pemeriksaan, bahkan sebenarnya dalam Undang-Undang KUP tidak terdapat
ketentuan tentang daluwarsa pemeriksaan.

10.2. Sebab Diterbitkan SKPKBT

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan diterbitkan berdasarkan hasil:


230

a. Pemeriksaan dalam hal surat ketetapan pajak sebelumnya diterbitkan tidak


berdasarkan hasil Pemeriksaan; atau
b. Pemeriksaan Ulang dalam hal surat ketetapan pajak sebelumnya diterbitkan
berdasarkan hasil Pemeriksaan, sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pemeriksaan atau Pemeriksaan Ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
dilakukan karena adanya:
a. keterangan tertulis dari Wajib Pajak atas kehendak sendiri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang KUP;
b. data baru yang merupakan keterangan lain berupa data konkret sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang KUP diantaranya berupa:
1. hasil klarifikasi/konfirmasi Faktur Pajak;
2. bukti pemotongan Pajak Penghasilan; atau

230 Pasal 2 ayat (5) ) PMK-145/PMK.03/2012 stdd PMK 183/PMK.03/2015

113

PUSDIKLAT PAJAK
KUP

3. bukti transaksi atau data perpajakan yang dapat digunakan untuk


menghitung kewajiban perpajakan Wajib Pajak;
c. data baru yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang
termasuk data yang semula belum terungkap sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang KUP; atau
d. data baru dalam putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap terhadap Wajib Pajak yang dipidana karena melakukan tindak pidana di
bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan
kerugian pada pendapatan negara.

Dengan demikian, SKPKBT tidak akan mungkin diterbitkan sebelum didahului


dengan penerbitan surat ketetapan pajak. Penerbitan SKPKBT dilakukan dengan
syarat adanya data baru termasuk data yang semula belum terungkap yang
menyebabkan penambahan pajak yang terutang dalam surat ketetapan pajak
sebelumnya. Sejalan dengan itu, setelah SKPLB diterbitkan sebagai akibat telah
lewat waktu dua belas bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-
Undang KUP, SKPKBT diterbitkan hanya dalam hal ditemukan data baru
termasuk data yang semula belum terungkap. Dalam hal masih ditemukan lagi
data baru termasuk data yang semula belum terungkap pada saat diterbitkannya
SKPKB Tambahan, dan/atau data baru termasuk data yang semula belum
terungkap yang diketahui kemudian oleh Dirjen Pajak, SKPKBT masih dapat
diterbitkan lagi.

Yang dimaksud dengan “data baru” adalah data atau keterangan mengenai
segala sesuatu yang diperlukan untuk menghitung besarnya jumlah pajak yang
terutang yang oleh Wajib Pajak belum diberitahukan pada waktu penetapan
semula, baik dalam SPT dan lampiran-lampirannya maupun dalam pembukuan
perusahaan yang diserahkan pada waktu pemeriksaan.

Selain itu, yang termasuk dalam data baru adalah data yang semula belum
terungkap, yaitu data yang :

a. tidak diungkapkan oleh Wajib Pajak dalam SPT beserta lampirannya


(termasuk laporan keuangan); dan/atau
b. pada waktu pemeriksaan untuk penetapan semula Wajib Pajak tidak
mengungkapkan data dan/atau memberikan keterangan lain secara benar,
lengkap, dan terinci sehingga tidak memungkinkan fiskus dapat

114 PUSDIKLAT PAJAK


KUP

menerapkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dengan


benar dalam menghitung jumlah pajak yang terutang.

Walaupun Wajib Pajak telah memberitahukan data dalam SPT atau


mengungkapkannya pada waktu pemeriksaan, tetapi apabila
memberitahukannya atau mengungkapkannya dengan cara sedemikian rupa
sehingga membuat fiskus tidak mungkin menghitung besarnya jumlah pajak yang
terutang secara benar sehingga jumlah pajak yang terutang ditetapkan kurang
dari yang seharusnya, hal tersebut termasuk dalam pengertian data yang semula
belum terungkap.

115

PUSDIKLAT PAJAK
KUP

Contoh 0-6:

1) Dalam SPT dan/atau laporan keuangan tertulis adanya biaya iklan Rp


10.000.000,00 sedangkan sesungguhnya biaya tersebut terdiri atas Rp
5.000.000,00 biaya iklan di media massa dan Rp 5.000.000,00 sisanya
adalah sumbangan atau hadiah yang tidak boleh dibebankan sebagai biaya.
Apabila pada saat penetapan semula Wajib Pajak tidak mengungkapkan
perincian tersebut sehingga fiskus tidak melakukan koreksi atas
pengeluaran berupa sumbangan atau hadiah sehingga pajak yang terutang
tidak dapat dihitung secara benar, data mengenai pengeluaran berupa
sumbangan atau hadiah tersebut tergolong data yang semula belum
terungkap.
2) Dalam SPT dan/atau laporan keuangan disebutkan pengelompokan harta
tetap yang disusutkan tanpa disertai dengan perincian harta pada setiap
kelompok yang dimaksud, demikian pula pada saat pemeriksaan untuk
penetapan semula Wajib Pajak tidak mengungkapkan perincian tersebut
sehingga fiskus tidak dapat meneliti kebenaran pengelompokan dimaksud,
misalnya harta yang seharusnya termasuk dalam kelompok harta berwujud
bukan bangunan kelompok 3, tetapi dikelompokkan ke dalam kelompok 2.
Akibatnya, atas kesalahan pengelompokan harta tersebut tidak dilakukan
koreksi, sehingga pajak yang terutang tidak dapat dihitung secara benar.
Apabila setelah itu diketahui adanya data yang menyatakan bahwa
pengelompokan harta tersebut tidak benar, maka data tersebut termasuk
data yang semula belum terungkap.
3) PKP melakukan pembelian sejumlah barang dari PKP lain dan atas
pembelian tersebut oleh PKP penjual diterbitkan faktur pajak. Barang-
barang tersebut sebagian digunakan untuk kegiatan yang mempunyai
hubungan langsung dengan kegiatan usahanya, seperti pengeluaran untuk
kegiatan produksi, distribusi, pemasaran, dan manajemen, dan sebagian
lainnya tidak mempunyai hubungan langsung. Seluruh faktur pajak tersebut
dikreditkan sebagai Pajak Masukan oleh PKP pembeli.
Apabila pada saat penetapan semula PKP tidak mengungkapkan rincian
penggunaan barang tersebut dengan benar sehingga tidak dilakukan koreksi
atas pengkreditan Pajak Masukan tersebut oleh fiskus, sebagai akibatnya PPN
yang terutang tidak dapat dihitung secara benar. Apabila setelah itu diketahui
adanya data atau keterangan tentang kesalahan mengkreditkan Pajak Masukan
yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha dimaksud,
data atau keterangan tersebut merupakan data yang semula belum terungkap.

SKPKBT diterbitkan apabila sudah pernah diterbitkan surat ketetapan pajak


dengan jenis pajak dan Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak

116 PUSDIKLAT PAJAK


KUP

yang sama dengan SKPKBT yang akan diterbitkan, kecuali surat ketetapan pajak
yang telah diterbitkan sebelumnya merupakan SKPLB dalam rangka
pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang KUP.

10.3. SKPKBT dengan Sanksi Kenaikan Sebesar 100%

Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang KUP mengatur bahwa jumlah kekurangan


pajak yang terutang dalam SKPKBT ditambah dengan sanksi administrasi
berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak
tersebut. Dalam penjelasannya disebutkan bahwa dalam hal setelah diterbitkan
surat ketetapan pajak ternyata masih ditemukan data baru termasuk data yang
belum terungkap yang belum diperhitungkan sebagai dasar penetapan tersebut,
atas pajak yang kurang dibayar ditagih dengan SKPKBT ditambah sanksi
administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari pajak yang
kurang dibayar.

10.4. SKPKBT Tanpa Sanksi

Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang KUP mengatur bahwa kenaikan sebagaimana


dimaksud pada ayat (2) tidak dikenakan apabila SKPKBT itu diterbitkan
berdasarkan keterangan tertulis dari Wajib Pajak atas kehendak sendiri,
dengan syarat Dirjen Pajak belum mulai melakukan tindakan pemeriksaan dalam
rangka penerbitan SKPKB Tambahan.

Ketentuan ini berhubungan dengan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang KUP


tentang pembetulan, yang membedakan adalah jika Pasal 8 ayat (1) dilakukan
sebelum pemeriksaan sehingga pembetulannya cukup dengan pembetulan SPT
maka Pasal 15 ayat (3) ini pernah dilakukan pemeriksaan tetapi belum dilakukan
pemeriksaan (ulang) dalam rangka menerbitkan SKPKBT, Wajib Pajak harus
menyampaikan adanya data baru dengan keterangan tertulis artinya tidak bisa
dengan SPT karena SPTnya sudah pernah dilakukan pemeriksaan.

10.5. SKPKBT dengan Sanksi Bunga Sebesar 48%

Pasal 15 ayat (4) Undang-Undang KUP mengatur bahwa apabila jangka waktu
lima tahun sebagaimana dimaksud pada Pasal15 ayat (1) UU KUP telah lewat,
SKPKBT tetap dapat diterbitkan ditambah sanksi administrasi berupa bunga

117

PUSDIKLAT PAJAK
KUP

sebesar 48% (empat puluh delapan persen) dari jumlah pajak yang tidak atau
kurang dibayar, dalam hal Wajib Pajak setelah jangka waktu lima tahun tersebut
dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak
pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara
berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

11. Surat Tagihan Pajak

Pasal 1 angka 20 Undang-Undang KUP mendefinisikan STP adalah surat untuk


melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau
denda. Kita akan membahas sebab dan sanksi dalam STP.

Sebab Diterbitkan Surat Tagihan Pajak

Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang KUP mengatur bahwa Dirjen Pajak dapat
menerbitkan STP apabila:

a. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;


b. Dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat
salah tulis dan/atau salah hitung;
c. Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga;
Sanksi yang dapat ditagih dengan STP hanya berupa denda dan/atau
bunga, artinya tidak mungkin STP dengan sanksi kenaikan. Ketentuan ini
sebagai dasar hukum penerbitan sanksi administrasi selain yang diatur
dalam pasal 14 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang KUP, yaitu:
1. Sanksi denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1);
2. Sanksi bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2);
3. Sanksi bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2a);
4. Sanksi bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2a) ;
5. Sanksi bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2b);
6. Sanksi bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1);
7. Sanksi bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2);
8. Sanksi bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3);
9. Sanksi denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (9);
10. Sanksi denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (5a).
d. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP, tetapi tidak membuat faktur
pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu;
e. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP yang tidak mengisi faktur
pajak secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5)
Undang-Undang PPN 1984 dan perubahannya, selain :
1. identitas pembeli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) huruf
b Undang-Undang PPN 1984 dan perubahannya; atau
2. identitas pembeli serta nama dan tandatangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b dan huruf g Undang-Undang PPN 1984
dan perubahannya, dalam hal penyerahan dilakukan oleh PKP
pedagang eceran;

118 PUSDIKLAT PAJAK


KUP

f. PKP melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur
pajak; atau
g. PKP yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak
Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6a) Undang-Undang
Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.

Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang KUP mengatur bahwa STP sebagaiana


dimaksud pada ayat (1) mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat
ketetapan pajak. Dalam penjelasannya disebutkan bahwa STP disamakan
kekuatan hukumnya dengan surat ketetapan pajak sehingga dalam hal
penagihannya dapat juga dilakukan dengan Surat Paksa.

Namun ada sebagian orang yang berpendapat bahwa karena STP mempunyai
kekuatan hukum sama dengan SKP maka jika ada pajak yang kurang dibayar
oleh Wajib Pajak boleh saja memilih akan diterbitkan STP atau SKP. Pendapat
ini kurang tepat karena maksud mempunyai kekuatan hukum yang sama
berhubungan dengan kekuatan hukum yang dapat ditagih dengan surat paksa
berdasarkan Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Jadi
penerbitan STP dan SKP harus sesuai ketentuan yang mengaturnya, tidak boleh
ditukar-tukar. Jika seharusnya diterbitkan STP tetapi diterbitkan SKP maka dapat
menjadi obyek gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf d
Undang-Udang KUP.

11.1. Surat Tagihan Pajak dengan Sanksi Berupa Bunga 2%

Pasal 14 ayat (3) Undang-Undang KUP mengatur bahwa jumlah kekurangan


pajak yang terutang dalam STP karena:

a. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;


b. Dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat
salah tulis dan/atau salah hitung;

ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen)


per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat
terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau
Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Tagihan Pajak.

Untuk jelasnya diberikan contoh cara penghitungan sebagai berikut:

119

PUSDIKLAT PAJAK
KUP

Contoh 0-7: Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang
dibayar

Pajak Penghasilan Pasal 25 tahun 2008 setiap bulan sebesar Rp 100.000.000,00


jatuh tempo misalnya tiap tanggal 15. Pajak Penghasilan Pasal 25 bulan Juni
2008 dibayar tepat waktu sebesar Rp 40.000.000,00.
Atas kekurangan Pajak Penghasilan Pasal 25 tersebut diterbitkan Surat Tagihan
Pajak pada tanggal 18 September 2008 dengan penghitungan sebagai berikut:
• Kekurangan bayar Pajak Penghasilan Pasal 25 bulan Juni 2008
(Rp 100.000.000,00 – Rp 40.000.000,00) Rp 60.000.000,00
• Bunga (3 x 2% x Rp 60.000.000,00) Rp 3.600.000,00(+)
• Jumlah yang harus dibayar Rp 63.600.000,00

Contoh 0-8: Hasil penelitian Surat Pemberitahuan

Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun 2008 yang disampaikan


pada tanggal 31 Maret 2009 setelah dilakukan penelitian ternyata terdapat salah
hitung yang menyebabkan Pajak Penghasilan kurang bayar sebesar
Rp1.000.000,00. Atas kekurangan Pajak Penghasilan tersebut diterbitkan Surat
Tagihan Pajak pada tanggal 12 Juni 2009 dengan penghitungan sebagai berikut:
• Kekurangan bayar Pajak Penghasilan Rp 1.000.000,00
• Bunga (3 x 2% x Rp1.000.000,00) Rp 60.000,00(+)
• Jumlah yang harus dibayar Rp 1.060.000,00

11.2. STP dengan Sanksi Berupa Denda 2% Dari Dasar Pengenaan Pajak

Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP mengatur bahwa Terhadap pengusaha


atau PKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, huruf e, atau huruf f
masing-masing, selain wajib menyetor pajak yang terutang, dikenai sanksi
administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan
Pajak.

Terdapat tiga hal penting yang perlu dibahas dalam ketentuan ini.

1. Subyek yang dikenakan

▪ Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP, tetapi tidak membuat


faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu;
▪ Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP yang tidak mengisi
faktur pajak secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat
(5) Undang-Undang PPN 1984 dan perubahannya, selain :

120 PUSDIKLAT PAJAK


KUP

o identitas pembeli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) huruf


b Undang-Undang PPN 1984 dan perubahannya; atau
o identitas pembeli serta nama dan tandatangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b dan huruf g Undang-Undang PPN 1984
dan perubahannya, dalam hal penyerahan dilakukan oleh PKP pedagang
eceran;

▪ PKP melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan


faktur pajak.

2. Kewajiban menyetor pajak terutang

Ketentuan ini berhubungan dengan pembuatan faktur pajak yang menjadi


kewajiban PKP. Jika PKP seharusnya memunggut PPN tetapi tidak
memungut dan tidak membuat faktur pajak maka ia akan dikenakan sanksi
STP 2% dari DPP dan pajak yang terutang ditagih dengan surat ketetapan
pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 Undang-Undang KUP, artinya
diterbitkan SKPKB dengan sanksi bunga atau kenaikan tergantung
kasusnya. Perlu diingat kasus ini muncul, yaitu diterbitkan STP dan SKP jika
PKP tidak melakukan pembetulan SPT sebagaimana dimaksud Pasal 8 ayat
(1) Undang-Undang KUP. Jika PKP membetulkan SPT maka akan
dikenakan sanksi bunga Pasal 8 ayat (2a) dan dapat diterbitkan STP dengan
sanksi 2% dari DPP jika diketahui membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat
waktu atau PKP melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa
penerbitan faktur pajak.

3. Masih dikenakan sanksi 2% dari DPP

PKP yang tidak membuat faktur pajak maupun PKP yang membuat faktur
pajak, tetapi tidak tepat waktu atau tidak selengkapnya mengisi faktur pajak
dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari
Dasar Pengenaan Pajak. Demikian pula bagi PKP yang membuat faktur
pajak, tetapi melaporkannya tidak tepat waktu, dikenai sanksi yang sama.
Sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar
Pengenaan Pajak ditagih dengan STP.

121

PUSDIKLAT PAJAK
KUP

11.3. Surat Tagihan Pajak Atas PKP Gagal Produksi dan Telah Mendapat
Pengembalian Pajak Masukan

Pasal 14 ayat (5) Undang-Undang KUP mengatur bahwa terhadap PKP


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g dikenai sanksi administrasi berupa
bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah pajak yang ditagih
kembali, dihitung dari tanggal penerbitan SK Pengembalian Kelebihan
Pembayaran pajak sampai dengan tanggal penerbitan STP, dan bagian dari
bulan dihitung penuh satu bulan.

Pengembalian atas Pajak Masukan bagi PKP yang gagal produksi ini diatur
dalam Pasal 9 ayat (2a), ayat (6a), dan ayat (6b) Undang-Undang PPN 1984, jadi
akan dibahas juga dalam mata diklat PPN. Dalam subbab ini hanya akan dibahas
garis besarnya saja, bahwa bagi PKP yang belum berproduksi sehingga belum
melakukan penyerahan yang terutang pajak, Pajak Masukan atas perolehan
dan/atau barang modal dapat dikreditkan. Pajak Masukan yang telah dikreditkan
dan telah diberikan pengembalian wajib dibayar kembali oleh PKP dalam hal
PKP tersebut mengalami keadaan gagal berproduksi dalam jangka waktu paling
lama tiga tahun sejak Masa Pajak pengkreditan dimulai.

Pajak Masukan yang wajib dibayar kembali sebesar Pajak Masukan yang telah
dikreditkan dan telah diberikan pengembalian.231 Pajak Masukan yang wajib
dibayar kembali tersebut disetorkan paling lambat akhir bulan berikutnya setelah
keadaan gagal berproduksi. 232 Pembayaran kembali Pajak Masukan, dilakukan
oleh PKP yang mengalami keadaan gagal berproduksi dengan menggunakan
SSP dengan mencantumkan keterangan "Pembayaran kembali Pajak Masukan
atas impor dan/atau perolehan Barang Modal yang telah dikreditkan dan telah
diberikan pengembalian".233 Pembayaran kembali Pajak Masukan, dilaporkan
pada masa pajak dilakukan pembayaran.234 Terhadap PKP yang melakukan
pembayaran kembali tersebut, diterbitkan STP atas sanksi administrasi berupa
bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (5) Undang-Undang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

231 Pasal 7 ayat (7) PMK 31/PMK.03/2014


232 Pasal 7 ayat (8) PMK 31/PMK.03/2014
233 Pasal 8 ayat (1) PMK 31/PMK.03/2014
234 Pasal 8 ayat (2) PMK 31/PMK.03/2014

122 PUSDIKLAT PAJAK


KUP

Dalam hal PKP tidak melakukan kewajiban pembayaran kembali, terhadap


PKP diterbitkan STP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf g
Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.235 STP tersebut,
terdiri dari Pajak Masukan dan ditambah sanksi administrasi berupa bunga
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (5) Undang-Undang KUP.236

11.4. STP Bunga Penagihan

Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang KUP mengatur bahwa apabila SKPKB atau
SKPKB Tambahan, serta SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding atau
Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih
harus dibayar bertambah, pada saat jatuh tempo pelunasan tidak atau kurang
dibayar, atas jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar itu dikenai sanksi
administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk seluruh
masa, yang dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai dengan tanggal
pelunasan atau tanggal diterbitkannya STP, dan bagian dari bulan dihitung
penuh satu bulan.

Ketentuan ini mengenakan sanksi 2% terhadap pajak yang tidak atau kurang
dibayar sampai dengan jatuh tempo pelunasan. Kata ‘pelunasan’ digunakan
karena sudah ada ketetapan pajak atau SK yang menyebabkan kurang bayar.
Keadaan ini merupakan ciri official assessment, karena adanya surat ketetapan
pajak.

Tetapi harus hati-hati memahami ketentuan ini karena sering rancu dengan Pasal
9 ayat (2a) yang mengatur bahwa atas pembayaran atau penyetoran pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang dilakukan setelah tanggal jatuh
tempo penyampaian SPT Tahunan, dikenai sanksi administrasi berupa bunga
sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung mulai dari berakhirnya batas
waktu penyampaian SPT Tahunnan sampai dengan tanggal pembayaran, dan
bagian dari bulan penuh satu bulan. Ketentuan setelah tanggal jatuh tempo
sering disebut dengan terlambat.

235 Pasal 11 ayat (1) PMK 31/PMK.03/2014


236 Pasal 11 ayat (1) PMK 31/PMK.03/2014

123

PUSDIKLAT PAJAK
KUP

Jadi harus diingat bahwa Pasal 19 ayat (1) mengatur pengenaan sanksi atas
tidak atau kurang dibayar, yang dapat diartikan tidak dibayar sama sekali
sampai dengan penerbitan STP atau dibayar tepat waktu tetapi kurang, sehingga
selisihnya belum dibayar. Selain itu pelunasannya setelah ada surat ketetapan
pajak atau SK (official assessment). Sedangkan Pasal 9 ayat (2a) dibayar
seluruhnya tetapi terlambat atau setelah jatuh tempo tanpa menunggu surat
ketetapan pajak atau SK (dibayar untuk self assessment dan disetor untuk with
holding).

Contoh 0-9:

Jumlah pajak yang masih harus dibayar berdasarkan SKPKB sebesar


Rp10.000.000,00 yang diterbitkan tanggal 7 Oktober 2008, dengan batas akhir
pelunasan tanggal 6 November 2008. Jumlah pembayaran sampai dengan
tanggal 6 November 2008 Rp6.000.000,00. Pada tanggal 1 Desember 2008
diterbitkan Surat Tagihan Pajak dengan perhitungan sebagai berikut:

• Pajak yang masih harus dibayar Rp 10.000.000,00


• Dibayar sampai dengan jatuh tempo pelunasan Rp 6.000.000,00(-)
• Kurang dibayar Rp 4.000.000,00
• Bunga 1 (satu) bulan (1 x 2% x Rp4.000.000,00) Rp 80.000,00

Contoh 0-10:

Dalam hal terhadap SKPKB seperti dalam Contoh 0-9 di atas, Wajib Pajak
membayar Rp 10.000.000,00 pada tanggal 3 Desember 2008 dan pada tanggal
5 Desember 2008 diterbitkan Surat Tagihan Pajak, sanksi administrasi berupa
bunga dihitung sebagai berikut:

• Pajak yang masih harus dibayar Rp 10.000.000,00


• Dibayar setelah jatuh tempo pelunasan Rp 10.000.000,00(-)
• Kurang dibayar Rp 0,00
• Bunga 1 (satu) bulan
(1 x 2% x Rp10.000.000,00) Rp 200.000,00

11.5. STP Mengangsur atau Menunda

Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang KUP mengatur bahwa dalam hal Wajib Pajak
diperbolehkan mengangsur atau menunda pembayaran pajak juga dikenai sanksi

124 PUSDIKLAT PAJAK


KUP

administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah pajak
yang masih harus dibayar dan bagian dari bulan dihitung penuh satu bulan.

Ketentuan mengangsur atau menunda pembayaran pajak ini berhubungan


dengan ketentuan Pasal 19 ayat (1), sedangkan ketentuan mengangsur atau
menunda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4) Undang-Undang KUP
akan diatur dalam subbab berikutnya.

Contoh 0-11:

Wajib Pajak menerima SKPKB sebesar Rp 1.120.000,00 yang diterbitkan pada


tanggal 2 Januari 2009 dengan batas akhir pelunasan tanggal 1 Februari 2009.
Wajib Pajak tersebut diperbolehkan untuk mengangsur pembayaran pajak dalam
jangka waktu 5 (lima) bulan dengan jumlah yang tetap sebesar Rp 224.000,00.
Sanksi administrasi berupa bunga untuk setiap angsuran dihitung sebagai
berikut:

• angsuran ke-1 : 2% x Rp 1.120.000,00 = Rp 22.400,00


• angsuran ke-2 : 2% x Rp 896.000,00 = Rp 17.920,00
• angsuran ke-3 : 2% x Rp 672.000,00 = Rp 13.440,00
• angsuran ke-4 : 2% x Rp 448.000,00 = Rp 8.960,00
• angsuran ke-5 : 2% x Rp 224.000,00 = Rp 4.480,00

Contoh 0-12:

Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Contoh 0-11 diperbolehkan untuk


menunda pembayaran pajak sampai dengan tanggal 30 Juni 2009.

Sanksi administrasi berupa bunga atas penundaan pembayaran SKPKB tersebut


sebesar 5 x 2% x Rp 1.120.000,00 = Rp 112.000,00

11.6. STP Mengangsur atau Menunda PPh Pasal 29 UU PPh

Pasal 9 ayat (4) Undang-Undang KUP mengatur bahwa Dirjen Pajak atas
permohonan Wajib Pajak dapat memberikan persetujuan untuk mengangsur atau
menunda pembayaran pajak termasuk kekurangan pembayaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) paling lama 12 (dua belas) bulan, yang pelaksanaannya
diatur dengan atau berdasarkan PMK. Dalam penjelasannya disebutkan bahwa
atas permohonan Wajib Pajak, Dirjen Pajak dapat memberikan persetujuan untuk

125

PUSDIKLAT PAJAK
KUP

mengangsur atau menunda pembayaran pajak yang terutang termasuk


kekurangan pembayaran Pajak Penghasilan yang masih harus dibayar dalam
SPT Tahunan Pajak Penghasilan meskipun tanggal jatuh tempo pembayaran
telah ditentukan. Kelonggaran tersebut diberikan dengan hati-hati untuk paling
lama 12 (dua belas) bulan dan terbatas kepada Wajib Pajak yang benar-benar
sedang mengalami kesulitan likuiditas.

Ketentuan Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang KUP tidak secara jelas mengatur
apakah yang dimaksud mengangsur dan menunda termasuk mengangsur atau
menunda sebagaimana dimaksud Pasal 9 ayat (4) Undang-Undang KUP. Tetapi
Pasal 9 ayat (4) mendelegasikan pengaturannya dengan PMK. Wajib Pajak
dapat mengajukan permohonan secara tertulis untuk mengangsur atau menunda
pembayaran pajak yang masih harus dibayar dalam SPPT, SKP PBB, STP PBB,
STP, SKPKB, SKPKB Tambahan, dan SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan
Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak
yang terutang bertambah, serta Pajak Penghasilan Pasal 29, kepada Dirjen
Pajak.237

Permohonan harus diajukan paling lama sembilan hari kerja sebelum saat jatuh
tempo pembayaran utang pajak berakhir disertai alasan dan jumlah pembayaran
pajak yang dimohon diangsur atau ditunda. Apabila ternyata batas waktu
sembilan hari kerja tidak dapat dipenuhi oleh Wajib Pajak karena keadaan di luar
kekuasaannya, permohonan Wajib Pajak masih dapat dipertimbangkan oleh
Dirjen Pajak sepanjang Wajib Pajak dapat membuktikan kebenaran keadaan di
luar kekuasaannya tersebut.

Dirjen Pajak menerbitkan SK atas permohonan berupa menerima seluruhnya,


menerima sebagian, atau menolak, paling lama tujuh hari kerja setelah tanggal
diterimanya permohonan. Apabila jangka waktu tersebut telah lewat, Dirjen Pajak
tidak memberi suatu keputusan, permohonan Wajib Pajak dianggap diterima.
Jangka waktu masa angsuran atau penundaan tidak melebihi dua belas bulan
dengan mempertimbangkan kesulitan likuiditas atau keadaan di luar kekuasaan
Wajib pajak. Terhadap utang pajak yang telah diterbitkan SK penundaan atau

237Pasal 20 PMK-242/PMK.03/2014

126 PUSDIKLAT PAJAK


KUP

angsuran tidak dapat lagi diajukan permohonan untuk mengangsur atau


menunda pembayaran.

Dalam hal Wajib Pajak disetujui untuk mengangsur atau menunda pembayaran
kecuali STP, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2%
per bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang KUP,
dihitung sejak jatuh tempo pembayaran sampai dengan pembayaran
angsuran/pelunasan, dengan ketentuan bagian dari bulan dihitung penuh satu
bulan.

11.7. STP Atas Penundaan SPT Tahunan

Pasal 19 ayat (3) Undang-Undang KUP mengatur bahwa dalam hal Wajib Pajak
diperbolehkan menunda penyampaian SPT Tahunan dan ternyata
penghitungan sementara pajak yang terutang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (5) Undang-Undang KUP kurang dari jumlah pajak yang sebenarnya
terutang atas kekurangan pembayaran pajak tersebut, dikenai bunga sebesar 2%
(dua persen) per bulan yang dihitung dari saat berakhirnya batas waktu
penyampaian SPT Tahunan sampai dengan tanggal dibayarnya kekurangan
pembayaran tersebut dan bagian dari bulan dihitung penuh satu bulan.

Ketentuan ini tidak hanya berhubungan dengan Pasal 3 ayat (5) tetapi juga Pasal
3 ayat (4) Undang-Undang KUP, hanya saja dalam Pasal 3 ayat (4) istilah yang
digunakan adalah Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka waktu
penyampaian SPT Tahunan, sedangkan Pasal 19 ayat (3) menggunakan istilah
menunda menyampaikan SPT Tahunan. Tentu saja memperpanjang maknanya
berbeda dengan menunda, selain itu istilah menunda sudah dipakai dalam Pasal
9 ayat (4) dan Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang KUP dalam arti menunda
pembayaran.

12. SKPLB

Dirjen Pajak menerbitkan SKPLB berdasarkan:238

hasil penelitian kebenaran pembayaran pajak terhadap permohonan


pengembalian kelebihan pajak yang seharusnya tidak terutang sebagaimana

238 Pasal 2 ayat (8) PMK 145/PMK.03/2012 stdd PMk 183/PMK.03/2015

127

PUSDIKLAT PAJAK
KUP

a. dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang KUP terdapat


pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang; atau
b. hasil Pemeriksaan terhadap:
1. Surat Pemberitahuan terdapat jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang
dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang KUP; atau
2. permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP terdapat jumlah kredit
pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak
yang terutang.

Penerbitan SKPLB berhubungan dengan pengembalian kelebihan pembayaran


pajak (restitusi) maka dalam membahas SKPLB ini akan dibahas dari sudut
pandang restitusi. Sehubungan dengan restitusi SKPLB dapat diterbitkan setelah
dilakukan pemeriksaan atau penelitian.

Pasal 1 angka 19 Undang-Undang KUP mendefinisikan SKPLB adalah surat


ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena
jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya
tidak terutang. Penerbitan SKPLB setelah DJP melakukan Pemeriksaan atau
Penelitian.

➢ Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang KUP mengatur bahwa Dirjen Pajak,


setelah melakukan pemeriksaan, menerbitkan SKPLB apabila jumlah kredit
pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang
terutang. Dalam penjelasannya disebutkan bahwa menurut ketentuan ayat ini
SKPLB diterbitkan untuk:

a. Pajak Penghasilan apabila jumlah kredit pajak lebih besar daripada jumlah
pajak yang terutang;

b. PPN apabila jumlah kredit pajak lebih besar daripada jumlah pajak yang
terutang. Jika terdapat pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak
Pertambahan Nilai, jumlah pajak yang terutang dihitung dengan cara
jumlah Pajak Keluaran dikurangi dengan pajak yang dipungut oleh
Pemungut PPN tersebut; atau

128 PUSDIKLAT PAJAK


KUP

c. PPnBM apabila jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah
pajak yang terutang.

SKPLB tersebut diterbitkan setelah dilakukan pemeriksaan atas SPT yang


disampaikan Wajib Pajak yang menyatakan kurang bayar, nihil, atau lebih
bayar yang tidak disertai dengan permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak. Apabila Wajib Pajak setelah menerima SKPLB dan
menghendaki pengembalian kelebihan pembayaran pajak, wajib mengajukan
permohonan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) Undang-
Undang KUP.

➢ Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang KUP mengatur bahwa berdasarkan


permohonan Wajib Pajak, Dirjen Pajak, setelah meneliti kebenaran
pembayaran pajak, menerbitkan SKPLB apabila terdapat pembayaran pajak
yang seharusnya tidak terutang, yang ketentuannya diatur dengan atau
berdasarkan PMK.239

➢ Pasal 17B ayat (1) Undang-Undang KUP mengatur bahwa Dirjen Pajak
setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak, selain permohonan pengembalian kelebihan pembayaran
pajak dari Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C dan Wajib
Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17D, harus menerbitkan surat
ketetapan pajak paling lama 12 (dua belas) bulan sejak surat permohonan
diterima secara lengkap.
Dalam penjelasannya disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “surat
permohonan telah diterima secara lengkap” adalah SPT yang telah diisi
lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Undang-Undang KUP.
Sedangkan surat ketetapan pajak yang diterbitkan berdasarkan hasil
pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran
pajak dapat berupa SKPKB atau Surat Ketetapan Pajak Nihil atau
SKPLB.

Pasal 17B ayat (1) Undang-Undang KUP mengatur bahwa Dirjen Pajak setelah
melakukan pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan

239 Pasal 2 PMK 187/PMK.03/2015

129

PUSDIKLAT PAJAK
KUP

pembayaran pajak, selain permohonan pengembalian kelebihan pembayaran


pajak dari Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C dan Wajib
Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17D, harus menerbitkan surat
ketetapan pajak paling lama 12 (dua belas) bulan sejak surat permohonan
diterima secara lengkap.

12.1. Jika Jangka Waktu Penerbitan SKPLB untuk Pasal 17B ayat (1)
Undang-Undang KUP Terlewati

Pasal 17B ayat (2) Undang-Undang KUP mengatur bahwa apabila setelah
melampaui jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Dirjen Pajak tidak
memberi suatu keputusan, permohonan pengembalian kelebihan pembayaran
pajak dianggap dikabulkan dan SKPLB harus diterbitkan paling lama satu bulan
setelah jangka waktu tersebut berakhir.

Dalam penjelasannya disebutkan bahwa batas waktu sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum terhadap
permohonan Wajib Pajak atau PKP sehingga bila batas waktu tersebut dilampaui
dan Dirjen Pajak tidak memberikan suatu keputusan, permohonan tersebut
dianggap dikabulkan. Selain itu, batas waktu tersebut dimaksudkan pula untuk
kepentingan tertib administrasi perpajakan.

Pasal 17B ayat (3) Undang-Undang KUP mengatur bahwa apabila SKPLB
terlambat diterbitkan setelah melampaui jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak
surat permohonan diterima secara lengkap, kepada Wajib Pajak diberikan
imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dihitung sejak berakhirnya
jangka waktu tersebut sampai dengan saat diterbitkan SKPLB. Imbalan bunga
tersebut, dihitung sejak berakhirnya jangka waktu sampai dengan saat SKPLB
diterbitkan, dan bagian dari bulan dihitung satu bulan.

Pemberian imbalan bunga kepada Wajib Pajak jika jangka waktu pengembalian
kelebihan pajak terlewati untuk memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi
Wajib Pajak, karena jika Wajib Pajak terlambat mambayar atau menyetor pajak
kurang bayar juga dikenai sanksi bunga 2%. Ketenttuan imbalan bunga ini akan
dibahas lebih lanjut dalam kegiatan belajar upaya hukum dan imbalan bunga.

12.2. Jika Wajib Pajak Sedang Dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan

130 PUSDIKLAT PAJAK


KUP

Pasal 17B ayat (1a) Undang-Undang KUP mengatur bahwa ketentuan


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku terhadap Wajib Pajak yang
sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana di bidang
perpajakan, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan PMK. Dalam
penjelasannya disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “sedang dilakukan
pemeriksaan bukti permulaan” adalah dimulai sejak SPT pemeriksaan bukti
permulaan disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau
anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak.

Pasal 17B ayat (4) Undang-Undang KUP mengatur bahwa apabila pemeriksaan
bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan tersebut: tidak dilanjutkan
dengan penyidikan; dilanjutkan dengan penyidikan, tetapi tidak dilanjutkan
dengan penuntutan tindak pidana di bidang perpajakan; atau dilanjutkan dengan
penyidikan dan penuntutan tindak pidana di bidang perpajakan, tetapi diputus
bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum berdasarkan putusan pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap,

dan dalam hal kepada Wajib Pajak diterbitkan SKPLB, kepada Wajib Pajak yang
diberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama
24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak berakhirnya jangka waktu 12 (dua
belas) bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap sampai dengan
saat diterbitkan SKPLB, dan bagian dari bulan dihitung penuh satu bulan.
Ketentuan imbalan bunga ini akan dibahas lebih lanjut dalam kegiatan belajar
upaya hukum dan imbalan bunga.

12.3. Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak sesuai


Pasal 17C, 17D Undang-Undang KUP dan Pasal 9 ayat (4c) Undang-
Undang PPN

Pasal 1 angka 38 Undang-Undang KUP mendefinisikan SK Pengembalian


Pendahuluan Kelebihan Pajak adalah SK yang menentukan jumlah
pengembalian pendahuluan kelebihan pajak untuk Wajib Pajak Tertentu. Adapun
tatacara penerbitannya adalah sebagai berikut.

131

PUSDIKLAT PAJAK
KUP

13.1. SKPPKP Setelah DJP Melakukan Penelitian Atas Wajib Pajak Dengan
Kriteria Tertentu

Pasal 17C ayat (1) Undang-Undang KUP mengatur bahwa Dirjen Pajak setelah
melakukan penelitian atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran
pajak dari Wajib Pajak dengan kriteria tertentu, menerbitkan SK Pengembalian
Pendahuluan Kelebihan Pajak paling lama tiga bulan sejak permohonan diterima
secara lengkap untuk Pajak Penghasilan, dan paling lama satu bulan sejak
permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Pertambahan Nilai. Dalam
penjelasannya disebutkan bahwa sejak permohonan diterima secara lengkap,
dalam arti bahwa SPT telah diisi lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (1), ayat (1a), dan ayat (6) Undang-Undang KUP. Permohonan dapat
disampaikan dengan cara mengisi kolom dalam SPT atau dengan surat
tersendiri. Pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak dapat
diberikan setelah Dirjen Pajak melakukan konfirmasi kebenaran kredit pajak.

Pasal 17C ayat (2) Undang-Undang KUP mengatur bahwa kriteria tertentu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :

1. tepat waktu dalam menyampaikan SPT, termasuk dalam pengertian


kepatuhan penyampaian SPT adalah:240

a. Wajib Pajak telah menyampaikan SPT Tahunan dalam 3 (tiga) Tahun


Pajak terakhir yang wajib disampaikan sampai dengan akhir tahun
sebelum penetapan Wajib Pajak Kriteria Tertentu, dengan tepat waktu;
b. Wajib Pajak telah menyampaikan SPT Masa atas Masa Pajak Januari
sampai dengan November dalam Tahun Pajak terakhir sebelum
penetapan Wajib Pajak Kriteria Tertentu; dan
c. dalam hal terdapat keterlambatan penyampaian SPT Masa sebagaimana
dimaksud dalam huruf b, keterlambatan tersebut harus memenuhi
ketentuan sebagai berikut:
1. tidak lebih dari 3 (tiga) Masa Pajak untuk setiap jenis pajak serta
tidak berturut-turut; dan
2. tidak lewat dari batas waktu penyampaian SPT Masa pada Masa
Pajak berikutnya.tepat waktu dalam menyampaikan SPT
Tahunan dalam tiga tahun terakhir;

240 Pasal 3 ayat (3) PMK 39/PMK.03/2018

132 PUSDIKLAT PAJAK


KUP

2. tidak mempunyai tunggakan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2)


huruf b yaitu keadaan Wajib Pajak pada tanggal 31 Desember tahun terakhir
sebelum penetapan sebagai Wajib Pajak Kriteria Tertentu tidak memiliki
utang pajak yang melewati batas akhir pelunasan, kecuali terhadap
tunggakan pajak yang pembayarannya telah memperoleh izin penundaan
atau pengangsuran.

3. Laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik atau lembaga pengawasan


keuangan pemerintah dengan pendapat wajar tanpa pengecualian selama 3
(tiga) tahun berturut-turut; dan

4. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan


berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap dalam jangka waktu lima tahun terakhir.

Pasal 17C ayat (3) Undang-Undang KUP mengatur bahwa Wajib Pajak dengan
kriteria tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan
Keputusan Dirjen Pajak.

Pasal 17C ayat (4) dan ayat (5) Undang-Undang KUP mengatur tentang
pengembalian pendahuluan yang sudah dibahas dalam subbab SKPLB setelah
pemeriksaan. Ketentuan ini juga akan dibahas dalam subbab SKPKB dengan
sanksi 100%.

Pasal 17C ayat (6) Undang-Undang KUP mengatur bahwa Wajib Pajak dengan
kriteria tertentu tidak dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan
pembayaran pajak apabila:

a. terhadap Wajib Pajak tersebut dilakukan tindakan penyidikan tindak pidana


di bidang perpajakan;

b. terlambat menyampaikan SPT Masa untuk suatu jenis pajak tertentu 2 (dua)
Masa Pajak berturut-turut;

c. terlambat menyampaikan SPT Masa untuk suatu jenis pajak tertentu tiga
Masa Pajak dalam satu tahun kalender; atau

d. terlambat menyampaikan SPT Tahunan.

133

PUSDIKLAT PAJAK
KUP

Pasal 17C ayat (7) Undang-Undang KUP mengatur bahwa tata cara penetapan
Wajib Pajak dengan kriteria tertentu diatur dengan atau berdasarkan PMK.241

Wajib Pajak yang telah ditetapkan sebagai Wajib Pajak dengan kriteria tertentu
dicabut penetapannya sebagai Wajib Pajak dengan kriteria tertentu dalam hal
Wajib Pajak:242

a. terlambat menyampaikan SPT Tahunan;


b. terlambat menyampaikan SPT Masa atas suatu jenis pajak dalam 2 (dua)
Masa Pajak berturut-turut;
c. terlambat menyampaikan SPT Masa atas suatu jenis pajak untuk 3 (tiga)
Masa Pajak dalam 1 (satu) tahun kalender; atau
d. dilakukan pemeriksaan bukti permulaan secara terbuka atau tindakan
penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.

13.2. SKPPKP Setelah DJP Melakukan Penelitian Atas Wajib Pajak Yang
Memenuhi Persyaratan Tertentu

Pasal 17D ayat (1) Undang-Undang KUP mengatur bahwa Dirjen Pajak setelah
melakukan penelitian atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran
pajak dari Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu, menerbitkan SK
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan pajak paling lama tiga bulan sejak
permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Penghasilan, dan paling lama
satu bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Pertambahan
Nilai.

Pasal 17D ayat (2) Undang-Undang KUP mengatur bahwa Wajib Pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dapat diberikan pengembalian
pendahuluan kelebihan pembayaran pajak adalah:

a. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan
bebas;

b. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas
dengan jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih bayar sampai dengan
jumlah tertentu;

241 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018


242Pasal 5 ayat (2) PMK 39/PMK.03/2018.

134 PUSDIKLAT PAJAK


KUP

c. Wajib Pajak badan dengan jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih bayar
sampai dengan jumlah tertentu; atau

d. PKP yang menyampaikan SPT Masa PPN dengan jumlah penyerahan dan
jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu.

Pasal 17D ayat (3) Undang-Undang KUP mengatur bahwa batasan jumlah
peredaran usaha, jumlah penyerahan, dan jumlah lebih bayar diatur dengan atau
berdasarkan PMK.

Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu yang dapat diberikan


pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak meliputi:243

a. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekejaan
bebas yang menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan lebih bayar
restitusi;
b. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekejaan bebas
yang menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan lebih bayar restitusi
dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta
rupiah);
c. Wajib Pajak Badan yang menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan
lebih bayar restitusi dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah); atau
d. Pengusaha Kena Pajak yang menyampaikan SPT Masa Pajak Pertambahan
Nilai lebih bayar restitusi dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Berdasarkan hasil penelitian, Direktur Jenderal Pajak:244

a. menerbitkan SKPPKP, dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 10 ayat (8) menunjukkan terdapat kelebihan pembayaran pajak;
atau
b. tidak menerbitkan SKPPKP dan memberitahukan kepada Wajib Pajak,
dalam hal hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat kelebihan
pembayaran pajak. SKPPKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a

243 Pasal 9 ayat (2) PMK 39/PMK.03/2018


244 Pasal 11 ayat (1) PMK 39/PMK.03/2018

135

PUSDIKLAT PAJAK
KUP

atau pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,


diterbitkan paling lama:
1. 15 (lima belas) hari keja, untuk permohonan Pengembalian Pendahuluan
Pajak Penghasilan orang pribadi;
2. 1 (satu) bulan, untuk permohonan Pengembalian Pendahuluan Pajak
Penghasilan Badan; atau
3. 1 (satu) bulan, untuk permohonan Pengembalian Pendahuluan Pajak
Pertambahan Nilai,

sejak permohonan diterima. 245

Pasal 17D ayat (4) Undang-Undang KUP mengatur bahwa Dirjen Pajak dapat
melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan
tertentu dan menerbitkan surat ketetapan pajak setelah melakukan
pengembalian pendahuluan kelebihan pajak. Dalam penjelasannya disebutkan
bahwa untuk mengurangi penyalahgunaan pemberian kemudahan percepatan
pengembalian kelebihan pembayaran pajak, Dirjen Pajak dapat melakukan
pemeriksaan setelah memberikan pengembalian pendahuluan kelebihan
pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Jika berdasarkan hasil pemeriksaan Direktur Jenderal Pajak menerbitkan


SKPKB, jumlah pajak yang kurang dibayar tersebut ditambah dengan sanksi
administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17D ayat (5) Undang-Undang KUP.

13.4. Wajib Pajak Yang Dapat Diberikan Pengembalian Pendahuluan


Kelebihan Pembayaran Pajak Bagi PKP Berisiko Rendah

Dalam hal permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak


diajukan oleh Pengusaha Kena Pajak berisiko rendah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (4c) Undang Undang PPN, pengembalian kelebihan
pembayaran pajak diproses berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (4c) Undang Undang PPN.

Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan tertentu dan ditetapkan


sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah sebagaimana dimaksud dalam

245 Pasal 11 ayat (2) PMK 39/PMK.03/2018

136 PUSDIKLAT PAJAK


KUP

Pasal 2 huruf c diberikan Pengembalian Pendahuluan atas kelebihan


pembayaran Pajak Pertambahan Nilai pada setiap Masa Pajak. Pengusaha Kena
Pajak yang ditetapkan sebagai PKP berisiko rendah meliputi:246

a. perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;


b. perusahaan yang saham mayoritasnya dimiliki secara langsung oleh
pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah;
c. Pengusaha Kena Pajak yang telah ditetapkan sebagai Mitra Utama
Kepabeanan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan
yang mengatur mengenai Mitra Utama Kepabeanan;
d. Pengusaha Kena Pajak yang telah ditetapkan sebagai Operator Ekonomi
Bersertifikat (Authorized Economic Operator) sesuai dengan ketentuan dalam
Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai Operator Ekonomi
Bersertifikat (Authorized Economic Operator);
e. pabrikan atau produsen selain Pengusaha Kena Pajak sebagaimana
dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf d, yang memiliki tempat untuk
melakukan kegiatan produksi; atau
f. Pengusaha Kena Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf d.

Kegiatan tertentu meliputi:

a. ekspor Barang Kena Pajak Berwujud;


b. penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak
kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai;
c. penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak
yang Pajak Pertambahan Nilainya tidak dipungut;
d. ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; dan/atau
e. ekspor Jasa Kena Pajak.
Untuk dapat ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Pengusaha Kena Pajak merupakan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat 2 huruf a sampai dengan huruf e;

246 Pasal 13 ayat (2) PMK 39/PMK.03/2018

137

PUSDIKLAT PAJAK
KUP

b. Pengusaha Kena Pajak pabrikan atau produsen sebagaimana dimaksud


pada ayat (2) huruf e menyampaikan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai
selama 12 (dua belas) bulan terakhir dengan tepat waktu;
c. Pengusaha Kena Pajak tidak sedang dilakukan pemeriksaan bukti
permulaan dan/atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan; dan
d. Pengusaha Kena Pajak tidak pemah dipidana karena melakukan tindak
pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun
terakhir.

Keputusan penetapan Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah mulai berlaku


sejak tanggal ditetapkan sampai dengan dilakukan pencabutan penetapan oleh
Direktur Jenderal Pajak. Pencabutan keputusan penetapan Pengusaha Kena
Pajak Berisiko Rendah dilakukan dalam hai Pengusaha Kena Pajak:

a. dilakukan pemeriksaan bukti permulaan dan/atau penyidikan tindak


pidana di bidang perpajakan;
b. dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan
berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap; atau
c. tidak lagi memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
ayat (2).

Direktur Jenderal Pajak melakukan pencabutan penetapan Pengusaha Kena


Pajak Berisiko Rendah dengan menerbitkan keputusan pencabutan penetapan
Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah dan memberitahukan keputusan
pencabutan dimaksud kepada Pengusaha Kena Pajak. Pengusaha Kena Pajak
yang telah dicabut penetapannya sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko
Rendah dapat mengajukan kembali permohonan penetapan sesuai dengan
ketentuan.

Pasal 9 ayat (4d) UU PPN Tahun 1984 mengatur bahwa pengembalian


pendahuluan kepada Wajib Pajak sebagaiamana dimaksud dalam Pasal 17C
ayat (1) UU KUP termasuk Pengembalian kelebihan Pajak Masukan kepada PKP
sebagaimana dimaksud pada ayat (4b) huruf a sampai dengan huruf e UU PPN,
yang mempunyai kriteria sebagai PKP berisiko rendah.

138 PUSDIKLAT PAJAK


KUP

Ketentuan ini juga ditegaskan dalam Pasal 25 Ayat (1) huruf c PP 74 Tahun 2011
yang mengatur bahwa Dirjen Pajak menerbitkan SK Pengembalian Pendahuluan
Kelebihan Pajak berdasarkan hasil Penelitian terhadap kebenaran pembayaran
pajak atas permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
(4c) Undang-Undang PPN Tahun 1984 dan perubahannya.

Atas permohonan Wajib Pajak, kelebihan pembayaran pajak sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4c) Undang-Undang PPN Tahun 1984 dan
perubahannya dikembalikan, dengan ketentuan bahwa apabila ternyata Wajib
Pajak mempunyai utang pajak, langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih
dahulu utang pajak tersebut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1)
Undang-Undang KUP.247 Pengembalian kelebihan pembayaran pajak tersebut
dilakukan paling lama satu bulan sejak diterbitkan SK Pengembalian
Pendahuluan Kelebihan Pajak.248

Terdapat perbedaan penyebutan subjek yang diterbitkan SKPPKP yang berisiko


rendah. Dalam PP 74 tahun 2011 mengunakan sebutan ‘Wajib Pajak’ sedangkan
dalam UU PPN Tahun 1984 mengunakan sebutan ‘Pengusaha Kena Pajak’.
Penyebutan yang tepat dalam hal ini seharusnya ‘Pengusaha Kena Pajak’.

Pasal 9 ayat (4e) UU PPN Tahun 1984 menagtur bahwa Dirjen Pajak dapat
melakukan pemeriksaan terhadap PKP yang mempunyai kriteria sebagai PKP
berisiko rendah yang sudah mendapat pengembalian pendahuluan dan
menerbitkan surat ketetapan pajak setelah melakukan pengembalian
pendahuluan kelebihan pajak. Ketentuan ini bermaksud untuk mengurangi
penyalahgunaan pemberian kemudahan percepatan pengembalian kelebihan
pajak.

13.7. Pengembalian PPN Yang Tidak Dikonsumsi Di Daerah Pabean

Pasal 17E Undang-Undang KUP mengatur bahwa orang pribadi yang bukan
subjek dalam negeri yang melakukan pengembalian Barang Kena Pajak di dalam
daerah pabean yang tidak dikonsumsi di daerah pabean dapat diberikan

247Pasal 26 ayat (1) PP 74 Tahun 2011


248Pasal 26 ayat (2) PP 74 Tahun 2011

139

PUSDIKLAT PAJAK
KUP

pengembalian PPN yang telah dibayar, yang ketentuannya diatur dengan atau
berdasarkan PMK.

14. Jika Setelah Terbit SKPLB Terdapat Data Baru Lebih Bayar

Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang KUP mengatur bahwa SKPLB masih dapat
diterbitkan lagi apabila berdasarkan hasil pemeriksaan dan/atau data baru
ternyata pajak yang lebih dibayar jumlahnya lebih besar daripada kelebihan
pembayaran pajak yang telah ditetapkan. Ketentuan ini diatur kembali dengan
penambahan dalam Pasal 18 ayat (2) PP 74 Tahun 2011 mengatur bahwa
SKPLB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masih dapat diterbitkan lagi
apabila terdapat data baru, termasuk data yang semula belum terungkap,
apabila ternyata pajak yang lebih dibayar jumlahnya lebih besar daripada
kelebihan pembayaran pajak yang telah ditetapkan.

15. Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak (Restitusi)

Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang KUP mengatur bahwa atas permohonan


Wajib Pajak, kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal
17, Pasal 17B, Pasal 17C, atau Pasal 17D dikembalikan, dengan ketentuan
bahwa apabila ternyata Wajib Pajak mempunyai utang pajak, langsung
diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang pajak tersebut. Jika setelah
diadakan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dengan jumlah
kredit pajak menunjukkan jumlah selisih lebih (jumlah kredit pajak lebih besar
daripada jumlah pajak yang terutang) atau telah dilakukan pembayaran pajak
yang seharusnya tidak terutang, Wajib Pajak berhak untuk meminta kembali
kelebihan pembayaran pajak, dengan catatan Wajib Pajak tersebut tidak
mempunyai utang pajak. Dalam hal Wajib Pajak masih mempunyai utang pajak
yang meliputi semua jenis pajak baik di pusat maupun cabang-cabangnya,
kelebihan pembayaran tersebut harus diperhitungkan lebih dahulu dengan utang
pajak tersebut dan jika masih terdapat sisa lebih, dikembalikan kepada Wajib
Pajak.249

Pasal 11 ayat (1a) Undang-Undang KUP mengatur bahwa Kelebihan


pembayaran pajak sebagai akibat adanya:

249 Penjelasan Pasal 11 ayat (1) UU KUP

140 PUSDIKLAT PAJAK


KUP

1. SK Keberatan,

2. SK Pembetulan,

3. SK Pengurangan Sanksi Administrasi,

4. SK Penghapusan Sanksi Administrasi,

5. SK Pengurangan Ketetapan Pajak,

6. SK Pembatalan Ketetapan Pajak,

7. Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali, serta

8. SK Pemberian Imbalan Bunga

dikembalikan kepada Wajib Pajak dengan ketentuan jika ternyata Wajib Pajak
mempunyai utang pajak, langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih
dahulu utang pajak tersebut.

Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang KUP mengatur bahwa Pengembalian


kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (1a)
dilakukan paling lama satu bulan sejak permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak diterima sehubungan dengan diterbitkannya SKPLB
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1), atau sejak diterbitkannya
SKPLB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) dan Pasal 17B, atau
sejak diterbitkannya SK Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C atau Pasal 17D, atau sejak
diterbitkannya SK Keberatan, SK Pembetulan, SK Pengurangan Sanksi
Administrasi, SK Penghapusan Sanksi Administrasi, SK Pengurangan Ketetapan
Pajak, SK Pembatalan Ketetapan Pajak atau SK Pemberian Imbalan Bunga, atau
sejak diterimanya Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali, yang
menyebabkan kelebihan pembayaran pajak.

Untuk menjamin kepastian hukum bagi Wajib Pajak dan ketertiban administrasi,
batas waktu pengembalian kelebihan pembayaran pajak ditetapkan paling lama
satu bulan:250

250 Penjelasan Pasal 11 ayat (2) UU KUP

141

PUSDIKLAT PAJAK
KUP

a. untuk SKPLB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1), dihitung


sejak tanggal diterimanya permohonan tertulis tentang pengembalian
kelebihan pembayaran pajak;

b. untuk SKPLB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) dan Pasal
17B, dihitung sejak tanggal penerbitan;

c. untuk SK Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 17C dan Pasal 17D, dihitung sejak tanggal
penerbitan;

d. untuk SK Keberatan, SK Pembetulan, SK Pengurangan Sanksi Administrasi,


SK Penghapusan Sanksi Administrasi, SK Pengurangan Ketetapan Pajak,
SK Pembatalan Ketetapan Pajak, atau SK Pemberian Imbalan Bunga,
dihitung sejak tanggal penerbitan;

e. untuk Putusan Banding dihitung sejak diterimanya Putusan Banding oleh


Kantor DJP yang berwenang melaksanakan putusan pengadilan; atau

f. untuk Putusan Peninjauan Kembali dihitung sejak diterimanya Putusan


Peninjauan Kembali oleh Kantor DJP yang berwenang melaksanakan
putusan pengadilan

sampai dengan saat diterbitkan SK Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak.

Pasal 11 ayat (3) Undang-Undang KUP mengatur bahwa Apabila pengembalian


kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah jangka waktu satu bulan,
Pemerintah memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan
atas keterlambatan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, dihitung sejak
batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berakhir sampai dengan saat
dilakukan pengembalian kelebihan. Untuk menciptakan keseimbangan hak dan
kewajiban bagi Wajib Pajak melalui pelayanan yang lebih baik, diatur bahwa
setiap keterlambatan dalam pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari
jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kepada Wajib Pajak yang
bersangkutan diberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan

142 PUSDIKLAT PAJAK


KUP

dihitung sejak berakhirnya jangka waktu satu bulan sampai dengan saat
diterbitkan SK Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak.251

Pasal 11 ayat (4) Undang-Undang KUP mengatur bahwa Tata cara


penghitungan dan pengembalian kelebihan pembayaran pajak diatur dengan
atau berdasarkan PMK.

251 Penjelasan Pasal 11 ayat (3) UU KUP

143

PUSDIKLAT PAJAK

Anda mungkin juga menyukai