Anda di halaman 1dari 31

ASUHAN KEPERAWATAN PENATALAKSANAAN PASIE ARV

DAN PERA PERAWAT DALAM MENINGKATKAN ADERENCE

DISUSUN OLEH:

Astri Wahyuni
Debby Ricka Sundari
Vivi Yusticiana

PROGRAM SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
TANJUNGPINANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat limpahan rahmat serta
hidayahnya, kami diberikan kekuatan untuk dapat menyusun makalah ini dengan
judul  Askep Penatalaksanaan Pasien ARV dan Peran Perawat dalam Meningkatan
Adherence sehingga selesai. Makalah yg kami buat ini dapat menjadi salah satu
referensi untuk para pembaca, dan menambahkan wawasan tentang sejarah teori-teori
yang ada dalam keperawatan melalui makalah yang kami buat, yang tentunya bisa
membantu para pembaca untuk tahu lebih lanjut mengenai Askep Penatalaksanaan
Pasien ARV dan Peran Perawat dalam Meningkatan Adherence
Meskipun telah berusaha untuk menghindarkan kesalahan, kami menyadari
juga bahwa makalah ini masih mempunyai kelemahan sebagai kekurangannya.
Karena itu, kami berharap agar pembaca berkenan menyampaikan kritikan. Dengan
segala pengharapan dan keterbukaan, kami menyampaikan rasa terima kasih dengan
setulus-tulusnya. Akhir kata, kami berharap agar makalah ini dapat membawa
manfaat kepada pembaca.

Tanjungpinang, April, 2021

Penulis

I
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Rumusan Masalah 5
C. Tujuan 5
D. Manfaat 5
BAB II DASAR TEORI
A. Asuhan Keperawatan Penatalaksaan Pasien ARV 7
1. Tujuan pemberian ARV 7
2. Jenis obat-obatan ARV 7
3. Efek samping ARV 8
4. Asuhan keperawatan pada pasien ARV 9
a) Pengkajian 10
b)Diagnosa dan Intervensi Keperawatan 11
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan 21
B. Saran 21
DAFTAR PUSTAKA 22

II
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Masalah HIV merupakan masalah kesehatan yang mengancam Indonesia bahkan
negara lain. Saat ini tidak ada negara yang terbebas dari masalah HIV/AIDS dan
menyebabkan munculnya masalah krisis yang bersamaan. HIV (Human
Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia
lalu menimbulkan AIDS. AIDS (Acquired Immuno Deficiency Sindrom) adalah kumpulan
gejala penyakit yang disebabkan oleh virus HIV yang tergolong kepada kelompok
retroviriade (Djauzi & Djoerban,2007).
Secara global diperkiraan terdapat 35.5 juta orang hidup dengan HIV dan AIDS. Di
Indonesia pada tahun 2013 terdapat 20.413 penderita HIV dan 2.763 penderita AIDS.
Dimana terdapat jumlah penderita baru sebanyak 10.203 penderita HIV dan 1.983
penderita AIDS. Dengan angka kematian sebanyak 318 orang. Sumatra Barat menduduki
peringkat ke-12 dari 33 propinsi yang ada di Indonesia. Jumlah penderita HIV sebanyak
923 penderita 36 diantaranya merupakan penderita baru dan 952 penderita AIDS. Padang
menduduki urutan pertama dari 19 kota dan Kabupaten yang terjangkit HIV di Sumatra
Barat dengan jumlah penderita HIV sebanyak 105 dan kasus AIDS sampai tahun 2013
sebanyak 322 orang (Ditjen PP & PL Kemenkes RI, Desember 2013) .
Masalah HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune
Deficiency Syndrome) dapat mengancam seluruh lapisan masyarakat dari berbagai kelas
ekonomi, usia maupun jenis kelamin. Situasi yang dihadapi penderita HIV/AIDS sangat
kompleks, selain harus menghadapi penyakitnya sendiri, mereka juga menghadapi
stigma dan diskriminasi, sehingga mengalami masalah pada fisik, psikis, dan sosial
(Efendi, 2007).
Secara fisik virus HIV yang ditransmisikan ke dalam tubuh manusia melalui
kontak dengan yang terinfeksi cairan tubuh, akan mengikat reseptor permukaan sel CD4
T dan mereplikasi di dalamnya untuk menghasilkan virus baru dan menginfeksi sel T
CD4 lainnya. Hasilnya adalah penurunan jumlah sel CD4 T yang akhirnya mencapai titik
bahwa ia akan secara signifikan mengurangi sistem kekebalan tubuh, dan tubuh menjadi
rentan terhadap infeksi oportunistik (Smeltzer & Bare, 2002).
Salah satu cara untuk mencegah penurunan limfosit CD4 adalah dengan
pemberian terapi Anti Retro Viral (ARV). Terapi ARV sangat bermanfaat dalam
menurunkan jumlah HIV dalam tubuh. Setelah pemberian obat antiretroviral selama 6

1
bulan biasanya dapat dicapai jumlah virus yang tak terdeteksi dan jumlah limfosit CD4
meningkat. Akibatnya resiko terjadinya infeksi oportunistik menurun dan kualitas hidup
penderita meningkat (Djauzi & Djoerban,2007).
Cara terbaik untuk mencegah pengembangan resistensi adalah dengan kepatuhan
terhadap terapi. Kepatuhan adalah istilah yang menggambarkan penggunaan terapi
antiretroviral (ART) yang harus sesuai dengan petunjuk pada resep yang diberikan
petugas kesehatan bagi pasien. Ini mencakup kedisiplinan dan ketepatan waktu minum
obat (Yayasan Spiritia, 2012 ).
Kepatuhan terapi ARV menuntut pasien untuk meminum obat sesuai dengan
waktu yang dibutuhkan dosis yang diminum cara meminum obat. Keterlambatan minum
obat yang masih bisa ditolerir adalah <1 jam. Hal ini dikarenakan 1 jam merupakan
rentang waktu yang masih aman ( Yayasan spiritia, 2007). Apa bila terlambat meminum
obat >1 jam akan akan menyebabkan Virus bereplikasi dan virus yang sudah resisten
akan semakin unggul ( Yayasan spiritia, 2013).
Hasil penelitian Herlambang (2010) di RSUP. Dr. Kariadi Semarang
menunjukkan dari 70 pasien HIV-AIDS, lebih dari separuh pasien HIV-AIDS (71,4%)
memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi dalam mengonsumsi ARV yang diberikan
dalam sebulan terakhir dan sisanya (28,6%) memiliki kepatuhan yang rendah. Penelitian
menyimpulkan kepatuhan dipengaruhi oleh efek samping obat dan ketersediaan obat
Hasil penelitian Merida (2010) mengatakan bahwa di Lantera Minang Kabau terdapat
dari 59 ODHA dijumpai 36 ODHA yang mengalami efek samping dimana 25% patuh
dalam menjalankan pengobatan ARV dan 75% tidak patuh dalam menjalankan
pengobatan ARV. Dari 23 ODHA yang tidak mengalami efek samping terdapat 65,2%
patuh dalam menjalankan ARV dan 34,8% tidak patuh dalam menjalankan ARV.
Kepatuhan adalah komponen penting untuk keberhasilan terapi pada infeksi
HIV, sementara meningkatkan kualitas hidup telah diakui sebagai hasil penting dari
pengobatan HIV, namun kepatuhan terhadap ART telah terbukti menjadi penentu
utama ukuran hasil biologis dalam HIV, termasuk HIV RNA tingkat, jumlah CD4
limfosit dan resistance genotip. Kepatuhan juga telah ditemukan untuk memprediksi
ukuran hasil klinis pada pasien HIV / AIDS serta kematian, perkembangan AIDS dan
hospitalization. Hubungan antara kualitas hidup dan kepatuhan belum diteliti dengan
baik, tetapi kepatuhan ARV dikenal untuk berkontribusi pada kualitas hidup orang yang
hidup dengan HIV dan AIDS, dan kualitas hidup yang pada gilirannya diyakini positif
mempengaruhi kepatuhan (Ogontibeju, 2012).

2
Menurut Mannheimer (2005) penderita HIV yang mempunyai angka kepatuhan
terhadap ARV mampu mencapai skor kualitas hidup yang baik pada 12 bulan pertama
bila dibandingkan dengan mereka yang tidak patuh dalam menjalankan ARV. Dalam
studi yang sama menunjukkan bahwa kualitas hidup meningkat dari waktu ke waktu dari
1000 orang yang terinfeksi HIV pada 12 bulan pengobatan ARV. Penelitian Suhardina
(2013) mengatakan bahwa dengan meminum obat ARV tepat waktu mampu
mempengaruhi kualitas hidup ODHA.
Menurut penelitian Nova (2013) kualitas hidup ODHA dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu pekerjaan pada domain fisik dan disusul oleh kepatuhan terapi pada domain
fisik dan kemandirian, serta tingkat pendidikan. Menurut WHO kualitas hidup ODHA
dipengaruhi oleh Fisik, Level ketegantugan ARV, lingkungan, dukungan sebaya dan
spiritual.
Di Indonesia, kualitas hidup ODHA dan kemajuan terapi ARV yang belum diketahui,
tidak tahu berapa banyak efek terapi ARV untuk meningkatkan kualitas hidup pasien di
Indonesia. Dalam pengobatan HIV, tidak hanya membutuhkan terapi ARV tapi yang
penting adalah perlu memperlakukan pasien untuk meningkatkan kualitas hidup
(Handajani , 2012).
Menurut WHO kualitas hidup adalah presepsi individu tentang harkat dan
martabatnya didalam konteks budaya dan sistem nilai yang berhubungan dengan tujuan
dan tergetan hidup. Sementara menurut Nasronudin (2007) kualitas Hidup ODHA
merupakan berfungsinya keadaan fisik, Psikologis, Sosial dan Spiritual sehingga dapat
hidup produktif seperti orang sehat dalam menjalankan kehidupannya.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Agusti (2006) menyatakan bahwa lebih dari
separuh responden ODHA mempunyai nilai kualitas hidup yang rendah. Penelitian yang
dilakukan oleh Anbari dkk (2008) juga memperoleh hasil yang sama yaitu mayoritas
ODHA memiliki kualitas hidup yang rendah. Heni (2011) menyampaikan bahwa
sebagian besar ODHA yang mengalami kualitas hidup yang buruk yaitu sebanyak 63%
dan 37% lainnya mempunyai kualitas hidup yang baik.
Hasil penelitian Greff (2009) menyatakan bahwa pasien yang menjalankan terapi
ARV sesuai dengan anjuran medis akan mengalami perjalanan penyakit yang lebih
lambat sehingga mampu meningkatkan kualitas hidup. Syafrudin (2008), mengatakan
bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kepatuhan menjalanan terapi ARV
dengan kualitas hidup ODHA. Ketidak patuhan akan menyebabkan gagal terapi dan tidak
lagi dapat mengkonsumsi obat yang sama. Obat yang digunakan harus diganti yang

3
mungkin akan lebih mahal atau sulit didapatkan.
Penurunan kualitas hidup akan memberikan dampak yang besar kepada diri ODHA
itu sendiri dan juga kepada masyarakat. Untuk ODHA itu sendiri akan mengakibatkan
ODHA tidak mempunyai kepercayaan diri, sehingga tidak mau berdaptasi dengan
lingkungan, malu dengan penyakit yang ia alami. ODHA yang mengalami penurunan
kualitas hidup cenderung untuk menularan penyakitnya kepada orang lain. Sehingga
laju pertumbuhan HIV dimasyarakat akan semakin tinggi ( Mweemba et all, 2010)
Di Sumatera Barat terdapat sebanyak 3 rumah sakit rujukan untuk perawatan dan
pengobatan bagi ODHA. Dari 3 rumah sakit tersebut, 1 diantaranya berada di Kota
Padang yaitu RSUP.Dr M Djamil padang. Berdasarkan laporan Perkembangan HIV-
AIDS, Triwulan I Kementrian Kesehatan Indonesia (2013) RSUP M.Djamil Padang
menduduki anggka paling tinggi. RSUP.Dr M Djamil padang mempunyai layanan kusus
bagi penderita yakni Klinik VCT ( Voluntory Conseling and Testing ) yaitu konseling dan
tes secara sukarela, Care support and treatment (CST) yang mempunyai arti dukungan
dalam pelayanan, perawatan dan pengobatan, hingga konsultasi terkait infeksi
opurtunistik. Menurut laporan rekam medik 3 bulan terakir jumlah kunjungan klinik VCT
sebanyak 158 pada bulan desember, 126 pada bulan januari dan 124 pada bulan februari.
Pada bulan februari terdapat 2 orang yang beru terdeteksi terena HIV.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 3 maret 2014 terhadap
lima orang ODHA yang telah mendapatkan terapi ARV terdapat tiga orang yang
mengaku pernah lupa minum obat dan terlambat minum obat lebih dari satu jam dan
sesuai dosis yang diberikan. Sedangkan dua orang lagi selalu
tepat waktu minum obat dan sesuai dengan dosis yang diberian. Dan dari lima orang
responden pertama terdapat empat orang yang mengatakan mengatakan sudah mampu
menerima kondisinya saat ini, mampu secara optimal dalam penanganan penyakitnya dan
merasa puas dengan kesehatan yang dijalaninya saat ini. Dan satu orang responden
mengatakan mengalami kondisinya saat ini mengganggu aktifitasnya saat ini. Seperti
merasa kelelahan pada saat ia bekerja. Selain itu responden juga mengataan bahawa
dengan kondisinya saat ini juga mengganggu peerjaannya, karena dia tida leluasa lagi
dalam bekerja karena ketidaknyamanan responden apabila ada temen bekerjanya yang
mengetahui kondisinya saat ini. Tidak hanya itu dia juga merasakan bahwa adanya
gangguan pada saat tidur dan istirahatnya. Kondisi ini mengakibatkan tidak optimalnya
dalam penanganan kesehatan sehingga dapat memperburuk derajat kesehatan.
Berdasarkan fenomena diatas peneliti tertarik untuk mengetahui “ Hubungan

4
Kepatuhan menjalankan Terapi Anti Rentro Viral (ARV) terhadap Kualitas hidup ODHA
(Orang Dengan HIV AIDS) di klinik Voluntary Conseling And Testing (VCT) RSUP
M.Djamil Padang Tahun 2014”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan bahwa permasalahan penelitian
adalah ingin mengetahui bagaimana kekuatan hubungan Kepatuhan menjalankan Terapi Anti
Rentro Viral (ARV) terhadap Kualitas hidup ODHA (Orang Dengan HIV AIDS) di klinik
Voluntary Conseling And Testing (VCT) RSUP M.Djamil Padang Tahun 201

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui kekuatan hubungan Kepatuhan menjalankan Terapi Anti
Rentro Viral (ARV) terhadap Kualitas hidup ODHA (Orang Dengan HIV AIDS) di klinik
Voluntary Conseling And Testing (VCT) RSUP M.Djamil Padang.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui distribusi kepatuhan terapi Anti Retro Viral di klinik
Voluntary Conseling And Testing (VCT) Rsup M.Djamil Padang
b. Untuk mengetahui distribusi kualitas hidup ODHA (Orang Dengan HIV AIDS) di
klinik Voluntary Conseling And Testing (VCT) Rsup M.Djamil Padang.
c. Untuk mengetahui kekuatan hubungan kepatuhan menjalankan Terapi Anti Rentro
Viral (ARV) terhadap Kualitas hidup ODHA (Orang Dengan HIV AIDS) di klinik
Voluntary Conseling And Testing (VCT) RSUP M.Djamil Padang.

D. Manfaat Penelitian
a. Bagi Peneliti
Sebagai pengalaman baru bagi peneliti dan merupakan informasi bagi peneliti lainnya
dengan penelitian yang sama untuk waktu selanjutnya acuan di perpustakaan.
b. Bagi Lahan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk kebaikan masa depan
dalam berbagai hal, seperti :
1) Dalam memberi edukasi dan memotivasi kepada pasien untuk patuh menjalankan
terapi Anti Retro Viral
2) Memberi masukan kepada lahan penelitian dalam merencanakan atau mengatur strategi

5
untuk meningkatkan kualitas hidup ODHA
c. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan sebagai bahan masukan pengembangan ilmu pengetahuanbagi
pihak Fakultas Keperawatan Universitas Andalas dan sebagai baha

6
BAB II
DASAR TEORI

A. Asuhan Keperawatan Penatalaksaan Pasien ARV


HIV menyebabkan terjadinya penurunan kekebalan tubuh sehingga pasien
rentan terhadap serangan infeksi oportunistik. Antiretroviral (ARV) bisa diberikan
pada pasien untuk menghentikana aktivitas virus, memulihkan sitem imun dan
mengurangi terjadinya infeksi oportunistik, memperbaiki kualitas hidup, dan
menurunkan kecacatan. ARV tidak menyembuhkan pasien HIV, namun bisa
memperbaiki kualitas hidup dan memperpanjang usia harapan hidup penderita
HIV/AIDS. Obat ARV terdiri atas golongan seperti nukleoside reverse transcripetase
inhibitor, non-nucleotide reverse transciptase inhibitor dan protease.
1. Tujuan pemberian ARV
ARV diberikan pada pasien HIV/AIDS dengan tujuan untuk :
a. Menghentikan replikasi HIV.
b. Memulihkan sistem imun dan mengurangi terjadi infeksi oportunistik.
c. Memperbaiki kualitas hidup.
d. Menurunkan morbiditas dan mortalitas karena infeksi HIV.
2. Jenis obat-obatan ARV
Obat ARV terdiri atas beberapa golongan antara lain nucleoside reverse transcriptase
inhibitor, non- nucleoside reverse transcriptase inhibitor, protease inhibitor dan
fussion inhibitor.
a. Nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NRTI)
Obat ini dikenal sebagai analog nukleosida yang menghambat proses perubahan RNA
virus menjadi DNA (proses ini dikenal oleh virus HIV agar bisa bereplikasi. Contoh
dari obat ARV yang termasuk dalam golongan ini terdapat pada tabel di bawah ini.

Nama Generik Nama Dagang Nama Lain


Zidovudine Retrovir AZT,ZCV
Didanosine Videx ddi
Zalzitabine Hivid ddC,
dideokxycytidine
Stavudine Zerit d4t
Lamivudine Epivir 3TC
Zidovudine/lamivudine Combivir Kombinasi AZT dan
3TC
Abacavir Ziagen ABC
Zidovu dine/lamivudine/abacavir Trizivir Kombinasi AZT, 3TC
dan abacavir
tenofavir viread Bis-poc PMPA

b. Nucleotide reverse transcriptase inhibitor (NtRTI), yang termasuk


golongan ini adalah tenofovir (TDF).
c. non- nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI). Golongan
ini juga bekerja dengan menghambat proses perubahan RNA
menajdi DNA dengan cara mengikat reverse transcriptase sehingga
tidak berfungsi.
d. Protease inhibitor (PI, menghalangi kerja enzim protesa yang
berfungsi memotong DNA yang dibentuk oleh virus dengan ukuran
yang benar untuk memproduksi virus baru, contoh obat golongan
ini adalah indinavir (APV), dan nelvinavir (NFV), squinavir
(SQV), ritonavir (RTV), amprenavir (APV) dan
loponavir/ritonavir (LPV/r).
e. Fusion inhibitor. Yang termasuk golongan ini adalah enfuvirtide (T-20).
3. Efek samping ARV
Pasien yang sedang mendapatkan HAART umumnya menderita efek
samping. Sebagai akibatnya, pengobatan infeksi HIV dan risiko
toksisitas yang kompleks antara menyeimbangkan keuntungan supresi
HIV dan risiko toksisitas obat. Sekitar 25% penderita tidak meminum
dosis yang dianjurkan karena takut akan efek samping yang
ditimbulkan oleh ARV (Arminio Monforte, Chesney, Eron, 2000, dan
Ammassari, 2001 dalam kapser et al, 2006). Obat-obat ARV
mempunyai efek samping tertentu seperti

PATWHAY
4. Asuhan keperawatan pada pasien ARV
a. Pengkajian
1) Identitas Pasien
Meliputi nama lengkap, umur, jenis kelamin, agama,
suku/bangsa, alamat, no regestrasi dan diagnosa medis.
2) Status Kesehatan
a) Alasan MRS
b) Keluhan Utama :
Pasien mengeluhkan badan terasa lemas, sakit kepala,
susah tidur, diare dll.
c) Riwayat Kesehatan Sekarang
d) Riwayat Kesehatan Dahulu
e) Riwayat Penyakit Keluarga
3) Pemeriksaan fisik
a) Inspeksi
b) Palpasi
c) Perkusi
d) Aukultasi
4) Aktivitas / istirahat
Mengatakan susah tidur (pola tidur terganggu).
5) Gejala: Mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktivitas
biasanya, progresi kelelahan / malaise, Perubahan pola tidur
6) Psikososial
Takut menghadapi kematian karena penyakitnya.
b. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
Berikut adalah diagnosa keperawatan yang didapatkan
berdasarkan efek samping dari pemberian ARV sebagai berikut :
1) Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif (diare)
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil
Kekurangan volume  Keseimbangan  Pantau warna, jumlah
cairan elektrolit dan dan
asam basa; frekuensi kehilangan
Definisi : Kekurangan
keseimbangan cairan
jumlah cairan yang elektrolit dan  Observasi khususnya
ada di dalam tubuh non elektrolit terhadap kehilangan
dalam kompartemen cairan yang tinggi
intrasel dan elektrolit
Batasan Karakteristik : ekstrasel tubuh  Pantau perdarahan
Subjektif: Haus  Hidrasi;  Identifikasi factor
keadekuatan pengaruh terhadap
Objektif cairan yang adekuat bertambah buruknya
 Perubahan dalam kompartemen dehidrasi
intrasel dan  Kaji adanya vertigo
status mental ekstrasel tubuh atau
 Penurunan  Status nutrisi: hipotensi postural
asupan makanan dan  Kaji
turgor kulit dan
lidah cairan; jumlah orientasi terhadap
 Penurunan makanan dan cairan orang, tempat dan
haluaran urin yang masuk kedalam waktu
 Penurunan tubuh selama  Pantau status hidrasi
pengisian periode 24 jam  Timbang berat badan
vena
setiap hari dan pantau
 Kulit
kecenderungannya
dan membrane  Pertaruhkan
mukosa kering keakuratan
 Kematokri catatan asupan dan
t haluaran
meningkat
 Suhu

tubuh meningkat
Peningkatan
frekuensi nadi,
penurunan TD,
penurunan volume
dan tekanan nadi
 Konsentrasi urin
meningkat
 Penurunan berat
badan yang tiba-
tiba
 Kelemahan

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual


muntah
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil
Ketidakseimbangan  Selera makan;  Tentukan motivasi
nutrisi kurang dari keinginan untuk pasien untuk
kebutuhan tubuh makan ketika dalam mengubah kebiasaan
keadaan sakit atau makan
Batasan karakteristik : sedang menjalani  Pantau nilai
 Berat badan kurang pengubatan laboratotium,
dari 20% atau lebih  Perawatan diri: khususnya transferin,
dibawah berat badan makan; kemampuan albumin, dan
ideal untuk tinggi untuk elektrolit
badan dan rangka mempersiapkan dan  Manajemen nutrisi:
tubuh mengingesti  Ketahui makanan
 Kehilangan berat makanan dan cairan kesukaan pasien
baan dengan asupan secara mandiri  Tentukan kemampuan
makanan yang dengan atau tanpa pasien untuk
adekuat alat bantu memenuhi kebutuhan
 Melaporkan  Berat badan: masa nutrisi
kurangnya makanan tubuh; tingkat  Pantau kandungan
 Diare atau steatore kesesuaian berat nutrisi dan kalori pada
badan, otot, dan catatan asupan
lemak dengan  Timbang pasien pada
tinggi badan, interval yang tepat
rangka tubuh, jenis
kelamin dan usia.

3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan efek samping obat


Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Intervensi
Kriteria Hasil
Gangguan pola tidur NOC NIC
Definisi : Gangguan  Anxiety Sleep Enhancement
kualitas dan kuantitas reduction  Determinasi efek-efek
waktu tidur akibat faktor  Comfort level medikasi terhadap pola
eksternal  Pain level tidur
 Rest : Extent and  Jelaskan pentingnya
Batasan Karakteristik : Pattern tidur yang adekuat
 Perubahan pola tidur  Sleep : Extent an  Fasilitas untuk
normal Pattern mempertahankan
 Penurunan Kriteria Hasil : aktivitas sebelum tidur
kemampuan  Jumlah jam tidur (membaca)
berfungsi dalam batas  Ciptakan lingkungan
 Ketidakpuasan tidur normal 6-8 yang nyaman
 Menyatakan sering jam/hari  Kolaborasikan
terjaga  Pola tidur,
pemberian obat tidur
 Meyatakan kualitas dalam
tidak  Diskusikan dengan
mengalami kesulitan batas normal
pasien dan keluarga
 Perasaan segar
tidur tentang teknik tidur
sesudah tidur
 Menyatakan tidak pasien
atau istirahat
merasa cukup  Instruksikan untuk
 Mampu
istirahat memonitor tidur pasien
mengidentifikasi
Faktor Yang  Monitor waktu makan
kan hal-hal yang
Berhubungan : dan minum dengan
meningkatkan
 Kelembaban waktu tidur
tidur
lingkungan sekitar  Monitor/catat
 Suhu lingkungan kebutuhan tidur pasien
sekitar setiap hari dan jam
 Tanggung jawab
memberi asuhan
 Perubahan pejanan
terhadap cahaya
gelap
 Gangguan(mis.,untuk
tujuan terapeutik,
pemantauan,
pemeriksaan
laboratorium)
 Kurang kontrol tidur
 Kurang privasi,
Pencahayaan

4. Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian


Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil
Ansietas  Klien mampu  Gunakan pendekatan
berhubungan dengan mengindentifikasi yang menenangkan.
ancaman kematian dan  Beritahu pada pasien
mengungkapkan segala sesuatu yang
gejala cemas membuat pasien
 Menunjukkan cemas
teknik untuk  Jelaskan prosedur
mengontrol cemas kegiatan semua
 TTV dalm batas  Bantu pasien untuk
normal mengenal situasi yang
 Postur tubuh, menimbulkan cemas.
mimik dan tingkat  Ajarkan nafas dalam
aktivitas pada pasien untuk
menunjukkan mengurangi cemas
cemas berkurang. dan membuat lebih
relaksasi

E. Peran perawat dalam meningkatkan adherence


Peran perawat merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain
terhadap seseorang sesuai dengan kedudukan dalam system, dimana dapat
dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari profesi perawatn maupun dari luar
profesi keperawatan yang bersifat konstan.
Adherence atau patuh adalah kepatuhan pasien sebagai sejauh mana perilaku
pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh profesiaonal kesehatan
(Niven, N, 2002). Kepatuhan atau adherence pada terapi adalah sesuatu keadaan
dimana pasien mematuhi pengobatannya atas dasar kesadaran sendiri, bukan
hanya karena mematuhi perintah dokter. Hal ini penting karena diharapkan akan
lebih meningkatkan tingkat kepatuhan minum obat. Adherence atau kepatuhan
harus selalu dipantau dan dievaluasi secara teratur pada setiap kunjungan.
Kegagalan terapi ARV sering diakibatkan oleh ketidak-patuhan pasien
mengkonsumsi ARV.
Untuk mencapai supresi virologis yang baik diperlukan tingkat kepatuhan
terapi ARV yang sangat tinggi. Penelitian menunjukkan bahwa untuk mencapai
tingkat supresi virus yang optimal, setidaknya 95% dari semua dosis tidak boleh
terlupakan. Resiko kegagalan terapi timbul jika pasien sering lupa minum obat.
Kerjasama yang baik antara tenaga kesehatan dengan pasien serta komunikasi dan
suasana pengobatan yang konstruktif akan membantu pasien untuk patuh minum
obat.
Kepatuhan adalah istilah yang digunakan utnuk menggambarkan perilaku
pasien dalam minum obat secara benar tentang dosis, frekuensi dan waktunya.
Supaya patuh, pasien dilibatkan dalam memutuskan apakah minum obat atau
tidak. Kepatuhan ini amat penting dalam penatalaksaan ART, karena:
a. Bila obat tidak mencapai konsentrasi optimal dalam darah maka akan
memungkinkan berkembangnya resistensi.
b. Minum dosis obat tepat waktu dan meminumnya secara benar.
c. Derajat kepatuhan sangat berkolerasi dengan keberhasilan dalam
mempertahankan supresi virus.

Terdapat kolerasi positif antara kepatuhan dengan keberhasilan, dan


HAART sangat efektif bila diminum sesuai aturan. Hal ini berkaitan dengan.

a. Resistensi obat. Semua obat antiretroviral diberikan dalam bentuk


kombinasi, di samping meningkatkan efektivitas juga penting dalam
mencegah resistensi. Kepatuhan terhadap aturan pemakaian obat juga
sangat membantu mencegah terjadinya resitensi. Virus yang resisten
terhadap obat akan berkembang cepat dan berakibat bertambah buruknya
perjalanan penyakit.
b. Menekan virus secara terus menerus. Obat-obatan ARV harus diminum
seumur hidup secara teratur, berkelanjutan, dan tepat waktu. Cara terbaik
untuk menekan virus secara terus menerus adalah dengan meminum obat
secara tepat waktu dan mengikuti petunjuk minum obat dengan benar serta
di anjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang bergizi.
c. Kiat penting untuk mengingat minum obat.
1) Minumlah obat pada waktu yang sama setiap hari.
2) Harus selalu tersedia obat di mana pun biasanya penderita berada,
misalnya dikantor, di rumah, dan lain-lain.
3) Bawa obat kemanapun pergi.
4) Gunakan alarm untuk mengingatkan waktu minum obat.

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi atau faktor prediksi


kepatuhan:
Fasilitas layanan kesehatan. Sistem layanan yang berbelit,
sistem pembiayaan kesehatan yang mahal, tidak jelas dan birokratik
adalah penghambat yang berperan sangat signifikan terhadap
kepatuhan, karena hal tersebut menyebabkan pasien tidak dapat
mengakses layanan kesehatan dengan mudah. Termasuk
diantaranya ruangan yang nyaman, jaminan kerahasiaan dan
penjadwalan yang baik, petugas yang ramah dan membantu pasien.
a. Karakteristik Pasien. Meliputi faktor sosiodemografi (umur, jenis
kelamin, ras / etnis, penghasilan, pendidikan, buta/melek huruf,
asuransi kesehatan, dan asal kelompok dalam masyarakat misal waria
atau pekerja seks komersial) dan faktor psikososial (kesehatan jiwa,
penggunaan napza, lingkungan dan dukungan sosial, pengetahuan dan
perilaku terhadap HIV dan terapinya).
b. Paduan terapi ARV. Meliputi jenis obat yang digunakan dalam
paduan, bentuk paduan (FDC atau bukan FDC), jumlah pil yang harus
diminum, kompleksnya paduan (frekuensi minum dan pengaruh
dengan makanan), karakteristik obat dan efek samping dan mudah
tidaknya akses untuk mendapatkan ARV.
c. Karakteristik penyakit penyerta. Meliputi stadium klinis dan lamanya
sejak terdiagnosis HIV, jenis infeksi oportunistik penyerta, dan gejala
yang berhubungan dengan HIV. Adanya infeksi oportunistik atau
penyakit lain menyebabkan penambahan jumlah obat yang harus
diminum.
d. Hubungan pasien-tenaga kesehatan. Karakteristik hubungan pasien-
tenaga kesehatan yang dapat mempengaruhi kepatuhan meliputi:
kepuasan dan kepercayaan pasien terhadap tenaga kesehatan dan staf
klinik, pandangan pasien terhadap kompetensi tenaga kesehatan,
komunikasi yang melibatkan pasien dalam proses penentuan
keputusan, nada afeksi dari hubungan tersebut (hangat, terbuka,
kooperatif, dll) dan kesesuaian kemampuan dan kapasitas tempat
layanan dengan kebutuhan pasien
Sebelum memulai terapi, pasien harus memahami program
terapi ARV beserta konsekuensinya. Proses pemberian informasi,
konseling dan dukungan kepatuhan harus dilakukan oleh petugas
(konselor dan/atau pendukung sebaya/ODHA). Tiga langkah yang
harus dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan antara lain:
Langkah 1: Memberikan informasi
Klien diberi informasi dasar tentang pengobatan ARV, rencana
terapi, kemungkinan timbulnya efek samping dan konsekuensi
ketidakpatuhan. Perlu diberikan informasi yang mengutamakan aspek
positif dari pengobatan sehingga dapat membangkitkan komitmen
kepatuhan berobat

Langkah 2: Konseling perorangan


Petugas kesehatan perlu membantu klien untuk mengeksplorasi
kesiapan pengobatannya. Sebagian klien sudah jenuh dengan beban
keluarga atau rumah tangga, pekerjaan dan tidak dapat menjamin
kepatuhan berobat.
Sebagian klien tidak siap untuk membuka status nya kepada
orang lain. Hal ini sering mengganggu kepatuhan minum ARV,
sehingga sering menjadi hambatan dalam menjaga kepatuhan. Ketidak
siapan pasien bukan merupakan dasar untuk tidak memberikan ARV,
untuk itu klien perlu didukung agar mampu menghadapi kenyataan dan
menentukan siapa yang perlu mengetahui statusnya.
Langkah 3: Mencari penyelesaian masalah praktis dan membuat
rencana terapi.
Setelah memahami keadaan dan masalah klien, perlu dilanjutkan
dengan diskusi untuk mencari penyelesaian masalah tersebut secara
bersama dan membuat perencanaan praktis. Hal-hal praktis yang perlu
didiskusikan antara lain:
1) Di mana obat ARV akan disimpan?
2) Pada jam berapa akan diminum?
3) Siapa yang akan mengingatkan setiap hari untuk minum obat?
4) Apa yang akan diperbuat bila terjadi penyimpangan kebiasaan
sehari-hari?
Harus direncanakan mekanisme untuk mengingatkan klien
berkunjung dan mengambil obat secara teratur sesuai dengan kondisi
pasien.
Perlu dibangun hubungan yang saling percaya antara klien dan
petugas kesehatan. Perjanjian berkala dan kunjungan ulang menjadi
kunci kesinambungan perawatan dan pengobatan pasien. Sikap petugas
yang mendukung dan peduli, tidak mengadili dan menyalahkan pasien,
akan mendorong klien untuk bersikap jujur tentang kepatuhan makan
obatnya.
2. Kesiapan Pasien Sebelum Memulai Terapi ARV
Menelaah kesiapan pasien untuk terapi ARV. Mempersiapan pasien
untuk memulai terapi ARV dapat dilakukan dengan cara:
a. Mengutamakan manfaat minum obat daripada membuat pasien
takut minum obat dengan semua kemunginan efek samping dan
kegagalan pengobatan.
b. Membantu pasien agar mampu memenuhi janji berkunjung ke klinik
c. Mampu minum obat profilaksis IO secara teratur dan tidak terlewatkan
d. Mampu menyelesaikan terapi TB dengan sempurna.
e. Mengingatkan pasien bahwa terapi harus dijalani seumur hidupnya.
f. Jelaskan bahwa waktu makan obat adalah sangat penting, yaitu
kalau dikatakan dua kali sehari berarti harus ditelan setiap 12
jam.
g. Membantu pasien mengenai cara minum obat dengan menyesuaikan
kondisi pasien baik kultur, ekonomi, kebiasaan hidup (contohnya
jika perlu disertai dengan banyak minum wajib menanyakan sumber
air, dll).
h. Membantu pasien mengerti efek samping dari setiap obat tanpa
membuat pasien takut terhadap pasien, ingatkan bahwa semua
obatmempunyai efek samping untuk menetralkan ketakutan terhadap
ARV.
i. Tekankan bahwa meskipun sudah menjalani terapi ARV harus tetap
menggunakan kondom ketika melakukan aktifitas seksual atau
menggunakan alat suntik steril bagi para penasun.
k. Sampaikan bahwa obat tradisional (herbal) dapat berinteraksi dengan
obat ARV yang diminumnya. Pasien perlu diingatkan untuk
komunikasi dengan dokter untuk diskusi dengan dokter tentang obat-
obat yang boleh terus dikonsumsi dan tidak.
l. Menanyakan cara yang terbaik untuk menghubungi pasien agar dapat
memenuhi janji/jadwal berkunjung.
m. Membantu pasien dalam menemukan solusi penyebab ketidak
patuhan tanpa menyalahkan pasien atau memarahi pasien jika lupa
minum obat.
n. Mengevaluasi sistem internal rumah sakit dan etika petugas dan
aspek lain diluar pasien sebagai bagian dari prosedur tetap untuk
evaluasi ketidak patuhan pasien.

3. Unsur Konseling untuk Kepatuhan Berobat


a. Membina hubungan saling percaya dengan pasien
b. Memberikan informasi yang benar dan mengutamakan manfaat
postif dari ARV
c. Mendorong keterlibatan kelompok dukungan sebaya dan membantu
menemukan seseorang sebagai pendukung berobat
d. Mengembangkan rencana terapi secara individual yang sesuai
dengan gaya hidup sehari-hari pasien dan temukan cara yang dapat
digunakan sebagai pengingat minum obat
e. Paduan obat ARV harus disederhanakan untuk mengurangi jumlah
pil yang harus diminum dan frekuensinya (dosis sekali sehari atau
dua kali sehari), dan meminimalkan efek samping obat.
f. Penyelesaian masalah kepatuhan yang tidak optimum adalah
tergantung dari faktor penyebabnya.
Kepatuhan dapat dinilai dari laporan pasien sendiri, dengan
menghitung sisa obat yang ada dan laporan dari keluarga atau
pendamping yang membantu pengobatan. Konseling kepatuhan
dilakukan pada setiap kunjungan dan dilakukan secara terus menerus
dan berulang kali dan perlu dilakukan tanpa membuat pasien merasa
bosan.
4. Monitoring
Selain adanya kesadaran pasien untuk mematuhi peraturan ART,
doperlukan juga adanya monitoring yang dilakukan oleh pihak yang
berwenag (perawat, konselor dan dokter) atau pihak yang berhubungan
dnegan ODHA lainnya. Upaya monitoring terdiri atas :
a. Monitoring berkala. Monitoring ini terbagi menjadi tiga jenis yaitu :
1) Monitoring kepatuhan (adherence) yang harus didiskusikan pada
setiap kunjungan.
2) Monitoring efek samping ART, yang terdiri atas pertanyaan
langsung, pemeriksaan klinis dan tes laboratorium.
3) Monitoring keberhasilan ART. Monitoring ini berupa indikastor
klinis, misalnya berat badan yang meningkat, jumlah CD4 dan
viral load.
b. Monitoring klinis. Monitoring klinis dilakukan agar didapatkan
riwayat penyakit yang jelas dan dilakukan pemeriksaan klinis yang
teratur. Berikut ini adalah kegiatan yang dilakukan setiap kali
dilakukannya pemeriksaan klinis.
1) Follow up pertama setelah satu atau dua minggu. Lebih awal jika
terjadi efek samping.
2) Kunjungan bulanan sesudahnya, atau lebih bila doperlukan.
3) Tiap kunjungan tanyakan tentang gejal, kepatuhan, maslah yang
berhubungan dnegan HIV dan non HIV, dan kualitas hidup.
4) Pemeriksaan, berat badan, dan suhu.
c. Pemeriksaan laboratorium dasar
1) Hitung darah dan hitung jenis (Hb, leukosit, dan TLC-total
limfosit count tiap 3 bulan dan pada awlah pemakaian ARV).
2) SGOT dan SGPT.
3) Hitung CD4, dilakukan pada awal terapi dan tiap 6 bulan.
d. Monitoring efektivitas
ARV dinilai efektif bila :
1) Menurunnya/menghilangnya gejala.
2) Meningkatkan berat badan.
3) Menurunnya lesi kaposi.
4) Meningkatkan TLC.
5) Meningkatnya hitungan CD4.
6) Supresi VL yang bertahan lama.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Antiretroviral (ARV) adalah obat yang diberikan untuk pasien HIV/AIDS dengan tujuan
menghentikana aktivitas virus, memulihkan sitem imun dan mengurangi terjadinya infeksi
oportunistik, memperbaiki kualitas hidup, dan menurunkan kecacatan. ARV tidak
menyembuhkan pasien HIV, namun bisa memperbaiki kualitas hidup dan memperpanjang
usia harapan hidup penderita HIV/AIDS. Peran perawat dalam menigkatkan kepatuhan
minum obat pasien sangat penting yaitu dengan cara memberikan informasi seputar
pengobatan ARV, konseling perorangan untuk mengeksplorasi kesiapan pengobatan pasien
dan membuat rencana terapi pasien.
B. Saran

Perawat dalam melakukan asuhan keperawatan dan tindakan keperawatan kepada pasien
dengan HIV harus berhati-hati dan sesuai dengan SOP agar keamanan pasien dan keamanan
perawat terjaga. Selain masalah fisiologis pada pasien, perawat juga harus mampu melakukan
asuhan keperawatan terhadap masalah psikologis dan social dari pasien. Oleh sebab itu, perlu
di bangun hubungan saling percaya antara klien dan petugas kesehatan. Kunjungan ulang
menjadi kunci kesinambungan perawatan dan pengobatan pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapiuus.


DEPKES RI (2011). Pedoman nasional Tatalaksana klinis infeksi HIV dan
teravi antirotroviral. Kemetrian kesehatan republik indonesia.
DEPKES RI. 2003. Pedoman nasional perawatan, dukungan, dan pengobatan
bagi ODHA. Buku pedoman untuk petugas kesehatan dan petugas
lainnya. Jakarta: Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular
dan Penyehatan lingkungan Depkes RI.
IMAI. 2003. Perawatan kronis HIV dan pengobatan ARV. Surabaya; Integrated
Management of Adolescent and Adult ilness, WHO, Unair, RsU Dr.
Soetomo Surabaya.
Nurarif, Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan NANDA. Media Action Publishing: Yogyakarta
Nursalam, dkk. 2008. Asuhan keperawatan Pada Pasien Terinfeksi
HIV/AIDSJakarta : Salemba Medika
Stewart G. 1997, Managing HIV. Sydney: MJA Published.
Nurarif, Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan NANDA. Media Action Publishing: Yogyaka

Anda mungkin juga menyukai