Anda di halaman 1dari 26

CRITICAL REVIEW MATERI

“MANAJEMEN PERTUMBUHAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH DAN


KOTA”
PL 3206 MANAJEMEN DAN ADMINISTRASI PEMBANGUNAN

Disusun Oleh :
1. Nurintan (118220078)
2. Muhammad Henry Joyodiningrat (118220013)
3. Ichda Arauyana (118220154)
4. Ragil Arswindo (118220128)

Kelas RB

Dosen Pengampu :
Ir.Andi Oetomo, M.PI
Adinda Sekar Tanjung, S.T., M.T.

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


JURUSAN TEKNOLOGI INFRASTRUKTUR DAN KEWILAYAHAN
INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .................................................................................................................................................................i


BAB I ............................................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN ........................................................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang ...........................................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................................................................3
1.3 Tujuan dan Sasaran ...................................................................................................................................3
1.3.1 Tujuan ...........................................................................................................................................................3
1.3.2 Sasaran ..........................................................................................................................................................3
1.4 Metodologi Penelitian ................................................................................................................................3
1.5 Sistematika Laporan ..................................................................................................................................3
BAB II ...........................................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN ...........................................................................................................................................................5
2.1 Evolusi dan Konflik dalam manajemen pertumbuhan pembangunan .........................................................5
2.1.1 Evolusi dalam manajemen pertumbuhan ......................................................................................................5
2.1.2 Konflik dalam manajemen pertumbuhan ......................................................................................................8
2.2 Alternatif pendekatakan untuk manajemen pertumbuhan ...........................................................................9
2.2.1. Proses Perencanaan ......................................................................................................................................9
2.3 Penyeimbangan kebutuhan dalam perencanaan .......................................................................................... 12
2.3.1. Penyeimbang Kebutuhan Perencanaan dalam Sistem Manajemen Pertumbuhan ...................................... 12
2.3.2. Pertumbuhan Kota dan Proteksi Lingkungan di Tingkat Lokal ................................................................. 12
2.3.3. Permasalahan Lingkungan Hidup Perkotaan akibat Urbanisasi ................................................................ 13
2.3.4. Integrasi Kebijakan Lingkungan dan Ekonomi ........................................................................................ 13
2.3.5 Kebijakan Optimasi Kapasitas Prasarana ................................................................................................... 14
2.3.6 Kebijakan Manajemen Lalulintas ............................................................................................................... 16
2.3.7 Kebijakan Peningkatan Kapasitas Prasarana Jalan ..................................................................................... 16
BAB III ....................................................................................................................................................................... 19
STUDI KASUS ........................................................................................................................................................... 19
BAB IV ....................................................................................................................................................................... 20
CRITICAL REVIEW................................................................................................................................................ 20
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................................ 21
LAMPIRAN ............................................................................................................................................................... 22
SESI TANYA JAWAB .............................................................................................................................................. 22

i
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perencanaan wilayah dan kota adalah suatu proses perencanaan pembangunan
yang dimaksudkan untuk melakukan perubahan menuju arah perkembangan yang
lebih baik bagi suatu komunitas masyarakat, pemerintah, dan lingkungannya dalam
wilayah tertentu, dengan memanfaatkan atau mendayagunakan berbagai sumber
daya yang ada, dan harus memiliki orientasi yang bersifat menyeluruh, lengkap,
tetap berpegang pada azas prioritas (Riyadi dan Bratakusumah, 2003).
Pelaksanaan perencanaan ruang disinonimkan dengan hasil akhir yang hendak
dicapai, yaitu tata ruang. Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk
mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan
berkelanjutan. Selain itu, penataan ruang diharapkan dapat mengefisiensikan
pembangunan dan meminimalisasi konflik kepentingan dalam pemanfaatan ruang
serta meminimalisasi dampak bencana yang akan muncul seperti banjir, tanah
longsor, dan penurunan kualitas lingkungan penduduk terutama di perkotaan akibat
ketidaksesuaian penggunaan lahan dengan rencana tata ruang (Pemendagri No.
28,2008).
Keterbatasan sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya
pembangunan lainnya, mengharuskan adanya prioritas pembangunan dengan
memperhatikan keunggulan wilayah. Akan tetapi untuk menentukan prioritas
tersebut sangat tergantung pada tujuan yang hendak dicapai dalam pengembangan
daerah setempat. Jika tujuan pembangunan daerah untuk meningkatkan
pertumbuhan maka pengembangan diarahkan pada sektor atau komoditas unggulan
yang mempunyai nilai tambah tinggi, sebaliknya jika pembangunan daerah untuk
mengejar pemerataan maka pengembangan lebih diprioritaskan pada sektor atau
komoditas unggulan yang dapat menyerap tenaga kerja besar.
Salah satu pokok perhatian dalam perdebatan arah pembangunan ekonomi
adalah menyangkut peningkatan daya saing negara dalam pasar dunia.

1
Perekonomian suatu negara dianggap berdaya saing jika perekonomian suatu
negara yang bersangkutan mampu tumbuh tanpa dibatasi oleh masalah-masalah
balance of payment. Oleh karena itu, agar berhasil dalam persaingan, setiap negara
diharuskan untuk mampu memanfaatkan potensi sumberdaya yang dimiliki melalui
perencanaan pembangunan wilayah yang tepat untuk meningkatkan
produktifitasnya.
Daya saing dapat didefinisikan sebagai kemampuan ekonomi untuk tumbuh dan
meningkatkan standar hidup masyarakat dalam Iingkup perdagangan yang terbuka
tanpa dihadapkan pada masalah keseimbangan pembayaran (balance of payment).
Oleh karena impor cenderung untuk meningkat sejalan dengan meningkatnya
output nasional, maka ekspor harus tumbuh dengan laju yang sepadan agar
keseimbangan pembayaran tetap dapat dikelola. Dengan demikian, daya saing
berarti pertumbuhan ekonomi yang disertai dengan pengembangan dan perluasan
sektor-sektor perdagangan yang produktif.
Secara sederhana, produktivitas dapat didefinisikan sebagai tingkat output yang
dihasilkan per satuan input yang digunakan dalam suatu proses produksi.
Produktivitas ini merupakan rasio antara output dengan satu input seperti
produktivitas tenaga kerja atau output per kapita, produktivitas modal dan
produktivitas lahan yang biasa diukur melalui Total Factor Productivity (TFP).
Tiga faktor utama yang sangat berpengaruh terhadap pengukuran TFP, adalah
efisiensi pemakaian sumberdaya yang dimiliki, kuantitas dan kualitas sumberdaya
yang digunakan, serta ketersediaan teknologi yang ada. Ketiga faktor tersebut tidak
dapat dipisahkan karena saling melengkapi, dalam arti bahwa jika terjadi perubahan
pada TFP tidak dapat ditentukan apakah disebabkan oleh kemajuan teknologi atau
perubahan dalam tingkat efisiensi teknis.
Hal tersebut sejalan dengan tujuan mulia otonomi daerah yang pada dasarnya
adalah menempatkan pembangunan daerah yang sesuai dengan karakteristik,
potensi dan keanekaragaman sumberdaya, serta sesuai dengan aspirasi masyarakat
daerah bersangkutan. Selain itu, otonomi daerah diharapkan berjalan secara
sinergis dengan proses demokratisasi yang terus bergulir sehingga dapat mengikis

2
dampak buruk sentralisasi pemerintah pada masa terdahulu yang menetapkan
pembangunan ekonomi berdasarkan pada sektor industri dengan teknologi tinggi
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana konsep dan
implementasi dari evolusi dan konflik manajemen pertumbuhan pembangunan,
alternative pendekatan untuk manaemen pertumbuhan dan penyeimbangan kebutuhan
perencanaan system manajemen pertumbuhan ?”
1.3 Tujuan dan Sasaran
1.3.1 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan
memahami konsep dan teknik manajemen pertumbuhan dan cara
mengadministrasikan dalam pembangunan serta memahami pentingnya
keseimbangan dalam manajemen pertumbuhan wilayah dan kota.
1.3.2 Sasaran
Sasaran dari penelitian ini adalah :
1. untuk mengetahui dan memahami konsep dan macam-macam Teknik dari
manajemen dan administrasi pertumbuhan pembangunan.
2. Mengetahui peran penting guna mencapai keseimbangan dalam manajemen
pertumbuhan wilayah dan kota.
1.4 Metodologi Penelitian
Metode yang digunakan dalam penyusunan laporan ini adalah menggunakan
Teknik pengambilan data sekunder, penulis memperoleh dan mengolah data yang
berasal dari jurnal-jurnal mengenai manajemen pertumbuhan dalam pembangunan
wilayah dan kota.

1.5 Sistematika Laporan


Sistematika penelitian pada laporan ini adalah :
1. BAB I PENDAHULUAN

3
Pada BAB ini menjelaskan tentang latar belakang rumusan masalah tujuan
metodologi penelitian dan sistematika laporan.
2. BAB II PEMBAHASAN
Pada BAB ini menjelaskan tentang definisi dan pembahasan mengenai
manajemen pertumbuhan dalam pembangunan wilayah dan kota.
3. BAB III STUDI KASUS
Pada BAB ini menjelaskan tentang pembahasan mengenai manajemen
pertumbuhan dalam pembangunan wilayah dan kota.
4. BAB IV PENUTUP
Pada BAB ini menjelaskan tentang kesimpulan dan saran terkait hasil laporan.

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Evolusi dan Konflik dalam manajemen pertumbuhan pembangunan


2.1.1 Evolusi dalam manajemen pertumbuhan
Evolusi merupakan suatu perubahan pada pertumbuhan secara berangsur-
angsur dan perlahan-lahan. dalam manajemen pertumbuhan pembangunan wilayah
evolusi dimulai dari :
1. Pertumbuhan Semakin Pesat
Pertumbuhan penduduk sebenarnya merupakan keseimbangan dinamis antara
dua kekuatan yang menambah atau yang mengurangi jumlah penduduk. Perkembangan
penduduk akan dipengaruhi oleh jumlah bayi yang lahir tetapi secara bersamaan pula
akan dikurangi oleh jumlah kematian yang dapat terjadi pada semua golongan umur.
Dalam konteks spasial moblitas penduduk juga berpengaruh terhadap perubahan dalam
jumlah penduduk, dimana imigrasi akan menambah jumlah penduduk dan emigrasi
akan mengurangi jumlah penduduk dalam suatu wilayah. Jumlah penduduk yang besar
bagi beberapa kalangan merupakan suatu hal positif karena dengan jumlah penduduk
yang besar tersebut dapat dijadikan sebagai subjek pembangunan, perekonomian akan
berkembang bila jumlah tenaga kerjanya banyak.
Namun disisi lain beberapa kalangan justru meragukan apakah jumlah
penduduk yang besar adalah sebagai asset seperti yang dijelaskan sebelumnya, akan
tetapi kebalikan dari hal tersebut bahwa penduduk merupakan beban bagi
pembangunan. Hal ini berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan yang semakin lama
semakin banyak pula seiring dengan perkembangan jumlah penduduk tersebut.
Pandangan pesimis seperti ini di dukung oleh teori Malthus yang menyatakan bahwa
pertumbuhan penduduk menurut deret ukur sementara pertumbuhan bahan makanan
menurut deret hitung. Simpulan dari pandangan pesimis ini adalah bukan kesejahteraan
yang didapat tapi justru kemelaratan akan di temui bilamana jumlah penduduk tidak
dikendalikan dengan baik.

5
Sebenarnya permasalahan yang muncul dididang kependudukan bukan hanya
pada jumlah yang besar semata akan tetapi juga berimbas pada turunan dari kuantitas
yang besar tersebut antara lain adalah persebaran penduduk, kualitas penduduk,
kecukupan dari sisi konsumsi, struktur penduduk yang sebagian besar masih muda,
modal dan teknologi yang dimiliki juga masih rendah dan akibatnya produktivitas kerja
makin menurun serta masalah krusial yang berkaitan dengan ketenagakerjaan.
2. masalah
Permasalhan pembangunan di daerah merupakan “gap expectation” antara
kinerja pembangunan yang dicapai saat ini dengan yang direncanakan serta antara apa
yang ingin di capai di masa yang akan datang dengan kondisi riil saat perencanaan
sedang di buat. Dalam melaksanakan pembangunan pada seluruh aspek kehidupan
masyarakat, pemerintah tetap menghadapi kendala pembangunan daerah. Adapun
tantangan dan permasalahan yang terkait dengan pertumbuhan penduduk melipui
penyediaan infrastruktur, pembangunan moda transportasi, penyeimbangan daya
dukung lingkungan dan sumber daya alam, peningkatan ketahanan sosial dan budaya,
peningkatan kapasitas dan kualitas pemerintahan dan pengembangan kerjasama
regional.
Adapun masalah lainnya yaitu :
• pembangunan Pendidikan juga masih perlu di perbaiki dan peningkatan SDM
Pendidikan agar menunjang kualitas SDM Indonesia.
• Kesehatan masyarakat yang belum optimal pelaksanaan nya karena
keterbatasan mutu tenaga kesehatan, dan penyebaran yang kurang merata dan
perlu di tingkatkan nya kualitas tenaga kerja.
• Kemiskinan yang mana masyarakat miskin di Indonesia masih sangat
bergantung pada bantuan dari pemerintah sehingga berpotensi meningkatnya
jumlah penduduk miskin.
3. Peraturan Zonasi
Peraturan zonasi hakikatnya merupakan instrumen pengendalian pemanfaatan
lahan sehingga bahasan ini akan melihat kedudukan peraturan zonasi dalam
perencanaan kota. Pelaksanaan penataan ruang wilayah kota meliputi tiga tahapan,

6
yaitu: 1) perencanaan tata ruang wilayah kota; 2) pemanfaatan ruang wilayah kota; dan
3) pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kota. Pelaksanaan pemanfaatan lahan agar
sesuai dengan perencanaan lahan yang telah dibuat, memerlukan aturan yang
mengendalikan pemanfaatan lahan (land-use control). Salah satu instrumen
pengendalian pemanfaatan lahan adalah peraturan zonasi (zoning regulation).
Peraturan zonasi itu sendiri disusun berdasarkan rencana rinci tata ruang untuk setiap
zona pemanfaatan ruang kota dan disusun sebagai pedoman pengendalian pemanfaatan
ruang. Peraturan zonasi telah diakui sebagai salah satu instrumen untuk mengatur
penggunaan lahan, tidak hanya di Amerika Serikat tetapi juga banyak negara lainnya
(Gallion dan Eisner, 1994 dan Lang, 1994). Pada beberapa negara peraturan zonasi
(zoning regulation) dikenal juga dengan istilah land development code, zoning code,
zoning ordinance, zoning resolution, zoning by-law, urban code, panning act, dan lain-
lain. zonasi sendiri menurut Babcock (1979: 416) didefinisikan sebagai: “Zoning is the
division of a municipality into districts for the purpose of regulating the use of private
land”. Pembagian wilayah menjadi beberapa kawasan dengan aturan-aturan hukum
yang ditetapkan lewat peraturan zonasi, pada prinsipnya bertujuan memisahkan
pembangunan kawasan industri dan komersial dari kawasan perumahan. Konsep
zonasi mulai dikembangkan di Jerman pada akhir abad ke-19 (Leung, 1989: 158) dan
menyebar ke negara lain seperti Amerika Serikat dan Canada pada awal abad ke-20
sebagai respon atas industrialisasi dan meningkatnya pengaduan masyarakat yang
mengalami gangguan privasi. Gangguan ini merupakan dampak buruk dari urbanisasi
dan pertumbuhan populasi penduduk sehingga pemerintah harus segera bertindak
mencari cara penyelesaian. Peraturan zonasi merupakan perangkat bagi pemerintah
selaku pemegang kewenangan (police power) untuk melindungi kesehatan, keamanan,
dan kesejahteraan publik (Gallion dan Eisner, 1994) Pandangan serupa dikemukakan
Lai dan Schultz (dalam Lang, 1994), peraturan zonasi merupakan salah satu peraturan
yang mengatur pertumbuhan dan perkembangan kota terkait dengan kepentingan
publik. Peraturan zonasi fokus pada penyehatan lingkungan, pengaturan distribusi
peruntukan lahan dan menciptakan pola sirkulasi yang efisien (Lang, 1994).

7
Peraturan zonasi merupakan ketentuan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari
RDTR Peraturan zonasi berfungsi sebagai: a. perangkat operasional pengendalian
pemanfaatan ruang; b. acuan dalam pemberian izin pemanfaatan ruang, termasuk di
dalamnya air right development dan pemanfaatan ruang di bawah tanah; c. acuan dalam
pemberian insentif dan disinsentif; d. acuan dalam pengenaan sanksi; dan e. rujukan
teknis dalam pengembangan atau pemanfaatan lahan dan penetapan lokasi investasi.
Peraturan zonasi bermanfaat untuk: a. menjamin dan menjaga kualitas ruang BWP
minimal yang ditetapkan; b. menjaga kualitas dan karakteristik zona dengan
meminimalkan penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan karakteristik zona; dan c.
meminimalkan gangguan atau dampak negatif terhadap zona.
4. Manajemen Pertumbuhan
Manajemen pertumbuhan (growth Management) adalah seperangkat Teknik
yang dilakukan pemerintah untuk mengatur agar pertumbuhan populasi dapat berjalan
sebanding dengan supply dan demand. Bertujuan untuk mengakomodasi atau
menampung pertumbuhan, bukan untuk mencegah atau membatasi nya karena
pertumbuhan itu tidak mungkin di hindari tetapi dapat di rencanakan. Adapun
stakeholder nya yaitu pemerintah, masyarakat dan private sector.
Adapun bentuk/format dalam Perencanaan Manajemen Pertumbuhan adalah
penggunaan kewenangan pengaturan yang dimiliki pemerintah di dalam proses yang
komprehensif, rasional dan terkoordinasi untuk memenuhi sasaran-sasaran public bagi
penyeimbangan pertumbuhan ekonomi dengan proteksi dan preservasi alam serta
system buatan manusia. Melibatkan komitmen ideologi pada saat pemerintah membuat
dan memperkuat mekanisme kelembagaan bagi kefektifan penggunaan
penerimaan/pajak, pengeluaran/belanja dan kewenangan peraturan utnuk
mempengaruhi secara sistematik distribusi spasial/kerungan dari aktivitas masyarakat.

2.1.2 Konflik dalam manajemen pertumbuhan


Konflik adalah bentuk pertikaian/gejala sosial yang hadir dalam kehidupan
sehingga konflik bersifat inheren artinya konflik akan senantiasa ada dalam setiap
ruang dan waktu dimana saja dan kapan saja. Didalam setiap kehidupan sosial tidak

8
ada satu manusia yang memiliki kesamaan yang persis, baik dari unsur etnis,
kepentungan, kemauan, kehendak, tujuan dan sebagainya. Dari setiap konflik tersebut
diantara nya ada yang dapat di selesaikan dan ada juga yang tidak dapat di selesaikan
sehingga menimbulkan kekerasan. Adapun macam-macam konflik dalam manajemen
pertumbuhan yakni :
• (cumulative regulations) dimana Potensi konflik peraturan kumulatif terjadi
akibat pertentangan strategi baru dengan strategi yang telah ada sebelum nya.
• interlocal conflict yakni Potensi konflik yang terjadi apabila strategi
manajemen pertumbuhan suatu wilayah atau kota tidak sinergi dengan wilayah
atau kota sekitar nya.
• implementation issues yaitu Teknik yang dilakukan tidak tepat dalam mencapat
tujuan/sasaran.
• central-lokal conflict Konflik pusat dan local terjadi akibat strategi manajemen
pertumbuhan yang dilakukan di skala local tidak sinergi dengan manajemen
pertumbuhan pada skala perencanaan yang lebih tinggi
• fiscal conflict yaitu Teknik yang di ambil untuk persoalan fiscal di satu
komunitas mungkin bertentngan dengan Teknik lainnya.

2.2 Alternatif pendekatakan untuk manajemen pertumbuhan


2.2.1. Proses Perencanaan
System perencanaan Pembangunan Nasional dalam Undang-Undang mencakup 5
pendekatan dalam sekuruh rangkaian perencanaan, yaitu :
a. politik
pendekatan ini memandang bahwa pemilihan Presiden/Kepala Daerah adalah proses
penyusunan rencana, karena rakyat pemilih menetukan pilihannya berdasarkan
program-program pembangunan yang di tawarkan masing-masing calon
presiden/kepala daerah. Oleh karena itu, rena pembangunan adalah penjabaran dari
agenda-agenda pembangunan yang di tawarkan Presiden/Kepala daerah pada saat
kampanye ke dalam rencana pembangunan jangka menengah.

9
b. Teknokratik
Perencanaan dengan pendekatan teknokratik dilaksanakan dengan menggunakan
metode dan kerangka berpikir ilmiah oleh Lembaga atau satuan kerja yang secara
fungsional bertugas untuk itu.
c. Partisipatif
Perencanaan dengan pendekatan partisipatif di laksanakan dengan melibatkan semua
pihak yang berkepentingan (stakeholders) terhadap pembangunan. Pelibatan mereka
adalah untuk mendapatkan aspirasi dan menciptakan rasa memiliki.
d. Ganda
Strategi yang dirumuskan terpisah pada 2 tingkatan yang berbeda yaitu tingkat induk
institusi dan tingkat unit dibawahnya, dimana semua unit menyusun rencana sesuai
tingkat masing-masing dan rencana ini secara bergilir ditinjau oleh manajemen tingkat
induk. Peninjauan ini dilakukan untuk mensinergikan perencanaan pada skala pusat
maupun lokal.
e. Pendekatan Inovatif
Pendekatan ini terdiri dari cross-acceptance yakni Proses terintegrasi dalam
meningkatkan partisipasi pemerintah desa dan kota bersama dengan masyarakat untuk
merevisi dan membuat rencana tata ruang subnasional (provinsi) yang lebih efektif
dengan mengakomodasikan berbagai kepentingan dari kota maupun desa tersebut.
sebuah pendekatan manajemen pembangunan di mana terjadi silang kesepakatan antar
tingkat dan antar sektor dalam pemerintahan (tidak lagi memandang hirarki) dan
Pendekatan Konkurasi yakni Urusan bersama ialah urusan yang dilakukan pemerintah
pusat bersama dengan pemerintah pada level berbeda. Terdapat pembagian urusan
yang akan dilaksanakan oleh masing-masing tingkatan Pemerintahan
f. Interaktif
Pendekatan interaktif merupakan pendekatan yang menjadi jalan tengah antara
pendekatan dari bawah ke atas dan pendekatan dari atas ke bawah. Pada pendekatan
ini, sebelum strategi ditetapkan, diadakan konsultasi antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah, namun hak preogratif tetap berada di pemerintah pusat, dimana
pemerintah pusat yang menetapkan strategi yang akan dilakukan.

10
g. Atas-bawah (top-down)
Perumusan strategi yang telah disatukan dan dikoordinasikan oleh pimpinan tertinggi,
dibantu oleh para manajer pada level dibawahnya penekanan pada penurunan strategi
dari hirarki pada level yang tinggi terhadap level yang lebih rendah (Efisiensi).
Pendekatan ini menerapkan cara penjabaran rencana induk ke dalam rencana rinci.
Dalam pendekatan ini memiliki kelebihan dan kekurangan, adapun kelebihan nya yaitu
:
1. Masyarakat tidak perlu bekerja serta memberi masukan program tersebut sudah
dapat berjalan sendiri karena adanya peran pemerintah yang optimal.
2. Hasil yang dikeluarkanbisa optimal dikarenakan biaya yang dikeluarkan
ditanggung oleh pemerintah.
3. Mengoptimalkan kinerja para pekerja dipemerintahan
Dan untuk kekurangannya yaitu :
1. Masyarakat tidak bisa melihat seberapa jauh suatu program telah dilaksanakan.
2. Peran masyarakat hanya sebagai penerima keputusan program
3. pemerintah pusat tidak begitu memahami hal-hal yang diperlukan oleh
masyarakat.
h. Bawah-atas (bottom-up)
Pendekatan perencanaan pembangunan Buttom-Up Planning adalah perencanaan yang
dibuat berdasarkan kebutuhan, keinginan dan permasalahan yang dihadapi oleh
bawahan bersama-sama dengan atasan menetapkan kebijakan atau pengambilan
keputusan dan atasan juga berfungsi sebagai fasilitator. Dalam pengertian dibidang
pemerintahan, bottom-up planning atau perencanaan bawah adalah perencanaan yang
disusun berdasarkan kebutuhan mereka sendiri dan pemerintah hanya sebagai
fasilitator.
Dalam pendekatan ini memiliki kelebihan dan kekurangan, adapun kelebihan nya yaitu
:
1. Peran masyarakat dapat optimal dalam memberikan ide-ide kepada pemerintah

11
2. Tujuan yang diinginkan oleh masyarakat akan dapat berjalan sesuai dengan
keinginan masyrakat.
3. Pemerintah tidak perlu bekerja secara optimal dikarenakan ada peran
masyarakat lebih banyak
Dan untuk kekurangannya yaitu :
1. Pemerintah akan tidak begitu berharga karena perannya tidak begitu besar.
2. Hasil dari suatu program tersebut belum tentu bijak karena adanya perbadaan
tingkat pendidikan dan bisa dikatakan cukup rendah bila dibanding para
pegawai pemerintahan
3. Potensi menimbulkan silih pahan antara masyarakat dengan pemerintah.

2.3 Penyeimbangan kebutuhan dalam perencanaan


Dalam penyeimbangan kebutuhan dalam perencanaan terdiir dari berbagai
system, yakni :
2.3.1. Penyeimbang Kebutuhan Perencanaan dalam Sistem Manajemen Pertumbuhan
Manajemen pertumbuhan (growth Management) adalah seperangkat teknik
yang dilakukan pemerintah untuk mengatur agar pertumbuhan populasi dapat berjalan
sebanding dengan supply dan demand. Yang bertujuan untuk mengakomodasi atau
menampung pertumbuhan, bukan untuk mencegah atau membatasinya karena
pertumbuhan itu tidak mungkin dapat dihindari, tapi dapat direncanakan.
Stakeholdernya yaitu : Pemerintah, Masyarakat dan Private Sector.

2.3.2. Pertumbuhan Kota dan Proteksi Lingkungan di Tingkat Lokal

Untuk memahami keseimbangan antara pertumbuhan kota dan perlindungan


lingkungan, maka dibutuhkan pemeriksaan bagaimana kondisi dan perilaku lokal
terwujud di komunitas khusus (Harris dan King, 1988). Nilai komunitas membentuk
model pendekatan perencanaan lokal dan program khusus. Ketika implementasi
muncul, hasil dari program dapat dibandingkan dengan nilai awal dan tujuan dari
komunitas. Proses ini digambarlkan sebgaai rangkaian proses tunggal namun pada
kenyataannya aktivitas ini muncul sebagai intraksi kontinu.

12
2.3.3. Permasalahan Lingkungan Hidup Perkotaan akibat Urbanisasi

• Menurunnya kualitas udara,air dan tanah Kondisi permukiman yang terlalu


padat, kumuh, dan tidak memenuhi peraturan keselamatan bangunan.
• Kurang tersedianya sarana dan prasarana perkotaan akibat tidak sesuai antara
supply dan demand
• Ketimpangan sosial ekonimi antar golongan atau antar warga
• Kurangnya jaminan perlindungan hukum.

2.3.4. Integrasi Kebijakan Lingkungan dan Ekonomi

A. Ekonomi dan Lingkungan

Terdapat sudut pandang yang berbeda dalam perlakuan terhadap sumber daya
alam antara kaum ekonom, dan kaum enviromentalist. Dalam ilmu ekonomi, sumber
daya alam merupakan potensi ekonomi yang besar sehingga perlu untuk dimanfaatkan
untuk kepentingan manusia. Asumsi tersebut tidak salah jika tinjauannya ekonomi
semata , tetapi jika ditinjau dari sisi lingkungan hidup secara menyeluruh, anggapan
tersebut kurang tepat dan pada akhirnya dapat mengancam kesejahteraan manusia itu
sendiri(Samsul Wahidin, 2014). Tiori ekonomi pada umumnya hanya Kaum ekonomi
hanya memandang lingkungan hidup dan sumber daya alam sebagai entitas yang mati
yang tidak mempunyai keterkaitan dengan unsur lingkungan hidup lainnya sehingga
cenderung menfokuskan diri pada pencapaian keuntungan jangka pendek dengan
hanya mengejar hasil yang sebesar mungkin. Pada hal sebenarnya sumber daya alam
merupakan salah satu unsur lingkungan hidup yang merupakan bagian dari mata rantai
kehidupan yang satu sama lain berinteraksi membentuk keseimbangan dan
produktivitas. Oleh karena itu, ilmu ekonomi konvensional mendapat kritikan tajam
dari para aktivitas lingkungan hidup. Kaum Enviromentalist terutama yang menganut
paradigm Deep Ecology menganggap bahwa modernisasi sama dengan kerakusan
manusia atas alam. Kecenderungan modernisasi yang menggalang akumulasi modal
dan mengekploitasi alam, dianggap memiliki dampat mendorong kerakusan manusia
atas alam. Kalangan ini sangat keras menentang kecenderungan modernisasi yang

13
mengarah kepada ekploitasi sumber daya dan perusakan lingkungan yang diwujudkan
dalam proyek-proyek berskala besar (Baqiuni, 1996)

Proyek besar dianggap sebagai arena pemasaran produk teknologi dan industri
negara maju yang mengakibatkan ketergantungan dan semakin bertambahnya hutang
luar negeri. Disamping itu juga menjadi biang keladi tersingkirnya masyarakat kecil
dan seringkali mengakibatkan kerusakan lingkungan. Kelompok penganut Deep
Ecology ini tidak hanya meneriakkan kritiknya yang tajam, tetapi juga mempromosikan
pandangan hidup bahwa menusai adalah bagian dari alam dan berusaha
mempraktikkan hidup kembali ke alam, back to nature. Para enviromentalist
menganggap pasar kerap menipu karena mengabaikan hubungan timbal balik antara
ekonomi dan kelestarian alam. Hukum Supply and demand yang merupakan ajaran
pokok para ekonom,menurut aktivis lingkungan adalah hukum yang menyesatkan
karena hukum tersebut pada dasarnya dapat direkayasa melalui media iklan dengan
menciptakan sebuah kebutuhan yang mengada-ada, sedangkan para ekonomi berpikir
sebaliknya (Samsul Wahidin 2014).

Solusi dari adanya pertentangan pandangan tersebut adalah dengan membuat


sintesa baru dari keduanya dengan tujuan menyeimbangkan semua kepentingan dan
berujung pada menyelamatkan bumi dan seluruh makhluk hidup dari kehancuran.
Dengan demikian, wacana bukan lagi ekonomi dulu baru lingkungan, dan tidak pula
lingkungan baru ekonomi, akan tetapi memadukan ekonomi ke dalam lingkungan, dan
memasukkannya di dalam model pembangunan. Strategi yang dapat digunakan dalam
integrasi lingkungan ke dalam pembangunan ekonomi tersebut meliputi
pengembangan pendekatan ekonomi dalam pengelolaan sumber daya alam dan
lingkungan, pengembangan pendekatan pencegahan pencemaran dan pengembangan
system neraca ekonomi sumber daya alam dan lingkungan hidup (M.Baiquni 2002)

2.3.5 Kebijakan Optimasi Kapasitas Prasarana

Ada beberapa isue permasalahan pada kondisi sistem jaringan jalan di beberapa kota
besar di Indonesia yang harus segera dipecahkan, antara lain yaitu :

14
• Gangguan samping yang sangat besar yang disebabkan oleh adanya ribbon
development atau kegiatan sektor informal yang akan sangat mengurangi
kapasitas jalan yang sudah sangat terbatas ini. Kebijakan yang mampu
mengurangi gangguan samping sangat perlu dilakukan, termasuk pelaksanaan
hukum yang konsisten.
• Penerapan sistem arus lalu lintas satu arah, selain berdampak positif pada
peningkatan kapasitas & kecepatan juga berdampak negatif seperti
bertambahnya jarak dan kesulitan bagi penyebarang jalan dan bagi penumpang
(pengguna) angkutan umum, serta dampak negatif lainnya yaitu kecelakaan lalu
lintas juga cenderung meningkat. Memang, disadari bahwa banyak kondisi
(sistem) jaringan jalan di perkotaan tidak selalu mendukung diberlakukannya
sistem satu arah secara baik dengan memberi manfaat optimal.
• Kegiatan parkir di badan jalan sangat mengurangi kapasitas jalan. Kerugian
akibat kemacetan yang ditimbulkannya tidak sebanding dengan pemasukan
yang diterima dari kegiatan parkir. Sangat dianjurkan agar dinas terkait
mengembalikan dulu fungsi jalan tersebut pada kapasitas semula sebelum
meningkatkan atau membangun infrastruktur baru yang jelas membutuhkan
biaya sangat besar. Hal yang perlu dipertimbangkan adalah membandingkan
besarnya kerugian akibat kemacetan yang ditimbulkannya dengan besarnya
pendapatan yang diterima dari kegiatan perparkiran, sehingga kebijakan di
bidang perpakiran dianggap tepat.
• Bagi kota-kota di Indonesia terutama pada daerah pusat kota ditemukan hampir
semua trotoar telah beralih fungsi dari tempat pejalan kaki menjadi tempat
kegiatan informal (PKL). Sehingga, pejalan kaki yang seharusnya berjalan pada
trotoar terpaksa menggunakan lebar perkerasan jalan yang ada. Akibatnya,
kapasitas jalan akan berkurang dan dipastikan faktor keselamatan bagi pejalan
kaki maupun bagi pengendara kendaraan (sepeda motor) pasti terabaikan.

15
2.3.6 Kebijakan Manajemen Lalulintas

Kebijakan Manajemen Lalulintas dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain
sebagai berikut.

• Perbaikan dan penempatan sistem lampu pengatur lalulintas baik secara


terisolasi maupun terkoordinasi yang dapat mengikuti fluktuasi arus lalilintas
secara dinamis, akan memberikan manfaat optimal dalam mengurangi tundaan
dan kemacetan. Sistem ini dikenal dengan Area Traffic Control System ;
• Perencanaan dan implementasi sistem arus lalu lintas sebaiknya dikaitkan
dengan sistem jaringan jalan yang ada dan yang akan datang, termasuk jaringan
jalan KA, dilakukan dalam rangka menunjang penerapan Sistem Angkutan
Umum Perkotaan (Terpadu);
• Perlunya penerapan pembatasan llalulintas (traffic restraint) terutama terhadap
kendaraan pribadi, dapat menjadi salah satu pilihan yang dapat diterima,
tentunya setelah mempertimbangkan terhadap berbagai aspek teknis, sosial-
ekonomi dn budaya daerah dalam menanggulangi masalah kemacetan di
perkotaan.

2.3.7 Kebijakan Peningkatan Kapasitas Prasarana Jalan

Kebijakan ini harus dilaksanakan secara sangat selektif tergantung dari tingkat
prioritas dan kemampuan pendanaan. Karena dari berbagai pilihan kebijakan yang
mungkin bisa dilaksanakan, peningkatan prasarana selain akan membutuhkan biaya
sangat besar juga akan dapat berdampak ”negatif” berupa kecenderungan adanya
peningkatan aktivitas pergerakan melalui peningkatan aksesibilitas dan mobilitas.
Lebih jauh diartikan pemecahan ini belum tentu dapat menyelesaikan dengan
tuntas. Peningkatan kapasitas parasarana jalan dapat dilakukan dengan
pembenahan sistem jaringan jalan (hierarki fungsi jalan) yang sejajar dengan
RTRW kota, melakukan perbaikan jalan pada titik-titik rawan kemacetan serta
melengkapi jaringan jalan melalui pembangunan jalan baru, atau misalnya:

16
• Melakukan pelebaran dan perbaikan geometrik persimpangan jalan;
• Pembangunan persimpangan tidak sebidang (fly over);
• Pembangunan jalan terobosan baru untuk melengkapi sistem jaringan jalan
yang telah ada dan pembenahan sistem hierarki jalan.

Tarnsport Demand Management merupakan berbagai upaya dan strategi dalam hal
penerapan kebjakan lalu lintas dengan tujuan untuk mengurangi atau membatasi
permintaan perjalanan atau travel demand yang ada. TDM bisa dikelompokan kedalam
sisi penyediaan (supply side) yang menyagkut sistem transportasinya atau sisi
kebutuhan (demand side) yang menyangkut karakteristik aktivitas perkotaan yang ada.

o Dari sisi penyediaan TDM terutama dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas


dari sistem transportasi melalui peningkatan efisiensi dan efektivitas
pemanfaatannya
o Dari sisi kebutuhan TDM dimaksudkan untuk mengurangi kebutuhan akan
kendaraan atau luas jalan dengan cara meningkatkan okupansi kendaraan atau
mengurangi jumlah perjalanan.

Peran TDM dalam Growth Management

TDM merupakan bagian atau tools dari growth management untuk


mengendalikan persoalan kemacetan akibat pertumbuhan kota yang tentunya dapat
menimbulkan externalitas tambahan.

Isu TDM dalam growth Mangement

• Pertumbuhan penduduk dan urbanisasi


• Perkembangan penduduk perkotaan
• Perkembangan jenis aktivitas / guna lahan
• Perluasan kawasan perkotaan
• Kebijakan dekonsentrasi

17
• Petumbuhan ekonomi

18
BAB III

STUDI KASUS
Di Riau sendiri telah dilaksanakan usaha pertumbuhan dan pembangunan yaitu
ditandai dengan visi RTRW Riau 2019-2024, yakni terwujudnya Riau berdaya saing,
sejahtera, bermartabat dan unggul di Indonesia (Riau Bersatu).

Ada lima misi untuk mewujudkan Riau Bersatu:

1. Mewujudkan sumber daya manusia yang beriman, berkualitas, dan berdaya saing
global melalui pembangunan manusia seutuhnya.

2. Mewujudkan pembangunan infrastruktur daerah yang merata dan berwawasan


lingkungan.

3. Mewujdkan pembangunan ekonomi yang inklusif, mandiri, dan berdaya saing.

4. Mewujudkan budaya melayu sebagai payung negeri dan mengembangkan pariwisata


yang berdaya saing.

5. Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan pelayanan publik yang prima
berbasis teknologi informasi.

Untuk meningkatkan pertumbuhan dan pembangunan, program dituangkan dalam


RPJMD daerah.

19
BAB IV

CRITICAL REVIEW

Dalam setiap wilayah tentu mengalami evolusi manjemen pertumbuhan mulai


dari pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat dengan begitu menimbulkan
berbagai masalah yang terjadi di wilayah tersebut seperti di daerah DKI Jakarta, karena
adanya pertumbuhan penduduk yang semakin banyak dari tahun ketahun menyebabkan
permasalahan pembangunan saat ini belum optimal nya pelaksanaan system pelayanan
kesehatan, kemiskinan, dan permasalahan yang di hadapi dalam penyelenggaraan
penataan ruang adalah peningkatan efektivitas RTRW sebagai instrument
pembangunan yang secara konsisten di gunakan untuk mewujudkan ruang kota yang
aman nyaman dan berkualitas serta bertambahnya jumlah penduduk dan keluarga baru
menyebabkan terjadinya kekurangan kebutuhan rumah (backlog) setiap tahunnya
karena keterbatasan lahan di wilayah Jakarta. Hal ini mendorong adanya peraturan
zonasi yang mengatur pengendalian pemanfaatan lahan dalam perencanaan kota dalam
pelaksanaan pemanfaatan lahan. Pengaturan lahan ini bertujuan agar sesuai dengan
perencanaan pemanfaatan lahan yang telah di buat untuk mengendalikan lahan yang
tersedia dan sehingga manajemen pertumbuhan dapat berjalan efektif dan efisien.

20
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, B. (2018). Pengertian Konflik. Manajemen Konflik, 10-13. dalam proses


penyeimbangan pertumbuhan ekonomi. (2018). 365-370.
Wibowo, E. (2018). sehingga dalam perencanaan manajemen pertumbuhan yang di
miliki oleh pemerinta dalam proses penyeimbangan pertumbuhan ekonomi.
Manajemen Pertumbuhan, 365-370.

21
LAMPIRAN

SESI TANYA JAWAB


1. Nadya anjani kasuma 118220086
pertanyaan : terdapat beberapa macam pendektan diantara bottom up-dan top-down.
jelaskan bottom up dan top down.
Jwaban oleh Ichda Arauyana 118220154
bottom up merupakan perencanaan yang di buat berdasarkan kebutuhan dan di buat
oleh bawahan bersama-sama atasan untuk mengambil keputusan dan kebijakan dan
pemerintah hanya sebagai fasilitator. kelebihan nya yaitu Peran masyarakat dapat
optimal dalam memberikan masukan atau ide-ide kepada pemerintah dalam
menjalakan suatu program, Tujuan yang diinginkan oleh masyarakat akan dapat
berjalan sesuai dengan keinginan masyrakat karena ide-idenya berasal dari masyarakat
itu sendiri sehingga masayarakat bisa melihat apa yang diperlukan dan apa yang
diinginkan, Masyarakat akan lebih kreatif dalam mengeluarkan ide-ide yang yang akan
digunakan dalam suatu jalannya proses suatu program.
kekurangan : Membutuhkan waktu yang lebih lama, Biaya yang dibutuhkan lebih
besar, Potensi menimbulkan silih paham atau munculnya ide-ide yang berbeda antara
masyarakat dengan pemerintah.
top down : merupakan strategi yang di koordinasikan oleh pimpinan tertinggi di bantu
oleh para manager terhadap level yang lebih rendah.
kelebihan : Masyarakat tidak perlu bekerja serta memberi masukan program tersebut
sudah dapat berjalan sendiri karena adanya peran pemerintah yang optimal, Hasil yang
dikeluarkan bisa optimal dikarenakan biaya yang dikeluarkan ditanggung oleh
pemerintah, Mengoptimalkan kinerja para pekerja dipemerintahan dalam
menyelenggarakan suatu program.
kekurangan : Tujuan utama dari program tersebut yang hendaknya akan dikirimkan
kepada masyarakat tidak terwujud dikarenakan pemerintah pusat tidak begitu
memahami hal-hal yang diperlukan oleh masyarakat, Peran masyarakat hanya sebagai
penerima keputusan atau hasil dari suatu program tanpa mengetahui jalannya proses

22
pembentukan program tersebut dari awal hingga akhir, Masyarakat tidak bisa berperan
lebih aktif dikarenakan peran pemerintah yang lebih dominan bila dibanding peran dari
masyarakat itu sendiri.

2. Friska Dina 118220037


pertanyaan : pendekatan apa yang sesuai dengan negara Indonesia dimana Indonesia
masih banyak desa yang tertinggal?
Jawaban oleh Ichda Arauyana 118220154
bottom up karena bottom up sebuah perencanaan yang di buat berdasarkan kebutuhan
setiap wilayah itu sendiri-sendiri, dan di buat oleh bawahan dan setelah itu baru di
berikan kepada pemerintahan. contoh nya yaitu menyepakati MUSREMBANGDES
sebagai penyaring aspirasi masyarakat. setelah itu di kirimkan dan hasil dari keutusan
tersebut di berikan kepada pemerintah mengenai Rencana Pembangunan Jangka
Menengah.

3. Risanti Hutari 118220021


Pertanyaan : Apakah perberaan interaktif dan inovatif didalam menejemen
pertumbuhan.
Jawaban : (Oleh Ragil Arswindo 118220128) Perbedaan antara inovatif dan interaktif
adalah dalam cara atau metode dan strategi pendekatan. Pendekatan inovatif
menyelesaikan permasalahan atau tantangan yang dihadapi dengan strategi inovasi,
sementara pendekatan yang dilakukan secara interaktif adalah pendekatan yang
melibatkan banyak pendapat dan banyak interaksi dengan instansi,individu, dan pihak
pihak terkait dengan perumusah kebijakan dalam penyelesaian masalah.

4. Mila Amalia (118220023) RB. Izin bertanya penyelesaian konflik seperti apa yang
dapat dilakukan apabila terjadi konflik akibat tidak sinerginya strategi mnajemen
pertumbuhan suatu wilayah dengan wilayah lain di sekitarnya?
Jawaban : (oleh Ragil Arswindo 118220128).

23
Jika terjadi interlocal conflict antara kebijakan didaerah satu dengan daerah lain dapat
diselesaikan melalui evaluasi kebijakan atau arahan RTRW wilayah tersebut.
Dilakukan sinkronisasi dengan daerah lain agar dapat mewujudkan dan mendukung
tujuan pembangunan wilayah sekitar dan wilayah diatasnya (secara hierarki).

24

Anda mungkin juga menyukai