Anda di halaman 1dari 11

PEDAGOGIK KEDAMAIAN (PEACEFUL PEDAGOGY): TEORI,

KONSEP DAN STRATEGI

Disusun oleh:

SARI RAMANDA (2002012)

URFAN SANIYLABDHAWEGA RIDHWAN (2012892)

LANNY KARLINA (2002004)

JURUSAN PENDIDIKAN SENI


FAKULTAS PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2021
A. Pengertian Peaceful Pedagogy

Peaceful Pedagogy menurut UNICEF mengacu pada proses mempromosikan pengetahuan


(knowledge), keterampilan (skills), sikap (attitudes), dan nilai (values) yang diperlukan untuk
membawa perilaku ke arah perubahan yang memungkinkan anak-anak, remaja dan orang dewasa
untuk mencegah konflik dan kekerasan, baik terang-terangan maupun struktural untuk
menyelesaikan konflik secara damai, dan untuk menciptakan kondisi kondusif untuk perdamaian
antar interpersonal, antar pribadi, antar kelompok, nasional maupun tingkat internasional
(Fontain, 1999).

Peaceful Pedagogy merupakan proses pendidikan yang mengupayakan pemberdayaan


masyarakat agar mampu mengatasi konflik atau masalahnya sendiri dengan cara kreatif dan
bukan dengan cara kekerasan (Assegaf, 2004).

Peaceful Pedagogy pada dasarnya adalah sebuah proses untuk mendapatkan pengetahuan,
pengembangan sikap, dan tingkah laku untuk dapat hidup saling menghormati, toleran, penuh
perdamaian, saling membantu dan anti kekerasan (non-violence). (Machali, 2013)

Pendidikan perdamaian tidak terbatas pada konflik dan menyelesaikannya secara damai, dan
akan lebih efektif jika disesuaikan dengan konteks sosial, budaya, kebutuhan dan aspirasi suatu
negara. Pendidikan perdamaian perlu diperkuat dengan nilai-nilai budaya, agama, dan nilai
kemanusiaan bahkan dapat dikatakan sebagai “esensi kemanusiaan baru”.

Pendidikan perdamaian adalah masalah global. Ini bisa didekati dalam berbagai sudut
pandang.Meski demikian, semua pendekatan yang digunakan dalam menafsirkan pendidikan
perdamaian ini, mengarah pada tiga poin utama. Pendekatan pertama adalah pendidikan
perdamaian berbasis pengetahuan. Dalam pendekatan ini, pendidikan perdamaian diartikan
sebagai mata pelajaran akan ilmu yang dapat diajarkan dalam kurikulum sekolah. Pendekatan
kedua, pendidikan perdamaian diartikan sebagai seperangkat keterampilan dan sikap yang secara
eksplisit dan tidak langsung diajarkan sebagai bahan ajar pada setiap pelajaran. Jadi pendidikan
perdamaian adalah seperangkat keterampilan dan sikap yang dapat dieksplorasi atau diajarkan
atau lebihsecara halus dimasukkan ke dalam berbagai konteks pendidikan. Pendekatan ketiga,
yaitu pendidikan perdamaian dipandang sebagai gabungan antara kedua pendekatan tersebut.
Artinya pendidikan perdamaian adalah mata pelajaran sebagai bagian dari pengetahuan biasa
yang dapat diajarkan dalam kurikulum sekolah dan juga sebagai alat kemampuan / keterampilan
dan sikap yang harus “dikuasai” oleh peserta didik.

Menurut [ CITATION Din18 \l 1057 ]Secara rinci ketiga pendekatan pendidikan perdamaian dapat
diuraikan sebagai berikut :

1) Pendekatan mata pelajaran berbasis pengetahuan


Sesuai dengan konsorsium US Peace Research, Education and Development, pendidikan
perdamaian diartikan sebagai studi akademik dan moral multi disiplin untuk
menyelesaikan masalah dalam masalah perang dan ketidakadilan melaluipengembangan
kelembagaan dan gerakan yang mampu memberikan kontribusi pada upaya damai
berdasarkan keadilan dan rekonsiliasi kesetaraan. (COPRE, 1986).
2) Pendekatan keterampilan dan Sikap
Sesuai dengan catatan Cremin (1993) yang menekankan pentingnya faktor keterampilan
dan sikap dalam pendidikan perdamaian. Pendidikan Perdamaian adalah terminologi
global untuk melaksanakan semua kegiatan pendidikan dan menitikberatkan pada
pentingnya upaya dalam memajukan ilmu perdamaian dan membangun konstruksi
perdamaian itu sendiri melalui penguatan kapasitas peserta didik dalam sikap dan
toleransi serta kemampuan untuk bekerja sama, menghindari konflik dan penyelesaian.
konflik, sehingga peserta didik memiliki penguatan kapasitas dan motivasi, baik secara
individu maupun kelompok untuk hidup damai dengan sesama.
3) Pendeketan dengan Menggabungkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap.
Asumsi dasar dari pendekatan ketiga ini adalah bahwa pendidikan perdamaian akan
terwujud apabila terdapat kombinasi pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang
harmonis dan cukup dominan dalam menafsirkan dan menindaklanjuti pentingnya
pendidikan perdamaian. Reardon (1988) menulis bahwa pendidikan perdamaian sebagai
proses yang mempersiapkan anak muda untuk tanggung jawab global; memungkinkan
mereka untuk memahami sifat dan implikasi dari kemerdekaan global; dan membantu
mereka menerima tanggung jawab atas pekerjaan untuk komunitas global yang adil,
damai, dan layak. Menurut Reardon, tema sentral pembelajaran dalam pendidikan
perdamaian adalah tentang topik kewarganegaraan atau relasi antar kelompok dalam
mengkaji topik topik yangberpotensi menyebabkan kekerasan. Pelatihan ini dansimulasi
penting diberikan kepada siswa diSuasana simulasi di kelas berupa pembelajaran
kooperatif sebagai landasan kegiatan pendidikan perdamaian.

Tujuan Peaceful Pedagogy

Tujuan Peaceful Pedagogy menurut Harris (2002) yaitu


1. To apreciate the richness of the concept of peace
2. To address fears
3. To provide information about security systems
4. To understand violint behaviour
5. To develop intercultural understanding
6. To provide for a future orientation
7. To teach peace as a process
8. To promote a concept of peace accompanied by social justice
9. To stimulate a respect for life
10. To end violence

Urgensi dari Peaceful Pedagogy

Dalam kajian nasional, pendidikan perdamaian dapat dipertimbangkan untuk segera


ditindaklanjuti pada lembaga pendidikan dengan beberapa alasan dan pertimbangan utama
sebagai berikut di Indonesia [ CITATION Din18 \l 1057 ]:

1. Pertama, Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemukIndonesia terdiri dari berbagai
suku, bahasa dan budaya, serta beraneka ragam karena terdiri dari berbagai agama dan
kepercayaan. Sebagai bangsa yang dibangun oleh keberagaman, Indonesia patut
berbangga, karena keberagaman saling memperkaya. Namun ada juga resiko yang
sering terjadi pada keberagaman yaitu potensi gesekan, konflik dan konflik yang
berkepanjangan. Tentangnya sebagai bangsa yang pernah dan bahkan sedang dan akan
selalu mengalaminya. Dalam derajat yang berbeda-beda, seringkali terjadi konflik suku,
antar budaya dan agama yang tidak menimbulkan sedikit korban jiwa. Oleh karena itu,
pendidikan perdamaian merupakan salah satu solusi dan urgen untuk diberikan pada
pembelajar yang sistemik dan terus berlanjut di sekolah. Jika perlu, pemerintah harus
menjadikan pendidikan perdamaian sebagai bagian tak terpisahkan dari kurikulum
sekolah, meski tidak berarti pendidikan perdamaian menjadi mata pelajaran tersendiri
2. Kedua, pendidikan perdamaian menjadi penting untuk proses belajar peserta didik. Hal
ini sebagian karena peserta didik diajak berdialog dan memahami strategi untuk
menghadapi dan bahkan bagaimana menyelesaikan konflik dan masalah yang mungkin
terjadi. Akibat dari konflik tersebut dapat berupa konflik dengan diri sendiri, diri dengan
orang lain atau antara satu komunitas dengan komunitas lainnya. Sistem negosiasi,
membangun kepercayaan, kerjasama / integrasi, dan kemenangan dimenangkan dan
didorong dan ditularkan untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Ketiga, pendidikan perdamaian menjadi penting untuk disosialisasikan kepada generasi
muda Indonesia. Generasi muda merupakan tulang punggung pembangunan perdamaian
yang berkelanjutan, oleh karena itu pemahaman tentang pentingnya Pendidikan
Perdamaian merupakan fondsi bagi solidaritas persatuan bangsa. Generasi muda harus
diberi bekal yang memadai dari segala tema perdamaian agar karakter dan jati diri
mereka sebagai pembawa damai, dan pembawa kebajikan menjadi cirri dalam
pembangunan kehidupan bangsa.
B. Konsep Pendidikan Perdamaian

1. Pendidikan Perdamaian melalui Hak Asasi Manusia


Pendidikan perdamaian adalah tentang menumbuhkan pengetahuan, nilai dan keterampilan
yang memungkinkan peserta didik untuk terlibat dalam tindakan yang adil secara sosial
berdasarkan hak asasi manusia (Mcleod,2014).
Hak asasi manusia sangatlah penting bagi PBB sebagai penjaga perdamaian dunia, pembawa
damai dan pembangun perdamaian. Kofi annan (1999) menyatakan “tanpa hak asasi manusia
tidak ada perdamaian atau kemakmuran yang akan bertahan lama.”Kegiatan utama dalam
pemajuan hak asasi manusia adalah pendidikan hak asasi manusia.
Pada tahun 1994, Sidang umum PBB mendefinisikan pendidikan hak asasi manusia sebagai
“pelatihan, penyebaran dan upaya informasi yang bertujuan membangun budaya universal hak
asasi manusia melalui penyampaian pengetahuan, keterampilan, dan pembentukan sikap dan
diarahkan kepada :
a) penguatan penghormatan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan fundamental
b) pengembangan penuh kepribadian manusia dan rasa martabatnya
c) promosi pemahaman, toleransi, kesetaraan gender dan persahabatan diantara semua
bangsa, masyarakat adat, masyarakat, dan kelompok ras, kebangsaan, etnis, agama, dan bahasa.
d) memungkinkan semua orang untuk berpartisipasi secara efektif dalam masyarakat bebas.
e) kelanjutan kegiatan PBB untuk pemeliharaan perdamaian

Sejak diperkenalkannya deklarasi “The Universal Declaration of Human Rights”, sekolah


telah dilihat sebagai konteks transmisi hak asasi manusia.Jaime Torres Bodet sebagai Director-
General of the UNESCO mengatakan bahwa “Pengetahuan dan pemahaman tentang prinsip-
prinsip Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan penerapan praktisnya harus dimulai selama
masa kecil. Upaya untuk menyatakan hak dan kewajiban yang disiratkannya tidak akan pernah
sepenuhnya efektif kecuali sekolah di semua negara menjadikan pengajaran tentang Deklarasi
sebagai bagian reguler dari kurikulum”. Pun beberapa argumen dari United Nation dengan
Convention on the Right of the Child mengatakan hal yang sama.

Pedagogi Perdamaian 'didirikan pada pembelajaran siswa tentang dan melalui hak asasi
manusia dengan menumbuhkan pengetahuan, nilai, dan keterampilan perdamaian di lingkungan
sekolah mereka untuk memungkinkan mereka menegakkan hak asasi manusia di dunia mereka.
Hal ini sesuai dengan Majelis Perserikatan Bangsa-Bangsa yang berpendapat bahwa “pendidikan
hak asasi manusia harus melibatkan lebih dari sekedar penyediaan informasi dan harus
merupakan proses seumur hidup yang komprehensif yang dengannya orang-orang di semua
tingkatan dalam pembangunan dan di semua lapisan masyarakat belajar menghormati martabat
orang lain dan cara serta metode untuk memastikan rasa hormat itu di semua masyarakat.
Badan PBB mendefenisikan pendidikan perdamaian adalah proses mempromosikan
pengetahuan, keahlian-keahlian, sikap dan nilai-nilai yang diperlukan untuk membawa
perubahan perilaku yang memungkinkan anak-anak, pemuda dan orang dewasa untuk mencegah
(to prevent) konflik dan kekerasan; menyelesaikan (to resolve) konflik secara damai; dan
menciptakan (to create) kondisi yang kondusif untuk perdamaian, baik pada level antar personal,
interpersonal, antar kelompok, nasional dan internasional. (Susan Fountain, 1999:1). Dari
defenisi ini dapat ditarik kata kuncinya adalah proses mempromosikan pengetahuan, keahlian,
sikap dan nilai untuk mencegah, menyelesaikan dan menciptakan perdamaian pada setiap level.

2. Pendidikan perdamaian dalam lingkungan sekolah

Ian and Synott, John (2002) dalam buku "Peace Education for a New Century' Social
Alternatives"  menjelaskan bahwa pendidikan perdamaian adalah pengajaran yang menarik bagi
semua orang. Hal ini karena didorong oleh :
 Adanya keinginan semua orang untuk hidup damai

 Adanya kebutuhan untuk mengelola atau menyelesaikan konflik tanpa kekerasan

 Pentingnya kemampuan memahami dan menganalisis secara kritis berbagai ekspresi budaya
lokal/global dan regulasi formal yang justru menyuburkan atau memproduksi praktek-praktek
ketidak adilan dan ketidak setaraan dalam masyarakat.
Pada sisi lain,  James Halaman (2004) menyatakan bahwa pendidikan perdamaian dapat
menjadi media untuk mendorong komitmen setiap orang terhadap pentingnya  perdamaian
melalui upaya meningkatkan kepercayaannya sebagai agen perdamaian. Pendidikan perdamaian
dilakukan dengan  mengajarkan pada anak dan remaja tentang akibat negatif dari perang dan
ketidak adilan sosial. Kepada para anak dan remaja  juga diinformasikan tentang pentingnya
menegakkan nilai-nilai perdamaian dan keadilan sosial,  mencintai perdamain dunia,
membayangkan indahnya masa depan tanpa konflik serta menumbuhkan untuk terus peduli
terhadap sesama agar tercipta kehidupan yang harmonis.
Pada tataran implementasi pendidikan perdamaian bukan hanya berupa  pendidikan
formal di sekolah, juga bukan merupakan pendidikan yang penuh teori-teori yang harus dihafal
agar mendapat nilai,  melainkan sebuah proses pendidikan tentang bagaimana seorang
manusia/individu  dapat membantu membangun masa depan dan membuat dunia menjadi tempat
yang lebih damai untuk hidup dan kehidupan umat manusia.

C. Strategi Pendidikan Perdamaian

Terdapat 5 strategi pembelajaran yang mencerminkan pendidikan perdamaian menurut


Harris (1990) :

1. Penggunaan gaya mengajar dialog sebagai mempromosikan perspektif bahwa siswa


serta guru memiliki wawasan penting tentang kebenaran.
Pendidikan perdamaian menggunakan gaya pengajaran dialogis (dialog) yang
mendorong siswa untuk mempertanyakan materi pelajaran yang diajarkan. Guru dan
siswa bersama-sama berbagi informasi, menanggapi pengalaman bersama, dan
mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan sulit. Setiap siswa menyumbangkan
perspektif dalam upaya unt[ CITATION Din18 \l 1057 ]uk membangun kebenaran.
Kunci dari dialog ini adalah pertukaran ide dimana setiap peserta didik
menghargai pendapat orang lain. Siswa diberi tugas untuk membaca, meneliti, dan
menyelidiki dunianya-budayanya, adat istiadatnya, dan tradisi warisan pengetahuan
serta wawasan mereka ke dunia itu di kelas. Dimana guru menggunakan metode
dialog untuk menanyai siswa mengenai wawasan tersebut.
Fungsi penting lainnya dari guru yang menggunakan gaya mengajar dialogis
adalah untuk memastikan sudut pandang setiap orang didengarkan sedemikian rupa
sehingga melihat perspektif yang berbeda menjadi pengalaman belajar yang positif
daripada pertempuran untuk membuktikan siapa yang benar. Pendidik perdamaian
menunjukkan perhatian dan minat yang hangat pada peserta, menegaskan mereka
atas kontribusinya. Dengan demikian, mengikuti prinsip pedagogi perdamaian, guru
menjadi mediator, yang menjaga kekompakan kelompok belajar.
2. Cooperative Learning
Pembelajaran kooperatif memberikan banyak keuntungan. Penelitian
menunjukkan bahwa lingkungan belajar kooperatif mendorong tingkat pencapaian
yang lebih tinggi di antara siswa dan memberikan dukungan teman sebaya yang tidak
tersedia baik dalam lingkungan belajar individualistis atau kompetitif. " Siswa
memperoleh keuntungan emosi dan keterampilan sosial yang penting dari ruang
kelas kooperatif. Mereka cenderung lebih mengenal teman sebayanya. Rasa suka
satu sama lain yang mereka hasilkan dari kerja samameningkatkan motivasi mereka
untuk belajar. Mereka memperoleh keterampilan komunikasi yang berharga ketika
mereka menggabungkan sudut pandang yang beragam ke dalam pemahaman mereka
tentang materi pelajaran. Dalam pengaturan kelompok kecil, siswa mendorong satu
sama lain untuk berprestasi. Mereka belajar untuk bekerja sama terlepas dari
perbedaan individu. Situasi pembelajaran kooperatif, berdasarkan saling
ketergantungan di antara anggota kelompok, mengajar individu untuk merawat
anggota kelompok lainnya dan memberi mereka keterampilan penting yang dapat
membina hubungan kerja yang baik di seluruhkehidupan mereka.Kerja sama
memberikan dasar untuk perdamaian.
3. Problem Solving
Aspek lain dari pedagogi perdamaian adalah orientasi ke arah pengajaran
keterampilan berpikir kritis yang membantu dalam pemecahan masalah. Hannah
Arendt pernah menulis, “Berpikir adalah pekerjaan mendesak suatu spesies yang
memiliki tanggung jawab atas keterampilannya dapat diajarkan melalui penyelidikan
sosial, suatu proses yang melibatkan langkah-langkah berikut: (1) menyajikan dan
mengklarifikasi masalah yang kompleks; (2) berkembanghipotesis untuk
mengeksplorasi masalah; (3) mendefinisikan hipotesis; (4) mengeksplorasi asumsi,
implikasi, dan validitas logis dari hipotesis; (5) mengumpulkan fakta dan bukti untuk
mendukung hipotesis; dan (6) solusi bentuk.
dalam model ini, guru membantu menggerakkan siswa dari tahap ke tahap
dengan mempertajam diskusi, dengan memfokuskan pertanyaan dan minat siswa,
dan dengan memberikan informasi. Guru memberikan sumber daya dan akses ke
pendapat ahli, sementarasiswa menyelidiki masalah sosial dan berbagi tanggung
jawab untuk mencapai kesimpulan. Mereka mempelajari keterampilan berpikir kritis
dari mengembangkan posisi dan mempertahankannya sebelum orang lain. Dengan
mengembangkan hipotesis dan mendukungnya dengan argumen yang beralasan.
Mengajar berpikir kritis membantu siswa mempelajari keterampilan resolusi
konflik ketika mereka memahami nilai-nilai berbeda yang menjadi dasar konflik.
Dalam kehidupan sehari-hari, siswa berinteraksi dengan orang-orang yang melihat
peristiwa dalam berbagai cara. Orang tua dan teman-teman mereka akan sering
melihat situasi secara berbeda, dan siswa akan frustasi ketika mencoba untuk
menerima konflik ini. Untuk mempelajari bagaimana menghadapi situasi konfliktual
di mana orang memiliki sudut pandang yang berbeda, siswa dapat belajar di kelas
mereka bagaimana membangun sudut pandang, menempatkan ide dalam hubungan
yang logis, dan mendengarkan perspektif orang lain - bagaimana orang lain orang
mengatur ide-idenya - dan tidak menganggap pandangan tersebut sebagai prasangka
yang buta dan tidak rasional.
4. Afirmasi
Menggunakan keterampilan berpikir kritis untuk memecahkan masalah yang
kompleks dapat membantu siswa meningkatkan harga diri mereka. Pendidikan
perdamaian berharap bisa diatasi ketidak berdayaan sehingga orang berhasil
mengatasi kekerasan di dunia ini. Setiap individu mengalami serangkaian peristiwa
kompleks dalam keluarga dan lingkungan yang menentukan konsep diri dan
kecenderungan kepemimpinannya sendiri. Pengalaman masa lalu yang sukses dalam
memecahkan masalah dapat meningkatkan kepercayaan diri, yang membantu
individu mengatasi stres dan mengambil risiko untuk menantang komitmen
mendalam terhadap kekerasan. Pendidik perdamaian berusaha membantu siswa
meningkatkan kepercayaan diri sehingga mereka akan diberdayakan untuk bekerja
demi dunia yang damai.
Afirmasi di kelas membantu mengembangkan rasa kompetensi. Kegiatan
penegasan, dengan memperkuat prestasi siswa, meningkatkan harga diri dan
membantu siswa merasa disukai dan dihargai.

5. Pemilihan Batas Demokratis


Penciptaan perdamaian adalah tentang batas-batas yang meruntuhkan batas-batas
yang menciptakan permusuhan dan menghormati batas-batas orang lain. Kekerasan
berasal dari melanggar batasan orang lain. Manusia membangun batasan untuk
melindungi diri mereka sendiridari agresi bermusuhan. Manusia akan selalu agresif.
Tujuan dari pendidikan perdamaian tidak terlalu banyak untuk disingkirkanagresi
untuk membantu membentuk dan menyusun agresi ke dalam penciptaan batas dan
batas yang menghormati hak semua orang. Perdamaianpendidik, melalui cara mereka
mengelola kelas, memberikan pelajaran penting tentang pembuatan dan
pemeliharaan batas.
Penetapan batas yang demokratis mengundang siswa ke dalam proses pembuatan
peraturan, dengan menjelaskan kepada siswa perlunya penetapan batasdan batasan
untuk perilaku yang dapat diterima dan mendorong siswa untuk berpartisipasi dalam
menetapkan aturan yang menghormati batasan dan batasan dari semua yang
berkepentingan. Prosedur semacam itu mendorong guru untuk mengadakan kelas
yang memfasilitasi pengaturan agenda di pihak siswa, daripada mendominasi
pembelajaran orang lain dengan agenda yang telah ditetapkan sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai