Anda di halaman 1dari 31

Jurnal Teknologi Rekayasa Proses

2021, Vol. 1, No. 1


Identifikasi Polimer Tekstil
Ahmad Rifky A.(1), Aminati Afiat (2) M. Dimas Hafani (3), Hanifah Fauziyah Z.*(4)
Putri Alya Rosyidi
Dr. Eva Oktavia Ningrum, S.T, M.S.
Departemen Teknik Kimia Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
04 Juni 2021
2021

Abstrak
Polimer merupakan molekul besar yang terbentuk dari unit-unit berulang sederhana. Nama ini diturunkan
dari bahasa Yunani Poly, yang berarti “banyak” dan mer, yang berarti “bagian” . Polimer juga diartikan
sebagai molekul besar yang dibangun oleh pengulangan unit kimia kecil dan sederhana.
Tujuan Percobaan ini adalah mampu mengklasifikasi jenis-jenis polimer tekstil berdasarkan hasil uji dan
untuk menganalisis perubahan sampel polimer tekstil berdasarkan uji nyala dan uji kimia.
Prosedur Percobaan pada praktikum ini adalah langkah pertama praktikum didahulukan dengan uji nyala
dengan menggunakan gunting tang untuk menahan kain di atas api selama 2 detik, amati bau kain yang
terbakar serta karaktersitik residu setelah uji nyala. Kemudian, sampel kain yang telah ditentukan diperlakukan
dengan uji uji lainnya, seperti uji nitrogen, uji sulfur, uji selulosa, ujiprotein, uji asam formiat, dan uji aseton.
Hasil pengamatan yang didapatkan adalah pada uji nyala dapat diketahui perbedaan dan karakteristik tiap
sampel kain melalui jenis pembakaran, bau pembakaran, dan juga residu yang dihasilkan. Didapatkan hasil
bahwa jenis tekstil bisa dibedakan. Jenis tekstil yang dimaksud adalah tekstil sintetis dan alami. Jenis
pembakaran dan aroma yang dihasilkan sangat menggambarkan jelas dan sesuai dengan literatur yang ada
bahwa tekstil alami mengalami jenis pembakaran dengan api cepat melahap sementara tekstil buatan
mengalami jenis pembakaran meleleh. Aroma yang dihasilkan saat proses pembakaran pun berbeda, hasil yang
didapatkan juga sesuai dengan literatur di mana tekstil alami beraroma sangat menyengat seperti daun yang
terbakar, sementara tekstil sintetis beraroma seperti plastik.
Pada Uji kimia, untuk uji nitrogen, diketahui jenis kain sampel yang memiliki kandungan nitrogen adalah
polyester, katun, spunbound, asetat, nylon, semi wol, dan kain mix, hal tersebut sesuai dengan literatur karena
kain tersebut memiliki ikatan rantai nitrogen. Sementara untuk Uji sulfur, semua jenis sampel kain memiliki
unsur sulfur di dalamnya. Kemudian uji selulosa, jenis kain sampel yang mengandung selulosa adalah kain
asetat yang berubah menjadi coklat setelah penambahan iodin, hal tersebut sesuai dengan literatur bahwa kain
asetat mengandung selulosa. Lalu, uji protein, jenis kain sampel yang memiliki kandungan protein adalah kain
asetat, kain katun, dan kain semi wol, hal tersebut sesuai dengan literatur bahwa kain tersebut tersusun atas
rantai protein.
Pada uji kelarutan, untuk uji asam formiat, kain sampel yang terlarut adalah kain asetat, kain katun, kain
oxford, kain satin, polyester, kain nylon, kain semi wol, dan kain mix. Sementara untuk uji aseton, jenis kain
sampel yang terlarut adalah kain asetat, kain katun, kain oxford, kain satin, dan kain semi wol, hal tersebut
sesuai dengan literatur, dimana kain tersebut dapat terlarut pada asam formiat dan aseton

Kata kunci : Polimer, Tekstil, Identifikasi


1.0 Pendahuluan
Polimer merupakan molekul besar yang terbentuk dari unit-unit berulang sederhana.
Nama ini diturunkan dari bahasa Yunani Poly, yang berarti “banyak” dan mer, yang berarti
“bagian” (Siburian dkk, 2017). Polimer adalah molekul besar yang dibangun oleh
pengulangan unit kimia kecil dan sederhana. Dalam beberapa kasus pengulangannya
membentuk linier, sebanyak rantai dibangun dari tautannya. Dalam kasus lain, rantai
bercabang atau saling terhubung untuk membentuk jaringan tiga dimensi. Unit pengulangan
polimer biasanya setara atau hampir setara dengan monomer, atau bahan awal dari mana
polimer terbentuk (Billmeyer, 1984).
Dengan berkembangnya industri polimer, ternyata membawa dampak positif terhadap
jumlah pengangguran. Hal ini disebabkan karena industri polimer menyerap banyak tenaga
kerja. Karena sifatnya yang karakteristik maka bahan polimer sangat disukai. Sifat-sifat
polimer yang karakteristik ini antara lain:
1. Mudah diolah untuk berbagai macam produk pada suhu rendah dengan biaya
murah.

Received Date (Revisi Jurnal ke-4); Accepted Date (Jurnal


Diterima)
Jurnal Teknologi Rekayasa Proses
2021, Vol. 1, No. 1
2. Ringan; maksudnya rasio bobot/volumnya kecil.
3. Tahan korosi dan kerusakan terhadap lingkungan yang agresif.
4. Bersifat isolator yang baik terhadap panas dan listrik.
5. Berguna untuk bahan komponen khusus karena sifatnya yang elastis dan plastis.
6. Berat molekulnya besar sehingga kestabilan dimensinya tinggi.

Berkembangnya industri polimer turut menentukan perkembangan ekonomi suatu


negara. Semakin besar penggunaan polimer, menunjukkan semakin pesat perkembangan
ekonomi suatu negara (Siburian dkk, 2017).
Tujuan dari percobaan kali ini adalah mampu mengklasifikasi jenis-jenis polimer tekstil
berdasarkan hasil uji dan untuk menganalisis perubahan sampel polimer tekstil berdasarkan
uji nyala dan uji kimia.

2.0 Tinjauan Pustaka


Sebelum awal 1920-an, ahli-ahli kimia meragukan keberadaan molekulmolekul yang
memiliki berat molekul lebih dari beberapa ribu. Keraguan ini kemudian ditepiskan oleh
Hermann Staudinger, ahli kimia asal Jerman yang telah lama meneliti senyawa-senyawa
alam seperti karet dan selulosa. Staudinger tidak menyetujui rasionalisasi ahli kimia lainnya
yang menyatakan bahwa senyawa ini adalah agregat (kumpulan) dari molekulmolekul
kecil. Sebaliknya, Staudinger menyarankan hipotesis bahwa senyawa ini terbuat dari
makromolekul-makromolekul yang tersusun atas 10.000 atau lebih atom. Staudinger
kemudian memformulasikan struktur dari karet, berdasarkan unit-unit ulang isoprene (yang
kemudian disebut monomer). Untuk kontribusinya yang amat besar bagi perkembangan
ilmu kimia, Staudinger menerima hadiah Nobel pada 1953. Istilah polimer dan monomer
kemudian diperkenalkan, istilah ini berasal dari bahasa Yunani yaitu poli (banyak), mono
(satu), dan meros (bagian) (Galuh dkk, 2009).
2.1 Klasifikasi Polimer
Berdasarkan sumbernya polimer diklasifikasikan menjadi 3 sumber yaitu :
1. Polimer Alam, yaitu polimer yang terjadi secara alami.
Contoh: karet alam, amilum dalam beras, selulosa dalam kayu, protein dalam
daging.
2. Polimer Semi Sintetik, yaitu polimer yang diperoleh dari hasil modifikasi
polimer alam dan bahan kimia.
Contoh: selulosa nitrat (yang dikenal lewat misnomer nitro selulosa) yang
dipasarkan di bawah nama-nama “Celluloid” dan “guncotton”
3. Polimer sintesis, yakni polimer yang dibuat melalui polimerisasi dari
monomer-monomer polimer. Polimer sintesis sesungguhnya yang pertama kali
digunakan dalam skala komersial adalah dammar Fenol formaldehida.
Dikembangkan pada permulaan tahun 1900-an oleh kimiawan kelahiran
Belgia Leo Baekeland (yang telah memperoleh kesuksesan dengan
penemuannya mengenai kertas foto sensitif cahaya), dan dikenal secara
komersial sebagai bakelit. Sampai dekade 1920-an bakelit merupakan salah
satu jenis dari produk-produk konsumsi yang dipakai luas, dan penemuannya
meraih visibilitas yang paling mewah, yakni dimunculkan di kulit muka
majalah Time. Contoh: polietena, polipropilena, poly vinyl chloride (PVC),
dan nylon (Siburian dkk, 2017).

2.2 Aplikasi Polimer


Perkembangan material polimer sedemikian pesat, sehingga ada materialmaterial
baru yang saat ini sangat kita butuhkan, namun puluhan tahun yang lalu masih belum

Received Date (Revisi Jurnal ke-4); Accepted Date (Jurnal


Diterima)
Jurnal Teknologi Rekayasa Proses
2021, Vol. 1, No. 1
ditemukan. Dengan pemutakhiran dalam hal pemahaman akan polimer diikuti
penelitian mengenai aplikasinya, tidak ada alasan bahwa revolusi ini akan terhenti di
masa yang akan datang. Dilihat dari kegunaannya, ada tiga golongan besar dari
polimer (Galuh dkk, 2009)
1. Elastomer
Polimer-polimer yang dikategorikan sebagai elastomer adalah polimer yang
memiliki sifat dan karakteristik karet – yaitu fleksibel dan elastik. Memiliki
molekul-molekul yang panjang dan fleksibel, yang akan menggulung
(berbentuk coil) pada keadaan alaminya, namun dapat diregangkan tanpa
mengalami pemutusan, seperti yang ditunjukkan pada gambar.

Gambar 1. Sifat Elastomer


2. Plastik
Polimer termoplastik akan melunak saat dipanaskan dan mengeras saat
didinginkan, karenanya dapat dilelehkan dan dibentuk. Pada pabrikasinya,
material termoplastik dapat mengandung material filler, berupa serat atau
serbuk, yang memberikan peningkatan sifat-sifat fisik atau mekanik tertentu
(kekuatan, kekakuan, warna, dan lain-lain). Beberapa contoh polimer
termoplastik, adalah:
a. Poliolefin: Polietilen (LDPE dan HDPE), Polipropilena.
b. Stiren: Polistiren (PS), AkrilonitrilButadiena-Stiren (ABS),
Stiren Akrilonitril (SAN).
c. Vinilik: Poli (vinil klorida) (PVC).
d. Akrilik: Poli (metil metakrilat) (PMMA).
e. Polimer Flouro: Politetrafloroetilen (FTFE/Teflón).
f. Poliamida: Poliamida
g. Poliester: Polikarbonat.

Gambar 2. Struktur Politetrafloroetilen


3. Serat
Aplikasi terdekat dari serat adalah pada industri tekstil. Polimer sintetik yang
telah dikembangkan memiliki sifat-sifat khusus, yaitu titik pelunakan yang
tinggi yang memudahkan dalam penyetrikaan bahan tekstil, kekuatan mekanik
tinggi, kekakuan cukup, kualitas bahan baik, kenyamanan dan estetika.
Polimer-polimer inilah yang dibentuk menjadi serat dengan beragam

Received Date (Revisi Jurnal ke-4); Accepted Date (Jurnal


Diterima)
Jurnal Teknologi Rekayasa Proses
2021, Vol. 1, No. 1
karakteristik. Dari kriteria ini, sesungguhnya ada banyak golongan plastik
yang juga dapat digunakan sebagai serat.
Nylon (panggilan dagang dari poliamida) dikembangkan pada tahun 1930-an
dan digunakan sebagai bahan parasut selama Perang Dunia II. Serat sintetik
ini, dikenal karena kekuatannya, elastisitas dan ketahanannya, memiliki
aplikasi komersial sebagai pakaian dan karpet. Nilon memiliki sifat khusus
yang tidak dimiliki material lain, yaitu elastisitas. Nilon sangat elastik,
meskipun demikian, apabila batas keelastikannya telah dilewati, material ini
tidak akan kembali ke bentuk awal.

Gambar 3. Struktur Polimer Nylon

2.2.1 Bentuk Rantai Polimer


1. Polimer Linier, yaitu polimer yang tersusun dengan unit ulang berikatan
satu sama lainnya membentuk rantai polimer yang panjang.

Gambar 4. Rantai Polimer Linier

2. Polimer Bercabang, yaitu polimer yang terbentuk jika beberapa unit ulang
membentuk cabang pada rantai utama.

Gambar 5. Rantai Polimer Bercabang

3. Polimer Berikatan Silang (Cross – linking), yaitu polimer yang terbentuk


karena beberapa rantai polimer saling berikatan satu sama lain pada rantai
utamanya. Jika sambungan silang terjadi ke berbagai arah maka akan
terbentuk sambung silang tiga dimensi yang sering disebut polimer
jaringan.

Gambar 6. Ramtai Polimer Berikatan Silang

2.2.2 Sifat termal

Received Date (Revisi Jurnal ke-4); Accepted Date (Jurnal


Diterima)
Jurnal Teknologi Rekayasa Proses
2021, Vol. 1, No. 1
1. Termoplastik, yaitu polimer yang bisa mencair dan melunak. Hal ini
disebabkan karena polimer-polimer tersebut tidak berikatan silang (linier
atau bercabang) biasanya bisa larut dalam beberapa pelarut sehingga bisa
didur ulang/dicetak lagi dengan pemanasan ulang. Contoh: polietilen
(PE), polistiren (PS), polikarbonat (PC).
2. Termoset, yaitu polimer yang tidak mau mencair atau meleleh jika
dipanaskan. Polimer-polimer termoset tidak bisa dibentuk dan tidak dapat
larut karena pengikatan silang, menyebabkan kenaikan berat molekul
yang besar (Siburian dkk, 2017).

2.3 Serat Tekstil


2.3.1 Wol
Wol merupakan jenis protein yang disebut keratin. Keratin terjadi dari
beberapa asam amino yang digabungkan membentuk rantai polipeptida yang
diikat silang dengan ikatan sistina dan ikatan garam. Ikatan ikatan silang inilah
yang menyebabkan wol bersifat lenting dan mudah kembali kebentuk semula.

2.3.2 Sutera
Serat yang diperoleh dari sejenis serangga yang disebut lepidoptera. Serat
sutera adalah satu-satunya serat alam yang berbentuk filament dihasilkan dari
kepompong ulat sutera. Jenis serat sutera yang terbaik ialah yang berasal dari
kepompong ulat sutera jenis bombyx mori. Jenis serat sutera lain diperoleh dari
ulat sutera liar yaitu jenis ulat sutera tusah, serat sutera yang dihasilkan lebih
kasar dan sulit diwarnai (Maulidna, 2017)
2.3.3 Serat Kapas
Serat kapas adalah sel tunggal terbesar (terpanjang) di alam. Serat adalah
pertumbuhan berjarak tunggal dari sel epidermal individu pada integumen luar
ovule dalam buah kapas. Sekitar satu dari empat sel epidermal membedakan
menjadi sel serat yang dimulai pada satu hari sebelum dua hari setelah antesis
(berbunga) (Graves dan Stewart, 1988).Empat tahap tumpang tindih tetapi
berbeda terlibat dalam pengembangan serat kapas: inisiasi, pemanjangan,
penebalan dinding sekunder, dan pematangan (Naithani et al., 1982).
2.3.4 Nilon
Nama generik yang merujuk pada serangkaian poliamida aliphatik.Polimer
ini mengandung kelompok amide berulang, -C0NH-. Metode yang biasa untuk
menggambarkan jenis nilon tertentu adalah dengan melampirkan penunjukan
angka ke kata nilon yang mewakili jumlah karbon dalam unit berulang dari stok
mentah. Misalnya, nilon 6,6 terbuat dari heksaetilendiamine dan asam adipik -
masing-masing mengandung 6 karbon. Ada empat metode yang tersedia untuk
produksi nilon (Braun, 1986):
a) polimerisasi hidrolistik
b) polimerisasi anionic
c) polimerisasi antarumat negara
d) polimerisasi solid-state.
2.3.5 Poliester
Serat poliester dibuat dari asam tereftalat dan etilena glikol. Poliester pertama
yang dibuat adalah terylene, kemudian menyusul dacron. Asam tereftalat dan
etilena glikol diolah dalam tempat hampa udara dan dengan suhu yang tinggi,

Received Date (Revisi Jurnal ke-4); Accepted Date (Jurnal


Diterima)
Jurnal Teknologi Rekayasa Proses
2021, Vol. 1, No. 1
maka terjadilah larutan. Larutan kemudian disemprotkan melalui alat pemintalan
leleh menghasilkan filament polyester (Maulidna, 2017).
2.3.6 Poliakrilat
Serat poliakrilat merupakan kopolimer yang terdiri dari campuran
poliakrilonitril dengan polimer yang lain. Serat poliakrilat mempunyai
ketahanan panas yang lebih baik dibandingkan serat lainnya. Mudah melepaskan
kotoran sehingga mudah dicuci (Maulidna, 2017)..
2.3.7 Spandex
Serat spandex dibuat dalam beberapa cara seperti ekstrusi leleh, pemintalan
kering larutan, pemintalan reaksi dan teknik pemintalan basah larutan. Teknik-
teknik ini termasuk langkah pertama bereaksi monomer untuk membuat pra-
polimer. Setelah itu, pra-polimer ditanggapi selanjutnya, dalam berbagai
perilaku, dan diabaikan untuk menghasilkan serat panjang (Alan et al, 2020)

3.0 Metodologi Penelitian


3.1 Alat yang digunakan :
1. Alat dan bahan: 7 jenis sampel kain dengan ukuran 0,5 x 0,5 cm 2 (A sampai G)
2. Pembakar Bunsen
3. Tabung reaksi (4) + rak tabung reaksi
4. Neraca
5. Kaca arloji
6. Kertas lakmus merah 24
7. Pengaduk kaca
8. Gelas kimia 100 mL (2)
9. Pipet ukur 10 mL
10. Gelas ukur 25 mL
11. Gunting tang
12. Penjepit tabung reaksi

3.2 Bahan yang digunakan :


1. Larutan Ca(OH)2;
2. BaCl2 1 M;
3. H2SO4 pekat;
4. larutan iodin;
5. CuSO4 0,05M;
6. NaOH 3M;
7. Aseton

3.3 Prosedur Percobaan :


3.3.1 Uji Nyala
1. Gunakan gunting tang untuk memegang sepotong kain A di atas nyala api
selama 2 detik.
2. Jauhkan kain dari nyala, dan matikan nyala api tersebut setelah kain
terbakar sedikit.
3. Amati bau melalui hembusan asap dari kain yang terbakar dekat hidung
Anda. Pastikan kain tidak terbakar lebih lama dengan mencelupkannya ke
dalam gelas kimia yang berisi air.
4. Catat pengamatan Anda dalam tabel, meliputi caranya kain terbakar di
atas nyala, bau yang teramati, dan karakteristik residu yang tertinggal
setelah terbakar.

Received Date (Revisi Jurnal ke-4); Accepted Date (Jurnal


Diterima)
Jurnal Teknologi Rekayasa Proses
2021, Vol. 1, No. 1
5. Ulangi langkah 1 hingga 4 untuk sampel kain B – G
6. Gunakan tabel berikut untuk membuat suatu identifikasi awal terhadap
sampel Anda.

3.3.2 Uji Kimia


Gunakan identifikasi awal untuk menentukan uji yang perlu untuk
mengidentifikasi tiap sampel kain.
3.3.2.1 Uji Nitrogen
- Masukkan sepotong kain ke dalam tabung reaksi dan tambahkan 1 gram
Ca(OH)2.
- Dengan menggunakan penjepit tabung, panaskan tabung tersebut sambil
memegang sepotong kertas lakmus merah dengan gunting tang di atas
mulut tabung.
3.3.2.2 Uji Sulfur
- Celupkan sepotong kain ke dalam 10 mL NaOH 3 M di dalam tabung
uji, dan panaskan dengan hati-hati hingga mendidih dengan memegang
tabung tersebut diatas nyala.
- Dinginkan larutan tersebut, tambahkan 30 tetes larutan BaCl2, dan amati
apakah terbentuk endapan atau tidak.
3.3.2.3 Uji Selulosa
- Masukkan sepoting kain ke dalam gelas kimia, tambahkan kira-kira 2
mL H2SO4 pekat, dan kemudian dengan hati-hati tuangkan isinya ke
dalam gelas kimia lain yang mengandung 10 tetes larutan iodin dalam 25
mL air. Cucilah gelas kimia yang kosong dengan air yang banyak.
3.3.2.4 Uji Protein
- Tempatkan sepotong kain di atas kaca arloji, dan tambahkan 10 tetes
CuSO4 0,05M. Tunggu selama 5 menit, dan
- Kemudian gunakan gunting tang untuk memasukkan kain tersebut ke
dalam NaOH 3 M di dalam tabung reaksi selama 5 detik.
3.3.2.5 Uji Asam formiat
- Masukkan sedikit sampel sebagai uji asam formiat ke dalam tabung uji
dan lakukan uji dalam lemari asam dengan menambahkan 1 mL asam
formiat dalam tabung dan mengaduk dengan pengaduk.
- Catat apa kain tersebut larut dalam larutan atau tidak.
3.3.2.6 Uji Aseton
- Masukkan sepotong kain ke dalam 1 mL aseton di dalam tabung uji aduk
dengan gelas pengaduk, dan catat apakah kain itu larut atau tidak.
(Perhatian: hati-hati dalam melakukan uji ini selama masih ada nyala)

4.0 Hasil dan Pembahasan


4.1 Hasil Percobaan
Dari percobaan praktikum identifikasi polimer yang diujikan, ada beberapa
pengujian yang dilakukan diantara uji nyala dan uji kimia. Pada uji nyala dilakukan
untuk mengetahui jenis pembakaran, jenis residu dan bau dari pembakaran. Sedangkan
uji kimia untuk mengatahu jenis identifikasi pada jenis kain tertentu. Uji kimia ini
meliputi uji nitrogren, uj sulfur, uji selulosa, uji protein, uji asam formiat, dan uji
aseton. Berikut ini adalah hasil uji karakteristik diperoleh sebagai berikut :

Tabel 1. Hasil Pengamatan Pada Uji Nyala


Kelompok Jenis Kain Jenis Pembakaran Bau Jenis Residu

Received Date (Revisi Jurnal ke-4); Accepted Date (Jurnal


Diterima)
Jurnal Teknologi Rekayasa Proses
2021, Vol. 1, No. 1
pembakaran
1A Polyester Meleleh Menyengat Mengeras dan
sedikit gosong
2A Katun Sangat Abu arang
Api cepat merambat
menyengat
3A Oxford Meleleh Sedikit Seperti lem, sedikit
menyengat menghitam
4A Spunbond Meleleh dan tidak Sedikit bau Menciut dan
gosong kain mengeras
meleleh
5A Satin Kain cepat terbakar Sedikit bau Sedikit mengeras
(keropos) dan api kain gosong dan menjadi abu
menyulut pada arang
umumnya
6A Asetat Terbakar dan hangus Bau seperti Menghitam dan
kertas yang menjadi butiran
dibakar
7A Nylon Meleleh Bau seperti Menghitam, kain
plastic mengeras
dibakar
8A Semi Wol Meleleh Bau seperti Menghitam
kertas
terbakar
tapi lebih
menyengat
9A Polyester 65% Terbakar dan hangus Kertas Menghitam, kain
Cotton 35% terbakar mengeras
1B Asetat Kertas Seperti kertas,
Terbakar dan hangus
terbakar rapuh
2B Katun Asam Mengkerut, tidak
Terbakar dan hangus
dibakar rapuh
3B Oxford Plastik Mengkerut, tidak
Terbakar dan meleleh
dibakar rapuh
4B Spunbond Meleleh Bau lilin Lelehan
5B Satin Tidak
Terbakar dan meleleh Mengkerut
berbau
6B Polyester Bahan
Terbakar dan leleh Seperti Plastik
kimia
7B Nylon Bahan
Terbakar dan leleh Seperti Plastik
kimia
8B Semi Wol Kertas Seperti kertas,
Terbakar dan hangus
terbakar rapuh
9B Polyester 65% Asam Mengkerut, tidak
Terbakar dan hangus
Cotton 35% dibakar rapuh

Tabel 2. Hasil Pengematan Uji Kimia Nitrogen


Kelompok Jenis Kain Keterangan

Received Date (Revisi Jurnal ke-4); Accepted Date (Jurnal


Diterima)
Jurnal Teknologi Rekayasa Proses
2021, Vol. 1, No. 1
1A Terdapat unsur nitrogen karena
Polyester adanya perubahan warna lakmus
menjadi biru

2A Terdapat unsur nitrogen karena


Katun adanya perubahan warna lakmus
menjadi biru

3A Tidak terdapat unsur nitrogen


Oxford karena tidak ada perubahan
warna lakmus (tetap merah)

4A Terdapat unsur nitrogen karena


Spunbond adanya perubahan warna lakmus
menjadi biru

5A Tidak terdapat unsur nitrogen


Satin karena tidak ada perubahan
warna lakmus (tetap merah)

6A Terdapat unsur nitrogen karena


Asetat adanya perubahan warna lakmus
menjadi biru

7A Terdapat unsur nitrogen karena


Nylon adanya perubahan warna lakmus
menjadi biru

Received Date (Revisi Jurnal ke-4); Accepted Date (Jurnal


Diterima)
Jurnal Teknologi Rekayasa Proses
2021, Vol. 1, No. 1
8A Terdapat kandungan nitrogen
Semi Wol yang cukup sedikit karena
kertas lakmus menunjukkan
sedikit perubahan menjadi
biru.

9A Terdapat unsur nitrogen karena


Polyester 65% adanya perubahan warna lakmus
Cotton 35% menjadi biru

Tabel 3. Hasil Pengematan Uji Kimia Sulfur


Kelompok Jenis Kain Keterangan
1A Pada gambar terlihat bahwa
Polyester kain mengendap
sehinggaterdapat unsur sulfur
di dalamnya.

2A Pada gambar terlihat bahwa


Katun kain mengendap
sehinggaterdapat unsur sulfur
di dalamnya.

3A Pada gambar terlihat bahwa


Oxford kain mengendap
sehinggaterdapat unsur sulfur
di dalamnya.

Received Date (Revisi Jurnal ke-4); Accepted Date (Jurnal


Diterima)
Jurnal Teknologi Rekayasa Proses
2021, Vol. 1, No. 1
4A Pada gambar terlihat bahwa
Spunbond kain mengendap
sehinggaterdapat unsur sulfur
di dalamnya.

5A Pada gambar terlihat bahwa


Satin kain mengendap
sehinggaterdapat unsur sulfur
di dalamnya.

6A Pada gambar terlihat bahwa


Asetat kain mengendap
sehinggaterdapat unsur sulfur
di dalamnya.

7A Pada gambar terlihat bahwa


Nylon kain mengendap
sehinggaterdapat unsur sulfur
di dalamnya.

8A Pada gambar terlihat bahwa


Semi Wol kain mengendap
sehinggaterdapat unsur sulfur
di dalamnya.

9A Pada gambar terlihat bahwa


Polyester 65% kain mengendap
Cotton 35% sehinggaterdapat unsur sulfur
di dalamnya.

Received Date (Revisi Jurnal ke-4); Accepted Date (Jurnal


Diterima)
Jurnal Teknologi Rekayasa Proses
2021, Vol. 1, No. 1
Tabel 4. Hasil Pengematan Uji Kimia Selulosa
Kelompok Jenis Kain Keterangan
1A Kain meleleh setelah ditetesi
Polyester larutan H2SO4, namun tidak
berubah setelah ditetesi
larutan iodin.

2A Kain terbakar setelah ditetesi


Katun larutan H2SO4, namun tidak
berubah setelah ditetesi
larutan iodin.

3A Kain mengalami perubahan


Oxford warna setelah ditetesi larutan
H2SO4 menjadi warna ungu,
namun setelah ditetesi larutan
iodin kembali menjadi biru

4A Kain tidak mengalami perubahan


Spunbond warna, namunn larutan berubah
warna menjadi kuning.

5A Kain mengalami perubahan


Satin warna warna menjadi biru
setelah ditetesi larutan H2SO4
dan berubah lagi menjadi
warna ungu setelah ditetesi
larutan iodin

6A Kain semula berwarna putih


Asetat menjadi warna coklat terbakar.

Received Date (Revisi Jurnal ke-4); Accepted Date (Jurnal


Diterima)
Jurnal Teknologi Rekayasa Proses
2021, Vol. 1, No. 1
7A Kain yang semula berwarna
Nylon putih menjadi warna putih keruh
yang pada permukaan larutan
dan disetai kain yang
menggumpal seperti plastik yang
dibakar.

8A Kain yang semula berwarna


Semi Wol hitam menjadi warna merah.

9A Kain yang semula berwarna


Polyester 65% putih menjadi warna putih keruh
Cotton 35% pada permukaan larutan.

Tabel 5. Hasil Pengematan Uji Kimia Protein


Kelompok Jenis Kain Keterangan
1B Asetat Terjadi perubahan warna
menjadi warna biru

2B Katun Terjadi perubahan warna


menjadi warna violet

3B Oxford Tidak ada kandungan protein


di dalamnya ditandai dengan
tidak adanya perubahan
warna.

Received Date (Revisi Jurnal ke-4); Accepted Date (Jurnal


Diterima)
Jurnal Teknologi Rekayasa Proses
2021, Vol. 1, No. 1
4B Spoonbound Tidak ada kandungan protein
di dalamnya ditandai dengan
tidak adanya perubahan
warna.

5B Satin Tidak ada kandungan protein


di dalamnya ditandai dengan
tidak adanya perubahan
warna.

6B Polyester Tidak ada kandungan protein


di dalamnya ditandai dengan
tidak adanya perubahan
warna.

7B Nilon Tidak ada kandungan protein


di dalamnya ditandai dengan
tidak adanya perubahan
warna.

8B Semi wol Terdapat perubahan warna


menjadi biru pudar

9B Polyester 65% Tidak ada kandungan protein


Cotton 35% di dalamnya ditandai dengan
tidak adanya perubahan
warna.

Received Date (Revisi Jurnal ke-4); Accepted Date (Jurnal


Diterima)
Jurnal Teknologi Rekayasa Proses
2021, Vol. 1, No. 1
Tabel 6. Hasil Pengematan Uji Kimia Asam Formiat
Kelompok Jenis Kain Keterangan
1B Asetat Kain terlarut dalam tabung
reaksi

2B Katun Kain terlarut dalam tabung


reaksi

3B Oxford Kain terlarut dalam tabung


reaksi

4B Spoonbound Kain tidak terlarut

5B Satin Kain terlarut dalam tabung


reaksi

Received Date (Revisi Jurnal ke-4); Accepted Date (Jurnal


Diterima)
Jurnal Teknologi Rekayasa Proses
2021, Vol. 1, No. 1
6B Polyester Kain terlarut dalam tabung
reaksi

7B Nylon Kain terlarut dalam tabung


reaksi

8B Semi wol Kain terlarut dalam tabung


reaksi

9B Polyester 65% Kain terlarut dalam tabung


Cotton 35% reaksi

Tabel 7. Hasil Pengematan Uji Kimia Aseton


Kelompok Jenis Kain Keterangan
1B Asetat Kain terlarut dalam tabung
reaksi

Received Date (Revisi Jurnal ke-4); Accepted Date (Jurnal


Diterima)
Jurnal Teknologi Rekayasa Proses
2021, Vol. 1, No. 1
2B Katun Kain terlarut dalam tabung
reaksi

3B Oxford Kain terlarut dalam tabung


reaksi

4B Spoonbound Kain tidak terlarut

5B Satin Kain terlarut dalam tabung


reaksi

6B Polyester Kain tidak terlarut dan tidak


ada perubahan

7B Nylon Kain tidak terlarut dan tidak


ada perubahan

Received Date (Revisi Jurnal ke-4); Accepted Date (Jurnal


Diterima)
Jurnal Teknologi Rekayasa Proses
2021, Vol. 1, No. 1
8B Semi Wol Larutan berubah menjadi
warna violet

9B Polyester 65% Kain tidak terlarut dan tidak


Cotton 35% ada perubahan

Tabel 1. Kesimpulan Hasil Uji Jenis Kain


Jenis Kain Hasil Uji Keterangan (Perubahan
yang paling terlihat)
Polyester Pada Uji nyala, kain menyengat dan Uji yang paling terlihat
menghasilkan residu yang mengeras dan adanya perubahan yaitu
sedikit gosong. pada uji Nitrogen yang
Pada uji nitrogen, lakmus berubah merubah warna lakmus
menjadi warna biru. menjadi warna biru,
Pada Uji sulfur, kain juga mengendap menandakan adanya kadar
pada dasar tabung reaksi. nitrogen.
Pada uji selulosa, kain hanyaa meleleh
dan tidak ada perubahan saaat
penambahan iodin.
Pada uji protein, tidak ada perubahan
warna yang tejadi.
Pada uji asam formiat, kain terlarut pada
tabung reaksi.
Pada uji aseton, kain tidak terlarut dan
tidak ada perubahan warna.
Katun Pada uji nyala, bau sangat menyengat dan Uji yang terlihat perubahan
menghasilkan residu berupa abu arang. yaitu Uji nitrogen yang
Pada Uji Nitrogen, kertas lakmus berubah merubah warna lakmus
menjadi warna biru menjadi warna biru
Pada uji sulfur, kain mengendaap pada menandakan adanya
tabung reaksi. nitrogen, serta uji protein
Pada uji selulosa, kain meleleh namun yang menunjukkan adanya
tidak ada perubahan setelah penambahan perubahan warna menjadi
iodin. violet sehingga mendakan

Received Date (Revisi Jurnal ke-4); Accepted Date (Jurnal


Diterima)
Jurnal Teknologi Rekayasa Proses
2021, Vol. 1, No. 1
Pada Uji protein, terjadi perubahan warna adanya protein.
menjadi warna violet
Pada uji Asam formiat, kain terlarut
dalam tabung reaksi
Pada uji Aseton, kain terlarut pada tabung
reaksi.
Oxford Pada uji nyala, kain meleleh seperti lem Pada uji selulosa kain yang
dan sedikit menghitam awalnya berwarna biru,
Pada uji nitrogen, tidak terjadi adanya menjadi warna ungu saat
perubahan warna lakmus ditetesi asam sulfat dan
Pada uji Sulfur, kain mengendap pada berubah menjadi warna awal
tabung reaksi. yaitu biru setelah
Pada uji selulosa, terjadi perubahan dari penambahan iodin
warna ungu menjadi warna awal yaitu biru
setelah penambahan iodin.
Pada uji protein, tidak terjadi adanya
perubahan apapun
Pada uji Asam formiat, kain tidak terlarut
pada tabung reaksi
Pada Uji aseton, kain terlarut pada tabung
reaksi
Spunbound Pada Uji nyala, kain meleleh dan residu Pada uji nitrogen, terjadi
yang dihasilkan menciut dan mengeras perubahan warna pada kertas
Pada uji nitrogen, terdapat perubahan lakmus menjadi biru, yang
warna lakmus menjadi warna biru menandakan adanya kadar
Pada Uji Sulfur, kain mengendap pada nitrogen. Sementara, pada
tabung reaksi uji selulosa, tidak ada
Pada uji selulosa, kain tidak berubah perubahan pada kain yang
warna, namun larutan menjadi warna signifikan, hanya warna
kuning larutan yang berubah
Pada Uji protein, kain tidak mengalami menjadi warna kuning
perubahan warna apapun
Pada uji Asam formiat, kain tidak terlarut
pada tabung reaksi.
Pada uji aseton, kain juga tidak terlarut
dalam tabung reaksi.
Satin Pada uji nyala, api cepat merambat dan Pada uji selulosa, kain
residu yang dihasilkan berupa abu mengalami perubahan warna
Pada Uji Nitrogen, tidak ada perubahan menjadi biru setelah
warna pada kertas lakmus penambahan asam sulfat dan
Pada uji sulfur, kain mengendap pada kembali ke warna asli yaitu
tabung reaksi ungu setelah penambahan
Pada Uji selulosa, kain mengalami iodin.
perubahan warna dari warna ungu menjadi
warna biru, namun setelah penambahan
iodin kembali lagi menjadi warna ungu
Pada uji protein, tidak ada perubahan
warna
Pada uji Asam Formiat, kain terlarut
pada tabung reaksi

Received Date (Revisi Jurnal ke-4); Accepted Date (Jurnal


Diterima)
Jurnal Teknologi Rekayasa Proses
2021, Vol. 1, No. 1
Pada uji aseton, kain terlarut pada tabung
reaksi.
Nylon Pada uji nyala, kain terbakar dan leleh Pada uji selulosa tidak ada
serta menghasilkan residu jenis plastik perubahan warna, namun
Pada Uji nitrogen, terjadi perubahan kain menjadi menggumpal
kertas lakmus menjadi warna biru seperti plastic yang dibakar.
Pada Uji Sulfur, kain mengendap pada Pada uji nitrogen juga
tabung reaksi mengubah kertas lakmus
Pada Uji selulosa, kain menggumpal menjadi warna sedikit biru,
seperti plastik yang dibakar yang menandakan adanya
Pada Uji Protein, tidak terjadi perubahan kadar nitrogen sangat sedikit
apapun
Pada Uji Asam formiat, kain terlarut pada
tabung reaksi
Pada Uji aseton, kain tidak terlarut dan
tidak ada perubahan
Semi Wol Pada Uji nyala, kain meleleh dan Pada uji nitrogen mengubah
menghasilkan residu yang menghitam kertas lakmus menjadi
Pada Uji nitrogen, terjadi perubahan warna sedikit biru,
lakmus menjadi sedikit warna biru menandakan adanya kadar
Pada uji sulfur, kain mengendap pada nitrogen yang sedikit.
tabung reaksi Kemudian, pada uji selulosa
Pada uji selulosa, kain yang semula mengubah kain dari warna
berwarna hitam menjadi warna merah hitam menjadi warna merah.
Pada Uji protein, terjadi perubahan
menjadi biru pudar
Pada Uji Asam Formiat, kain terlarut
pada tabung reaksi
Pada Uji Aseton, larutan berubah menjadi
sedikit violet
Polyester Pada Uji nyala, kain terbakar dan hangus, Pada uji nitrogen, kertas
65% menghasilkan residu yang mengeras dan lakmus berubah menjadi
Cotton menghitam warna biru menandakan
35% Pada uji nitrogen, terjadi perubahan adanya kadar nitrogen.
warna kertas lakmus menjadi warna biru Kemudian, pada uji selulosa
Pada Uji sulfur, kain mengendap pada didapatkan hasil dimana
tabung reaksi warna putih emnjadi warna
Pada Uji selulosa, terjadi perubahan dari putih keruh.
warna putih, menjadi sedikit keruh
Pada uji protein, tidak ada perubahan
warna apapun
Pada uji Asam Formiat, kain terlarut
pada tabung reaksi
Pada uji Aseton, kain tidak terlarut dan
tidak terjadi perubahan apapun

4.2 Pembahasan
Tujuan dari percobaan praktikum identifikasi polimer adalah untuk
mengklasifikasikan jenis-jenis polimer tekstil berdasarkan hasil uji dengan jenis kain

Received Date (Revisi Jurnal ke-4); Accepted Date (Jurnal


Diterima)
Jurnal Teknologi Rekayasa Proses
2021, Vol. 1, No. 1
yang digunakan adalah Kain asteat, katun, oxford, spoobound, satin, polyester, nylon,
semi wol, kain polyester 65% + cotton 35% dan untuk menganalisa terjadinya
perubahan pada sampel polimer tekstil berdasarkan uji nyala dan uji kimia berupa uji
sulfur, uji nitrogen, uji selulosa, uji proten, uji asam formiat dan uji aseton.
Prosedur percobaan praktikum identifikasi polimer ini adalah pertama, memotong
kain yang akan di identifikasi menjadi beberapa potongan kecil-kecil, kain yang
dignakan diantaranya adalah Kain asteat, katun, oxford, spoobound, satin, polyester,
nylon, semi wol, kain polyester 65% + cotton 35%. Setelah itu mengidentifikasi
potongan kain dengan menggunakan uji nyala dan uji kimia seperti nitrogen, sulfur,
selulosa, protein, asam formiat, dan aseton. Selanjutnya mengamati perubahan secara
kualitatif pada kain setelah dilakukan uji tersebut. Selengkapnya mengenai prosedur
yaitu :

4.2.1 Uji Nyala


Uji nyala merupakan uji yang dilakukan untuk menguji kain atau serat. Kain
atau serat terdapat yang megandung bahan alami dan ada juga yang
mengandung bahan buatan. Uji nyala sendiri dapat membedakan kain yang
buatan dan yang alami melalui identifikasi bau dan residu yang dihasilkan.
Prosedur yang dilakukan adalah, pertama menggunakan gunting tang untuk
memegang kain sampel di atas api selama 2 detik. Kemudian, jauhkan kain dari
nyala, dan matikan nyala api tersebut setelah kain terbakar sedikit. Ketiga, amati
bau melalui hembusan asap dari kain yang terbakar dekat hidung Anda. Pastikan
kain tidak terbakar lebih lama dengan mencelupkannya ke dalam gelas kimia
yang berisi air. Lalu, mencatat pengamatan dalam tabel, meliputi caranya kain
terbakar di atas nyala, bau yang teramati, dan karakteristik residu yang tertinggal
setelah terbakar.
Hasil yang didapatkan dari uji nyala pada kain polyester adalah kain meleleh
dan menghasilkan residu yang mengeras dan sedikit gosong. Kemudian pada
kain katun, api cepat merambat dan meghasilkan residu berupa abu arang.
Ketiga, pada kain Oxford, kain meleleh dan menghasilkan residu seperti lem dan
sedikit menghitam. Keempat, pada kain spoonbound, kain meleleh namun tidak
gosong dan menghasilkan residu yang menciut dan mengeras. Kelima, pada kain
satin, kain cepat sekali terbakar dan menghasilkan residu yang sedikit mengers
dan menghasilkan arang. Kemudian terdapat kain asetat, kain terbakar dan
hangus serta menghasilkan residu yang menghitam dan menjadi butiran. Setelah
itu, kain nylon meleleh pada uji nyala dan menghasilkan residu yang menghitam
dan kain mengeras ditambah dengan aroma seperti plastic. Kemudian, terdapat
kain semi wol yang dimana meleleh saat dibakar dan menghasilkan residu yang
menghitam. Terakhir terdapat kain campuran, polyester 65% dan cotton 35%
yang terbakar dan hangus saat dibakar dan menghasilka residu yang menghitam
dan kain mengeras.
Pada kain nylon, pembakaran terjadi dengan aroma seperti plastic, hal ini
sesuai dengan literatur, dikarenakan nylon memiliki monomer yang tersusun
atas gugus amida, yang biasanya sering disebut denga poliamida. Poliamida
sendiri merupakan klasifikasi generic yang biasanya digunakan untuk plastic
dan juga serat, maka dari itu bau pembakaran juga menyerupai plastic (Gellner,
2017).
Kemudian pada kain katun, api merambat dengan cepat, hal ini sesuai dengan
literatur, dikarenakan kain katun merupakan serat alami dari tumbuhan yaitu

Received Date (Revisi Jurnal ke-4); Accepted Date (Jurnal


Diterima)
Jurnal Teknologi Rekayasa Proses
2021, Vol. 1, No. 1
selulosa, maka dari itu saat dilakukan uji nyala, api cepat merambat dan
menghasilkan bau pembakaran seperti daun yang terbakar (Gellner, 2017).
4.2.2 Uji Nitrogen
Beberapa kain memiliki kandungan nitrogen di dalamnya. Maka dari itu
dilakukan uji nitrogen untuk mengetahui apakah jenis kain tersebut memiliki
kandungan nitrogen di dalamnya. Uji nitrogen biasanya dilakukan untuk
mengetahui kadar nitrogen dari sebuah pupuk atau tanah.
Prosedur pengujian untuk uji nitrogen sendiri adalah memasukkan sepotong
kain ke dalam tabung reaksi dan tambahkan 1 gram Ca(OH)2. Kemudian,
menggunakan penjepit tabung, lalu panaskan tabung tersebut sambil memegang
sepotong kertas lakmus merah dengan gunting tang di atas mulut tabung. Kertas
lakmus berubah menjadi warna biru apabila terdapat kandungan nitrogen di
dalamnya. Salah satu contoh nya yaitu pada kain asetat, seperti di bawah ini :

Gambar 1. Hasil Uji Nitrogen pada Kain Asetat


Hasil yang didapatkan pada uji nitrogen di atas adalah menandakan bahwa
kain asetat memiliki kandungan nitrogen di dalamnya. Hal tersebut sesuai
dengan literatur dimana kain asetat terbuat dari selulosa melalui reaksi asam
asetat. Secara umum, polimer mengandung ikatan karbon-oksigen dalam grup
karboksil yang akan terpecah menjadi produk acidic. Polimer sendiri tersusun
dari monomer asam amino, di mana asam amino sendiri megandung nitrogen
(Gellner, 2017).
Sementara, pada kain satin tidak ada perubahan pada kertas lakmus merah,
di mana lakmus tetap berrwarna merah yang menandakan tidak adanya
kandungan nitrogen.

Gambar 2. Hasil Uji Nitrogen pada Kain Satin


Hasil di atas sesuai dengan literatur karena kain satin sendiri merupakan kain
yang berasal dari plastic PET yang didaur ulang, pada dasarnya semua serat kain
adalah polimer yang tersusun atas monomer asam amino, namun PET sendiri
merupakan polimer yang beberapa tersusun atas monomer etilen glikol dan
asam terephtalic yang dimana monomer asam amino memiliki ikatan nitrogen,
sehingga membuat kain ini memiliki kadar nitrogen yang sangat sedikit atau
hampir tidak ada (Gellner, 2017).

Received Date (Revisi Jurnal ke-4); Accepted Date (Jurnal


Diterima)
Jurnal Teknologi Rekayasa Proses
2021, Vol. 1, No. 1
4.2.3 Uji Sulfur
Uji sulfur merupakan uji yang digunakan untuk mendeteksi apakah ada
kandungan sulfur di dalam suatu sampel. Biasanya uji sulfur ini digunakan
untuk mendeteksi kandungan asam amino pada obat, makanan, dan kosmetik.
Prosedur percobaan yang dilakukan adalah pertama mencelupkan sepotong kain
ke dalam 10 mL NaOH 3 M di dalam tabung uji, dan panaskan dengan hati-hati
hingga mendidih dengan memegang tabung tersebut diatas nyala api. Kemudian,
mendinginkan larutan tersebut, dan tambahkan 30 tetes larutan BaCl2, dan amati
apakah terbentuk endapan atau tidak. Apabila terbentuk endapan, maka sampel
terdapat kadar sulfur di dalamnya.
Hasil yang didapatkan pada kain semi wol adalah kain membetuk endapan
pada tabung reaksi.

Gambar 3. Hasil Uji Sulfur pada Kain Semi Wol


Pada kain semi wol dihasilkan endapan, hal ini sesuai dengan literatur
dikarenakan wol merupakan serat yang tersusun atas rantai polipeptida dengan
monomer asam amino. Polipeptida membentuk protein kompleks berbentuk
heliks yang disebut dengan keratin. Keratin sendiri mengandung asam amino di
sepanjang rantai polimer, salah satunya yaitu cysteine yang menyumbangkan
sejumlah besar sulfur dari ikatan-ikatan –S-S- nya (Gellner, 2017) .

4.2.4 Uji Selulosa


Uji selulosa adalah uji yang dilakukan untuk menentukan apakah terdapat
selulosa dalam sebuah sampel. Uji selulosa ini biasanya dilakukan untuk
menentukan kadar glukosa pada suatu sampel makanan. Prosedur yang
dilakukan adalah pertama, memasukkan sepotong kain ke dalam gelas kimia,
tambahkan kira-kira 2 mL H2SO4 pekat, dan kemudian dengan hati-hati
tuangkan isinya ke dalam gelas kimia lain yang mengandung 10 tetes larutan
iodin dalam 25 mL air. Kemudian, cucilah gelas kimia yang kosong dengan air
yang banyak.
Hasil yang didapatkan pada kain asetat seperti dibawah ini. Kain asetat terjadi
perubahan menjadi warna cokelat setelah diteteskan asam sulfat dan larutan
iodin. Hal ini membuktikan bahwa terdapat selulosa pada kain asetat.

Received Date (Revisi Jurnal ke-4); Accepted Date (Jurnal


Diterima)
Jurnal Teknologi Rekayasa Proses
2021, Vol. 1, No. 1
Gambar 4. Hasil Uji Selulosa pada Kain Asetat
Hal ini sesuai dengan literatur, karena kain asetat terbuat dari selulosa melalui
reaksi asam asetat. Secara umum, polimer mengandung ikatan karbon-oksigen
dalam grup karboksil yang akan terpecah menjadi produk acidic. Polimer sendiri
tersusun dari monomer asam amino, di mana asam amino sendiri megandung
nitrogen (Gellner, 2017).
Sementara pada kain nylon didapatkan hasil berupa kain yang menggumpal
dan bau seperti plastic terbakar.

Gambar 5. Hasil Uji Selulosa pada Kain Asetat


Hasil di atas sesuai dengan literatur karena kain nylon sendiri merupakan
serat sintetis yang banyak digunakan sebagai bahan untuk pakaian olahraga.
Kain nylon memiliki monomer yang tersusun atas gugus amida, yang biasanya
sering disebut denga poliamida. Poliamida sendiri merupakan klasifikasi generic
yang biasanya digunakan untuk plastic dan juga serat, maka dari itu bau
pembakaran juga menyerupai plastic (Gellner, 2017).
4.2.5 Uji Protein
Uji protein disini bertujuan untuk mendeteksi apakah ada kandungan protein
di dalam kain yang diuji. Uji protein juga digunakan dalam penentuan
keberadaan ikatan peptida dalam sebuah zat. Prosedur uji protein ini adalah
pertama, menempatkan sepotong kain di atas kaca arloji, dan menambahkan 10
tetes CuSO4 0,05M. Setelah itu, menunggu selama 5 menit, kemudian
menggunakan gunting tang untuk memasukkan kain tersebut ke dalam NaOH 3
M di dalam tabung reaksi selama 5 detik.
Hasil yang didapatkan pada kain semi wol adalah terdapat perubahan warna
menjadi sedikit biru, hal ini menunjukkan bahwa kain semi wol terdapat
kandungan protein atau ikatan peptida di dalamnya.

Gambar 6. Hasil Uji Protein pada Kain Semi Wol


Hasil yang didapatkan sesuai dengan literatur dimana kain semi wol
menunjukkan adanya protein dikarenakan wol merupakan serat yang tersusun
atas rantai polipeptida dengan monomer asam amino. Polipeptida membentuk
protein kompleks berbentuk heliks yang disebut dengan keratin (Gellner, 2017).

Received Date (Revisi Jurnal ke-4); Accepted Date (Jurnal


Diterima)
Jurnal Teknologi Rekayasa Proses
2021, Vol. 1, No. 1
Sementara pada kain satin sendiri tidak ditemukan adanya perbedaan setelah
diperlakukan uji protein yang menanandakan bahwa tidak ada kandungan
protein di dalam kainnya. Tidak adanya perubahan warna.

Gambar 7. Hasil Uji Protein pada Kain Satin


Hasil di atas sendiri sesuai dengan literature, dimana kain satin sendiri
merupakan kain yang berasal dari plastic PET yang didaur ulang, pada dasarnya
semua serat kain adalah polimer yang beberapa tersusun atas monomer asam
amino atau ikatan peptida, namun PET sendiri merupakan polimer yang tersusun
atas monomer etilen glikol dan asam terephtalic. Maka dari itu, tidak adanya
ikatan peptida pada kain satin (Gellner, 2017).
4.2.6 Uji Asam Formiat
Uji asam formiat/format adalah uji untuk menentukan apakah sampel kain
larut dalam larutan asam formiat. Asam format digunakan untuk proses
koagulasi karet oleh karena itu kebutuhan bahan kimia ini cukup besar, karena
Indonesia merupakan produsen karet alam terbesar (Pramulia, 2016). Tahapan
pada uji Asam formiat ini adalah pertama, memasukkan sedikit sampel sebagai
uji asam formiat ke dalam tabung uji dan melakukan uji dalam lemari asam
dengan menambahkan 1 mL asam formiat dalam tabung dan mengaduk dengan
pengaduk. Kemudian, mencatat apa kain tersebut larut dalam larutan atau tidak.
Hasil yang didapatkan pada kain nylon adalah terlarut yang dimana terjawab
bahwa kain nylon memang terlarut pada larutan asam formiat.

Gambar 8. Hasil Uji Asam Formiat pada Kain Nylon


Hasil ini sesuai dengan literatur dikarenakan kain nylon merupakan
poliamida, dimana poliamida mengandung empat hidrogen dan dapat
membangun interaksi intermolekuler yang kuat (Ikatan hidrogen) dengan
kelompok-kelompok di tengah-tengah poliamida, hal itu dapat mengganggu
interaksi intermolekuler (ikatan hidrogen) di antara rantai polimer, oleh karena
itu bisa terlarut yang lebih mudah. peemecahan polimer semikristallin seperti
poliamida terdiri dari beberapa langkah termasuk penetrasi pelarut,

Received Date (Revisi Jurnal ke-4); Accepted Date (Jurnal


Diterima)
Jurnal Teknologi Rekayasa Proses
2021, Vol. 1, No. 1
dekristallisasi domain kristal, pembengkakan polimer amorf, dan penguraian
rantai. Asam formiat sendiri memiliki daya penetrasi yang cukup untuk
menembus ke dalam rantai poliamida (Jabbari, 2018).
Sementara untuk kain spounbound tidak mengalami pengendapan pada
tabung reaksi. Sehigga menandakan bahwa kain spoundbound tidak larut pada
larutan asam formiat.

Gambar 9. Hasil Uji Asam Formiat pada Kain Spondbound


Hasil di atas sesuai dengan literatur dikarenakan spondbound merupakan kain
yang termasuk dalam polipropilena yang memiliki kekuatan terhadap bahan
kimia yang cukup bagus. Polipropilena memiliki ketahanan yang sangat baik
terhadap stres lingkungan. Polipropilenea sendiri tidak mudah rapuh dan jarang
terjadi hal seperti itu. Lingkungan yang diketahui menyebabkan retak pada
polipropilena adalah 98% asam sulfat, campuran asam kromika / sulfat
terkonsentrasi, dan campuran asam klorida / klorin terkonsentrasi (HMC Polymers,
2012).
4.2.7 Uji Aseton
Uji aseton pada percobaan adalah untuk menentukan apakah sampel terlarut
pada aseton. Uji aseton ini sendiri biasanya digunakan untuk uji kualititaif
senyawa aldehid dan keton. Prosedur untuk uji aseton ini sendiri adalah
memasukkan sepotong kain ke dalam 1 mL aseton di dalam tabung uji aduk
dengan gelas pengaduk, dan catat apakah kain itu larut atau tidak.
Hasil yang didapatkan pada kain asetat adalah kain asetat terlarut di dalam
aseton, sehingga dapat dinyatakan bahwa aseton dapat melarutkan kain asetat.

Gambar 10. Hasil Uji Aseton pada Kain Asetat


Hasil di atas sesuai dengan literatur dimana perilaku kelarutan selulosa asetat
dalam aseton telah diselidiki dan telah ditemukan bahwa sampel dengan tingkat
substitusi antara 2,80 dan 2,90 dapat sepenuhnya dilarutkan dengan terlebih
dahulu dengan mendinginkan campuran polimer-cair. Data menunjukkan bahwa
aseton dapat melarutkan kristal yang lebih kecil dan daerah amorf terkait dalam

Received Date (Revisi Jurnal ke-4); Accepted Date (Jurnal


Diterima)
Jurnal Teknologi Rekayasa Proses
2021, Vol. 1, No. 1
bahan yang sepenuhnya asetil, tetapi tidak dapat melarutkan wilayah yang
dipesan dengan baik yang lebih besar, kecuali sampel mengandung sejumlah
besar kelompok hidroksil (J.M.G. Cowie, 1971).
Kemudian pada kain spounbond tidak terjadi apa-apa dan tidak terlarut
dengan aseton.

Gambar 11. Hasil Uji Aseton pada Kain Spoundbond


Hasil di atas sesuai dengan literatur dimana kain spoundbond termasuk ke
dalam polipropilena, dimana suhu dan polaritas media organik adalah faktor
utama dalam menentukan tingkat penyerapan oleh poliprpilena. Penyerapan
menjadi lebih besar karena suhu meningkat dan polaritas media menurun.
Polipropilena kopolimer membengkak lebih dari homopolimer, menunjukkan
penyerapan yang lebih besar. Cairan nonpolar seperti benzena, karbon
tetrachloride, dan petroleum ether memiliki tingkat penyerapan yang lebih tinggi
dengan polipropilena daripada media kutub seperti etanol dan aseton (HMC
Polymers, 2012).

5.0 Kesimpulan
1. Pada uji nyala dapat diketahui perbedaan dan karakteristik tiap sampel kain melalui
jenis pembakaran, bau pembakaran, dan juga residu yang dihasilkan. Didapatkan hasil
bahwa jenis tekstil bisa dibedakan. Jenis tekstil yang dimaksud adalah tekstil sintetis
dan alami. Jenis pembakaran dan aroma yang dihasilkan sangat menggambarkan jelas
dan sesuai dengan literatur yang ada bahwa tekstil alami mengalami jenis pembakaran
dengan api cepat melahap sementara tekstil buatan mengalami jenis pembakaran
meleleh. Aroma yang dihasilkan saat proses pembakaran pun berbeda, hasil yang
didapatkan juga sesuai dengan literatur di mana tekstil alami beraroma sangat
menyengat seperti daun yang terbakar, sementara tekstil sintetis beraroma seperti
plastik.
2. Pada Uji kimia, untuk uji nitrogen, diketahui jenis kain sampel yang memiliki
kandungan nitrogen adalah polyester, katun, spunbound, asetat, nylon, semi wol, dan
kain mix, hal tersebut sesuai dengan literatur karena kain tersebut memiliki ikatan
rantai nitrogen. Sementara untuk Uji sulfur, semua jenis sampel kain memiliki unsur
sulfur di dalamnya. Kemudian uji selulosa, jenis kain sampel yang mengandung
selulosa adalah kain asetat yang berubah menjadi coklat setelah penambahan iodin,
hal tersebut sesuai dengan literatur bahwa kain asetat mengandung selulosa. Lalu, uji
protein, jenis kain sampel yang memiliki kandungan protein adalah kain asetat, kain
katun, dan kain semi wol, hal tersebut sesuai dengan literatur bahwa kain tersebut
tersusun atas rantai protein.
3. Pada uji kelarutan, untuk uji asam formiat, kain sampel yang terlarut adalah kain
asetat, kain katun, kain oxford, kain satin, polyester, kain nylon, kain semi wol, dan
kain mix. Sementara untuk uji aseton, jenis kain sampel yang terlarut adalah kain

Received Date (Revisi Jurnal ke-4); Accepted Date (Jurnal


Diterima)
Jurnal Teknologi Rekayasa Proses
2021, Vol. 1, No. 1
asetat, kain katun, kain oxford, kain satin, dan kain semi wol, hal tersebut sesuai
dengan literatur, dimana kain tersebut dapat terlarut pada asam formiat dan aseton

Daftar Pustaka
Siburian, dkk. 2017. Polimer : Ilmu Material. USU Press. Universitas Sumatera Utara.
Medan. Indonesia.
Billmeyer Fred W. 1984. Textbook of Polymer Science. John Wiley and Sons. Rensselaer
Polytechnic Instztute, Troy, New York.
Galuh, dkk. 2009. Kimia Polimer. In: Gambaran Umum tentang Polimer. Universitas
Terbuka, Jakarta.

Maulidna. 2017. Identifikasi Serat Secara Mikroskopis. Politeknik STTT Bandung.

Naithani, S. C., Rama Rao, N. and Singh, Y. D. (1982). Physiological and biochemical
changes associated with cotton fiber development,
Graves, D. A. and Stewart, J. M. (1988), Chronology of the differentiation of cotton
(Gossypium hirsutum L.)
Braun, E, Levin B. 1986. Nylons: A Review of the Literature on Products of Combustion and
Toxicity. U S. DEPARTMENT OF COMMERCE National Bureau of Standards.
Alan et al. 2020. Reviewing the Production Process, Physical and Chemical Properties of
Spandex Fibers. Department of Textile Machinery Design and Maintenance, Bangladesh
University of Textiles, Bangladesh
Pramulia, Ibram and , Ir. Haryanto A.R ., M.S. and , Rois Fatoni S.T., M.Sc.,
Ph.D. (2016) Prarancangan Pabrik Asam Format Dengan Proses Hidrolisis Metil Format
Kapasitas 25.000 Ton/Tahun. Diploma thesis, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Gellner, Jonah. 2017. Forensic Science ch.6. Coatesville Area School District.
Jabbari,dkk. 2018. New Solvent for Polyamide 66 and Its Use for Preparing a SinglePolymer
Composite-Coated Fabric. Swedish Centre for Resource Recovery, University of Borås,
Borås, Sweden.
J.M.G. Cowie. 1971. The dissolution and stability of cellulose triacetate in acetone. 1971
Hüthig & Wepf Verlag, Basel
HMC Polymers. 2012. Polypropylene Chemical Resistance Guide. Thungmahamek. Thailand

Received Date (Revisi Jurnal ke-4); Accepted Date (Jurnal


Diterima)
Jurnal Teknologi Rekayasa Proses
2021, Vol. 1, No. 1

LEMBAR REVISI

Modul Percobaan : Identifikasi Polimer Tekstil (Praktikum ke-2)


Kelompok/NRP : 6A / 047-039-060-077
Tanggal Percobaan : 04 Juni 2021

Tanggal revisi Tanggal kembali Keterangan Tanda Tangan

3-6-2021 ASAP Lihat Dalam

Received Date (Revisi Jurnal ke-4); Accepted Date (Jurnal


Diterima)
Jurnal Teknologi Rekayasa Proses
2021, Vol. 1, No. 1

17-06-2021 ASAP ROAD TO ACC BAB 123

25-06-2021 ASAP BAB 123 ACC BAB 45 ROAD


TO ACC

Received Date (Revisi Jurnal ke-4); Accepted Date (Jurnal


Diterima)
Jurnal Teknologi Rekayasa Proses
2021, Vol. 1, No. 1

Received Date (Revisi Jurnal ke-4); Accepted Date (Jurnal


Diterima)

Anda mungkin juga menyukai