KEGIATAN
BELAJAR 3
6
SURAT KETETAPAN PAJAK DAN SURAT TAGIHAN
PAJAK, SERTA PENGEMBALIAN KELEBIHAN
PEMBAYARAN PAJAK
Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang KUP mengatur bahwa setiap Wajib Pajak
wajib membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya
surat ketetapan pajak. Dalam penjelasannya disebutkan bahwa pada prinsipnya
pajak terutang pada saat timbulnya objek pajak yang dapat dikenai pajak, tetapi
untuk kepentingan administrasi perpajakan saat terutangnya pajak tersebut
adalah:
a. pada suatu saat, untuk Pajak Penghasilan yang dipotong oleh pihak ketiga;
b. pada akhir masa, untuk Pajak Penghasilan yang dipotong oleh pemberi
kerja, atau yang dipungut oleh pihak lain atas kegiatan usaha, atau oleh PKP
atas pemungutan PPN Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah; atau
91
PUSDIKLAT PAJAK
KUP
Jumlah pajak yang terutang yang telah dipotong, dipungut, atau pun yang harus
dibayar oleh Wajib Pajak setelah tiba saat atau masa pelunasan pembayaran,
oleh Wajib Pajak harus disetorkan ke kas negara melalui tempat pembayaran.
Berdasarkan Undang-Undang KUP, DJP tidak berkewajiban untuk menerbitkan
surat ketetapan pajak atas semua SPT yang disampaikan Wajib Pajak.
Penerbitan suatu surat ketetapan pajak hanya terbatas pada Wajib Pajak tertentu
yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian SPT atau karena
ditemukannya data fiskal yang tidak dilaporkan oleh Wajib Pajak.
Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang KUP mengatur bahwa jumlah Pajak yang
terutang menurut SPT yang disampaikan oleh Wajib Pajak adalah jumlah pajak
yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam
penjelasannya disebutkan bahwa kepada Wajib Pajak yang telah menghitung
dan membayar besarnya pajak yang terutang secara benar sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, serta melaporkan dalam
SPT, tidak perlu diberikan surat ketetapan pajak atau pun Surat Tagihan Pajak.
Pasal 12 ayat (3) Undang-Undang KUP mengatur bahwa apabila Dirjen Pajak
mendapatkan bukti jumlah pajak yang terutang menurut SPT tidak benar, Dirjen
Pajak menetapkan jumlah pajak yang terutang. Dalam penjelasannya disebutkan
bahwa apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang
dihitung dan dilaporkan dalam SPT yang bersangkutan tidak benar, misalnya
pembebanan biaya ternyata melebihi yang sebenarnya, Dirjen Pajak menetapkan
besarnya pajak yang terutang sebagaimana mestinya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
92 PUSDIKLAT PAJAK
KUP
Pajak terutang yang dilaporkan Wajib Pajak dalam SPT bisa disebut dengan
penetapan. Tetapi dalam menghitung pajak tersebut harus sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangan-undangan perpajakan yang berlaku. Jika
ternyata dalam penghitungan pajak tersebut ada yang tidak sesuai dengan
ketentuan peraturan perpajakan maka Dirjen Pajak berwenang menetapkan
jumlah pajak yang terutang berdasarkan ketentuan ditambah sanksi administrasi.
Namun tidak semua ketetapan berupa kurang bayar, karena bisa berupa lebih
bayar dan nihil. Pengenaan sanksi administrasi bertujuan agar Wajib Pajak
menghitung pajaknya sesuai dengan ketentuan karena jika DJP mendapatkan
bukti bahwa jumlah pajak yang terutang menurut SPT tidak sesuai dengan
ketentuan akan dikenakan sanksi administrasi perpajakan.
93
PUSDIKLAT PAJAK
KUP
3. Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah surat ketetapan pajak yang menentukan
jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak
tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.191
4. SKPLB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan
pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak
yang terutang atau seharusnya tidak terutang.192
Selain surat ketetapan pajak juga dikenal adanya Surat Tagihan Pajak. STP
adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa
bunga dan/atau denda.193
Dirjen Pajak dapat menerbitkan surat ketetapan pajak dan/atau STP untuk Masa
Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sebelum Wajib Pajak diberikan
atau diterbitkan NPWP dan/atau dikukuhkan sebagai PKP, apabila diperoleh data
dan/atau informasi yang menunjukkan adanya kewajiban perpajakan yang belum
dipenuhi Wajib Pajak.194
94 PUSDIKLAT PAJAK
KUP
Contoh 0-1:
Terhadap Wajib Pajak orang pribadi diterbitkan NPWP pada tanggal 6 Januari
2011. Sampai dengan tanggal 31 Maret 2012 Wajib Pajak hanya menyampaikan
SPT Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2010. Dalam tahun 2012, Dirjen
Pajak memperoleh data yang menunjukkan bahwa Wajib Pajak dalam Tahun
Pajak 2009 memperoleh penghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak.
Berdasarkan data tersebut Dirjen Pajak dapat menerbitkan surat ketetapan pajak
dan/atau STP untuk Tahun Pajak 2009.
Surat ketetapan pajak dan/atau STP diterbitkan dalam jangka waktu lima tahun
setelah saat terutangnya pajak, atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun
Pajak, atau Tahun Pajak, kecuali terhadap Wajib Pajak dipidana karena
melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang
dapat mengakibatkan kerugian pada pendapatan negara berdasarkan Putusan
Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.195 Dalam hal Dirjen
Pajak menerbitkan surat ketetapan pajak dan/atau Surat Tagihan Pajakuntuk
Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya,
jangka waktu menjadi sepuluh tahun.196
Dirjen Pajak dapat menerbitkan surat ketetapan pajak dan/atau STP untuk Masa
Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sebelum dan/atau setelah
penghapusan NPWP atau pencabutan Pengukuhan PKP, apabila setelah
penghapusan NPWP atau pencabutan Pengukuhan PKP, diperoleh data
dan/atau informasi yang menunjukkan adanya kewajiban perpajakan yang belum
dipenuhi Wajib Pajak.197
Penerbitan surat ketetapan pajak dan/atau STP dapat juga dilakukan apabila
setelah penghapusan NPWP atau pencabutan Pengukuhan PKP diperoleh data
dan/atau informasi yang menunjukkan adanya kewajiban perpajakan yang belum
dipenuhi Wajib Pajak untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak
sebelum atau setelah penghapusan NPWP atau pencabutan Pengukuhan PKP.
95
PUSDIKLAT PAJAK
KUP
Contoh 0-2:
Terhadap Wajib Pajak orang pribadi diterbitkan NPWP pada tanggal 6 Januari
2009. Pada tanggal 28 Desember 2011, NPWP tersebut dihapus. Dalam tahun
2013, Dirjen Pajak memperoleh data yang menunjukkan bahwa dalam Tahun
Pajak 2008, Wajib Pajak memperoleh penghasilan di atas Penghasilan Tidak
Kena Pajak, dalam Tahun Pajak 2010, Wajib Pajak memperoleh penghasilan
yang belum dilaporkan dalam SPT sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta
rupiah), dan dalam Tahun Pajak 2012, Wajib Pajak memperoleh penghasilan di
atas Penghasilan Tidak Kena Pajak. Berdasarkan data tersebut Dirjen Pajak
menerbitkan surat ketetapan pajak dan/atau STP untuk Tahun Pajak 2008, 2010,
dan 2012.
Surat ketetapan pajak dan/atau STP diterbitkan dalam jangka waktu lima tahun
setelah saat terutangnya pajak, atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun
Pajak, atau Tahun Pajak, kecuali terhadap Wajib Pajak dipidana karena
melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang
dapat mengakibatkan kerugian pada pendapatan negara berdasarkan Putusan
Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.198
Surat ketetapan pajak dan/atau STP diterbitkan dengan terlebih dahulu
mengaktifkan kembali NPWP yang telah dihapus.199 Dalam hal Dirjen Pajak
menerbitkan surat ketetapan pajak dan/atau Surat Tagihan Pajakuntuk Masa
Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya, jangka
waktu menjadi sepuluh tahun.200 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
penerbitan surat ketetapan pajak dan/atau STP sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan atau berdasarkan PMK.201
5. Jika Ketetapan Pajak Rusak, Tidak Terbaca, Hilang, atau Tidak Dapat
Ditemukan
Dalam hal ketetapan dan/atau keputusan yang diterbitkan oleh Dirjen Pajak
dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan
diketahui rusak, tidak terbaca, hilang atau tidak dapat ditemukan lagi, karena
keadaan di luar kekuasaannya, Dirjen Pajak karena jabatannya, menerbitkan
kembali ketetapan dan/atau keputusan sebagai pengganti ketetapan dan/atau
keputusan yang rusak, tidak terbaca, hilang atau tidak dapat ditemukan lagi
tersebut.202 Yang dimaksud dengan “ketetapan dan/atau keputusan yang
diterbitkan oleh Dirjen Pajak dalam melaksanakan peraturan perundang-
undangan di bidang perpajakan” meliputi:
96 PUSDIKLAT PAJAK
KUP
c. SK Pembetulan;
d. SK Keberatan;
7. Tata Cara Penerbitan Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan Pajak
97
PUSDIKLAT PAJAK
KUP
pajak.206 Ketentuan lebih lanjut tentang penerbitan surat ketetapan pajak dan
STP diatur dalam PMK Nomor 145/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Penerbitan
Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan Pajak sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 183/PMK.03/2015. Pokok-pokok
tata cara penerbitan surat ketetapan pajak dan STP adalah sebagai berikut.
1. Surat ketetapan pajak diterbitkan untuk suatu Masa Pajak, Bagian Tahun
Pajak, atau Tahun Pajak,207 sesuai dengan Masa Pajak, Bagian Tahun
Pajak, atau Tahun Pajak yang dilakukan Pemeriksaan, Pemeriksaan Ulang,
atau Pemeriksaan Bukti Permulaan.208 Artinya untuk SKP PPN dan PPnBM
diterbitkan per masa, tidak boleh digabung satu SKP untuk beberapa masa
pajak, walaupun dalam satu tahun pajak. Ketentuan ini tidak mengakomodir
penjelasan Pasal 12 ayat (1) bahwa suatu saat juga merupakan saat
terutangnya pajak untuk Pajak Penghasilan yang dipotong pihak ketiga.
98 PUSDIKLAT PAJAK
KUP
Dirjen Pajak dapat menerbitkan STP untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak,
atau Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya dalam hal:215
99
PUSDIKLAT PAJAK
KUP
f. pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP tidak membuat Faktur Pajak
atau membuat Faktur Pajak tetapi tidak tepat waktu atau tidak mengisi
selengkapnya Faktur Pajak.
Dirjen Pajak dapat menerbitkan STP untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak,
atau Tahun Pajak 2008 dan setelahnya dalam hal:217
e. pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP tidak mengisi Faktur Pajak
secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-
Undang PPN, selain :
f. PKP melaporkan Faktur Pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan Faktur
Pajak; atau
g. PKP yang mengalami gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian
Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6a) Undang-
Undang PPN. Sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan dari
jumlah pajak yang ditagih kembali, yang dihitung dari tanggal penerbitan SK
Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak sampai dengan tanggal
penerbitan STP, dan bagian dari bulan dihitung penuh satu bulan.219
Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang KUP mengatur bahwa dalam jangka waktu
lima tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian
Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, Dirjen Pajak dapat menerbitkan SKPKB dalam
hal-hal sebagai berikut. Ketentuan ini memberi wewenang kepada Dirjen Pajak
untuk dapat menerbitkan SKPKB, yang pada hakikatnya hanya terhadap kasus-
kasus yang diatur dalam Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang KUP.
101
PUSDIKLAT PAJAK
KUP
berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak tidak diterbitkan
surat ketetapan pajak.
Hal ini diberikan untuk memberikan kepastian hukum bagi Wajib Pajak
berkenaan dengan pelaksanaan pemungutan pajak dengan sistem self
assessment, apabila dalam jangka waktu lima tahun sejak saat terutangnya
pajak, berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau berakhirnya Tahun
Pajak, Dirjen Pajak tidak menerbitkan surat ketetapan pajak, jumlah pembayaran
pajak yang diberitahukan dalam SPT Masa atau SPT Tahunan pada hakikatnya
telah menjadi tetap dengan sendirinya atau telah menjadi pasti karena hukum
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
1. Terhadap semua hak dan kewajiban perpajakan Tahun Pajak 2001 sampai
dengan Tahun Pajak 2007 yang belum diselesaikan, diberlakukan ketentuan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
denganUndang-Undang Nomor 16 tahun 2000.
Pasal 13 ayat (4) Undang-Undang KUP mengatur bahwa besarnya pajak yang
terutang yang diberitahukan oleh Wajib Pajak dalam SPT menjadi pasti sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan apabila dalam
jangka waktu lima tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setelah saat
terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau
Tahun Pajak tidak diterbitkan surat ketetapan pajak. Dalam penjelasannya
Pasal 13 ayat (6) Undang-Undang KUP mengatur bahwa Tata cara penerbitan
SKPKB sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dengan atau berdasarkan
PMK.220
103
PUSDIKLAT PAJAK
KUP
ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan paling
lama dua puluh empat bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau
berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan
diterbitkannya SKPKB. Sanksi administrasi berupa bunga, dihitung dari jumlah
pajak yang tidak atau kurang dibayar dan bagian dari bulan dihitung satu bulan.
Walaupun SKPKB tersebut diterbitkan lebih dari dua tahun sejak berakhirnya
Tahun Pajak, bunga dikenakan atas kekurangan tersebut hanya untuk masa dua
tahun.
Wajib Pajak PT A mempunyai penghasilan kena pajak selama Tahun Pajak 2006
sebesar Rp. 100.000.000,00 dan menyampaikan Surat Pemberitahuan tepat
waktu. Pada bulan April 2009 berdasarkan hasil pemeriksaan diterbitkan SKPKB
maka sanksi bunga dihitung sebagai berikut:
1. Penghasilan Kena Pajak Rp 100.000.000,00
2. Pajak yang terutang
(30% x Rp100.000.000,00) Rp 30.000.000,00
3. Kredit pajak Rp 10.000.000,00 (-)
4. Pajak yang kurang dibayar Rp 20.000.000,00
5. Bunga 24 bulan
(24 x 2% x Rp20.000.000,00) Rp 9.600.000,00 (+)
6. Jumlah pajak yang masih
harus dibayar Rp 29.600.000,00
Dalam hal pengusaha tidak melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan
sebagai PKP, selain harus menyetor pajak yang terutang, pengusaha tersebut
juga dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per
bulan dari pajak yang kurang dibayar yang dihitung sejak berakhirnya Masa
Pajak untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.
Pasal 9 ayat (4f) Undang-Undang PPN Tahun 1984 juga mengatur tentang
SKPKB dengan sanksi bunga 2%. Berbeda dengan Wajib Pajak yang sudah
mendapat pengembalian pendahuluan kemudian setelah dilakukan pemeriksaan
masih terdapat kurang bayar maka akan dikenakan sanksi kenaikan 100%.
Terhadap PKP yang berisiko rendah setelah diberikan pengembalian
pendahuluan masih terdapat kurang bayar setelah dilakukan pemeriksaan Dirjen
Pajak menerbitkan SKPKB, jumlah kekurangan pajak ditambah dengan sanksi
administrasi berupa bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan dan Perubahannya,223 yaitu berupa bunga 2% per bulan paling lama
24 (dua puluh empat) bulan. Tetapi apabila dalam pemeriksaan dimaksud
ditemukan adanya indikasi tindak pidana di bidang perpajakan, ketentuan ini
tidak berlaku.
105
PUSDIKLAT PAJAK
KUP
Pasal 13 ayat (3) Undang-Undang KUP mengatur bahwa Jumlah pajak dalam
SKPKB karena:
a. 50% (lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang
dibayar dalam satu Tahun Pajak;
b. 100% (seratus persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang
dipotong, tidak atau kurang dipungut, tidak atau kurang disetor, dan
dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetor; atau
c. 100% (seratus persen) dari PPN Barang dan Jasa dan PPnBM yang tidak
atau kurang dibayar.
Dalam ketentuan ini terlihat bahwa sanksi kenaikan untuk kewajiban pembayaran
pajak sesuai dengan self assessment hanya dikenakan sanksi kenaikan sebesar
50%. Sedangkan untuk pembayaran pajak yang menganut sistem with holding
dikenakan sanksi lebih besar yaitu 100%. Dalam with holding pemotongan atau
pemungutan pajak penghasilan, wajib pungut atau wajib potong sudah diberi
kepercayaan untuk memotong atau memungut pajak pihak ketiga. Demikian juga
dalam pemungutan PPN, PKP juga diberi kepercayaan oleh negara untuk
memungut PPN keluaran. Sehingga atas kepercayaan tersebut jika tidak
dilaksanakan sudah sepantasnya diberi sanksi yang lebih besar.
SKPKB ditambah sanksi kenaikan 100% juga diterbitkan terhadap Wajib Pajak
dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C Undang-
Undang KUP dan Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17D Undang-Undang KUP yang telah
mendapat pengembalian kelebihan pajak akan tetapi setelah dilakukan
pemeriksaan ternyata kurang bayar.
8.6. SKPKB atas Wajib Pajak dengan Kriteria Tertentu Dikenakan Sanksi
Kenaikan 100% atau Bunga 2%
Pasal 17C ayat (4) Undang-Undang KUP mengatur bahwa Dirjen Pajak dapat
melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak, dan menerbitkan surat ketetapan
pajak setelah melakukan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak. Dalam
penjelasannya disebutkan bahwa surat ketetapan pajak tersebut diterbitkan
dalam jangka waktu lima tahun setelah DJP melakukan pemeriksaan terhadap
Wajib Pajak yang telah memperoleh pengembalian pendahuluan. Surat
ketetapan pajak tersebut dapat berupa SKPKB, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau
SKPLB.
Untuk mendorong Wajib Pajak dalam melaporkan jumlah pajak yang terutang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang
berlaku. Pasal 17C ayat (5) Undang-Undang KUP mengatur bahwa apabila
berdasarkan hasil pemeriksaan, Dirjen Pajak menerbitkan SKPKB, jumlah
kekurangan pajak ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan
sebesar 100% (seratur persen) dari jumlah kekurangan pembayaran pajak.
Untuk jelasnya cara penghitungan SKPKB dan pengenaan sanksi administrasi
berupa kenaikan tersebut diberikan contoh sebagai berikut:
107
PUSDIKLAT PAJAK
KUP
8.7. SKPKB atas Wajib Pajak Yang Memenuhi Syarat Tertentu Dikenakan
Sanksi Kenaikan 100%
Pasal 17D ayat (4) Undang-Undang KUP mengatur bahwa Dirjen Pajak dapat
melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan menerbitkan surat ketetapan pajak setelah melakukan
pengembalian pendahuluan kelebihan pajak. Dalam penjelasannya disebutkan
bahwa untuk mengurangi penyalahgunaan pemberian kemudahan percepatan
pengembalian kelebihan pembayaran pajak, Dirjen Pajak dapat melakukan
pemeriksaan setelah memberikan pengembalian pendahuluan kelebihan
pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
109
PUSDIKLAT PAJAK
KUP
Untuk memotivasi Wajib Pajak agar melaporkan jumlah pajak yang terutang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pasal 17D
ayat (5) Undang-Undang KUP mengatur bahwa Jika berdasarkan hasil
pemeriksaan Dirjen Pajak menerbitkan SKPKB, jumlah pajak yang kurang
dibayar ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100%
dari jumlah kekurangan pembayaran pajak.
Pasal 13A Undang-Undang KUP mengatur bahwa Wajib Pajak yang karena
kealpaannya tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT, tetapi isinya
tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak
benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, tidak
dikenai sanksi pidana apabila kealpaan tersebut pertama kali dilakukan oleh
Wajib Pajak dan Wajib Pajak tersebut wajib melunasi kekurangan pembayaran
jumlah pajak yang terutang beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar
200% (dua ratus persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar yang ditetapkan
melalui penerbitan SKPKB.
(empat puluh delapan persen) dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar,
apabila Wajib Pajak setelah jangka waktu tersebut dipidana karena melakukan
tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Oleh karena itu, dalam rangka memperoleh kembali pajak yang terutang
tersebut, dalam hal Wajib Pajak dipidana karena melakukan tindak pidana di
bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian
pada pendapatan negara berdasarkan putusan Pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap, SKPKB masih dibenarkan untuk diterbitkan,
ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48% (empat puluh delapan
persen) dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar meskipun jangka waktu
lima tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampaui.
Pasal 17A ayat (1) Undang-Undang KUP mengatur bahwa Dirjen Pajak, setelah
melakukan pemeriksaan, menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Nihil apabila:227
a. Pajak Penghasilan apabila jumlah kredit pajak sama dengan pajak yang
terutang atau pajak yang tidak terutang dan tidak ada kredit pajak;
111
PUSDIKLAT PAJAK
KUP
b. PPN apabila jumlah kredit pajak sama dengan jumlah pajak yang terutang,
atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. Jika terdapat pajak yang
dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, jumlah pajak yang terutang
dihitung dengan cara jumlah Pajak Keluaran dikurangi dengan pajak yang
dipungut oleh Pemungut PPN tersebut; atau
c. PPnBM apabila jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang
terutang atau pajak tidak terutang dan tidak ada pembayaran pajak.
Tata cara penerbitan Surat Ketetapan Pajak Nihil diatur dengan atau
berdasarkan PMK.228 Dirjen Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Nihil
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17A ayat (1) Undang-Undang KUP
berdasarkan hasil Pemeriksaan terhadap SPT apabila jumlah kredit pajak atau
jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang, atau pajak
tidak terutang dan tidak ada kredit pajak atau tidak ada pembayaran pajak.
Ketentuan tata cara penerbitan SKPN ini sama seperti penerbitan surat
ketetapan pajak lainnya.229
10. SKPKBT
Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang KUP mengatur bahwa Dirjen Pajak dapat
menerbitkan SKPKBT dalam jangka waktu lima tahun setelah saat terutangnya
pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak
apabila ditemukan data baru yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak
yang terutang setelah dilakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan
SKPKB Tambahan.
Pasal 15 ayat (5) Undang-Undang KUP mengatur bahwa apabila jangka waktu
lima tahun sebagaimana dimaksud pada Pasal 15 ayat (1) UU KUP telah lewat,
SKPKBT tetap dapat diterbitkan, dalam hal Wajib Pajak setelah jangka waktu
lima tahun tersebut dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang
perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada
pendapatan negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap.
Ketentuan batas waktu ini sering disebut dengan istilah daluwarsa, sebagaimana
ketentuan Pasal 13 ayat (1), Ketentuan Pasal 15 ayat (1) ini mengatur daluwarsa
penerbitan surat ketetapan bukan daluwarsa pemeriksaan. Masih banyak
orang yang berpendapat bahwa daluwarsa pemeriksaan sama dengan
daluwarsa penerbitan SKPKB atau SKPKBT, pendapat ini kurang tepat karena
Pasal 13 dan Pasal 15 Undang-Undang KUP tidak mengatur daluwarsa
pemeriksaan, bahkan sebenarnya dalam Undang-Undang KUP tidak terdapat
ketentuan tentang daluwarsa pemeriksaan.
113
PUSDIKLAT PAJAK
KUP
Yang dimaksud dengan “data baru” adalah data atau keterangan mengenai
segala sesuatu yang diperlukan untuk menghitung besarnya jumlah pajak yang
terutang yang oleh Wajib Pajak belum diberitahukan pada waktu penetapan
semula, baik dalam SPT dan lampiran-lampirannya maupun dalam pembukuan
perusahaan yang diserahkan pada waktu pemeriksaan.
Selain itu, yang termasuk dalam data baru adalah data yang semula belum
terungkap, yaitu data yang :
115
PUSDIKLAT PAJAK
KUP
Contoh 0-6:
yang sama dengan SKPKBT yang akan diterbitkan, kecuali surat ketetapan pajak
yang telah diterbitkan sebelumnya merupakan SKPLB dalam rangka
pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang KUP.
Pasal 15 ayat (4) Undang-Undang KUP mengatur bahwa apabila jangka waktu
lima tahun sebagaimana dimaksud pada Pasal15 ayat (1) UU KUP telah lewat,
SKPKBT tetap dapat diterbitkan ditambah sanksi administrasi berupa bunga
117
PUSDIKLAT PAJAK
KUP
sebesar 48% (empat puluh delapan persen) dari jumlah pajak yang tidak atau
kurang dibayar, dalam hal Wajib Pajak setelah jangka waktu lima tahun tersebut
dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak
pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara
berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang KUP mengatur bahwa Dirjen Pajak dapat
menerbitkan STP apabila:
f. PKP melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur
pajak; atau
g. PKP yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak
Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6a) Undang-Undang
Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.
Namun ada sebagian orang yang berpendapat bahwa karena STP mempunyai
kekuatan hukum sama dengan SKP maka jika ada pajak yang kurang dibayar
oleh Wajib Pajak boleh saja memilih akan diterbitkan STP atau SKP. Pendapat
ini kurang tepat karena maksud mempunyai kekuatan hukum yang sama
berhubungan dengan kekuatan hukum yang dapat ditagih dengan surat paksa
berdasarkan Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Jadi
penerbitan STP dan SKP harus sesuai ketentuan yang mengaturnya, tidak boleh
ditukar-tukar. Jika seharusnya diterbitkan STP tetapi diterbitkan SKP maka dapat
menjadi obyek gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) huruf d
Undang-Udang KUP.
119
PUSDIKLAT PAJAK
KUP
Contoh 0-7: Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang
dibayar
11.2. STP dengan Sanksi Berupa Denda 2% Dari Dasar Pengenaan Pajak
Terdapat tiga hal penting yang perlu dibahas dalam ketentuan ini.
PKP yang tidak membuat faktur pajak maupun PKP yang membuat faktur
pajak, tetapi tidak tepat waktu atau tidak selengkapnya mengisi faktur pajak
dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari
Dasar Pengenaan Pajak. Demikian pula bagi PKP yang membuat faktur
pajak, tetapi melaporkannya tidak tepat waktu, dikenai sanksi yang sama.
Sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar
Pengenaan Pajak ditagih dengan STP.
121
PUSDIKLAT PAJAK
KUP
11.3. Surat Tagihan Pajak Atas PKP Gagal Produksi dan Telah Mendapat
Pengembalian Pajak Masukan
Pengembalian atas Pajak Masukan bagi PKP yang gagal produksi ini diatur
dalam Pasal 9 ayat (2a), ayat (6a), dan ayat (6b) Undang-Undang PPN 1984, jadi
akan dibahas juga dalam mata diklat PPN. Dalam subbab ini hanya akan dibahas
garis besarnya saja, bahwa bagi PKP yang belum berproduksi sehingga belum
melakukan penyerahan yang terutang pajak, Pajak Masukan atas perolehan
dan/atau barang modal dapat dikreditkan. Pajak Masukan yang telah dikreditkan
dan telah diberikan pengembalian wajib dibayar kembali oleh PKP dalam hal
PKP tersebut mengalami keadaan gagal berproduksi dalam jangka waktu paling
lama tiga tahun sejak Masa Pajak pengkreditan dimulai.
Pajak Masukan yang wajib dibayar kembali sebesar Pajak Masukan yang telah
dikreditkan dan telah diberikan pengembalian.231 Pajak Masukan yang wajib
dibayar kembali tersebut disetorkan paling lambat akhir bulan berikutnya setelah
keadaan gagal berproduksi. 232 Pembayaran kembali Pajak Masukan, dilakukan
oleh PKP yang mengalami keadaan gagal berproduksi dengan menggunakan
SSP dengan mencantumkan keterangan "Pembayaran kembali Pajak Masukan
atas impor dan/atau perolehan Barang Modal yang telah dikreditkan dan telah
diberikan pengembalian".233 Pembayaran kembali Pajak Masukan, dilaporkan
pada masa pajak dilakukan pembayaran.234 Terhadap PKP yang melakukan
pembayaran kembali tersebut, diterbitkan STP atas sanksi administrasi berupa
bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (5) Undang-Undang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang KUP mengatur bahwa apabila SKPKB atau
SKPKB Tambahan, serta SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding atau
Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih
harus dibayar bertambah, pada saat jatuh tempo pelunasan tidak atau kurang
dibayar, atas jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar itu dikenai sanksi
administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk seluruh
masa, yang dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai dengan tanggal
pelunasan atau tanggal diterbitkannya STP, dan bagian dari bulan dihitung
penuh satu bulan.
Ketentuan ini mengenakan sanksi 2% terhadap pajak yang tidak atau kurang
dibayar sampai dengan jatuh tempo pelunasan. Kata ‘pelunasan’ digunakan
karena sudah ada ketetapan pajak atau SK yang menyebabkan kurang bayar.
Keadaan ini merupakan ciri official assessment, karena adanya surat ketetapan
pajak.
Tetapi harus hati-hati memahami ketentuan ini karena sering rancu dengan Pasal
9 ayat (2a) yang mengatur bahwa atas pembayaran atau penyetoran pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang dilakukan setelah tanggal jatuh
tempo penyampaian SPT Tahunan, dikenai sanksi administrasi berupa bunga
sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung mulai dari berakhirnya batas
waktu penyampaian SPT Tahunnan sampai dengan tanggal pembayaran, dan
bagian dari bulan penuh satu bulan. Ketentuan setelah tanggal jatuh tempo
sering disebut dengan terlambat.
123
PUSDIKLAT PAJAK
KUP
Jadi harus diingat bahwa Pasal 19 ayat (1) mengatur pengenaan sanksi atas
tidak atau kurang dibayar, yang dapat diartikan tidak dibayar sama sekali
sampai dengan penerbitan STP atau dibayar tepat waktu tetapi kurang, sehingga
selisihnya belum dibayar. Selain itu pelunasannya setelah ada surat ketetapan
pajak atau SK (official assessment). Sedangkan Pasal 9 ayat (2a) dibayar
seluruhnya tetapi terlambat atau setelah jatuh tempo tanpa menunggu surat
ketetapan pajak atau SK (dibayar untuk self assessment dan disetor untuk with
holding).
Contoh 0-9:
Contoh 0-10:
Dalam hal terhadap SKPKB seperti dalam Contoh 0-9 di atas, Wajib Pajak
membayar Rp 10.000.000,00 pada tanggal 3 Desember 2008 dan pada tanggal
5 Desember 2008 diterbitkan Surat Tagihan Pajak, sanksi administrasi berupa
bunga dihitung sebagai berikut:
Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang KUP mengatur bahwa dalam hal Wajib Pajak
diperbolehkan mengangsur atau menunda pembayaran pajak juga dikenai sanksi
administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah pajak
yang masih harus dibayar dan bagian dari bulan dihitung penuh satu bulan.
Contoh 0-11:
Contoh 0-12:
Pasal 9 ayat (4) Undang-Undang KUP mengatur bahwa Dirjen Pajak atas
permohonan Wajib Pajak dapat memberikan persetujuan untuk mengangsur atau
menunda pembayaran pajak termasuk kekurangan pembayaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) paling lama 12 (dua belas) bulan, yang pelaksanaannya
diatur dengan atau berdasarkan PMK. Dalam penjelasannya disebutkan bahwa
atas permohonan Wajib Pajak, Dirjen Pajak dapat memberikan persetujuan untuk
125
PUSDIKLAT PAJAK
KUP
Ketentuan Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang KUP tidak secara jelas mengatur
apakah yang dimaksud mengangsur dan menunda termasuk mengangsur atau
menunda sebagaimana dimaksud Pasal 9 ayat (4) Undang-Undang KUP. Tetapi
Pasal 9 ayat (4) mendelegasikan pengaturannya dengan PMK. Wajib Pajak
dapat mengajukan permohonan secara tertulis untuk mengangsur atau menunda
pembayaran pajak yang masih harus dibayar dalam SPPT, SKP PBB, STP PBB,
STP, SKPKB, SKPKB Tambahan, dan SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan
Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak
yang terutang bertambah, serta Pajak Penghasilan Pasal 29, kepada Dirjen
Pajak.237
Permohonan harus diajukan paling lama sembilan hari kerja sebelum saat jatuh
tempo pembayaran utang pajak berakhir disertai alasan dan jumlah pembayaran
pajak yang dimohon diangsur atau ditunda. Apabila ternyata batas waktu
sembilan hari kerja tidak dapat dipenuhi oleh Wajib Pajak karena keadaan di luar
kekuasaannya, permohonan Wajib Pajak masih dapat dipertimbangkan oleh
Dirjen Pajak sepanjang Wajib Pajak dapat membuktikan kebenaran keadaan di
luar kekuasaannya tersebut.
237Pasal 20 PMK-242/PMK.03/2014
Dalam hal Wajib Pajak disetujui untuk mengangsur atau menunda pembayaran
kecuali STP, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2%
per bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang KUP,
dihitung sejak jatuh tempo pembayaran sampai dengan pembayaran
angsuran/pelunasan, dengan ketentuan bagian dari bulan dihitung penuh satu
bulan.
Pasal 19 ayat (3) Undang-Undang KUP mengatur bahwa dalam hal Wajib Pajak
diperbolehkan menunda penyampaian SPT Tahunan dan ternyata
penghitungan sementara pajak yang terutang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (5) Undang-Undang KUP kurang dari jumlah pajak yang sebenarnya
terutang atas kekurangan pembayaran pajak tersebut, dikenai bunga sebesar 2%
(dua persen) per bulan yang dihitung dari saat berakhirnya batas waktu
penyampaian SPT Tahunan sampai dengan tanggal dibayarnya kekurangan
pembayaran tersebut dan bagian dari bulan dihitung penuh satu bulan.
Ketentuan ini tidak hanya berhubungan dengan Pasal 3 ayat (5) tetapi juga Pasal
3 ayat (4) Undang-Undang KUP, hanya saja dalam Pasal 3 ayat (4) istilah yang
digunakan adalah Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka waktu
penyampaian SPT Tahunan, sedangkan Pasal 19 ayat (3) menggunakan istilah
menunda menyampaikan SPT Tahunan. Tentu saja memperpanjang maknanya
berbeda dengan menunda, selain itu istilah menunda sudah dipakai dalam Pasal
9 ayat (4) dan Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang KUP dalam arti menunda
pembayaran.
12. SKPLB
127
PUSDIKLAT PAJAK
KUP
a. Pajak Penghasilan apabila jumlah kredit pajak lebih besar daripada jumlah
pajak yang terutang;
b. PPN apabila jumlah kredit pajak lebih besar daripada jumlah pajak yang
terutang. Jika terdapat pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak
Pertambahan Nilai, jumlah pajak yang terutang dihitung dengan cara
jumlah Pajak Keluaran dikurangi dengan pajak yang dipungut oleh
Pemungut PPN tersebut; atau
c. PPnBM apabila jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah
pajak yang terutang.
➢ Pasal 17B ayat (1) Undang-Undang KUP mengatur bahwa Dirjen Pajak
setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak, selain permohonan pengembalian kelebihan pembayaran
pajak dari Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C dan Wajib
Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17D, harus menerbitkan surat
ketetapan pajak paling lama 12 (dua belas) bulan sejak surat permohonan
diterima secara lengkap.
Dalam penjelasannya disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “surat
permohonan telah diterima secara lengkap” adalah SPT yang telah diisi
lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Undang-Undang KUP.
Sedangkan surat ketetapan pajak yang diterbitkan berdasarkan hasil
pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran
pajak dapat berupa SKPKB atau Surat Ketetapan Pajak Nihil atau
SKPLB.
Pasal 17B ayat (1) Undang-Undang KUP mengatur bahwa Dirjen Pajak setelah
melakukan pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan
129
PUSDIKLAT PAJAK
KUP
12.1. Jika Jangka Waktu Penerbitan SKPLB untuk Pasal 17B ayat (1)
Undang-Undang KUP Terlewati
Pasal 17B ayat (2) Undang-Undang KUP mengatur bahwa apabila setelah
melampaui jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Dirjen Pajak tidak
memberi suatu keputusan, permohonan pengembalian kelebihan pembayaran
pajak dianggap dikabulkan dan SKPLB harus diterbitkan paling lama satu bulan
setelah jangka waktu tersebut berakhir.
Pasal 17B ayat (3) Undang-Undang KUP mengatur bahwa apabila SKPLB
terlambat diterbitkan setelah melampaui jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak
surat permohonan diterima secara lengkap, kepada Wajib Pajak diberikan
imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dihitung sejak berakhirnya
jangka waktu tersebut sampai dengan saat diterbitkan SKPLB. Imbalan bunga
tersebut, dihitung sejak berakhirnya jangka waktu sampai dengan saat SKPLB
diterbitkan, dan bagian dari bulan dihitung satu bulan.
Pemberian imbalan bunga kepada Wajib Pajak jika jangka waktu pengembalian
kelebihan pajak terlewati untuk memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi
Wajib Pajak, karena jika Wajib Pajak terlambat mambayar atau menyetor pajak
kurang bayar juga dikenai sanksi bunga 2%. Ketenttuan imbalan bunga ini akan
dibahas lebih lanjut dalam kegiatan belajar upaya hukum dan imbalan bunga.
Pasal 17B ayat (4) Undang-Undang KUP mengatur bahwa apabila pemeriksaan
bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan tersebut: tidak dilanjutkan
dengan penyidikan; dilanjutkan dengan penyidikan, tetapi tidak dilanjutkan
dengan penuntutan tindak pidana di bidang perpajakan; atau dilanjutkan dengan
penyidikan dan penuntutan tindak pidana di bidang perpajakan, tetapi diputus
bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum berdasarkan putusan pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap,
dan dalam hal kepada Wajib Pajak diterbitkan SKPLB, kepada Wajib Pajak yang
diberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama
24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak berakhirnya jangka waktu 12 (dua
belas) bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap sampai dengan
saat diterbitkan SKPLB, dan bagian dari bulan dihitung penuh satu bulan.
Ketentuan imbalan bunga ini akan dibahas lebih lanjut dalam kegiatan belajar
upaya hukum dan imbalan bunga.
131
PUSDIKLAT PAJAK
KUP
13.1. SKPPKP Setelah DJP Melakukan Penelitian Atas Wajib Pajak Dengan
Kriteria Tertentu
Pasal 17C ayat (1) Undang-Undang KUP mengatur bahwa Dirjen Pajak setelah
melakukan penelitian atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran
pajak dari Wajib Pajak dengan kriteria tertentu, menerbitkan SK Pengembalian
Pendahuluan Kelebihan Pajak paling lama tiga bulan sejak permohonan diterima
secara lengkap untuk Pajak Penghasilan, dan paling lama satu bulan sejak
permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Pertambahan Nilai. Dalam
penjelasannya disebutkan bahwa sejak permohonan diterima secara lengkap,
dalam arti bahwa SPT telah diisi lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (1), ayat (1a), dan ayat (6) Undang-Undang KUP. Permohonan dapat
disampaikan dengan cara mengisi kolom dalam SPT atau dengan surat
tersendiri. Pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak dapat
diberikan setelah Dirjen Pajak melakukan konfirmasi kebenaran kredit pajak.
Pasal 17C ayat (2) Undang-Undang KUP mengatur bahwa kriteria tertentu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
Pasal 17C ayat (3) Undang-Undang KUP mengatur bahwa Wajib Pajak dengan
kriteria tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan
Keputusan Dirjen Pajak.
Pasal 17C ayat (4) dan ayat (5) Undang-Undang KUP mengatur tentang
pengembalian pendahuluan yang sudah dibahas dalam subbab SKPLB setelah
pemeriksaan. Ketentuan ini juga akan dibahas dalam subbab SKPKB dengan
sanksi 100%.
Pasal 17C ayat (6) Undang-Undang KUP mengatur bahwa Wajib Pajak dengan
kriteria tertentu tidak dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan
pembayaran pajak apabila:
b. terlambat menyampaikan SPT Masa untuk suatu jenis pajak tertentu 2 (dua)
Masa Pajak berturut-turut;
c. terlambat menyampaikan SPT Masa untuk suatu jenis pajak tertentu tiga
Masa Pajak dalam satu tahun kalender; atau
133
PUSDIKLAT PAJAK
KUP
Pasal 17C ayat (7) Undang-Undang KUP mengatur bahwa tata cara penetapan
Wajib Pajak dengan kriteria tertentu diatur dengan atau berdasarkan PMK.241
Wajib Pajak yang telah ditetapkan sebagai Wajib Pajak dengan kriteria tertentu
dicabut penetapannya sebagai Wajib Pajak dengan kriteria tertentu dalam hal
Wajib Pajak:242
13.2. SKPPKP Setelah DJP Melakukan Penelitian Atas Wajib Pajak Yang
Memenuhi Persyaratan Tertentu
Pasal 17D ayat (1) Undang-Undang KUP mengatur bahwa Dirjen Pajak setelah
melakukan penelitian atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran
pajak dari Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu, menerbitkan SK
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan pajak paling lama tiga bulan sejak
permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Penghasilan, dan paling lama
satu bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Pertambahan
Nilai.
Pasal 17D ayat (2) Undang-Undang KUP mengatur bahwa Wajib Pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dapat diberikan pengembalian
pendahuluan kelebihan pembayaran pajak adalah:
a. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan
bebas;
b. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas
dengan jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih bayar sampai dengan
jumlah tertentu;
c. Wajib Pajak badan dengan jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih bayar
sampai dengan jumlah tertentu; atau
d. PKP yang menyampaikan SPT Masa PPN dengan jumlah penyerahan dan
jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu.
Pasal 17D ayat (3) Undang-Undang KUP mengatur bahwa batasan jumlah
peredaran usaha, jumlah penyerahan, dan jumlah lebih bayar diatur dengan atau
berdasarkan PMK.
a. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekejaan
bebas yang menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan lebih bayar
restitusi;
b. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekejaan bebas
yang menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan lebih bayar restitusi
dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta
rupiah);
c. Wajib Pajak Badan yang menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan
lebih bayar restitusi dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah); atau
d. Pengusaha Kena Pajak yang menyampaikan SPT Masa Pajak Pertambahan
Nilai lebih bayar restitusi dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
135
PUSDIKLAT PAJAK
KUP
Pasal 17D ayat (4) Undang-Undang KUP mengatur bahwa Dirjen Pajak dapat
melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan
tertentu dan menerbitkan surat ketetapan pajak setelah melakukan
pengembalian pendahuluan kelebihan pajak. Dalam penjelasannya disebutkan
bahwa untuk mengurangi penyalahgunaan pemberian kemudahan percepatan
pengembalian kelebihan pembayaran pajak, Dirjen Pajak dapat melakukan
pemeriksaan setelah memberikan pengembalian pendahuluan kelebihan
pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
137
PUSDIKLAT PAJAK
KUP
Ketentuan ini juga ditegaskan dalam Pasal 25 Ayat (1) huruf c PP 74 Tahun 2011
yang mengatur bahwa Dirjen Pajak menerbitkan SK Pengembalian Pendahuluan
Kelebihan Pajak berdasarkan hasil Penelitian terhadap kebenaran pembayaran
pajak atas permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
(4c) Undang-Undang PPN Tahun 1984 dan perubahannya.
Pasal 9 ayat (4e) UU PPN Tahun 1984 menagtur bahwa Dirjen Pajak dapat
melakukan pemeriksaan terhadap PKP yang mempunyai kriteria sebagai PKP
berisiko rendah yang sudah mendapat pengembalian pendahuluan dan
menerbitkan surat ketetapan pajak setelah melakukan pengembalian
pendahuluan kelebihan pajak. Ketentuan ini bermaksud untuk mengurangi
penyalahgunaan pemberian kemudahan percepatan pengembalian kelebihan
pajak.
Pasal 17E Undang-Undang KUP mengatur bahwa orang pribadi yang bukan
subjek dalam negeri yang melakukan pengembalian Barang Kena Pajak di dalam
daerah pabean yang tidak dikonsumsi di daerah pabean dapat diberikan
139
PUSDIKLAT PAJAK
KUP
pengembalian PPN yang telah dibayar, yang ketentuannya diatur dengan atau
berdasarkan PMK.
14. Jika Setelah Terbit SKPLB Terdapat Data Baru Lebih Bayar
Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang KUP mengatur bahwa SKPLB masih dapat
diterbitkan lagi apabila berdasarkan hasil pemeriksaan dan/atau data baru
ternyata pajak yang lebih dibayar jumlahnya lebih besar daripada kelebihan
pembayaran pajak yang telah ditetapkan. Ketentuan ini diatur kembali dengan
penambahan dalam Pasal 18 ayat (2) PP 74 Tahun 2011 mengatur bahwa
SKPLB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masih dapat diterbitkan lagi
apabila terdapat data baru, termasuk data yang semula belum terungkap,
apabila ternyata pajak yang lebih dibayar jumlahnya lebih besar daripada
kelebihan pembayaran pajak yang telah ditetapkan.
1. SK Keberatan,
2. SK Pembetulan,
dikembalikan kepada Wajib Pajak dengan ketentuan jika ternyata Wajib Pajak
mempunyai utang pajak, langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih
dahulu utang pajak tersebut.
Untuk menjamin kepastian hukum bagi Wajib Pajak dan ketertiban administrasi,
batas waktu pengembalian kelebihan pembayaran pajak ditetapkan paling lama
satu bulan:250
141
PUSDIKLAT PAJAK
KUP
b. untuk SKPLB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) dan Pasal
17B, dihitung sejak tanggal penerbitan;
dihitung sejak berakhirnya jangka waktu satu bulan sampai dengan saat
diterbitkan SK Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak.251
143
PUSDIKLAT PAJAK