Anda di halaman 1dari 13

TINDAKAN PERSEKUSI BERTENTANGAN DENGAN PANCASILA

(Makalah ini ditujukan untuk memenuhi mata kuliah Pancasila)

Dosen Pembimbing :

Roedy Susanto, ST, M.Sos

Disusun oleh :

1. Aldi Faisa Wahyudi (P17451204017)


2. Yuna Kholbiatul Lutfia (P17451204025)
3. Ummi Shintya Dewi (P17451204007)
4. Panca Aprilia Kusnanda (P17451204005)
5. Fisilmi Kaffah (P17451204020)

KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA


KESEHATAN TERAPAN
POLTEKKES KEMENKES MALANG
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia, serta taufik
dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan makalah mengenai tindakan persekusi bertentangan
dengan pancasila ini sesuai dengan berbagai sumber informasi dan literatur yang sudah
dikembangkan. Dan kami juga berterimakasih kepada Bapak Roedy Susanto, ST, M.Sos selaku
Dosen mata kuliah Pancasila yang telah memberikan tugas ini.

Saya berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai Tindakan Persekusi Bertentangan dengan Pancasila. kami juga
menyadari sepenuhnya bahwa didalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari
apa yang diharapkan. Untuk itu,kami berharap adanya kritik, saran, dan usulan demi perbaikan di
masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang
membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi orang yang membacanya.
Sebelumnya mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata yang kurang berkenan dan memohon
kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

1
Daftar isi
KATA PENGANTAR...............................................................................................................................1
BAB I..........................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN......................................................................................................................................3
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................................8
1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................................................................8
BAB II........................................................................................................................................................9
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................9
2.1 Pengertian Persekusi.......................................................................................................................9
2.2 Penyebab Terjadinya Perilaku Persekusi......................................................................................9
2.3 Dampak Persekusi.........................................................................................................................11
BAB III.....................................................................................................................................................12
PENUTUP................................................................................................................................................12
3.1 Kesimpulan..............................................................................................................................12
3.2 Saran.........................................................................................................................................12

2
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peristiwa persekusi di Indonesia sudah semakin marak terjadi dan hampir setiap tahun
adanya peristiwa persekusi di Indonesia, khususnya di Kota Tangerang.
Persekusi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah: “Segala tindakan yang pada
pokoknya merupakan perbuatan sewenang-wenang terhadap seseorang atau kelompok untuk
disakiti, dipersusah, atau ditumpas”.
Persekusi sebagai tindakan sewenang-sewenang/menganiaya yang awalnya dari kata-kata
kebencian, penghinaan melalui media sosial, kemudian oleh pihak yang merasa terhina atau
sakit hati memburu, mendatangi atau “merunduk” secara langsung di kediaman korban lalu
disitulah pihak yang merasa sakit hati kemudian melakukan intimidasi.
Pola persekusi yang terjadi akhir-akhir ini, meliputi:

1) Menelusuri orang-orang di media sosial yang dianggap melakukan penghinaan;

2) Menginstruksikan massa untuk memburu target yang sudah dibuka identitas, foto dan
alamat;

3) Mendatangi rumah atau kantor, melakukan intimidasi, dan dalam beberapa kasus dipukul,
dipaksa menandatangani surat permohonanan maaf bermaterai, ada pula yang didesak agar ia
dipecat.
Klasifikasi tindak pidana persekusi hingga Tahun 2017 belum pernah dimuat dalam suatu
instrumen hukum yang mengikat di Indonesia. Oleh sebab itu, tuduhan tindak pidana
persekusi adalah suatu kesalahan secara keilmuan hukum.
Sebagaimana diketahui, hukum pidana menganut asas legalitas Pasal 1 ayat (1) KUHP
yang menyatakan, “tidak ada hukuman, kalau tak ada ketentuan Undang-Undang yang
mengaturnya.” Asas tersebut merupakan asas mendasar yang wajib dipahami oleh sarjana
hukum. Oleh karena itu, penggunaan istilah tindak pidana persekusi untuk menilai suatu
perbuatan hukum seharusnya tidak mungkin dilakukan oleh ahli-ahli hukum.

3
Pada praktiknya, perbuatan hukum persekusi yang dituduhkan akhirnya ditegakkan
melalui pasal-pasal biasa dalam KUHP seperti Pasal 368 KUHP tentang pengancaman, Pasal
351 KUHP tentang penganiayaan, Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan, penghinaan,
kekerasan, pengerusakan atau beberapa pasal dalam Undang-Undang Informasi Teknologi
Elektronik (UU ITE) apabila media yang digunakan utnuk melakukan perbuatan melawan
hukum tersebut berhubungan dengan media elektronik.
Penegakan hukum tersebut semakin menjelaskan bahwa penggunaan istilah persekusi
dalam dunia hukum belum diakui keabsahannya. Walaupun hanya sekadar istilah yang
digunakan, keilmuan hukum sangat detail mengenai istilah yang digunakan karena dapat
mengakibatkan kesesatan berfikir dan kesalahan dalam penafsiran hukum yang
mengakibatkan chaos pada sistem hukum.
Persekusi menurut Djamar Juniarto: “Persekusi itu beda dengan main hakim sendiri,
dalam makna yang sebenarnya persekusi itu adalah tindakan memburu seseorang atau
golongan tertentu yang dilakukan suatu pihak secara sewenangwenang dan sistematis juga
luas, jadi beda dengan main hakim sendiri”.
Netral News menyatakan: “Persekusi adalah salah satu jenis kejahatan kemanusiaan
yang didefinisikan di dalam Statuta Roma Mahkamah Pidana Internasional. Timbulnya
penderitaan, pelecehan, penahanan, ketakutan, dan berbagai faktor lain dapat menjadi
indikator munculnya persekusi, tetapi hanya penderitaan yang cukup berat yang dapat
dikelompokkan sebagai persekusi”.
Berdasarkan pernyataan Djamar Juniarto mengenai persekusi bahwa persekusi itu beda
dengan main hakim sendiri. Persekusi dalam makna sebenarnya merupakan tindakan
memburu seseorang atau golongan tertentu yang dilakukan suatu pihak secara sewenang-
wenang dan sistematis. Selain itu, Netral News juga menyatakan bahwa persekusi adalah
salah satu jenis kejahatan kemanusiaan yang didefinisikan di dalam Statuta Roma Mahkamah
Pidana Internasional. Persekusi dapat menimbulkan berbagai faktor yang menimbulkan suatu
penderitaan, pelecehan, penahanan, ketakutan dan beberapa penderitaan yang cukup berat
yang hanya dapat dikelompokkan sebagai persekusi.
Kasus persekusi juga merupakan suatu tindak pidana dan suatu perbuatan melawan
hukum. Tindak pidana merupakan masalah yang berhubungan dengan masalah kriminalisasi
yang diartikan sebagai proses penetapan perbuatan orang yang semula bukan merupakan

4
tindak pidana menjadi tindak pidana, proses penetapan ini merupakan masalah perumusan
perbuatan-perbuatan yang berada di luar diri seseorang, sedangkan masalah subjek hukum
pidana berkaitan erat dengan penentuan pertanggungjawaban pidana.
Pengertian mengenai Pertanggungjawaban Pidana menurut Moeljatno:
“Pertanggungjawaban pidana adalah suatu mekanisme untuk menentukan apakah seseorang
terdakwa atau tersangka dipertanggungjawabkan atas suatu tindakan pidana yang terjadi atau
tidak. Untuk dapat dipidananya si pelaku, disyaratkan bahwa tindak pidana yang
dilakukannya itu memenuhi unsur-unsur yang telah ditentukan dalam Undang-undang.
Pertanggungjawaban pidana mengandung makna bahwa setiap orang yang melakukan tindak
pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang, maka orang
tersebut patut mempertanggungjawabkan perbuatan sesuai dengan kesalahannya.”
Maksud pernyataan di atas adalah orang yang melakukan suatu tindak pidana harus
mempertanggungjawabkan perbuatan tersebut secara pidana apabila terdapat unsur kesalahan
berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Menurut Wirjono Prodjodikoro mengenai istilah tindak pidana: “Istilah tindak pidana
merupakan terjemahan dari “strafbaar feit”.
Strafbaar Feit merupakan istilah resmi dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
dan istilah asli bahasa belanda yang diterjemahkan untuk para sarjana ke dalam bahasa
Indonesia dengan berbagai arti, diantaranya tindak pidana, delik, perbuatan pidana, dan
peristiwa pidana.”
Biasanya tindak pidana disinonimkan dengan delik, dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia tercantum sebagai berikut: “Delik adalah perbuatan yang dikenakan hukuman
karena merupakan pelanggaran terhadap undang-undang tindak pidana.”
Berdasarkan pernyataan Wirjono Prodjodikoro bahwa istilah tindak pidana merupakan
terjemahan dari “strafbaar feit”. Strafbaar Feit merupakan istilah resmi dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berarti tindak pidana. Tindak pidana adalah suatu
perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan suatu pidana dan pelakunya ini dapat dikatakan
"subyek" dari suatu tindak pidana.
Dalam bukunya Wirjono Prodjodikoro, bahwa Strafbaar feit berasal dari istilah asli
bahasa belanda yang diterjemahkan oleh para ahli hukum untuk para sarjana ke dalam bahasa
Indonesia dengan berbagai arti, diantaranya adalah delik (delict). Kata “delik” berasal dari

5
dellictum yang didalam buku Wetbook Van Strafbaar feit Netherlands dinamakan Strafbaar
feit. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, delik merupakan suatu perbuatan yang dapat
dikenakan hukuman karena tindak pidana merupakan suatu pelanggaran terhadap undang-
undang.
Pengertian Tindak Pidana menurut Simons didefinisikan sebagai berikut: “Suatu
perbuatan yang diancam dengan pidana oleh undang-undang, bertetangan dengan hukum
dilakukan dengan kesalahan oleh seseorang yang mampu bertanggungjawab”.
Rumusan tindak pidana yang diberikan oleh Simons dalam buku Andi Hamzah,
dipandang oleh Jonkers dan Utrecht sebagai rumusan yang lengkap, karena meliputi:
1. Diancam dengan pidana oleh hukum;
2. Bertentangan dengan hukum;
3. Dilakukan oleh seseorang dengan kesalahan;
4. Seseorang itu dipandang bertanggungjawab atas perbuatannya.
Pengertian tindak pidana yang terdapat dalam buku Andi Hamzah dan telah dipandang
oleh beberapa ahli, bahwa tindak pidana merupakan suatu perbuatan yang bertentangan
dengan hukum dengan memenuhi unsur kesalahan dan diancam berdasarkan aturan
perundang-undangan. Tindak pidana harus dipertanggungjawabkan, apabila seorang
tersangka atau terdakwa telah memenuhi unsur kesalahan dan telah dianggap mampu untuk
melakukan pertanggungjawaban pidana.
Di Indonesia telah terjadi beberapa kasus tindak pidana persekusi, diantaranya Kasus
Tindak Pidana Persekusi yang dilakukan oleh masyarakat terhadap pasangan sejoli di Cikupa
Tangerang.
Berikut kronologis yang dijelaskan oleh Bapak Mulyadi selaku Wakil Kepala Satuan
Reskrim Kota Tangerang:
Pada hari Jum’at tanggal 10 November 2017, telah terjadi tindakan persekusi di sebuah
kontrakan di Kp. Kadu, Desa Sukamulya, Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tangerang. Pada
saat itu, kontrakan tersebut ditempati oleh korban berinisial MA seorang diri. Peristiwa ini
berawal pada saat korban kedua berinisial R datang membawakan makanan berupa nasi
bungkus berupa telur dadar dan nasi putih yang dibuat sendiri oleh korban R ke kontrakan itu
sekitar pukul 22.30 WIB dan kebetulan pintu kontrakan tersebut tidak tertutup rapat. Pada

6
saat itu di kontrakan MA tidak ada kompor dan alat masak, maka MA menyuruh R datang
untuk membawakan makanan.
Pada saat R datang, didalam kontrakan tersebut hanya ada MA seorang diri dalam kondisi
sedang mengenakan pakaian tidur dan lengkap dengan pakaian dalam atau masih dalam
kondisi berpakaian lengkap. Lalu, para korban memulai makan bersama di ruang depan
kontrakan dengan kondisi pintu terbuka sedikit.
Lalu, keduanya dipaksa untuk mengaku berbuat mesum dan tiga orang warga berinisial
G, N, dan A memaksa R untuk mengaku dan pada saat itu juga para pelaku sempat mencekik
korban, memukul, dan mengambil gambar pada saat persekusi berlangsung. Saat itu juga
warga sempat menarik dan memaksa korban MA untuk melepaskan bajunya. Korban R
mencoba melindungi MA yang tak berdaya karena dipersekusi oleh warga dan kedua korban
di arak oleh para warga pada pukul 23:30 WIB. Satu jam kemudian, orang tua korban datang
dan diarahkan ke sebuah rumah warga dekat kontrakan untuk bertemu dengan Ketua RT dan
para korban.
Pada keesokan harinya, Sabtu tanggal 11 November 2017 orang tua korban bersama
dengan Ketua RT dan 2 (dua) orang warga mendatangi kediaman Ketua RT di Tempat
Kejadian Perkara (TKP) untuk menanyakan apakah melihat para korban sedang melakukan
hubungan badan atau tidak. Ternyata, Ketua RT menjawab beliau tidak melihatnya dan
sampai pada hari minggu para korban masih dalam kondisi drop/ kurang sehat dengan rasa
sakit dikepala dan barulah pada hari Senin tanggal 13 November 2017, korban melaporkan
kejadian persekusi tersebut kepada pihak Kepolisian.
Setelah menjalani proses peradilan di Pengadilan Negeri Kota Tangerang pada hari
Kamis tanggal 12 April 2018, keenam terdakwa dijerat dengan Pasal 170 KUHP tentang
pengeroyokan dan Pasal 39 Undang-Undang nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi. Para
terdakwa dijatuhi vonis paling ringan 1,5 tahun dan paling berat 5 tahun.

7
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang ada, maka dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut:
1. Apa definisi persekusi?
2. Apa penyebab terjadinya tindakan persekusi ?
3. Apa dampak terjadinya persekusi ?

1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijelaskan, penulisan ini bertujuan untuk:
3.1 Untuk mengetahui definisi persekusi
3.2 Untuk mengetahui penyebab terjadinya tindakan persekusi
3.3 Untuk mengetahui dampak terjadinya persekusi

8
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Persekusi
Persekusi adalah perlakuan buruk atau penganiyaan secara sistematis oleh individu atau
kelompok terhadap individu atau kelompok lain, khususnya karena suku, agama, atau
pandangan politik. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, persekusi merupakan
perbuatan sewenang-wenang terhadap seorang atau sejumlah warga yang kemudian disakiti,
dipersusah, atau ditumpas.

Persekusi adalah salah satu jenis kejahatan kemanusiaan yang didefinisikan di


dalam Statuta Roma Mahkamah Pidana Internasional. Timbulnya penderitaan, pelecehan,
penahanan, ketakutan, dan berbagai faktor lain dapat menjadi indikator munculnya
persekusi, tetapi hanya penderitaan yang cukup berat yang dapat dikelompokkan sebagai
persekusi.

Pengertian Persekusi Menurut Para Ahli :

1. Damar Juniarto
Menurut Damar Juniarto, arti persekusi adalah suatu tindakan memburu orang lain
atau golongan tertentu yang dilakukan suatu pihak secara sewenang-wenang dan
sistematis juga luas, jadi beda dengan main hakim sendiri.
2. Masyhur Effendi dan Taufani Sukmana
Menurut Masyhur Effendi dan Taufani Sukmana, pengertian persekusi adalah
perampasan dengan sengaja dan kejam terhadap hak-hak dasar dan berhubungan
dengan meniadakan identitas kelompok yang merupakan pelanggaran hukum
internasional.

2.2 Penyebab Terjadinya Perilaku Persekusi


Masyarakat sekarang lebih suka menggunakan caranya sendiri dalam menyelesaikan
masalah. Bila fenomena demikian terus berlangsung maka akan membuat masyarakat
menyelesaikan masalah yang ada dengan cara-cara mereka sendiri tanpa melalui proses
hukum formal yang ada.

9
Mengapa sekarang masyarakat lebih suka menyelesaikan masalah penghinaan dan
pelecehan pada sesuatu yang dihormati dengan cara-caranya sendiri? Alasannya adalah,
pertama, tindakan-tindakan persekusi ini umumnya terjadi di kota karena tingkat
individualisnya yang tinggi. Disamping itu juga tingkat emosi yang tidak terkendali.

Kedua, masyarakat sepertinya sudah tidak percaya pada penegak hukum dalam soal
hukum. Oleh sebagaian masyarakat, penegak hukum dianggap tidak adil kepada mereka.
Kelompok masyarakat ini menyakini, sudah banyak pelecehan dan penghinaan yang
dialamatkan padanya dari kelompok lain namun selama ini pula aparat hukum tidak
bertindak bahkan terkesan melindungi pelaku. Akibat tidak ditegakkannya hukum oleh
aparat maka pelaku penghinaan semakin banyak dan semakin sering dilakukan tanpa
ditindak bahkan dilindungi.

Ketiga, masyarakat merasa proses hukum kepada pelaku pelecehan atau penghinaan
terlalu lama bahkan dirasa aparat tidak serius. Proses hukum yang ada seolah-olah diulur-
ulur tanpa tahu kapan selesainya. Akibatnya masyarakat yang merasa menjadi korban
menjadi gelisah akan ketidakpastian penegakan hukum. Sebab hukum dirasa lambat bahkan
tidak adil maka membuat jutaan orang harus turun melakukan demonstrasi bahkan sampai
berulang-ulang.

Keempat. ada anggapan bahwa proses hukum penuh dengan intervensi. Proses hukum di
Indonesia dirasa penuh intervensi sehingga keputusan yang ada bisa dipengaruhi oleh
kekuatan di luar pengadilan. Dari kekhawatiran ini bisa-bisa pelaku yang telah menyakiti
masyarakat bisa bebas karena adanya intervensi proses hukum. Intervensi dalam proses
hukum itu sangat mungkin sebab pimpinan-pimpinan institusi penegak hukum tak jauh dari
partai politik.

Kelima, masyarakat saat ini bahkan sebelumnya sudah merasakan bahwa hukum yang
terjadi tidak adil. Artinya, bila pelaku adalah orang yang jauh dari kekuasaan atau bahkan
melawan kekuasaan maka proses hukumnya dilakukan secara cepat namun bila pelaku
hukumnya dekat dengan kekuasaan, proses hukumnya bukan hanya lambat namun bisa jadi
lewat atau tak ditangani.

10
Hal demikianlah yang menyebabkan masyarakat memilih menggunakan cara-caranya
sendiri dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Masyarakat menyelesaikan
masalahnya sendiri sebab dirasa bila menyerahkan masalahnya kepada aparat hukum maka
kasus yang ada prosesnya bisa lama bahkan tak terselesaikan padahal ini masalah rasa
keadilan. Untuk itu masyarakat menyelesaikan masalahnya sendiri karena dirasa bisa lebih
cepat dalam penyelesaian. Cara-cara sendiri itu seperti di atas, ketika ada yang melecehkan
sesuatu yang dihormati maka sekelompok orang akan mendatangi pelaku dengan
mengeroyok. Cara ini tentu akan membuat pelaku akan langsung merasa bersalah dan minta
maaf tanpa bisa menjelaskan maksud tulisan yang diunggah.

2.3 Dampak Persekusi


Persekusi atau main hakim sendiri umumnya menyebabkan korban mengalami gangguan
stres setelah trauma atau post traumatic stress disorder (PTSD). PTSD merupakan kondisi
kesehatan mental karena mengalami peristiwa tertentu. Gejala yang muncul, seperti mimpi
buruk, cemas, menghindari situasi yang membuatnya kembali trauma, tidak percaya, dan tak
tertarik beraktivitas.

Orang yang mengalami persekusi akan mengalami beban psikologis yang sangat berat,
bahkan korban bisa sampai berpikiran untuk bunuh diri. Orang yang mengalami trauma
cukup berat sendiri memerlukan rehabilitas yang cukup lama karena saat berada diantara
keramaian pun dirinya bisa merasa terancam dan otomatis berdampak pada kehidupan
sosialnya dimasyarakat. Alasan mengakhiri hidup bisa diakibatkan karena eksistensi di
masyarakat yang sudah terganggu karena merasa dipermalukan.

11
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tindakan persekusi yang dilakukan oleh banyak masyarakat saat ini sangat
bertentangan dengan Pancasila. Selain itu hal tersebut juga merugikan pihak korban
terlepas dari siapa yang salah dan benar. Persekusi dapat mengakibatkan korbannya
mengalami stres, trauma, dan gangguan kesehatan mental lainnya, bahkan dapat
menyebabkan kematian. Hal tersebut bukan lagi sesuatu yang dapat diterima dengan baik
di masyarakat, karena akan merugikan orang lain atau kelompok tertentu.
Keadaan sewenang-wenang dalam menyelesaikan masalah justru besar kemungkinan
akan semakin memperparah keadaan, karena tidak bisa dipungkiri jika masalah tersebut
akan semakin berkepanjangan dikarenakan adanya dendam perorangan atau kelompok.
Peran pemerintah dan aparat yang berwajib sangat besar dan sangat diharapkan dalam
penyelesaian hal tersebut, meskipun pada kenyataannya saat ini banyak masyarakat yang
tidak lagi memiliki rasa-percaya kepada mereka, dikarenakan beberapa hal yang tidak
adil di kalangan masyarakat.

3.2 Saran
1. Marilah kita selalu menjadi manusia yang selalu mencari dan haus dengan ilmu,
karena sesungguhnya Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang berilmu.
2. Bagi Akademis penulis sangat meminta maaf apabila banyak kekurangan dalam
penulisan skripsi tersebut dikarenakan keterbatasan referensi dan penulis hanya
menganalisis beberapa kasus saja. Dan apabaila ada peneliti yang selanjutnya maka
penulis mengharapkan untuk melengkapi kekuranganya seperti pencegahanya
bagaimana.
3. Penulis, mengharapkan bagi para pembaca bisa mengajukan krikitikan jika terdapat
kesalahan dalam penulisan makalah ini.
4. Penulis sangat berterima kasih bagi para pembaca dan minta maaf jika terjadi kesalah
pahaman dalam makalah ini.

12

Anda mungkin juga menyukai