Anda di halaman 1dari 9

Laporan Praktikum Kimia Analitik

PENENTUAN KADAR KROMIUM SECARA


SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM (SSA)

Disusun Oleh:

Nama Mahasiswa : Allysa Pratiwi Putri


NIM : 24820007

PROGRAM STUDI MAGISTER PENGAJARAN KIMIA


FMIPA ITB 2020
I. Tujuan Percobaan
a. Mempelajari prinsip penentuan ion logam dengan menggunakan alat AAS.
b. Menentukan kadar kromium dalam sampel senyawa kompleks heksaurea
kromium(III) klorida trihidrat.

II. Terori Dasar


Analisis kuantitatif merupakan metode analisis untuk menentukan jumlah
atau banyaknya zat atau untuk mengetahui kuantitas dari setiap komponen yang
menyusun analit. Analisis kuantitatif menghasilkan data numerik yang memiliki
satuan tertentu. Metode analisis kuantitatif umumnya melibatkan prose kimia dan
proses fisika. Analisis kuantitatif yang elibatkan proses kimia seperti gravimetri
dan volumerti. Analisis kuantitatif yang melibatkan proses fisika umumnya
menggunakan prinsip interaksi materi dengan energi pada proses pengukurannya.
Metode ini umumnya manggunakan peralatan yang modern sperti polarimeter,
spektrofotometer sehingga sering dikenal dengan analisis instrumen (Chadijah,
2012).
Analisis kuantitatif berkaitan dengan penetapan berapa banyak suatu zat
tertentu dalam suatu sampel. Zat yang ditetapkan tersebut, yang seringkali
dinyatakan sebagai konstituen atau analit, menyusun entah sebagian kecil atau
sebagian besar sampel yang dianalisis. Jika zat yang dianalisis (analit) tersebut
menyusun lebih dari sekitar 1% dari sampel, maka analit ini dianggap sebagai
konstituen utama. Zat itu dianggap konstituen minor jika jumlahnya berkisar
antara 0,01 hingga 1% dari sampel. Terakhir, suatu zat yang hadir hingga kurang
dari 0.01% dianggap sebagai konstituen perunut (trace) (Day dan Underwood,
2002).
Untuk mengetahui tingkat kandungan logam dalam sampel, mesin untuk
mengukur jumlah logam merupakan alat yang utama. Ada beberapa jenis mesin
yang digunakan, tergantung jenis logam yang diperiksa dan tingkat sensitivitas
pengukuran yang diperlukan. Kebanyakan logam diukur dengan sistem atomisasi,
ada yang dengan sistem kalorimetri dan ada yang dapat menggunakan kedua
sistem tersebut. Mesin dengan sistem atomisasi ada beberapa macam yaitu dengan
menggunakan nyala (flame) dan ada yang menggunakan pembakaran (graphite
furnace). Mesin yang menggunakan sistem nyala disebut flame atomic absorption
spectrophotometry, biasanya untuk mengukur logam dalam jumlah relative besar
(dalam ppm). Tetapi mesin ini juga dapat digunakan untuk mengukur dalam
jumlah yang kecil (dalam ppb) (Darmono, 1995).
Peristiwa serapan atom pertama kali diamati oleh Fraunhofer, dengan
menelaah garis-garis hitam pada spectrum matahari. Sedangkan yang
memanfaatkan prinsip serapan atom pada bidang analisis adalah seorang Australia
bernama Alan Walsh di tahun 1955. Sebelumnya ahli dunia banyak tergantung
pada cara-cara spektrofotometrik atau metode analisis spektrografik. Beberapa
cara ini sulit dan sedikit memakan waktu, kemudian segera digantikan dengan
spektroskopi serapan atom atau atomic absorption spectroscopy (AAS) (Khopkar,
2003).
Metode AAS berprinsip pada absorpsi cahaya oleh atom. Atom-atom
menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat
unsurnya. Atom tersebut mengabsopsi radiasi dari sumber cahaya yang
dipancarkan dari lampu katoda (hollow cathode lamp) yang mengandung
gelombang yang akan ditentukan. Banyaknya penyerapan radiasi kemudian diukur
pada panjang gelombang tertentu menurut jenis logamnya. Cahaya pada panjang
gelombang ini mempunyai cukup energi untuk mengubah tingkat elektronik suatu
atom. Transisi elektronik suatu unsur bersifat spesifik. Dengan absorpsi energi,
berarti memperoleh lebih banyak energi, suatu atom pada keadaan dasar dinaikkan
tingkat energinya ke tingkat eksitasi (Khopkar, 2003).
Atomic absorption spectrophotometry dengan nyala (flame AAS) adalah
salah satu metode yang digunakan untuk menganalisis kadar logam dalam sampel.
Dalam analisis logam menggunakan sistem ini, sampel diatomisasi pada alat
atomizer melalui nyala api dengan bahan bakar asetilen murni. Biasanya logam
yang dianalisis menggunakan flame AAS ini adalah kobal (Co), kadmium (Cd),
tembaga (Cu), kromium (Cr) dan sebagainya yang dikelompokkan dalam atom
normal. Sedangkan untuk analisis raksa (Hg) dilakukan tanpa nyala, tapi larutan
sampelnya direduksi terlebih dahulu dengan pencampuran timah klorida (SnCl2).
Uap hasil reduksi ditampung dalam ruang berjendela yang diletakkan di atas
atomizer (Darmono, 1995).

III. Alat dan Bahan


Alat Bahan
a) Spektrofotometer Serapan Atom a) Larutan standar induk kromium 100 ppm
(AAS) b) Larutan asam nitrat 2,0 M
b) Lampu hollow chatode krom, besi, c) Sampel senyawa kompleks
dan tembaga.
c) Mikro buret
d) Labu takar 100 mL
e) Pipet volum 10 mL

IV. Cara Kerja


Bagian 1: Penyiapan larutan reagen

(a) Larutan standar kromium 100 ppm


(b) Larutan asam nitrat 2,0 M

Bagian 2: Penyiapan larutan standar kromium untuk kurva kalibrasi


(a) Siapkan 6-7 labu takar 100 mL.
(b) Pipet berturut-turut larutan standar baku krom 100 ppm sehingga
memberikan konsentrasi akhir 2-15 ppm.
(c) Tambahkan 5 mL larutan HNO3 2,0 M.
(d) Encerkan dengan air bebas mineral hingga tanda batas.
(e) Biarkan masing-masing labu takar tersebut selama 2-3 menit dan ukur
serapannya pada panjang gelombang pengukurannya. Catat absorban
untuk masing-masing larutan
(f) Gambarkan kurva kalibrasi larutan krom, dengan mengalurkan absorbansi
terhadap konsentrasi.

Bagian 3: Penyiapan larutan sampel


(a) Timbang 1 g sampel senyawa kompleks dan masukkan ke dalam labu
takar 100 mL.
(b) Tambahkan 5 mL larutan HNO3 2,0 M.
(c) Aduk, sampai senyawa kompleks larut.
(d) Encerkan dengan air bebas mineral hingga tanda batas.
(e) Dari larutan sampel, pipet 1 mL ke dalam labu takar 100 mL, tambahkan
5 mL larutan HNO3 2,0 M dan tandabataskan.
(f) Diamkan labu takar tersebut selama 2-3 menit dan ukur serapannya pada
panjang gelombang pengukurannya.
(g) Plotkan serapan/absorban larutan sampel pada kurva larutan standar krom
di atas, guna mengetahui konsentrasi kromium dalam larutan sampel
senyawa kompleks hasil sintesis.
(h) Ulangi langkah a-g dan ambil nilai rata2 kadar kromium dalam sampel
(i) Hitung kadar (%) kromium dalam sampel. Bandingkan kadar kromium(%)
hasil percobaan dengan perhitungan teoritis

V. Data Pengamatan
a. Penetuan Kurva Standar
[Cr], ppm A
3.00 0.08
6.00 0.19
7.50 0.23
9.00 0.27
12.00 0.37
15.00 0.44

b. Penentuan kadar Cr dalam sampel (masing-masing sampel diukur 2x ,


mulai dari penimbangan)

No Massa (g) A data


7 1.0084 0.316
14 1.1422 0.316

VI. Pengolahan Data


a. Penentuan kadar teoritis Cr3+ dalam sampel [Cr(urea)6]Cl3.3H2O
Ar Cr = 52 gr/mol
Mr [Cr(urea)6]Cl3.3H2O = 572,35 gr/mol
Massa no 7 [Cr(urea)6]Cl3.3H2O = 1,0084gram
Massa no 14 [Cr(urea)6]Cl3.3H2O = 1,1422 gram
Rata-rata massa sampel = 1,0753 gram
% Cromium =

= 9,08 %
massa Cromium =

= x 1,0753 g

= 0,0976 gram
= 97,694 mg
[Cr] =

= 976,94 ppm
Jadi kadar teoritis Cr dalam sampel adalah sebesar 976,94 ppm.

b. Kurva Standar
1) Kurva standar Cr
0,5 Kurva Standar Kromium
0,45
0,4
y = 0,0299x + 0,0014
0,35 R² = 0,9949
AAbsorbansi

0,3
0,25
0,2
0,15
0,1
0,05
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Konsentrasi

y = 0,0299x + 0,0014
0,316 = 0,0299x + 0,0014
=

x = 10,5217
[Cr] = x . fp
= 10,5217 x 100 = 1052,17 ppm
Massa Cr = [Cr] x V
= 1052,17 ppm x 0,1 L
= 105,217 mg
= 1,05 gr

% galat = x 100%

= x 100%

= 7,70 %

VII. Pembahasan
Analisa AAS berdasar pada absorpsi energi sinar dengan λ tertentu oleh atom
netral (bertingkat energi dasar) dari zat yang dianalisa. Sumber cahaya berasal
dari hollow cathode yang dibuat dari unsur yang dianalisa, sehingga menghasilkan
cahaya khas dari unsur tersebut. Didalam nyala, selain terjadi pengatoman, terjadi
juga eksitasi atom-atom. Atom-atom yang tereksitasi akan memancarkan cahaya
dengan λ yang khas dari atom yang dianalisa, sehingga sama dengan λ dari hollow
cathode oleh atom-atom netral dari unsur yang dianalisa akan terganggu. Hal ini
dapat diatasi dengan sistem modulasi. Dimana detector hanya mengukur
perubahan intensitas cahaya yang diemisikan oleh hollow cathode sedangkan
emisi dari unsur dalam nyala tidak ikut terukur. Hal ini yang penting dari AAS
adalah metoda pengatoman (atomisasi) dari unsur yang dianalisa.
Sampel analisis berupa liquid disemburkan ke dalam nyala api burner
dengan bantuan gas bakar yang digabungkan bersama oksidan (bertujuan untuk
menaikkan temperatur) sehingga dihasilkan kabut halus. Atom-atom keadaan
dasar yang berbentuk dalam kabut dilewatkan pada sinar dan panjang gelombang
yang khas. Sinar sebagian diserap, yang disebut absorbansi dan sinar yang
diteruskan emisi. Penyerapan yang terjadi berbanding lurus dengan banyaknya
atom keadaan dasar yang berada dalam nyala. Pada kurva absorpsi, terukur
besarnya sinar yang diserap, sedangkan kurva emisi, terukur intensitas sinar yang
dipancarkan. Untuk menganalisis sampel, sampel harus diatomisasi. Sampel
kemudian harus diterangi oleh cahaya. Cahaya yang ditransmisikan kemudian
diukur oleh detector tertentu.
Pada percobaan kali ini, sampel yang akan dianalisis adalah logam
kromium dalam sampel yang berbeda. Masing-masing sampel dalam bentuk
padatan dilarutkan terlebih dahulu dengan menggunakan asam. HNO3 berfungsi
untuk memberikan suasana asam dalam larutan dan juga agar tidak terjadi
endapan sehingga untu memastikan bahwa ion yang dilarutkan benar-benar larut.
Larutan sampel kemudian dianalisis dan data yang diperoleh kemudian diolah
untuk menentukan kadar logam Cr. Kadar logam kromium yang diperoleh
berdasarkan hasil percobaan adalah sebesar 1052,17 ppm, sedangkan secara
teoritis kadar kromium dalam sampel kompleks kromium heksaurea adalah
sebesar 976,94 ppm, sehingga diperoleh kesalahan sebesar 7,70 %. Kesalahan ini
pada dasranya dapat diterima karena kesalahannya jauh dibawah 10%. Kesalahan
ini dapat disebabkan oleh adanya ion atau atom pengganggu yang menghalangi
penyerapan cahaya oleh ion kromium.

VIII. Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari percobaan ini adalah:
a. Prinsip penentuan ion logam dengan menggunakan AAS adalah absorpsi
energy sinar dengan panjang gelombang tertentu oleh atom-atom netral
dari zat yang akan dianalisis.
b. Kadar kromium dalam sampel senyawa kompleks hasil sintesis
berdasarkan metode AAS adalah 1052,17 dengan galat 7,70 %.
IX. Daftar Pustaka
Chadijah, S. (2012): Dasar-Dasar Kimia Analitik, Alauddin University Press
Makassar.
Darmono. Logam Umum dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Jakarta: UI
Press, 1995.
Day, R. A., dan Underwood, A. L. (2002): Quantitative Analysis, terj. Iis
Sopyan, Analisis Kimia Kuantitatif, Erlangga: Jakarta.
Khopkar, S. M. (2003): Konsep Dasar Kimia Analitik, UI Press: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai