Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PERBANDINGAN PENDIDIKAN
"Sistem dan Kebijakan Pendidikan di Jepang "

DOSEN PENGAMPU:

ISWATI, M.Pd.I

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 6

APRIANA 19250016

APRIANI 19250017

DONA LISTIANA 19250061

FAKULTAS AGAMA ISLAM

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO

TAHUN AJARAN 2020/2021


KATA PENGANTAR

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT berkat rahmat-Nya kami diberikan kesehatan
untuk menyelesaikan tugas-tugas perkuliahan. Dan berkat ridho-Nya pula kami diberi
kekuatan untuk membuat makalah yang berjudul " Sistem dan Kebijakan Pendidikan di Jepang "
dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah "Perbandingan Pendidikan".

Karena kami masih dalam tahap pembelajaran, tentunya kami secara sadar dan mengakui
masih banyak kekurangan, untuk itu kami mohon kritik dan sarannya untuk membangun
kesempurnaan makalah ini. Dan dalam hal ini kami memohon maaf apabila terjadi kesalahan
dalam penulisan makalah ini. Besar harapan kami untuk menjadikan makalah ini membawa
manfaat bagi kita semua. Aamiin.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Lampung Timur, 25 April 2021

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Jepang merupakan negara maju diberbagai bidang kehidupan seperti : politik, ekonomi,
sosial, budaya, teknologi, dll. Kemajuan-kemajuan yang dimiliki Jepang tentu saja
mempengaruhi sarana dan prsarana serta kualitas pendidikan yang ada di negara tersebut.
Sejarah membuktikan bahwa pendidikan di negara-negara maju seperti Amerika Serikat,
Yunani, Jerman, serta negara-negara maju lainnya membangun kemajuan bangsa dengan
memprioritaskan pendidikan yang ada di negaranya dimana negara berupaya mencerdaskan
kehidupan bangsa serta menghargai terhadap setiap perkembangan ilmu pengetahuan.
Bagi negara Jepang pendidikan merupakan alat yang berperan sangat penting guna
meningkatkan Sumber Daya Manusia. Dimana kualitas pendidikan harus terus ditingkatkan
karena mampu menentukan kualitas Sumber Daya Manusia pada suatu negara itu sendiri.
Pendidikan diharapkan mampu mengembangkan kemampuan dan watak setiap individu di
tengah peradaban bangsa. Jepang dianggap unggul dalam memajukan pendidikan yang ada di
negaranya diamana Jepang terpilih sebagai negara dengan kualitas dan sistem pendidikan
terbaik se-Asia dan tercatat sejak tahun 1970 negara Matahari Terbit ini mampu mengemban
setiap tujuan-tujuan pendidikan yang telah dicanangkannya hanya dalam kurun waktu 25
tahun.
Berbagai keunggulan pendidikan di negara Jepang seperti pada jurusan : kedokteran,
teknologi, sastra, dan seni serta masih banyak lagi merupakan keberhasilan sistem pendidikan
Jepang yang secara gemilang telah mampu menjawab berbagai permasalahan mengenai
Sumber Daya Manusia yang di butuhkan diberbagai bidang lapangan pekerjaan.
Bahkan negara Jepang mampu meminimalisir tingkat pengangguran yang faktanya di
setiap negara selalu meningkat jumlahnya. Kreativitas para lulusan-lulusan pendidikan
Jepang diakui secara internasional sebagai contoh : keberhasilan dibidang otomotif yaitu
Honda, Suzuki, yang selalu mampu menginovasi produk-produknya dalam kurun waktu yang
singkat. Selain menghasilkan tenaga kerja buruh negara ini juga mampu menghasilkan
tenaga-tenaga ahli yang mampu mengembangkan riset-riset terbaru secara terus menerus.
Dari rangkuman diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa negara Jepang mampu menjadi
negara yang unggul di berbagai bidang seperti : politik, ekonomi, sosial, budaya, teknologi,
dll. Karena memiliki Sumber Daya Manusia yang berkualitas dan hal tersebut dapat terwujud
apabila adanya kesadaran antara pemerintah dan warga masyarakat untuk memprioritaskan
pendidikan guna mempersiapkan diri dalam tantangan lapangan pekerjaan, masa depan, serta
kamajuan zaman yang kian menuntut keahlian setiap individunya. Budaya disiplin dan kerja
keras orang Jepang turut berperan serta dalam pencapaian kesuksesan negara tersebut. Nilai-
nilai positif dari negara Jepang patut kita terapkan dalam menyongsong kesuksesan dan
kemajuan pada negara yang sedang berkembang seperti negara kita.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana latar belakang dan kondisi pendidikan di Jepang?
2. Apa tujuan pendidikan di Jepang?
3. Bagaimana sistem pendidikan yang diterapkan Jepang?
4. Bagaimana struktur jenis dan jenjang pendidikan Jepang?
5. Bagaimana kurikulum pendidikan Jepang?
6. Apa saja syarat-syarat pendidik di Jepang?
7. Apa saja isu dan reformasi pendidikan di Jepang?
8. Bagaimana Manajemen Pendidikan di Jepang ?
9. Bagaimana komparasi pendidikan jepang dan Indonesia?
10. Bagaimana analisis penulis

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui latar belakang dan kondisi pendidikan di Jepang
2. Untuk mengetahui tujuan pendidikan di Jepang
3. Untuk mengetahui sistem pendidikan yang diterapkan Jepang
4. Untuk mengetahui struktur jenis dan jenjang pendidikan Jepang
5. Untuk mengetahui kurikulum pendidikan Jepang
6. Untuk mengetahui syarat-syarat pendidik di Jepang
7. Untuk mengetahui isu dan reformasi pendidikan di Jepang
8. Untuk mengetahui Manajemen Pendidikan di Jepang
9. Untuk mengetahui komparasi pendidikan jepang dan Indonesia
10. Untuk mengetahui analisis penulis

D.  Manfaat
Supaya mengetahui tentang system pedidikan di Jepang sebagai bandingan untuk pendidikan
di Indonesia, dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca, serta bisa dijadikan
sebagai referensi tentang perbandingan system pendidikan antara jepang dan indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Latar Belakang dan Kondisi Pendidikan di Jepang


Negara Jepang terdiri hampir  4000 pulau besar dan kecil yang terbentang sepanjang
timur laut pantai benua Asia. Luas area seluruhnya 378,000 kilometer persegi atau sama
dengan 145,882 mil persegi, tetapi hanya sepertiga yang dapat didiami. Penduduk jepang saat
ini kurang lebih 126,182,077 jiwa .
Pada tahun 1980, 57 % penduduk tinggal di 2,2 % dari total daerah Jepang. Penduduk
yang berusia diatas 60 tahun jumlahnya 12,8 % dari seluruh penduduk Jepang, sedangkan
yang berusia dibawah 14 tahun berjumlah 23,6 %. Dahulunya dalam tahun 1950
perbandingan itu adalah 8% dan 35%. Data terakhir menunjukkan kecenderungan yang sama,
yaitu 16,5% dan 15%. Dengan kata lain, jumlah penduduk yang berusi lanjut meningkat
jumlahnya, sementara jumlah penduduk Jepang akan terus meningkat mencapai 140 juta pada
tahun 2020. Perubahan pola demografis yang terjadi di Jepang menimbulkan berbagai
masalah dan mempengaruhi system pendidikan Jepang.
Kesadaran akan pendidikan yang tinggi juga dimiliki oleh Negara Jepang di mana 3,8%
dari GDP (Gross Domestic Product) dianggarkan untuk biaya pendidikan berdasarkan data
tahun 2011 dari Central Intelligence Agency. Pendapatan perkapita Jepang meningkat setiap
tahunnya dengan total $35.600 pada tahun 2011, $36.300 pada tahun 2012, dan pada tahun
2013 adalah sebesar $37.100 yang menempati peringkat ke-36 di dunia. Ekspektasi untuk
menempuh pendidikan mulai dari primer hingga tersier dilakukan selama total 15 tahun baik
oleh laki-laki maupun perempuan dalam data pada tahun 2011.
Dampak Perubahan demografis itu antara lain perlunya mencari lokasi baru untuk
sekolah ;peningkatan dana pembangunan sekolah yangs semakin mahal, pengangkatan dan
penggajian guru-guru didaerah perkotaan ; kelebihan suplai guru, dan program – program
pendidikan yang terisolasi di daerah-daerah pedalaman Jepang. Selanjutnya, meningkatnya
jumlah penduduk yang berusia lanjut mendorong keinginan masyarakat untuk kembali
kesekolah atau kekampus sebagai perwujudan pendidikan sepanjang hayat.
Ditinjau dari segi etnis, Jepang berpedunduk yang homogeny, yang terdiri dari 99,4%
orang Jepang, sedang kan bahasa Jepang dipakai sebagai bahan resmi , dan dipakai mulai dari
prasekolah sampai ke perguruan tinggi.

B. Tujuan Pendidikan di Jepang


Adapun tujuan pendidikan di Jepang adalah “Pendidikan harus bertujuan untuk
pengembangan penuh kepribadian dan berusaha untuk memelihara warga, suara dalam
pikiran dan tubuh, yang dijiwai dengan kualitas yang diperlukan bagi mereka yang
membentuk negara dan masyarakat yang damai dan demokratis.”
: Tujuan-tujuan yang menjadi target yang ingin dicapai pendidikan Jepang yaitu
a.  Pencapaian pengetahuan luas dan budaya, budidaya sensibilitas kaya dan rasa moralitas,
dan pengembangan tubuh yang sehat.
b.  Pengembangan kemampuan individu, membina semangat otonomi dan kemandirian, dan
menekankan hubungan antara karir dan kehidupan praktis.
c. Membina sikap menghargai keadilan dan tanggung jawab, saling menghormati dan
kerjasama, kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, dan jiwa sipil.
d.  Membina sikap menghormati kehidupan dan alam, dan memberikan kontribusi terhadap
perlindungan lingkungan.
e.  Membina sikap menghormati tradisi dan budaya, mencintai negara dan wilayah yang
mengasuh mereka, menghormati negara-negara lain, dan memberikan kontribusi bagi
perdamaian dunia dan perkembangan masyarakat internasional.

C. Sistem Pendidikan yang diterapkan Jepang


Pendidikan di Jepang dipegang tiga lembaga pengelolaan yaitu :
1.      Pemerintah Pusat
2.      Pemerintah Daerah
3.      Swasta.
Dengan sistem admistrasi pendidikan dibangun atas empat tingkatan yaitu :
1.      Sistem administrasi pusat
2.      Sistem administrasi prefectural (Provinsi dan Kabupaten)
3.      Sistem administrasi municipal (Kabupaten dan Kecamatan)
4.      Sistem administrasi sekolah.
Masing-masing sistem administrasi tersebut memiliki tingkatan dan perananya dan
kewenangannya masing-masing untuk saling mengisi dan berkerjasama dalam mengatur
setiap sistem administrasi pada pendidikan Jepang. Di samping itu terjalin kohesi yang baik
antara pemerintah, kepala sekolah, guru, murid dan orang tua sehingga dukungan terhadap
perkembangan dan kemajuan pendidikan berlangsung dengan baik.
Sistem pendidikan di Jepang sebelum perang dunia II memakai system banyak jalur
(multi-tracts) yang mendiversifikasikan mata pelajaran mulai dari anak usia 12 tahun; yaitu
disaat anak-anak menyelesaikan pendidikannya di sekolah dasar. Sistem ini diganti
seluruhnya dalam reformasi pendidikan sesudah perang. Pendidikan Jepang terdiri atas sistem
6-3-3-4 dimana siswa wajib mengemban :
1.      6 tahun Sekolah Dasar (Shōgakkō)
2.      3 tahun Sekolah Menengah Pertama (Chūgakkō)
3.      3 tahun Sekolah Menengah Atas (Koutougakkou)
4.      4 tahun atau lebih untuk jenjang Perguruan Tinggi (Daigaku).
Selain itu bisa dikatakan bahwa sistem pendidikan pada negara Jepang memiliki
kemiripan pada sistem pendidikan di negara kita. Hal tersebut dikarenakan karena negara kita
merupakan negara bekas jajahan Jepang sehingga sebagian sistem pendidikan negara Jepang
masih diterapkan di negara kita dengan sedikit perubahan dimana negara kita lebih
memfokuskan pada pelajaran logika dan penilaian hasil akhir semester sebagai penentu
kelulusan siswa sedangkan di negara Jepang lebih difokuskan pada pengembangan watak
kepribadian dalam kaitannya terhadap kehidupan sehari-hari dan penilaian ditentukan oleh
guru/dosen kelas dengan melihat kinerja belajar siswa sehari-hari sebagai penentu kelulusan.
Perlu kita ketahui bahwa sistem pendidikan Jepang dibangun atas dasar prinsip-prinsip:
1.   Legalisme: Pendidikan di Jepang tetap mengendepankan aturan hukum dan melegalkan
hak setiap individu untuk memperoleh pendidikan tanpa mendiskriminasikan siapapun, suku,
agama, ras, dan antar golongan berhak mendapatkan pendidikan yang layak.
2.   Adminstrasi yang Demokratis: Negara memberikan kesempatan kepada siapa saja untuk
memperoleh pendidikan dengan biaya yang masih terjangkau oleh masyarakatnya. Biaya
pendidikan Jepang di usahakan untuk bisa dijangkau sesuai keuangan masyarakatnya,
memberikan beasiswa bagi siswa yang berprestasi ataupun kurang mampu.
3.  Netralitas: Pendidikan Jepang diberikan kepada setiap siswa dengan tingkat pendidikan
masing-masing dengan mengedepankan pandangan persamaan derajat setiap siswanya tanpa
membeda-bedakan latar belakang materil, asal-usul keluarga, jenis kelamin, status sosial,
posisi ekonomi, suku, agama, ras, dan antar golongan.
4.    Penyesuaian dan penetapan kondisi pendidikan: Dalam proses pengajaran memiliki
tingkat kesulitan masing-masing yang disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan pendidikan
yang ditempuh.
5.   Desentralisasi:  Penyebaran kebijakan-kebijakan pendidikan dari pemerintah pusat secara
merata kepada seluruh sekolah yang ada dinegara tersebut sehingga perkembangan dan
kemajuan sistem pendidikan sehingga dapat diikuti dengan baik.

D. Struktur, Jenis, dan Jenjang Pendidikan Jepang


Secara umum tidak ada perbedaan antara struktur pendidikan di Jepang dengan di
Indonesia yang terdiri atas Taman kanak-kanak, Pendidikan dasar, Pendidikan menengah,
Pendidikan tinggi dan Pendidikan non formal. Pendidikan Jepang terdiri atas sistem usia 6-3-
3-4, sama persis dengan di Indonesia.
1. Taman Kanak-Kanak (Youchien)
Sekitar 63% dari keseluruhan anak-anak di Jepang memulai pendidikan dengan memasuki
Taman Kanak-kanak. Usia yang diperbolehkan untuk masuk taman kanak-kanan adalah
mulai 3 hingga 5 tahun. Pendidikan Taman kanak-kanak berada di bawah naungan
kementrian pendidikan Jepang. Dengan kurikulum ditetapkan oleh masing-masing sekolah
secara musyawarah dengan tetap mempertimbangkan tahap perkembangan anak-anak.
2. Sekolah Dasar 6 Tahun (Shōgakkō)
Pendidikan dasar 9 tahun dari SD hingga SMP merupakan pendidikan wajib untuk anak
usia 6-15 tahun dimana pendidikan tersebut menjadi dasar-dasar pembentukan kepribadian,
watak, dan prilaku. Pemerintah Jepang membebaskan biaya pendidikan untuk tingkat SD
hingga SMP. Setiap orang tua yang mempunyai anak berusia 6-15 tahun diharuskan untuk
menyekolahkan anaknya. Apabila ketahuan terdapat orang tua yang sengaja tidak
menyekolahkan anaknya maka pihak orangtua akan dijatuhi sanksi hukum. 
Sekolah Dasar di Jepang yang 97% -nya adalah sekolah negeri, setiap tanggal 1 April
membuka tahun ajaran baru dan membuka pendaftaran bagi para calon-calon siswa tingkat
Sekolah Dasar. Di sekolah ini, murid-murid akan diajarkan bahasa Jepang, pengenalan
lingkungan hidup, musik, menggambar, olahraga, kerajinan tangan, pelajaran-pelajaran topik,
ilmu-ilmu sains, aritmatik, homemaking, dan ilmu social yang mengajarkan tentang
pendidikan moral dan aktivitas sosial.
3. Sekolah Menengah Pertama 3 tahun (Chūgakkō)
Murid SMP di Jepang diajarkan pendidikan bahasa Jepang, bahasa Inggris, bahasa asing,
ilmu-ilmu sosial, matematika, sains, musik, kesehatan, pendidikan jasmani, seni, industri,
kesejahtraan keluarga, homemaking. Semua pelajaran masing-masing diberikan di hari
berbeda tanpa ada pengulangan mata pelajaran yang sama dalam seminggu. 
Guru di sekolah Menengah Pertama mempunyai pendidikan sarjana dengan sertifikat
kelas dua, serta harus mengikuti ujian sertifikat setiap tahun karena masa berlaku
sertifikatnya hanya selama 1 tahun. Itulah mengapa pengajar di Jepang bisa dipastikan selalu
terbarui kualitasnya.
4. Sekolah Menengah Atas 3 tahun (Koutougakkou)
Ada tiga jenis SMA di Jepang yaitu sekolah negeri yang diatur oleh pemerintah pusat,
sekolah negeri yang diatur pemerintah provinsi, dan sekolah swasta yang diatur oleh lembaga
hukum swasta. Biaya pendidikan untuk tingkatan ini ditanggung oleh masing-masing
individu karena sudah tidak termasuk pada pendidikan dasar. Guru SMA di Jepang minimal
berpendidikan Magister dengan sertifikat mengajar kelas satu, sedangkan guru yang
berpendidikan Doktor memiliki sertifikat kelas dua. 
Pendidikan tingkat menengah atas di Jepang dibagi menjadi 3, yakni pendidikan Fulltime,
Part Time dan correspondence atau terbuka. Pendidikan Fulltime ditempuh selama 3 tahun
penuh dengan tuntutan 80 kredit mata pelajaran. Pendidikan part Time ditempuh hanya pada
malam hari atau waktu yang lebih fleksibel dengan masa tempuh lebih dari 3 tahun dan siswa
dinyatakan lulus apabila telah menempuh 74 kredit. Pendidikan correspondence sama seperti
pendidikan part time dengan menawarkan cara pembelajaran yang khas yaitu siswa tidak
perlu setiap hari menghadiri pelajaran dikelas cukup hadir tiga hari dalam sebulan dengan
kredit yang harus dikumpulkan sebanyak 74 kredit.
5. Perguruan Tinggi 4 tahun atau lebih (Daigaku)
Terdapat 3 jenis Perguruan Tinggi Jepang, yakni Universitas, Junior College, dan
Technical College. Pada universitas terdapat pendidikan untuk menempuh gelar sarjana S1
bergelar “Bachelor’s Degree” yang ditempuh selama 4 tahun (khusus untuk mahasiswa
kedokteran dan dokter gigi menempuh pendidikan selama 6 tahun), Pascasarjana S2
“Master’s Degree” ditempuh selama 2 tahun, dan S3 “Doctor’s Degree” ditempuh selama 5
tahun.
Berbeda dengan Junior College dimana siswa hanya diharuskan menempuh setengah dari
kredit“Bachelor’s Degree” untuk masatempuh 3 hingga 4 tahun. Sedangkan Technical
College biasanya diperuntukkan untuk calon-calon teknisi. Seorang siswa tamatan SMP dapat
langsung masuk ke Technical College untuk kategori sekolah kejuruan tanpa melewati SMA.
Di technical College ini terdapat 5 pilihan jenjang yakni Sarjana (4-6 tahun), Paskasarjana (1
semester-1 tahun), Diploma (2 tahun), Special Training Academy (1-3 tahun), dan Sekolah
Kejuruan (5 tahun).
6. Pendidikan non formal
Di Jepang, pendidikan non formal lebih diarahkan pada pendidikan sosial. Pendidikan non
formal dipersiapkan untuk semua usia mulai dari remaja hingga usia lanjut. Kegiatan
pendidikan non formal di Jepang rata-rata dilaksanaan oleh lembaga non pemerintah seperti
lembaga pers, lembaga penyiaran, toko-toko, perusahaan dan lainnya.
Di Jepang tidak ada ujian akhir, karena SD dan SMP masih termasuk kelompok
"compulsoy education” (dalam bahasa Jepang disebut ‘gimukyouiku’) atau istilah dalam
bahasa Indonesia adalah "program wajib belajar“, sehingga siswa yang telah menyelesaikan
studinya di tingkat SD dapat langsung mendaftar ke SMP.
SMP dan SMA, terdapat 2 kali ujian, yaitu Ujian Tengah Semester (chuukan tesuto) dan Ujian
Akhir Semester (kimatshu tesuto). Tidak ada ujian nasional untuk menentukan kelulusan. Penilaian
kelulusan siswa SMP dan SMA tidak berdasarkan hasil final test, tapi akumulasi dari nilai ulangan
harian, ekstra kurikuler, mid test dan final test.

Tahun akademik di Jepang dimulai dari bulan April sampai bulan Maret, terbagi menjadi dua
semester, dan melangsungkan lima kali  yaitu pada bulan Mei, Juli, Oktober, Desember,dan
Februari. 

E. Kurikulum Pendidikan Jepang


Kurikulum sekolah ditentukan oleh Menteri Pendidikan yang kemudian dikembangkan
oleh Dewan Pendidikan Distrik dan Kota. Pada semua tingkat pendidikan di Jepang harus
menempuh berbagai ujian yang merupakan syarat untuk mendapatkan ijazah. Bagi siswa
yang kehadirannya kurang dari 5% tahun belajar dan hasil ujian jelek maka diwajibkan untuk
mengulang pada level yang sama. Kurikulum disusun oleh sebuah komite khusus dibawah
kontrol Kementrian Pendidikan (MEXT). Komisi kurikulum terdiri dari praktisi dan pakar
pendidikan, wakil dari kalangan industri dan wakil dari Kementrian Pendidikan. Komisi ini
bertugas mempelajari tujuan pendidikan Jepang yang terdapat dalam fundamental education
law lalu menyesuaikan dengan perkembangan yang terjadi baik di dalam maupun luar negeri.
Kurikulum di sekolah-sekolah Jepang pada semua tingkatan mencerminkan tujuan
kembar antara modernisasi dan persatuan. Tingkat dasar menitikberatkan pada pendidikan
moral, music, dan sejarah Jepang serta memberikan pengantar untuk ilmu-ilmu praktis.
Perencanaan kurikulum melibatkan kementrian pendidikan, board of education, dan masing-
masing sekolah. Namun tanggung jawab perencanaan kurikulum dibebankan kepala sekolah
dan pelaksanaan kurikulum dilakukan melalui kerjasama semua staf pengajar.
Pembaruan kurikulum di Jepang mengikuti pola 10 tahunan. Tentunya ada hal baru yang
dimasukkan dalam setiap kurikulum, mengikuti perubahan sosial dan ekonomi masyarakat
Jepang di dunia. Sekalipun perubahan sosial terjadi, para pakar pendidikan Jepang
mensinyalir adanya kemunduran dalam dunia pendidikan di Jepang. Kemunduran tersebut
diantaranya adalah menurunnya minat bersekolah anak-anak, dekadensi moral dan
kedisiplinan yang mulai rapuh, juga prestasi belajar yang menurun, sekalipun beberapa pakar
meragukan alat ukur ini sebagai alat yang tepat untuk mengukur kemampuan akademik
siswa.

F. Syarat-syarat Pendidik di Jepang


1. Guru pelajaran (termasuk guru kelas)
Sama dengan di Indonesia, mahasiswa Fakultas Pendidikan juga membutuhkan sertifikasi
mengajar yang disesuaikan dengan jurusan yang akan diajarkan. Hanya saja mereka
diwajibkan mengikuti ujian sertifikasi itu sebelum lulus. Dan sertifikasi tersebut adalah salah
satu syarat kelulusan.
Beberapa sertifikasi yang disyaratkan dapat dilihat dari salah satu contoh dari Akita
University. Sertifikasi itu akan berbeda untuk setiap jenjang pendidikan. Contohnya apabila
kita sudah mempunyai sertifikasi untuk mengajar pelajaran IPA di SMA, lalu suatu saat kita
pindah pekerjaan dan ingin mengajar SMP, maka sertifikasi yang kita punya tidak berlaku
lagi, sehingga kita diwajibkan untuk mengikuti ujian sertifikasi untuk mengajar SMP.
Adapun syarat lain yang harus dipenuhi untuk menjadi pendidik di Jepang, tidak hanya
sertifikasi diatas yang dibuthuhkan. Namun juga harus menguasai mata pelajaran yang kita
ajarkan tetapi juga micro teaching yang baik, kepribadian dan fisik yang baik serta juga dapat
memainkan alat music. Untuk orang asing yang ingin menjadi guru di Jepang, bukan hanya
syarat-syarat diatas yang harus dipenuhi, melainkan juga sertifikasi bahasa Jepang JLPT
minimal level N2.
2. Guru Bahasa Inggris
Untuk menjadi guru Bahasa Inggris di Jepang, orang jepang selain harus memenuhi syarat
untuk mendapatkan sertifikasi mengajar bahasa Inggris, juga diwajibkan untuk memiliki
sertifikasi mengajar Bahasa Inggris seperti TESOL. Namun rata-rata, di Jepang hanya cukup
memilki TOEIC saja.
Sedangkan untuk orang asing yang ingin menjadi guru Bahasa Inggris di Jepang, ada tiga
macam, guru Bahasa Inggris, ALT (Assistant Language Teacher) dan guru les.
Tahun 1894 lahir peraturan sertifikasi baru yang tidak mengkelas-kelaskan jenis
sertifikasi, tetapi memberikan lisensi mengajar kepada semua lulusan universitas umum dan
universitas khusus wanita (yang berkecimpung di bidang pendidikan keguruan. Hanya ada
satu di Jepang waktu itu, yaitu di Nara). Tahun 1896, hak memberikan sertifikasi guru
diberikan sepenuhnya kepada rektor universitas. Tahun 1899 berlaku peraturan sertifikasi
untuk lulusan universitas negeri maupun swasta, college, dan universitas asing. Tahun 1990
sistem sertifikasi sepenuhnya dipegang oleh MEXT dan lisensi hanya diberikan kepada
lulusan sekolah keguruan atau fakultas pendidikan universitas. Bagi non lulusan fakultas
pendidikan diperkenankan mengikuti ujian seleksi yang penanganannya dilakukan oleh
komite khusus sertifikasi guru.

G. Isu dan Reformasi Pendidikan di Jepang


Meskipun negara maju, Jepang juga memiliki problem pada pendidikan yaitu 
1. Hubungan antara program kependidikan di lembaga- lembaga kependidikan dengan dunia
kerja belum dapat diserasikan
2. Para lulusan dari kalangan perguruan tinggi di Jepang saat ini semakin cenderung untuk
mendapatkan pekerjaan pada lembaga pemerintahan, sedangkan pemerintahan sendiri
melakukan pengurangan pegawai negeri.
3. Pengangguran intelektual dari lulusan universitas juga semakin membengkak. Kondisi
demikian membuat para pencari kerja usia muda terlanda rasa cemas. Oleh karena itu
pertumbuhan ekonomi yang melaju harus dapat diserasikan dengan pertumbuhan tenaga
kerja intelektual yang terampil dan professional di bidang usaha swasta.
4. Pendidikan yang kurang menitikberatkan pada faktor kemanusiaan karena pendidikan
saat ini menitik beratkan pada faktor ahli teknologi tinggi demi memenuhi kebutuhan
masyarakat modern, tanpa memperhatikan tuntutan dari luapan pencari kerja baru.
Sehingga dehumanisasi harus diubah menjadi humanisasi kependidikan.
5. Sekolah masih belum dapat meningkatkan inisiatif dan kesabaran, karena masih nampak
di sana- sini timbul kekerasan dan kejahatan di kalangan remaja. Maka perlunya
menciptakan sistem kependidikan yang luas dalam waktu dan ruang lingkupnya sehingga
dapat mengikutsertakan orang tua, guru dan murid dalam proses kependidikan.
6.  Perluasan fasilitas dan pelayanan kependidikan dalam menghadapi bertambahnya
hambatan ekonomi.
7. Populasi sekolah yang terus meningkat jumlahnya terutama diperkotaan ditambah pula
dengan gelombang anak muda yang cenderung berpindah ke kota. Ini berarti bahwa
jumlah sekolah diperkotaan meningkat, terutama sekolah-sekolah menengah tingkat atas
harus ditambah, sementara sekolah-sekolah di luar kota kehilangan populsinya.
Peningkatan populsi sekolah, ditambah lagi dengan peningkatan teknologi di daerah-
daerah perluasan industri nsional, yang cenderung semakin canggih, menyebabkan makin
perlunya meningkatkan populasi perguruan tinggi. Desakan ini didukung dengan kekayaan
masyarakat dan antusiasme orang-orang pendidikan. Pada tahun 1980-an, rasio populasi
pendidikan tinggi adalah sekitar 39%, dan diantisipasi akan terus meningkat di tahun-
tahun mendatang. Hal ini sangat didorong oleh kebutuhan pasar kerja atas tenaga yang
berkualifikasi lebih tinggi sebagai dampak kemajuan teknologi.

8. Pemerataan dan efektivitas pendidikan masih harus ditangani secara serius, sehingga
diskriminasi masuk sekolah yang dahulu hanya dibatasi pada anak- anak orang yang
berpangkat, orang kaya dan anak laki- laki saja, dapat di hapus. Penerimaan untuk
bersekolah harus didasarkan hanya pada faktor kemampuan individual anak, bukannya
pada status sosial orang tuanya. Yang berkemampuan rendah pun harus diberi pendidikan
sama dengan berkemampuan tinggi, agar tidak terjadi jurang pemisah yang semakin
melebar dalam masyarakat masa depan.
Masalah lainnya ialah penyediaan tenaga guru yang lebih bermutu untuk mempersiapkan
anak didik menghadapi masyarakat masa depan yang semakin kompleks. Pendidikan karakter
bagi generasi muda  Jepang masih dirasa belum berhasil setelah Perang Dunia II usai. Untuk
itu pendidikan guru masih perlu di prioritaskan kearah strategi pendidikan karakter tersebut
dan lembaga pendidikan guru perlu ditingkatkan mutunya dan diarahkan kepada pendidikan
karakter tersebut. Perlu diusahakan agar siswa yang cerdas dan pandai tertarik kepada profesi
guru. 
Reformasi pendidikan pada masa awal modern Jepang sudah dilakukan secara radikal
(Okano dan Tsuchiya, 2003). Awalnya, reformasi pendidikan dilakukan untuk mengubah
system sekolah tradisional (terakoya) ke sistem modern.
Sekolah yang awalnya hanya diperuntukkan bagi kaum bangsawan (samurai) diubah menjadi
sistem pendidikan modern yang demokratis dan bagi semua golongan. Sistem pendidikan
sempat dipolitisasi untuk mendukung gerakan nasionalisme dan militerisme negara pada
masa perang.
Pascaperang (setelah 1945), melalui pengaruh pemikiran kolonial Amerika Serikat,
reformasi pendidikan fokus ke pengembangan individu untuk industrialisasi negara. Tahun
1960-an kebijakan pelaksanaan ujian nasional (UN) juga pernah menjadi isu besar di Jepang.
Dimotori oleh Serikat Guru Jepang (Nikkyouso) pemerintah dikritik habis dalam pelaksanaan
ujian ala Jepang ini.
Setelah terjadi konflik berkepanjangan antara pemerintah dan nikkyouso serta gerakan
masyarakat di tingkat akar rumput, tahun 1969 kebijakan UN dihapus. Pada 1980-an
reformasi pendidikan menjadi isu nasional ketika PM Yasuhiro Nakasone menghapus
kebijakan pengaruh kolonial Amerika yang dianggap tidak sesuai lagi.
Melalui reformasi ini pendidikan lebih fokus untuk pembentukan identitas diri masyarakat
Jepang sesuai pribadi asli bangsa JeSpang. Mulai 1990 reformasi pendidikan menghasilkan
kebijakan yang mendukung pengembangan lifelong learning. Pada 1886 Arinori Mori,
menteri pendidikan pertama di Jepang, memisahkan antara institusi untuk studi akademis
(gakumon) dan pendidikan (secara umum) atau kyouiku. Meski sistem ini dihapus pada 1945,
pada praktiknya komponen gakumon dan kyouiku tetap ada di kurikulum sekolah modern.
Menurut kajian para peneliti, pendidikan Jepang lebih menekankan moral dan spiritual (Hori;
Rohlen, 2006) dan soft-skill (termasuk kyouiku). Pendidikan Barat dianggap cenderung lebih
menitikberatkan pengembangan kognitif.
Tahun 2001 Kementrian Pendidikan Jepang mengeluarkan rencana reformasi pendidikan
di Jepang yang disebut sebagai `Rainbow Plan`. Berikut ini adalah isi dari rencana reformasi
tersebut.
1. Mengembangkan kemampuan dasar scholastic siswa dalam model pembelajaran yang
menyenangkan. Ada 3 pokok arahan yaitu, pengembangan kelas kecil terdiri dari 20 anak per
kelas, pemanfaatan IT dalam proses belajar mengajar, dan pelaksanaan evaluasi belajar
secara nasional

2. Mendorong pengembangan kepribadian siswa menjadi pribadi yang hangat dan terbuka
melalui aktifnya siswa dalam kegiatan kemasyarakatan, juga perbaikan mutu pembelajaran
moral di sekolah

3. Mengembangkan lingkungan belajar yang menyenangkan dan jauh dari tekanan,


diantaranya dengan kegiatan ekstra kurikuler olah raga, seni, dan sosial lainnya.

4. Menjadikan sekolah sebagai lembaga yang dapat dipercaya oleh orang tua dan
masyarakat. Tujuan ini dicapai dengan menerapkan sistem evaluasi sekolah secara mandiri,
dan evaluasi sekolah oleh pihak luar, pembentukan school councillor, komite sekolah yang
beranggotakan orang tua, dan pengembangan sekolah berdasarkan keadaan dan permintaan
masyarakat setempat.

5. Melatih guru untuk menjadi tenaga professional, salah satunya dengan pemberlakuan
evaluasi guru, pemberian penghargaan dan bonus kepada guru yang berprestasi, juga
pembentukan suasana kerja yang kondusif untuk meningkatkan etos kerja guru, dan pelatihan
bagi guru yang kurang cakap di bidangnya.

6. Pengembangan universitas bertaraf internasional

7. Pembentukan filosofi pendidikan yang sesuai untuk menyongsong abad baru, melalui
reformasi konstitusi pendidikan (kyouiku kihon hou).

H. Manajemen Pendidikan di Jepang


Pada level nasional tanggung jawab pendidikan ada pada kementrian pendidikan, ilmu
pengetahuan dan kebudayaan. Kementrian memberikan pedoan untuk menyusun kurikulum
mata pelajaran serta persyaratan kredit mulai dari TK hingga ke perguruan tinggi.
Kementrian juga bertanggung jawab atas pengembangan buku teks untuk SD dan SMP.
Kemudian distrik terdapat dewan pendidikan yang bertanggung jawab terhadap suvervisi atas
masalah-masalah personalia pada lembaga pendidikan pemerintah, memberikan inservice
training asset cultural, dan memberikan nasehat kepada lembaga-lembaga pendidikan.
Dimasing-masing kota memiliki tiga sampai lima orang dewan pendidikan dengan fungsi
utama memberikan dan mengurus institusi pendidikan di kota. Sistem keuangan di Jepang
disediakan bersama-sama antara pemerintah pusat, distrik, maupun kota, dimana diambil dari
pajak dan dari sumber-sumber lain.
Kurikulum sekolah ditentukan oleh Menteri Pendidikan yang kemudian dikembangkan
oleh Dewan Pendidikan Distrik dan Kota. Pada semua tingkat pendidikan di Jepang harus
menempuh berbagai ujian yang merupakan syarat untuk mendapatkan ijazah. Bagi siswa
yang kehadirannya kurang dari 5% tahun belajar dan hasil ujian jelek maka diwajibkan untuk
mengulang pada level yang sama. Kurikulum disusun oleh sebuah komite khusus dibawah
kontrol Kementrian Pendidikan (MEXT). Komisi kurikulum terdiri dari praktisi dan pakar
pendidikan, wakil dari kalangan industri dan wakil dari Kementrian Pendidikan. Komisi ini
bertugas mempelajari tujuan pendidikan Jepang yang terdapat dalam fundamental education
law lalu menyesuaikan dengan perkembangan yang terjadi baik di dalam maupun luar negeri.
Pembaruan kurikulum di Jepang mengikuti pola 10 tahunan.

I. Komparasi Pendidikan Jepang dan Indonesia


Adapun perbedaan antara pendidikan di Jepang dan Indonesia terdapat 5 aspek, yaitu:

No Aspek Jepang Indonesia


.

1. Tujuan Untuk meningkatkan Mengembangkan


Pendidikan Nasional perkembangan kepribadian kemampuan dan membentuk
secara utuh, menghargai nilai- watak serta peradaban
nilai individu, dan bangsa yang bermartabat
menanamkan jiwa-jiwa yang dalam rangka mencerdaskan
bebas. kehidupan bangsa, berfungsi
untuk mengembangkan
potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga
Negara yang demokratis
serta bertanggung jawab

2. Prinsip a. a. Prinsip Legalisme a. Demokratis, berkeadilan,


penyelenggaraan b. Prinsip administrasi yang tidak diskriminatif
Pendidikan
demokratis b. Sebagai stu kesatuan
yang sistematik
c. Prinsip netralitas
c. Merupakan proses
d. Prinsip penyesuaian dan pembudayaan dan
penetapan kondisi pemberdayaan peserta
didik
pendidikan
d. Diselenggarakan dengan
e. Prinsip desentralisasi memberi keteladanan

e. Diselenggarakan dengan
budaya “Calistung”

f. Diselenggarakan dengan
memberdayakan semua
komponen masyarakat

3. Acuan Pendidikan Negara maju terutama AS, Negara maju terutama AS,
dengan penyesuaian terhadap tetapi kurang penyesuaian
budaya bangsa sendiri, terhadap budaya bangsa
sehingga dihasilkan suatu sendiri. Misalnya kita telah
bentuk yang unik yang memiliki konsep Pendidikan
menjadi ciri khas Negara Taman siswa, tetapi lebih
Jepang memilih konsepnya Bloom,
dkk dari AS.

4. Pengembangan Lebih menekankan pada Masih bertumpu pada mata


Kurikulum Sekolah sistem pendidikan di sekolah, pelajaran, belum pada sistem
bukan pada perubahan mata pendidikannya.
pelajaran atau metode
mengajar.
Gakusyuushidouyouryou
(kurikulum) pertama kali
dikeluarkan pada tahun 1947,
bertepatan dengan lahirnya
UU Pendidikan di Jepang.

5. Kemunduran Dengan sistem pendidikan Pelaksanaan pendidikan di


Pendidikan
yang ketat menyebabkan Indonesia lebih longgar,
banyak orang yang tidak seketat Jepang, namun
mengalami gangguan psikis. tanda-tanda kemunduran
Kemudian pelaksanaannya pendidikan di Jepang juga
agak longgar tetapi terjadi di Indonesia.
menyebabkan kemunduran
pendidikan yang menurut
para ahli di Jepang ditandai
antara lain: menurunnya
minat bersekolah anak-anak,
dekadensi moral dan
kedisiplinan yang mulai
rapuh, juga prestasi belajar
yang menurun.

J. Analisis Penulis
Pendidikan anak usia dini memang tidak termasuk dalam pendidikan yang diwajibkan,
namun pemerintah menyediakan sekolah TK atau yg disebut dengan Youchien. Sekolah
Dasar usia 7-12 tahun, Sekolah Menengah Pertama usia 13 – 15 tahun, Sekolah Menengah
Atas usia 15-18 tahun, Perguruan Tinggi usia 18-22 tahun.
Di Jepang juga SD dan SMP terdapat di setiap distrik, di setiap sekolah maksimal ada 40
siswa, ini menjadikan setiap sekolah di Jepang dapat diperhatikan secara merata.. Di Jepang
tidak ada sistem ujian, hanya ada ujian semester. Siswa yang telah lulus SD (6 tahun) dapat
langsung melanjutkan ke SMP (3 tahun), karena masih termasuk wajib belajar (9 tahun),
hamper 97% dikelola oleh pemerintah (negeri).
Jenjang pendidikan di Jepang sama seperti di Indonesia. Kelulusan di Jepang  tidak
berdasarkan pada nilai Ujian Nasional, kelulusan di tentukan dengan nilai keseharian. Namun
untuk masuk ke Universitas di Jepang sangatlah sulit, ini yang di anggap  sebagai
(jigoku= neraka) ujian neraka. Lulus dari sebuah perguruan tinggi di Jepang dapat dibilang
mudah, karena tanpa susah payah SKS yang diperlukan untuk lulus dapat diperoleh.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tujuan pendidikan di Jepang adalah “Pendidikan harus bertujuan untuk pengembangan
penuh kepribadian dan berusaha untuk memelihara warga, suara dalam pikiran dan tubuh,
yang dijiwai dengan kualitas yang diperlukan bagi mereka yang membentuk negara dan
masyarakat yang damai dan demokratis.”
Berbagai keunggulan pendidikan di negara Jepang seperti pada jurusan : kedokteran,
teknologi, sastra, dan seni serta masih banyak lagi merupakan keberhasilan sistem pendidikan
Jepang yang secara gemilang telah mampu menjawab berbagai permasalahan mengenai
Sumber Daya Manusia yang di butuhkan diberbagai bidang lapangan pekerjaan.
Sistem pendidikan pada negara Jepang memiliki kemiripan pada sistem pendidikan di
negara kita dimana jenjang pendidikannya melalui 4 tahap secara umum yaitu 6-3-3-4 artinya
siswa harus melewati 6 tahun untuk tahap pendidikan dasar, 3 tahun Sekolah Menengah
Pertama, 3 tahun Sekolah Menengah Atas, 4 tahun Perguruan Tinggi.
Kurikulum di sekolah-sekolah Jepang pada semua tingkatan mencerminkan tujuan
kembar antara modernisasi dan persatuan. Tingkat dasar menitikberatkan pada pendidikan
moral, music, dan sejarah Jepang serta memberikan pengantar untuk ilmu-ilmu praktis.
Kurikulum sekolah di Jepang mengikuti tiga aspek, yaitu subjects (kamoku), pendidikan
moral (dotokukyoiku), dan ekstrakurikuler.
Terdapat beberapa masalah dan tantangan dalam pendidikan di Jepang, satu diantaranya
adalah populasi sekolah yang terus meningkat jumlahnya terutama diperkotaan ditambah pula
dengan gelombang anak muda yang cenderung berpindah ke kota.

B. Saran

Anda mungkin juga menyukai