Anda di halaman 1dari 8

Nama: Najwa Rahmi Davi

Nim: 20003131

Prodi: Pendidikan Luar Biasa

RESUM DASAR DASAR ILMU PENGETAHUAN

KONSEP TEORITIS TENTANG PEMIKIRAN PENDIDIKAN

1. Pemikiran klasik
Teori pendidikan klasik berlandaskan pada filsafat klasik, memandang bahwa pendidikan
berfungsi sebagai upaya memelihara, mengawetkan dan meneruskan warisan budaya. Teori
pendidikan ini lebih menekankan peranan isi pendidikan dari pada proses. Isi pendidikan atau
materi diambil dari khazanah ilmu pengetahuan yang ditemukan dan dikembangkan para ahli
tempo dulu yang telah disusun secara logis dan sistematis. Dalam prakteknya, pendidik
mempunyai peranan besar dan lebih dominan, sedangkan peserta didik memiliki peran yang pasif,
sebagai penerima informasi dan tugas-tugas dari pendidik. Pendidikan klasik menjadi sumber bagi
pengembangan model kurikulum subjek akademis, yaitu suatu kurikulum yang bertujuan
memberikan pengetahuan yang solid serta melatih peserta didik menggunakan ide-ide dan proses
“penelitian”, Proses Pendidikan klasik lebih menggunakan pemikiran-pemikiran dahulu atau
dimulai dari zaman yunani kuno sampai kini.

a. Empirisme

Aliran empirisme bertolak dari Lockean Tradition yang mementingkan stimulsi eksternal dalam
perkembangan manusia, dan menyatakan bahwa perkembangan anak tergantung kepada lingkungan,
sedangkan pembawaan tidak dipentingkan. Pengalaman yang diproleh anak dalam kehidupan sehari-hari
didapat dari dunia sekitarnya yang berupa stimulan-stimulan. Stimulasi ini berasal dari alam bebas
ataupun diciptakan oleh orang dewasa dalam bentuk pendidikan. Tokoh perintisnya adalah John Locke
filsuf Inggris (1704-1932) yang mengungkapkan teori tabula rasa, yakni anak lahir di dunia bagaikan kertas
putih yang bersih. Pengalaman empirik yang diperoleh dari lingkungan akan berpengaruh besar dalam
menentukan perkembangan anak.

-Menurut pandangan empirisme (biasa pula disebut environmentalisme) pendidik memegang peranan
yang sangat penting sebab dalam perkembangan anak menjadi manusia dewasa ditentukan oleh
lingkungannya atau oleh pendidikan dan pengalaman yang diterimanya sejak kecil. Manusia-manusia
dapat dididik menjadi apa saja (ke arah yang baik maupun kearah yang buruk) menurut kehendak
lingkungan atau pendidiknya. Dalam pendidikan, pendapat kaum empiris ini terkenal dengan nama
optimisme pedagogis. Empirisme adalah suatu doktrin filsafat yang menekankan peranan pengalaman
dalam memperoleh pengetahuan dan mengecilkan peranan akal. Istilah empirisme di ambil dari bahasa
Yunani empeiria yang berarti coba-coba atau pengalaman. Sebagai suatu doktrin empirisme adalah lawan
dari rasionalisme. Empirisme berpendapat bahwa pengetahuan tentang kebenaran yang sempurna tidak
diperoleh melalui akal, melainkan di peroleh atau bersumber dari panca indera manusia, yaitu mata, lidah,
telinga, kulit dan hidung. Dengan kata lain, kebenaran adalah sesuatu yang sesuai dengan pengalaman
manusia.

-Aliran empirisme di pandang berat sebelah sebab hanya mementingkan peranan pengalaman yang
diperoleh dari lingkungan. Sedangkan kemampuan dasar yang di bawa anak sejak lahir di anggap tidak
menentukan, menurut kenyataan dalam kehidupan sehari-hari terdapat anak yang berhasil karena
berbakat, meskipun lingkungan sekitarnya tidak mendukung. Keberhasilan ini disebabkan oleh adanya
kemampuan yang berasal dari dalam diri yang berupa kecerdasan atau kemauan keras, anak berusaha
mendapatkan lingkungan yang dapat mengembangkan bakat atau kemampuan yang telah ada dalam
dirinya. Meskipun demikian, penganut aliran ini masih tampak pada pendapat-pendapat yang
memandang manusia sebagai makhluk yang pasif dan dapat diubah, umpamanya melalui modifikasi
tingkah laku. Hal itu tercermin pada pandangan scientific psycology Skinner ataupun dengan behavioral.
Behaviorisme itu menjadikan prilaku manusia tampak keluar sebagai sasaran kajianya, dengan tetap
menekankan bahwa perilaku itu terutama sebagai hasil belajar semata-mata. Meskipun demikian,
pandangan-pandangan behavioral ini juga masih bervariasi dalam menentukan faktor apakah yang paling
utama dalam proses belajar itu sebagai berikut:

a. Pandangan yang menekankan peranan pengamatan dan imitasi.

b. Pandangan yang menekankan peranan dari dampak ataupun balikan dari sesuatu perilaku.

c. Pandangan yang menekankan peranan stimulus atau rangsangan terhadap perilaku.

b. nativisme

Nativisme berasal dari kata Nativus yang berarti kelahiran. Tokoh aliran ini adalah Arthur Schopenhauer
(1788-1860) seorang filosof jerman, yang berpendapat bahwa hasil pendidikan dan perkembangan
manusia itu ditentukan oleh pembawaan yang diperolehnya sejak anak itu dilahirkan. Anak dilahirkan
kedunia sudah mempunyai pembawaan dari orang tua maupun disekelilingnya, dan pembawaan itulah
yang menentukan perkembangan dan hasil pendidikan. Faktor lingkungan, termasuk faktor pendidikan,
kurang berpengaruh terhadap pendidikan dan perkembangan anak. Bayi itu lahir sudah dengan
pembawaan baik dan pembawaan buruk.

Oleh karena itu hasil akhir pendidikan di tentukan oleh pembawaan yang sudah di bawa sejak lahir.
Berdasarkan pandangan ini maka keberhasilan pendidikan ditentukan oleh anak didik itu sendiri.
Ditekankan bahwa yang jahat akan menjadi jaha, dan yang baik akan menjadi baik. Menurut kaum
nativisme itu, pendidikan tidak dapat mengubah sifat-sifat pembawaan. Jadi jika benar pendapat tersebut,
percumalah kita mendidik atau dengan kata lain pendidikan tidak perlu. Dalam ilmu pendidikan, hal ini
disebut pesimisme pedagogis, karena sangat pesimis terhadap upaya-upaya dan hasil pendidikan.
Terdapat suatu pokok pendapat aliran nativisme yang berpengaruh luas yakni bahwa dalam diri individu
terdapat sutu “inti” pribadi (G. Leibnitz: Monad) yang mendorong manusia untuk mewujudkan diri,
mendorong manusia dalam menentukan pilihan dan kemauan sendiri, dan yang menempatkan manusia
sebagai makhluk aktif yang mempunyai kemauan bebas.
Faktor Perkembangan Manusia Dalam Teori Nativisme

Faktor genetik
Adalah faktor gen dari kedua orangtua yang mendorong adanya suatu bakat yang muncul dari diri
manusia. Contohnya adalah Jika kedua orangtua anak itu adalah seorang penyanyi maka anaknya memiliki
bakat pembawaan sebagai seorang penyanyi yang prosentasenya besar.

Faktor Kemampuan Anak


Adalah faktor yang menjadikan seorang anak mengetahui potensi yang terdapat dalam dirinya. Faktor ini
lebih nyata karena anak dapat mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. Contohnya adalah
adanya kegiatan ekstrakurikuler di sekolah yang mendorong setiap anak untuk mengembangkan potensi
yang ada dalam dirinya sesuai dengan bakat dan minatnya.

Faktor Pertumbuhan Anak


Adalah faktor yang mendorong anak mengetahui bakat dan minatnya di setiap pertumbuhan dan
perkembangan secara alami sehingga jika pertumbuhan anak itu normal maka dia kan bersikap enerjik,
aktif, dan responsive terhadap kemampuan yang dimiliki. Sebaliknya, jika pertumbuhan anak tidak normal
maka anak tersebut tidak bisa mngenali bakat dan kemampuan yang dimiliki.

Tujuan Teori Nativisme


Didalam teori ini menurut G. Leibnitz: Monad “Didalam diri individu manusia terdapat suatu inti pribadi”.
Sedangakan dalam teori Teori Arthur Schopenhauer (1788-1860) dinyatakan bahwa perkembangan
manusia merupakan pembawaan sejak lahir atau bakat. Sehingga dengan teori ini setiap manusia
diharapkan:

ó Mampu memunculkan bakat yang dimiliki

ó Mendorong manusia mewujudkan diri yang berkompetensi

ó Mendorong manusia dalam menetukan pilihan

ó Mendorong manusia untuk mengembangkan potensi dari dalam diri seseorang

ó Mendorong manusia mengenali bakat minat yang dimiliki

c.naturalisme

Naturalisme merupakan teori yang menerima “nature” (alam) sebagai keseluruhan realitas. Istilah
“nature” telah dipakai dalam filsafat dengan bermacam-macam arti, mulai dari dunia fisik yang dapat
dilihat oleh manusia, sampai kepada sistem total dari fenomena ruang dan waktu. Natura adalah dunia
yang diungkapkan kepada kita oleh sains alam. Istilah naturalisme adalah sebaliknya dari istilah
supernaturalisme yang mengandung pandangan dualistik terhadap alam dengan adanya kekuatan yang
ada (wujud) di atas atau di luar alam ( Harold H. Titus e.al. 1984). Aliran ini sama dengan aliran nativisme.
Naturalisme yang dipelopori oleh Jean Jaquest Rousseau, bependapat bahwa pada hakekatnya semua
anak manusia adalah baik pada waktu dilahirkan yaitu dari sejak tangan sang pencipta. Tetapi akhirnya
rusak sewaktu berada ditangan manusia, oleh karena Jean Jaquest Rousseau menciptakan konsep
pendidikan alam, artinya anak hendaklah dibiarkan tumbuh dan berkembang sendiri menurut alamnya,
manusia jangan banyak mencampurinya. Aliran ini juga disebut negativisme, karena berpendapat bahwa
pendidik wajib membiarkan pertumbuhan anak pada alam. Jadi dengan kata lain pendidikan tidak di
perlukan. Yang di laksanakan adalah menyerahkan anak didik kepada alam, agar pembawaan yang baik
itu tidak menjadi rusak oleh tangan manusia melalui proses dan kegiatan pendidikan itu. Jean Jaquest
Rousseau ingin menjauhkan anak dari segala keburukan masyarakat yang serba dibuat-buat (artificial)
sehingga kebaikan anak-anak yang di peroleh secara alamiah sejak saat kelahirannya itu dapat tampak
secara spontan dan bebas. Jean Jaquest Rousseau juga berpendapat bahwa jika anak melakukan
pelanggaran terhadap norma-norma, hendaklah orang tua atau pendidik tidak perlu untuk memberikan
hukuman, biarlah alam yang menghukumnya. Jika seorang anak bermain pisau, atau bermain api
kemudian terbakar atau tersayat tangannya, atau bermain air kemudian ia gatal-gatal atau masuk angin.
Ini adalah bentuk hukuman alam. Biarlah anak itu merasakan sendiri akibatnya yang sewajarnya dari
perbuatannya itu yang nantinya menjadi insaf dengan sendirinya

Hukum alam memiliki ciri sebagai berikut :

1) Segalanya berkembang dari alam

2) Perkembangan alam serba teratur, tidak meloncat-loncat melainkan terjadi secara bertahap.

3) Alam, berkembang tidak tergesa-gesa melainkan menunggu waktu yang tepat, sambil mengadakan
persiapan.

Dimensi filsafat pendidikan Naturalisme

ó Dimensi utama dan pertama dari pemikiran filsafat pendidikan Naturalisme di bidang pendidikan adalah
pentingnya pendidikan itu sesuai dengan perkembangan alam.Alam berkembang dengan teratur dan
menurut aturan waktu tertentu. Tidak pernah terjadi dalam perkembangan alam, seekor kupu-kupu tiba-
tiba dapat terbang tanpa terlebih dahulu mengalami proses perkembangan mulai dari ulat menjadi
kepompong dan seterusnya berubah menjadi kupu-kupu. Begitu juga perkembangan alam yang lain, buah
apapun di dunia, selalu bermula dari bunga.

ó Dimensi kedua dari filsafat pendidikan Naturalisme yang juga dikemukakan oleh Comenius adalah
penekanan bahwa belajar itu merupakan kegiatan melalui Indra. Seperti yang disarankan oleh Wolfgang
Ratke pada para guru. Guru, kata Ratke pertamakali hendaknya mengenalkan benda kepada anak lebih
dahulu, baru setelah itu penjelasan yang diperinci (exposition) tentang benda tersebut.

ó Dimensi ketiga dari filsafat pendidikan Naturalisme adalah pentingnya pemberian pemahaman pada
akal akan kejadian atau fenomena dan hukum alam melalui observasi. Observasi berarti mengamati
secara langsung fenomena yang ada di alam ini secara cermat dan cerdas. Seperti yang dialami
Copernicus, bahwa pemahaman kita akan menipu kita, apabila kita berfikir bahwa mataharilah yang
mengelilingi bumi, padahal sebenarnya bumilah yang mengelilingi matahari.

-Implikasi Naturalisme di Bidang Pendidikan

Fenomena menarik di bidang pendidikan saat ini adalah lahirnya berbagai model pendidikan yang
menjadikan alam sebagai tempat dan pusat kegiatan pembelajarannya. Pembelajaran tidak lagi
dilakukan di dalam kelas yang dibatasi oleh ruang dan waktu, tetapi lebih fokus pada pemanfaatan alam
sebagai tempat dan sumber belajar. Belajar di dan dengan alam yang telah menyediakan beragam
fasilitas dan tantangan bagi peserta didik akan sangat menyenangkan. Tinggal kemampuan kita
bagaimana “mengekploirasi” sumber daya alam menjadi media, sumber dan materi pembelajaran yang
sangat berguna.

Jika di dalam kelas subyektifitas peserta didik tertekan oleh otoritas guru, maka di alam, guru dan
peserta didik dapat dengan leluasa menciptakan hubungan yang lebih akrab satu sama lain. Dari
hubungan yang akrab ini lebih lanjut terjadi hubungan emosional yang mendalam antara guru dengan
peserta didiknya. Dalam kondisi seperti ini, subyektifitas peserta didik dengan sendirinya akan mengalir
dalam diskusi dengan guru di mana telah tercipta suasana belajar yang kondusif. Menyatunya para siswa
dengan alam sebagai tempat belajar dapat memuaskan keingintahuannya (curiousity), sebab mereka
secara langsung face to face berhadapan dengan sumber dan materi pembelajaran secara riil. Hal yang
sangat jarang terjadi pada pembelajaran di dalam kelas.

d. konvergensi

Perintis aliran ini adalah William Stern (1871-1939), seorang ahli pendidikan bangsa Jerman yang
berpendapat bahwa seorang anak dilahirkan di dunia sudah disertai pembawaan baik maupun
pembawaan buruk. Penganut aliran ini berpendapat bahwa dalam proses perkembangan anak, baik faktor
pembawaan maupun faktor lingkungan sama-sama mempunyai peranan penting. Bakat yang dibawa pada
waktu lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan yang sesuai dengan
perkembangan bakat tersebut. Sebaliknya lingkungan yang baik tidak dapat menghasilkan perkembangan
anak yang optimal kalau memang dalam dirinya tidak terdapat bakat yang diperlukan dalam
mengembangkan bakat tersebut. Sebagai contoh, hakikat kemampuan anak manusia berbahasa dengan
kata-kata adalah juga hasil konvergensi. Pada anak manusia ada pembawaan untuk berbicara melalui
situasi lingkungan, anak belajar berbicara dalam bahasa tertentu. Lingkungan pun mempengaruhi anak
didik dalam mengembangkan pembawaan bahasanya. Karena itu tiap anak manusia mula-mula
menggunakan bahasa lingkungannya, misalnya bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Iggris, dan
sebagainya. Kemampuan dua orang anak (yang tinggal dalam satu lingkungan yang sama) untuk
mempelajari bahasa mungkin tidak sama. Itu disebabkan oleh adanya perbedaan kuantitas pembawaan
dan perbedaaan situasi lingkungan, biarpun lingkungan kedua orang anak tersebut bahasa yang sama.
Oleh karena itu Stren berpendapat bahwa hasil pendidikan itu tergantung dari pembawaan dan
lingkungannya, seakan-akan dua garis menuju satu titik pertemuan.

Karena itu teori W. Stren disebut teori konvergensi (konvergen artinya memusat kesatu titik). Jadi
menurut teori konvergensi :
a. Pendidikan mungkin untuk dilaksanakan.

b. Pendidikan di artikan sebagai pertolongan yang diberikan lingkungan kepada anak didik untuk
mengembangkan potensi yang baik dan mencegah berkembangnya potensi yang kurang baik.

c. Yang membatasi hasil pendidikan adalah pembawaan dan lingkungan. Aliran konvergensi pada
umumnya diterima secara luas sebagai pandangan yang tepat dalam memahami tumbuh kembang
manusia.

2. Pemikiran baru tentang pendidikan

a. Pengajaran alam sekitar

Pendidikan mempunyai posisi strategis dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia
multi dimensi. Peserta didik tidak hanya diharapkan memiliki kecerdasan intelektual semata,
tetapi juga harus mempunyai kekuatan kecerdasan emosional dan spiritual. Posisi yang strategis
tersebut dapat tercapai apabila pendi- dikan yang dilaksanakan berkualitas. Pendidikan bertujuan
untuk mencerdaskan ke- hidupan bangsa serta meningkatkan harkat dan martabat manusia.2
Tujuan akhir dari pendidikan itu terletak dalam realisasi sikap penyerahan diri sepenuhnya kepada
Allah, baik secara perorangan, masyarakat maupun sebagai umat manusia secara
keseluruhannya.3 Sedangkan al-Abrāsyi merinci tujuan pendidikan yang merupakan tujuan akhir
pendidikan, yaitu pembinaan akhlak, menyiapkan pe- serta didik untuk hidup berbahagia di dunia
dan akhirat, penguasan ilmu pengetahu- an serta keterampilan bekerja dalam masyarakat.4
Pendidikan bertujuan untuk menumbuhkan pola kepribadian manusia yang utuh melalui latihan
kejiwaan, kecerdasan otak, penalaran, perasaan, dan indera.

Gerakan pendidikan yang mendekatkan peserta didik dengan alam sekitarnya adalah gerakan
pengajaran alam sekitar. Perintis gerakan ini antara lain adalah Fr. Finger (1808-1888) di Jerman
dengan “heimatkunde” (pengajaran alam sekitar), dan J. Ligthart (1859-1916) di Belanda dengan
“Het Volle Leven” (kehidupan senyatanya).38 Beberapa prinsip gerakan “heitmakunde” adalah
sebagai berikut: a. Dengan pengajaran alam sekitar itu, guru dapat memeragakan secara langsung
se- suai dengan sifat-sifat dan dasar-dasar pengajaran; b. Pengajaran alam sekitar memberikan
kesempatan sebanyak-banyaknya agar peserta didik aktif atau giat tidak hanya duduk, dengar,
catat saja; c. Pengajaran alam sekitar memungkinkan untuk memberikan pengajaran totalias,
yaitu suatu bentuk dengan ciri-ciri: (1) suatu pengajaran yang tidak mengenai pembagian mata
pengajaran dalam daftar pengajaran, tetapi guru memahami tuju- an pengajaran dan
mengarahkan usahanya untuk mencapai tujuan, (2) suatu peng- ajaran yang menarik minat,
karena segala sesuatu dipusatkan atas suatu bahan pengajaran yang menarik perhatian anak dan
diambilkan dari alam sekitarnya, dan (3) suatu pengajaran yang memungkinkan segala bahan
pengajaran itu ber- hubung-hubungan satu sama lain seerat-eratnya secara teratur; d. Pengajaran
alam sekitar memberi kepada peserta didik bahan apersepsi intelektual yang kukuh dan tidak
verbalitas; e. Pengajaran alam sekitar memberikan apersepsi emosional, karena alam sekitar
mempunyai ikatan emosional dengan peserta didik.
b. Pengajaran pusat perhatian

model pembelajaran pusat perhatian adalah; sekolah merupakan laboratorium untuk mengadakan
penyelidikan demi kebaikan sistem pendidikan dan pengajaran. Dalam sekolah, anak didik diuji berbagai
dasar aliran dalam dunia pengajaran modern seperti: (1) sekolah berhubungan langsung dengan alam
dan penghidupan sekitarnya; (2) pendidikan dan pengajaran berdasarkan atas perkembangan anak.
Tiap-tiap anak mempunyai perbedaan antara lain kesanggupan, tingkat kepandaian, tempo irama
perkembangan, perhatian, pembawaan, bakat, dan sebagainya; (3) sekolah kerja; (4) pendidikan yang
fungsional dan praktis; (5) pendidikan kesosialan dan kesusilaan dengan member kesempatan untuk
bekerjasama; (6) kerjasama antar rumah dan sekolah; (7) co edukasi; dan (8) mempergunakan alat baru
seperti percetakan, pengmpulan alat pelajaran oleh peserta didik sendiri. Semua hal ini telah
diperaktekkan oleh Decroly di sekolahnya.

pengajaran harus disesuaikan dengan minat-minat spontan untuk mendapat hasil yang diinginkan. Anak
mempunyai minat spontan terhadap diri sendiri yang meliputi dorongan mempertahankan diri, dorongan
mencari makan dan minum, dan dorongan memelihara diri. Sedangkan minat terhadap masyarakat
(biososial) ialah dorongan sibuk bermain-main dan dorongan meniru orang lain. Dorongan ini yang disebut
pusat-pusat minat.
Gerakan pengajaran pusat perhatian tersebut telah mendorong berbagai upaya agar dalam kegiatan
pembelajaran diadakan berbagai variasi cara mengajar agar perhatian para peserta didik tetap terpusat
pada bahan ajar. Peluang untuk memvariasikan pengajaran terbuka luas dengan kemajuan teknologi, hal
ini menyebabkan upaya menarik minat belajar menjadi lebih besar. pemusatan perhatian pada pegajaran
dilakukan bukan hanya pada pembukaan pelajaran, tetapi pada setiap pembahasan materi pelajaran
sehingga tidak ada waktu yang disia-siakan dan pengajaran berlangsung dengan penuh arti.

c. Sekolah kerja

Model pembelajaran sekolah kerja ini bertolak dari pandangan bahwa pendidikan tidak hanya tidak
hanya demi kepentingan individu, tetapi juga demi kepentingan masyarakat. Dengan kata lain sekolah
berkewajiban menyiapkan warga negara yang baik yakni: (1) tiap orang adalah pekerja dalam salah satu
lapangan kerja; (2) taip orang wajib menyumbangkan tenaganya untuk kepentingan Negara; dan (3)
dalam menunaikan kedua tugas tesebut haruslah selalu diusahakan kesempurnaannya, agar dengan
jalan itu tiap warga Negara ikut membantu mempertinggi dan menyempurnakan kesusilaan dan
keselamatan Negara.

Tujuan pembelajaran sekolah kerja adalah: (1) menambah pengetahuan anak baik buku
maupun dari pengalaman sendiri; (2) agar anak dapat memiliki pengetahuan dan kemahiran tertentu;
dan (3) agar anak memiliki pekerjaan sebagai persiapan untuk mengabdi kepada Negara. Intinya bahwa
kewajiban utama sekolah adalah mempersiapkan peserta didik untuk dapat bekerja.
Daftar pustaka

Usman, M. I. (2012). Model Mengajar dalam Pembelajaran: Alam Sekitar, Sekolah Kerja,
Individual, dan Klasikal. Lentera Pendidikan: Jurnal Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, 15(2), 251-
266.

Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (cet. V, Bandung: Alfabeta, 2007)

Pianda, D. (2018). Kinerja guru: kompetensi guru, motivasi kerja dan kepemimpinan kepala
sekolah. CV Jejak (Jejak Publisher).

Triwiyanto, T. (2021). Pengantar pendidikan. Bumi Aksara.

https://afidburhanuddin.wordpress.com/2013/11/20/aliran-aliran-klasik-

Anda mungkin juga menyukai