Anda di halaman 1dari 8

ANALISIS JURNAL

“FUNGI”
Analisis jurnal ini disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah
“Botani Tumbuhan Rendah”

Dosen pengampu :
ASIH FITRIANA DEWI, M.Pd.
Disusun Oleh :
DEA ANGGI RAHAYU (2001081001)
MUHAMMAD TOBING (2001081006)

JURUSAN TADRIS PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
DAFTAR ISI
Cover………………………………………………………………………………………….I
Daftar isi…………………………………………………………………………………….
……….II
A. Identitas jurnal………………………………………………...
……………………………….III
B. Analisis
jurnal…………………………………………………………………………....……IV
 Ringkasan jurnal
 Metode penelitian
 Hasil dan pembahasan
C. Kritik dan saran………………………………………………………………………VI
D. kelebihan jurnal………………………………………………………………..……..VI
E. kekurangan jurnal…………………………………………………..
………………..VII
A.IDENTITAS JURNAL
1. Nama peneliti : Sulastri, Eka Lokaria, M.Pd. SI., Harmoko, M.Pd.
2. Judul : dentifikasi jenis-jenis jamur (fungi) di perkebunan PT Bina Sains Cemerlang
Kabupaten Musi Rawas
3. Penerbit: Sulastri
4. Tahun : 2017
5. Analisis:

B. ANALISIS JURNAL
a. RINGKASAN JURNAL
Secara umum Pengertian Jamur (Fungi) adalah organisme eukariotik yang tidak
berklorofil. Jamur bersifat uniseluler dan multiseluler. Jamur (Fungi) banyak
ditemukan pada lingkungan sekitar yang tumbuhan subur khususnya pada musim
hujan karena jamur menyukai habitat yang tempatnya lembab. Tetapi jamur dapat
ditemukan disemua tempat yang terdapat materi organik.
Cabang ilmu biologi yang mempelajari tentang jamur disebut dengan mikologi. Jamur
bertalus atau tubuh yang sederhana dengan tidak memiliki akar, batang, dan daun.
Jamur tidak berklorofil sehingga tidak membutuhkan cahaya matahari dalam
menghasilkan makanan. Jamur bersifat heterotrof saprofit atau heterotrof parasit.
Sebagian besar jamur bereproduksi dengan spora mikroskopik, yaitu sel reprodukitf
yang tidak motil. Spora umumnya dihasilkan dari hifa aerial yang terspesialisasi. Hifa
aerial pada beberapa jamur membentuk struktur kompleks yang disebut dengan badan
buah (fruiting body). Spora yang dihasilkan dalam badan buah. Ada tiga bentuk
struktur reproduktif pada jamur, yaitu gametangium, sporangium, dan konidiofor.
Gametangium adalah struktur tempa pembentukan gamet. Sporangium adalah struktur
tempa dibentuknya spora. Sedangkan konidiofor adalah hida yang terspesialisasi
dengan menghasilkan spora aseksual yang disebut dengan konidia.
b. METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juni 2017 di Perkebunan PT Bina Sains
Cemerlang Kabupaten Musi Rawas. Alat yang digunakan adalah soil tester,
termometer, pisau/parang, gancu, toples, kamera digital, alat tulis. Adapun bahan
yang digunakan yaitu, kertas label, kertas wawancara, log book, alkohol 70%, dan
aquades. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, pengamatan langsung ke
lokasi penelitian/eksplorasi menjelajah area pengamatan di Perkebunan PT Bina Sains
Cemerlang Kabupaten Musi Rawas. Luas daerah penelitian yaitu sebanyak 2 blok
dengan rincian 1 blok dataran dan 1 blok perbukitan, dengan luasrata-rata setiap
bloknya 60-70 Ha. Data yang diperoleh dicatat langsung dan difoto serta beberapa
jenis jamur makroskopis diambil sampelnya untuk dijadikan awetan/herbarium. Data
tersebut kemudian dianalisis secara deksriptif kualitatif yaitu mendeskripsikan ciri-ciri
morfologi jamur yang ditemukan dan dilengkapi dengan gambar-gambar.

c. HASIL DAN PEMBAHASAN


Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di perkebunan PT Bina Sains Cemerlang
desa Sungai Pinang Kecamatan Muara Lakitan Kabupaten Musi Rawas. Ditemukan
sebanyak 16 spesies jamur makroskopis yang termasuk dalam 2 divisi, 7 kelas, 9
ordo, dan 13 famili. Data tabel 1. Menunjukan bahwa kawasan dataran ditemukan
paling banyak jenis jamur makroskopis Hal ini diduga karena adanya perbedaan
faktor lingkungan dan cuaca pada saat penelitian. Pada daerah perbukitan habitatnya
sudah mengalami perubahan dan pada saat itu sedang ada penumbangan kelapa sawit
dan area tersebut dijadikan sebagai tempat pembuangan janjang kosong kelapa sawit
sehingga menjadi media/tempat pertumbuhan jamur makroskopis dan penyebab
kurang banyaknya jenis jamur yang ada di kawasan tersebut.Sedangkan kawasan
dataran rendah belum mengalami perubahan habitat, sehingga jamur banyak
ditemukan ditempat tersebut. Jamur pada umumnya sangat menyukai lingkungan
yang lembab dan sejuk.
Tabel 1 : Perbandingan Hasil Penelitian yang Ditemukan Berdasarkan

Kondisi faktor lingkungan tempat ditemukannya jamur pada lokasi penelitian tertera
pada tabel 2 berikut:
Tabel 2: Faktor Lingkungan di PT Bina Sains Cemerlang.
Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat bahwa lokasi penelitian memiliki faktor yang
berbeda sesuai dengan kondisi lingkungan yang ada. Hasil pengukuran suhu di daerah
perbukitan berada pada 260C, sedangkan pada daerah dataran berada pada 250C.
Maka dapat disimpulkan bahwa pengukuran suhu yang dilakukan di lokasi penelitian
berada pada kisaran 250C-260C. Suhu yang berbeda
Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat bahwa lokasi penelitian memiliki faktor yang
berbeda sesuai dengan kondisi lingkungan yang ada. Hasil pengukuran suhu di daerah
perbukitan berada pada 260C, sedangkan pada daerah dataran berada pada 250C.
Maka dapat disimpulkan bahwa pengukuran suhu yang dilakukan di lokasi penelitian
berada pada kisaran 250C-260C. Suhu yang berbeda. pada lokasi penelitian
menunjukan bahwa suhu pada kisaran tersebut masih dapat dikatakan suhu yang
optimum untuk pertumbuhan jamur.
pH merupakan salah satu faktor yang juga sangat berperan dalam mempengaruhi
pertumbuhan jamur. Hasil pengukuran pH pada masing-masing lokasi penelitian
yaitu, di perbukitan pH 6,06 sedangkan di dataran pH 6,02. Hasil pengukuran pH
pada lokasi penelitian menunjukan kondisi yang stabil pada angka 6, hal ini
menandakan tidak terjadi perubahan pH yang begitu ekstrim. Kelembapan juga
merupakan faktor abiotik yang sangat mempengaruhi pertumbuhan jamur.
Berdasarkan hasil pengukuran kelembapan tanah di lokasi penelitian, terlihat
perbedaan angka yang cukup jauh. Di lokasi perbukitan kelembapan mencapai 62%,
sedangkan di dataran kelembapan mencapai 52%. Dengan begitu dapat disimpulkan
bahwa kelembapan tanah di lokasi penelitian berada pada kisaran 52%-62%.
Deskripsi Morfologi Jenis Jamur yang Ditemukan.
a) Poliotha mutabilis
Jamur ini memiliki bentuk tubuh buah yang berwarna coklat muda hingga coklat tua.
Permukaan atas tudung memiliki struktur yang halus dan sedikit licin pada saat basah.
Batangnya halus dan keras. Jamur jenis ini biasanya tumbuh dalam kelompok yang
besar, habitat pada kayu yang mati dan tanah yang lembab memiliki humus yang
cukup (Roberts, 2010:178).
b) Hidnum repandum
Jamur jenis ini umunya berukuran cukup besar, memiliki bentuk seperti payung yang
terbuka lebar dan bertangkai tebal,warna tubuh buah putih, memiliki struktur
permukaan yang kasar dan bersisik. Tubuh buah berdaging dan biasanya tumbuh liar
pada tanah yang berhumus dan menempel pada ranting kayu yang mati (Alex,
2011:33).
c) Coprinus comatus
Memiliki tubuh buah berwarna putih. Bentuk tudung cembung/silindris dan lunak.
Ukuran tudung bervariasi antara 2-6 cm. spora berukuran 3-6 µm dan kebanyakan
berbentuk lonjong. Tangkai jamur berwarna putih dan mudah patah. Memiliki bilah
berwarna putih saat masih muda dan akan berubah berwarna hitam dan mencair saat
dewasa. Habitat biasanya ditemukan di janjang kosong kelapa sawit dan tumpukan
jerami padi yang sudah membusuk (darwis, 2011:5).
d) Schizophyllum commune
Jamur ini biasanya tumbuh secara berkelompok, bersifat saprofik pada berbagai
substrat kayu/pohon yang mati. Membentuk tubuh buah berwarna krem, berbentuk
seperti kipas. Badan buah terlampir dengan permukaan atas yang berbulu. Pada saat
kering jamur ini akan mengerut dan mekar kembali setelah basah (Webster,
2007:543).
e) Trametes versicolor

Memiliki bentuk setengah lingkaran, berwarna coklat kehitaman. Pinggirannya


bergelombang, kasar dan mempunyai garis putih melingkar. Lapisan bawah berwarna
kuning kecoklatan. Biasanya tumbuh menempel pada kayu keras/pohon yang sudah
mati dan mempunyai diameter 9-10 cm (Webster, 2007:562).
f) Pleorotus ostreatus
Tubuh buah menyerupai cangkang kerang, tudung halus dengan panjang bisa
mencapai 5-15 cm. Ketika masih muda berbentuk seperti kancing, kemudian
berkembang menjadi pipih. Memiliki warna coklat pucat hingga menjadi putih.
Tangkai pendek dan berwarna putih. Jamur ini hidup di berbagai substrat seperti kayu
yang lapuk, janjang kosong kelapa sawit, dan pada substrat lainnya (Alex, 2011:27).
g) Mycena hiemalis
Jamur ini tumbuh berkelompok-kelompok dalam jumlah yang cukup besar. Warnanya
putih dan memiliki batang dengan panjang 0,5–2 sentimeter. Tudungnya bergaris-
garis lateral yang tersusun apik dan berpusat pada puncak tudungnya. Spora cetak
berwarna putih, abu-abu, atau coklat, bentuknya seperti kerucut atau klop tutup yang
tipis dan berbatang lunak. Hidup pada kayu yang lapuk atau ranting pepohonan
(Webster, J. Dkk. 2007:554).
h) Lentinus connatus
Tubuh buah seperti payung yang melengkung. Memiliki lamella dibagian bawah
tudung buah. Berwarna kuning sampai kuning kecoklatan. Bagian batang letaknya
sentral dan bersifat keras. Jamur ini biasanya tumbuh di kayu yang lapuk atau pohon
yang mati, bersifat saprofik (Webster, 2007:546).
i) Volvariella volvaceae
Tubuh buah berbentuk payung dengan tangkai letaknya sentral. Pada waktu muda
tubuh buah diselubungi oleh suatu selaput yang disebut velum universal, jika tubuh
buah membesar selaput akan robek dan merupakan suatu cincin (anulus). Pada bagian
atas tangkai buah himenofora pada sisi bawah tubuh buah membentuk papan-
papan/lamela yang tersusun radial. Dapat juga himenofora membuat tonjolan berupa
buluh-buluh halus. Himenium meliputi sisi bawah tubuh buah tadi mula-mula terletak
di bawah velum partiale yang disebut angiokarp (Tjitrosoepomo, 2011:150).
j) Marasmius ramealis
Basidiokarp kasar yang dapat mengerut pada saat kering. Miselium jamur tumbuh
keluar dari titik pusat secara radial. Pada saat tua miselium akan menghasilkan cincin.
Tumbuh membentuk kelompok basidiokarakter pada ranting atau kayu mati (Webster,
2007:546-547).
k) Dacryopinax spathularia
Tubuh buah berbentuk spahula, berukuran kecil sekitar 1-1,5 cm. Tubuh buah seperti
agar-agar berwarna kuning/orange, tekstur permukaan halus dan kenyal, pada saat tua
jamur ini akan sangat mudah hancur. Jamur ini biasanya hidup dalam kelompok yang
cukup besar. Jenis jamur ini bersifat saprotrofik, hidup menempel langsung pada
substratnya. Habitat biasanya ditemukan pada kayu yang lapuk/mati (Webster,
2007:598).
l) Polyporus squamosus
Miselium bertahan pada batang/pohon mati. Badan buah berwarna krem/kuning
kecoklatan. Tubuh buah memiliki sisik dan memiliki tekstur tubuh buah yang
berdaging. Biasanya hidup menempel langsung pada substratnya (Webster,
2007:564).
m) Pycnoporus annabarinus
Tubuh buah berupa kipas, setengah lingkaran, memiliki warna kuning hingga kuning
kemerahan. Himenofora merupakan buluhbuluh/pori yang dilihat dari luar berupa
lubang-lubang. Sisi dalam dilapisi himenium. Hidup menempel pada substratnya,
jamur jenis ini banyak ditemukan pada kayu yang sudah lapuk (Webster, 2007:560).
n) Auricularia polytricha
Tubuh buah berwarna coklat, menyerupai daun telinga, sisi atas berlipat dan
mempunyai rambut-rambut pendek yang tersusun amat rapat. Biasanya hidup pada
dahan-dahan yang kering. Tangkai amat pendek dan menempel pada media tumbuh
(substrat). Tubuh buah jamur pada keadaan basah akan bersifat kenyal dan licin, tetapi
dalam keadaan kering akan bersifat kaku. Jamur kuping memiliki inti plasma dan
spora yang berupa sel-sel lepas atau bersambungan membentuk benang yang tidak
bersekat (Achmad, dkk. 2013:106).
o) Fuligo septica
Dalam keadaan vegetatif tubuhnya berupa massa protoplasma yang bergerak seperti
ameba yang disebut plasmodium. Plasmodium dapat mencapai ukuran garis tengah 0-
30 cm pada substrat yang basah, di atas tanah, kayu yang lapuk dan di atas daun yang
runtuh. Perubahan bentuk tubuhnya dapat merayap kemana-mana (Tjirosoepomo,
2011:97)
p) Cortinarius sanguenius
Jamur jenis ini memiliki bentuk tudung buah yang cembung, bagian bawah tudung
buah memiliki lamella berwarna merah darah dan berubah menjadi coklat saat tua.
Memiliki batang yang keras dan berukuran kecil,letak batangnya sentral. Pigmen yang
dimiliki oleh jamur ini biasanya dapat dijadikan sebagai pewarna alami (Webster,
2007:555).
C. KRITIK DAN SARAN
Metode yang digunakan pada penelitian diatas prosesnya proses nya membutuhkan
waktu yang lumayan lama dan rumit. Mengingat lokasi dan jangkauan lahan yang ada
pada penelitian diatas.
D. KELEBIHAN
Penulis sangat detail dalam menuliskan atau menjelaskan secara proses-proses
penelitian, maupun hasil penelitian juga dijelaskan secara jelas.
E KEKURANAN
Penelitian tersebut memakan waktu yang sangat lama dan membutuhkan banyak
peralatan-peralatan yang digunakan untuk penelitian

Anda mungkin juga menyukai