Anda di halaman 1dari 4

Nama : Aurelia Pratama

NIM : 13150035

Kelas : 2PPS2

Philip Zimbardo : The Man Who Created Prison. Stanford Prison


Experiment.

 Mengamati abused behavior dari sistem penjara dan mempelajari tindakan


mempengaruhi perilaku seseorang.

Question of Life : Apa yang akan terjadi jika harga diri individual ditelanjangi oleh orang lain?

Penelitian ini diawali ketika Zimbardo mengubah Standford Psychology University


menjadi penjara buatan dan membutuhkan sukarelawan dengan membayar $15 perhari selama
dua minggu. Hasilnya terdapat 24 pria yang menjadi sukarelawan (dengan catatan emosi dan
mental ralatif tenang, berasal dari keluarga dengan ekonomi menengah, dan berkulit putih).
Dari 24 orang tersebut, dibagi menjadi dua kelompok. 12 orang berperan sebagai sipir,
sedangkan 12 lainnya menjadi narapidana. Zimbardo sendiri berperan sebagai deputi/ kepala
sipir.

Untuk memantapkan peran, baik sipir maupun narapidana mengenakan pakaian yang
sesuai dengan perannya. Prison guards (sipir) memakai seragam militer, kacamata hitam, dan
menggunakan wooden stick. Sedangkan prisoners (narapidana) mengenakan pakaian yang tidak
nyaman, tidak memakai pakaian dalam, pengenalan identitas dengan menggunakan nomor,
topi stocking, dan pergelangan kakinya diikat dengan rantai kecil sebagai pengingat, serta
makanan yang hambar.

Pada hari pertama, sipir sudah ditugaskan untuk tinggal di dalam penjara, sisanya
diperbolehkan pulang. Tetapi sesampainya mereka di rumah, didalam rumahnya sudah
dikelilingi oleh polisi sungguhan (yang sudah setuju untuk bekerjasama dengan Zimbardo) dan
prisoner dituduh telah melakukan perampokan bersenjata. Kemudian mereka digiring kedalam
sel penjara buatan Zimbardo. Tiap sel penjara berisikan tiga prisoners.

Kemudian pada hari kedua, terjadi pembelotan atau pemberontakan masal. Prisoners
memakai matras mereka untuk memblokade pintu sel. Tidak semua prisoners terlibat dalam
pemberontakan tersebut. Bagi mereka yang tidak mengikuti kerusuhan tersebut mendapatkan
penghargaan yaitu mendapat makanan yang layak untuk dimakan, sayangnya mereka menolak.

Dalam waktu 36 jam berikutnya, seorang prisoner dengan nomor identitas 8612 berteriak dan
akhirnya dikeluarkan. Prisoner lainnya dihukum dengan mengulangi nomor mereka,
berolahraga ekstrim, dan mengambil matras mereka sehingga mereka hanya tidur beralaskan
tanah.

Selama beberapa hari penelitian ini diadakan, hasilnya menyatakan bahwa sepertiga
dari sipir mulai menunjukkan perilaku sadis. Tidak jarang mereka membentak dan memukuli
narapidana. Akhirnya, seorang prisoner yang dulu dikeluarkan, kembali lagi ke penjara buatan
Zimbardo dengan niat membebaskan teman-temannya (sesama narapidana). Zimbardo
mengetahui niat orang tersebut kemudian memindahkan lokasi penjaranya ke lantai lain dan
berbohong bahwa eksperimennya telah usai. Setelah beberapa saat, orang baru (saya
mengatakan orang baru karena ia bukan lagi seorang prisoner, mengingat ia pernah dikeluarkan
dan kembali lagi) tersebut mengetahui lokasi penjara yang baru, namun dithan oleh sipir dan
diasingkan. Zimbardo menawarkan akan membebaskan orang baru tersebut apabila masing-
masing dari prisoners mengorbankan selimutnya dan memberikannya kepada orang baru itu.
Hasilnya, semua prisoner (kecuali satu orang prisoner) menyimpan selimut mereka dan enggan
memberikannya.

Enam hari setelah eksperimen tersebut, Zimbardo terpaksa menghentikannya. Pasalnya diantara 50
orang pengunjung, ada satu orang yang menanyakan moralitas dari eksperimen tersebut. Zimbardo
kemudian tersadar dan segera menghentikan eksperimennya. Ia juga menyaadari bahwa ia sendiri
terlalu terbawa suasana sebagai deputi, dan prisoners sempat enggan untuk berhenti walaupum
Zimbardo telah mengatakan bahwa mereka tidak dibayar. Karena prisoners tersebut sudah menganggap
dirinya sebagai penjahat yang asli.
Eksperimen ini tidak boleh direplikasi karena melanggar moralitas manusia,
tetapi dari sinilah Zimbardo telah membuktikan bahwa perilaku seseorang
dipengaruhi oleh situasi.

Stanley Milgram : Percobaan Kepatuhan kepada Otoritas. Yale


University.
Percobaan ini terinspirasi dari Adolf Eichmann, seorang Nazi yang diadili karena
membunuh orang Yahudi. Eichmann berdalih bahwa ia hanya menuruti perintah atasannya.
Peristiwa ini menjadi dasar bagi Stanley Milgram untuk melakukan percobaannya. Percobaan ini
dilakukan untuk mencari tahu sampai sejauh mana orang-orang akan mematuhi figur otoriter
ketika disuruh untuk melakukan hal yang berlawanan dengan hati nurani dan berbahaya.

Percobaan ini dimulai ketika Milgram mencari sukarelawan melalui sebuah iklan lokal
untuk berpartisipasi dalam sebuah studi mengenai memori. Tiap peserta akan mendapatkan
$4.50. akhirnya, terdapat 40 partisipan yang semuanya adalah pria. Milgram mengatakan
bahwa akan ada dua kelompok, yang akan diundi melalui penarikan secarik kertas yang
bertuliskan “guru” dan “murid”. Sebenarnya Milgram telah mengatur agar semua partisipan
mendapatkan kertas yang bertuliskan “guru”. jadi, 40 partisipan menjadi guru. lalu siapa yang
menjadi murid? Yang menjadi murid adalah seorang kenalan Milgram (yang berpura-pura
menjadi partisipan) yang dipanggil dengan Wallace. Peneliti dan guru(yang seharusnya adalah
Milgram tetapi digantikan oleh seorang aktor) berada di suatu ruangan yang berisikan
generator listrik antara 15 hingga 450 volts dimana didepannya (dibatasi oleh kaca) terdapat
seorang murid duduk diatas kursi dan pergelangan tangannya diikat oleh elektroda/kejut listrik.

Guru kemudian memberikan kata-kata yang kemudian akan diulang oleh murid. Apabila
murid melakukan kesalahan, sang guru harus memberinya kejutan listrik dan menaikkan
tagangannya apabila murid melakukan kesalahan pada tahap berikutnya. Murid secara sengaja
melakukan kesalahan dan setiap guru diharuskan untuk menaikkan tegangannya. Apabila
tegangannya melebihi 300 volt, biasanya guru menolak untuk melanjutkan. Pada saat inilah
sang kctor yang berperan sebagai peneliti menyuruh mereka agar mereka melakukannya.
Terdapat empat jenis perintah yang apabila guru menolak melakukan perintah pertama, maka
sang peneliti akan mengatakan perintah yang kedua agar tetap memberika tegangan kejut,
demikian seterusnya.
Hasil dari penelitian ini mengungkapkan bahwa dua pertiga dari partisipan melanjutkan
tegangan hingga 450 volt, sisanya hanya sampai 300 volt. Kesimpulannya adalah orang biasa
akan cenderung mematuhi perintah dari seseorang yang memiliki sosok otoriter bahkan jika
mereka disuruh untuk membunuh orang yang tidak bersalah. Sebagian orang akan menuruti
perintah dari atasannya apabils mereks mengenal atasannya memiliki moral yang baik. Respon
ini dapat dipelajari dalam berbagai situasi, seperti sekolah, keluarga, maupun tempat kerja.

Anda mungkin juga menyukai