Disusun Oleh:
V. Data Pengamatan
a. Penetuan Kurva Standar
[Cr], ppm A
3.00 0.08
6.00 0.19
7.50 0.23
9.00 0.27
12.00 0.37
15.00 0.44
= 9,08 %
massa Cromium =
= x 1,0753 g
= 0,0976 gram
= 97,694 mg
[Cr] =
= 976,94 ppm
Jadi kadar teoritis Cr dalam sampel adalah sebesar 976,94 ppm.
b. Kurva Standar
1) Kurva standar Cr
0,5 Kurva Standar Kromium
0,45
0,4
y = 0,0299x + 0,0014
0,35 R² = 0,9949
AAbsorbansi
0,3
0,25
0,2
0,15
0,1
0,05
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Konsentrasi
y = 0,0299x + 0,0014
0,316 = 0,0299x + 0,0014
=
x = 10,5217
[Cr] = x . fp
= 10,5217 x 100 = 1052,17 ppm
Massa Cr = [Cr] x V
= 1052,17 ppm x 0,1 L
= 105,217 mg
= 1,05 gr
% galat = x 100%
= x 100%
= 7,70 %
VII. Pembahasan
Analisa AAS berdasar pada absorpsi energi sinar dengan λ tertentu oleh atom
netral (bertingkat energi dasar) dari zat yang dianalisa. Sumber cahaya berasal
dari hollow cathode yang dibuat dari unsur yang dianalisa, sehingga menghasilkan
cahaya khas dari unsur tersebut. Didalam nyala, selain terjadi pengatoman, terjadi
juga eksitasi atom-atom. Atom-atom yang tereksitasi akan memancarkan cahaya
dengan λ yang khas dari atom yang dianalisa, sehingga sama dengan λ dari hollow
cathode oleh atom-atom netral dari unsur yang dianalisa akan terganggu. Hal ini
dapat diatasi dengan sistem modulasi. Dimana detector hanya mengukur
perubahan intensitas cahaya yang diemisikan oleh hollow cathode sedangkan
emisi dari unsur dalam nyala tidak ikut terukur. Hal ini yang penting dari AAS
adalah metoda pengatoman (atomisasi) dari unsur yang dianalisa.
Sampel analisis berupa liquid disemburkan ke dalam nyala api burner
dengan bantuan gas bakar yang digabungkan bersama oksidan (bertujuan untuk
menaikkan temperatur) sehingga dihasilkan kabut halus. Atom-atom keadaan
dasar yang berbentuk dalam kabut dilewatkan pada sinar dan panjang gelombang
yang khas. Sinar sebagian diserap, yang disebut absorbansi dan sinar yang
diteruskan emisi. Penyerapan yang terjadi berbanding lurus dengan banyaknya
atom keadaan dasar yang berada dalam nyala. Pada kurva absorpsi, terukur
besarnya sinar yang diserap, sedangkan kurva emisi, terukur intensitas sinar yang
dipancarkan. Untuk menganalisis sampel, sampel harus diatomisasi. Sampel
kemudian harus diterangi oleh cahaya. Cahaya yang ditransmisikan kemudian
diukur oleh detector tertentu.
Pada percobaan kali ini, sampel yang akan dianalisis adalah logam
kromium dalam sampel yang berbeda. Masing-masing sampel dalam bentuk
padatan dilarutkan terlebih dahulu dengan menggunakan asam. HNO3 berfungsi
untuk memberikan suasana asam dalam larutan dan juga agar tidak terjadi
endapan sehingga untu memastikan bahwa ion yang dilarutkan benar-benar larut.
Larutan sampel kemudian dianalisis dan data yang diperoleh kemudian diolah
untuk menentukan kadar logam Cr. Kadar logam kromium yang diperoleh
berdasarkan hasil percobaan adalah sebesar 1052,17 ppm, sedangkan secara
teoritis kadar kromium dalam sampel kompleks kromium heksaurea adalah
sebesar 976,94 ppm, sehingga diperoleh kesalahan sebesar 7,70 %. Kesalahan ini
pada dasranya dapat diterima karena kesalahannya jauh dibawah 10%. Kesalahan
ini dapat disebabkan oleh adanya ion atau atom pengganggu yang menghalangi
penyerapan cahaya oleh ion kromium.
VIII. Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari percobaan ini adalah:
a. Prinsip penentuan ion logam dengan menggunakan AAS adalah absorpsi
energy sinar dengan panjang gelombang tertentu oleh atom-atom netral
dari zat yang akan dianalisis.
b. Kadar kromium dalam sampel senyawa kompleks hasil sintesis
berdasarkan metode AAS adalah 1052,17 dengan galat 7,70 %.
IX. Daftar Pustaka
Chadijah, S. (2012): Dasar-Dasar Kimia Analitik, Alauddin University Press
Makassar.
Darmono. Logam Umum dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Jakarta: UI
Press, 1995.
Day, R. A., dan Underwood, A. L. (2002): Quantitative Analysis, terj. Iis
Sopyan, Analisis Kimia Kuantitatif, Erlangga: Jakarta.
Khopkar, S. M. (2003): Konsep Dasar Kimia Analitik, UI Press: Jakarta.