Anda di halaman 1dari 21

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER (DHF)

DI RUANG DAHLIA RS.DR SUYOTO

Dosen Pembimbing : Ns. Muhammad Ridlo, M.kep

‘’Sebagai salah satu persyaratan untuk lulus dalam mata kuliah

Keperawatan medical bedah’’

Penyusun:

Nama: Dini dwi septiyani

NPM: 144012413

POLITEKNIK KARYA HUSADA

JAKARTA

2021
BAB I

PENDAHULUAN

1. Definisi
Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD merupakan (dengue
haemorrgagic  fever/  DHF) penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue
dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai
leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan ditesis hemoragik. Pada DBD
terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan
hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue
(dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh
renjatan/syok. Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue
adalah  penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui
nyamuk Aedes Aegypti dan panyakit ini menyerang semua orang dan dapat
mengakibatkan kematian, terutama pada anak
(Sudoyo Aru dkk, 2017).
Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau
nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan ditesis
hemoragik. Pada DBD terjadi  perembesan plasma yang ditandai dengan
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit akut demam akut yang
disebabkan oleh empat serotip virus dengue dan ditandai dengan empat gejala klinis
yaitu demam yang tinggi, manifestasi perdarahan, hepatomegali dan tandatanda
kegagalan sirkulasi sampai timbulnya renjatan (sindrom renjatan dengue) sebagai
akibat kebocoran plasma yang menyebabkan kematian. Demam berdarah atau Dengue
Hemorrhagic Fever (DHF) ialah penyakit demam akut terutama pada anak-anak, dan
saat ini cenderung polanya berubah ke orang dewasa. Gejala yang ditimbulkan dengan
manifestasi perdarahan dan  bertedensi manimbulkan shock yang dapat menimbulkan
kematian (Depkes, 2018).
Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa dengue henorraghic
fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang
tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk
aeges aegypty yang terdapat pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama
demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam.

2. Etiologi

Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus (Arthropod-borne viruses) artinya
virus yang di tularkan melalui gigitan arthropoda misalnya nyamuk aedes aegypti
(betina). Arthropoda akan menjadi sumber infeksi selama hidupnya sehingga selain
menjadi vektor virus dia juga menjadi hospes reservoir virus tersebut yang paling
bertindak menjadi vektor adalah berturut turut nyamuk (Soegijanto,2017).
Penyebab demam berdarah adalah virus dengue sejenis arbovirus yang dibawa oleh
nyamuk Aedes Aegypti sebagai vector ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk
tersebut. Virus dengue penyebab demam berdarah termasuk group B Arthropod borne
virus (arbovirus) dan sekarang dikenal sebagai genus flavirus, family flaviviridae dan
mempunyai 4 serotipe, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Ternyata DEN-2
dan DEN-3 merupakan serotype yang paling banyak sebagai penyebab. Dalam hal ini
penularan melibatkan tiga factor yaitu menusia, virus dan virus perantara. Nyamuk-
nyamuk tersebut dapat menularkan virus dengue kepada manusia baik secara
langsung, yaitu setelah menggigit orang yang sedang mengalami viremia, maupun
secara tidak langsung setelah mengalami masa inkubasi dalam tubuhnya selama 8-10
hari. Pada manusia diperlukan waktu 4-6 hari atau 13-14 hari sebelum menjadi sakit
setelah virus masuk dalam tubuh (Nursalam, 2017).
Virus dengue dibawa oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus sebagai vector
ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk tersebut. Infeksi orang itu mendapat infeksi
berulang oleh tipe virus dengue yang berlainan akan menimbulkan reaksi yang
berbeda. DBD dapat terjadi bila seseorang yang telah terinfeksi dengue pertama kali,
mendapat infeksi berulang virus dengue lainnya (Mansjoer, 2019).
3. Patofisiologi

Virus Dengeu akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti
dimana virus tersebut akan masuk ke alliran darah, maka terjadilah viremia (virus
dalam aliran darah). Kemudian aliran darah beredar ke seluruh tubuh maka virus
tersebut dapat dengan mudah menyerang organ tubuh manusia. Paling banyak organ
yang terserang adalah sistem gastrointestinal, hepar,  pembuluh darah dan pada reaksi
imunologi. Jika virus masuk ke dalam sistem gastrointestinal maka tidak jarang klien
mengeluh mual, muntah, dan anoreksia. Bila virus menyerang organ hepar, maka
virus dengeu tersebut mengganggu sistem kerja hepar, dimana salah satunya adalah
tempat sintesis dan oksidasi lemak, namun karena hati terserang virus dengeu maka
hati tidak dapat memecahkan asam lemak tersebut menjadi benda-benda keton,
sehingga akan menyebabkan pembesaran hepar atau hepatomegali, dimana
pembesaran hepar ini akan menekan abdomen dan menyebabkan distensi abdomen
(Mansjoer, 2019).
Virus dengue juga masuk ke pembuluh darah dan menyebabkan peradangan  pada
pembuluh darah vaskuler atau terjadi vaskulitis yang mana akan menurunkan  jumlah
trombosit (trombositopenia) dan faktor koagulasi merupakan faktor  penyebab
terjadinya perdarahan hebat. Dapat terjadi kebocoran plasma yang akan menyebabkan
hipoksia jaringan, asidosis metabolik dan berakhir dengan kematian. Bila virus
bereaksi dengan antibodi maka mengaktivasi sistem komplemen untuk melepaskan
histamin dan merupakan mediator faktor meningginya permeabilitas dinding
pembuluh darah atau terjadi demam, dimana dapat DHF dengan derajat I, II, III.IV
(Mansjoer,2019).

4. Manifestasi klinis

Berdasarkan derajat beratnya DBD secara klinis dibagi sebagai berikut


(Mansjoer, 2019):
1. Derajat I (Ringan) Demam mendadak 2 sampai 7 hari disertai gejala klinik lain,
dengan manifestasi perdarahan ringan. Yaitu uji tes “rumple leed’’ yang positif.
2. Derajat II (Sedang) Golongan ini lebih berat daripada derajat pertama, oleh karena
ditemukan  perdarahan spontan di kulit dan manifestasi perdarahan lain yaitu epitaksis
(mimisan), perdarahan gusi, hematemesis dan melena (muntah darah). Gangguan
aliran darah perifer ringan yaitu kulit yang teraba dingin dan lembab.
3. Derajat III (Berat) Penderita syok berat dengan gejala klinik ditemukannya
kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lembut, tekanan nadi menurun (< 20 mmHg)
atau hipotensi disertai kulit yang dingin, lembab, dan penderita menjadi gelisah.
4. Derajat IV Penderita syok berat (profound shock) dengan tensi yang tidak dapat
diukur dan nadi yang tidak dapat diraba.

Seperti pada infeksi virus yang lain, maka infeksi virus Dengue juga merupakan suatu
self limiting infectious disease yang akan berakhir sekitar 2-7 hari. Infeksi virus
Dengue pada manusia mengakibatkan suatu spectrum manifestasi klinis yang
bervariasi antara penyakit yang paling ringan, dengue fever, dengue hemmorrhagic
fever dan dengue shock syndrome (Depkes, 2018).
a. Demam Demam mendadak disertai dengan gejala klinis yang tidak spesifik seperti
anoreksia, lemah, nyeri pada punggung, tulang sendi dan kepala. Pada umumnya
gejala klinik ini tidak mengkhawatirkan. Demam berlangsung antara 2-7 hari
kemudian turun secara lysis.  
b. Perdarahan Umumnya muncul pada hari kedua sampai ketiga demam bentuk
perdarahan dapat berupa uji rumple leed positif, petechiae, purpura, echimosis,
epistasis,  perdarahan gusi dan yang paling parah adalah melena.
c. Hepatomegali Hati pada umumnya dapat diraba pada pemulaan demam, kadang-
kadang juga di temukannya nyeri, tetapi biasanya disertai ikterus.
d. Shock Shock biasanya terjadi pada saat demam menurun yaitu hari ketiga dan
ketujuh sakit. Shock yang terjadi dalam periode demam biasanya mempunyai
prognosa  buruk. Penderita DHF memperlihatkan kegagalan peredaran darah dimulai
dengan kulit yang terasa lembab dan dingin pada ujung hidung, jari dan kaki, sianosis
sekitar mulut dan akhirnya shock.
e. Trombositopenia Trombositopenia adalah berkurangnya jumlah trombosit, apabila
dibawah 150.000/mm3 biasanya di temukan di antara hari ketiga sampai ketujuh
sakit.
f. Kenaikan Nilai Hematokrit Meningkatnya nilai hematokrit merupakan indikator
yang peka terhadap terjadinya shock sehingga perlu di lakukan pemeriksaan secara
periodik.
g. Gejala Klinik Lain Gejala Klinik Lain yang dapat menyertai penderita adalah
epigastrium, muntahmuntah, diare dan kejang-kejang (Depkes ,2018).

5. Pemeriksaan Diagnostik

Laboratorium Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien


tersangka demam dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit,
jumlah trombosit dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relative
disertai gambaran limfosit plasma biru. Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi
virus dengue (cell culture) ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik
RT-PCR (Reserve Transcriptase Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik
yang lebih rumit, saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya antibody spesifik
terhadap dengue berupa antibody total, IgM maupun IgG. Parameter Laboratoris yang
dapat diperiksa antara lain :
 Leukosit: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui
limfositosis relative (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit  plasma
biru (LPB) > 15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok akan
meningkat.
 Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.
 Hematokrit: Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya  peningkatan
hematokrit ≥ 20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai pada hari ke-3
demam.
 Hemostasis: Dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau
FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan
pembekuan darah.
 Protein/albumin: Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.
 SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase): dapat meningkat.
 Ureum, Kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.
6. Pemeriksaan Radiologis

Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan tetapi
apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat dijumpai  pada kedua
hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral
dekubitus kanan (pasien tidur pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi
pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan USG (WHO, 2017).

7. Serologi

Uji serologi memakai serum ganda. Serum yang diambil pada masa akut dan masa
konvalegen menaikkan antibodi antidengue sebanyak minimal empat kali termasuk
dalam uji ini  pengikatan komplemen (PK), uji neutralisasi (NT) dan uji dengue
blot.  Uji serologi memakai serum tunggal. Ada tidaknya atau titer tertentu antibodi
antidengue uji dengue yang mengukur antibodi antidengue tanpa memandang kelas
antibodinya uji Ig M antidengue yang mengukur hanya antibodi antidengue dari
kelas Ig M.
8. Pathway dhf

( Sumber : Huda dan Kusuma 2017 )

Nyamuk mengandung
virus Dengue

Menggigit
manusia

Virus masuk aliran


darah

Mekanisma tubuh Masuk ke pembuluh darah


Viremia
untuk melawan virus otak melalui aliran darah
mempengaruhi hipotalamus

Komplemen antigen
Peningkatan asam antibodi meningkat
Suhu tubuh meningkat
lambung

Pelepasan peptida

Mual, muntah

Pembebasan histamin

Peningkatan
permeabilitas dinding
pembuluh darah
Perdarahan ekstraseluler

Resiko hipovolemia

9. Penatalaksanaan Medis
Menurut Hadinegoro (2017) dan Hendrawanto (2017) Pengobatan demam
berdarah dengue bersifat simptomatik dan suportif yaitu pemberian cairan oral
untuk mencegah dehidrasi. Apabila cairan oral tidak dapat diberikan oleh karena
muntah atau nyeri perut yang berlebihan maka cairan intravenaperlu diberikan.
Medikamentosa yang bersifat simptomatis :
 Untuk hiperpireksia dapat diberikan kompres es dikepala, ketiak,inguinal.
 Antipiretik sebaiknya dari asetaminofen, eukinin atau dipiron.
 Antibiotik diberikan jika ada infeksi sekunder. Cairan pengganti :
 Larutan fisiologis NaCl
 Larutan Isotonis ringer laktat
 Ringer asetat
 Glukosa 5%
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

Asuhan Keperawatan DHF

1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap pertama dalam proses perawatan.
Tahap ini sangat penting dan menentukan dalam tahap-tahap selanjutnya. Data yang
komprehensif dan valid akan menentukan penetapan diagnosis keperawatan dengan
tepat dan benar serta selanjutnya akan berpengaruh dalam perencanaan keperawatan
(Tarwoto dan wartonah, 2016).
Menurut Christantie Effendy (2016) pengkajian yang akan didapat pada pasien DHF
sebagai berikut :

2. Riwayat penyakit keluarga Penyakit apa saja yang pernah di derita sama keluarga
klien
Riwayat imunisasi Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka
kemungkinan akan timbulnya komplikasi dapat dihindari
3. Riwayat gizi Status gizi anak menderita DHF dapat bervariasi.Semua anak dengan
status gizi baik maupun buruk dapat beresiko, apabila terdapat faktor predisposisinya.
Anak yang menderita DHF sering mengalami 39 keluhan mual, muntah, dan nafsu
makan menurun. Apabila kondisi ini berlanjut dan tidak disertai dengan pemenuhan
nutrisi yang mencukupi, maka anak akan mengalami penurunan berat badan sehingga
status gizinya menjadi kurang.
4. Kondisi lingkungan Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan
lingkungan yang kurang bersih (seperti air yang mengenang dan gantungan baju di
kamar).
5. Pola kebiasaan
a. Nutrisi dan metabolisme : frekuensi, jenis, pentangan, nafsu makan berkurang, dan
nafsu makan menurun.
b. Eliminasi alvi (buang air besar). Kadang-kadang anak mengalami diar/konstipasi.
Sementara DHF pada Grade III-IV bisa terjadi melena.
c. Eliminasi urine (buang air kecil) perlu dikaji apakah sering kencing, sedikit/banyak,
sakit/tidak. Pada DHF grade IV sering terjadi hematuria.
d. Tidur dan istirahat. Anak sering mrngalami kurang tidur karena mengalami
sakit/nyeri otot dan persendian sehingga kualitas dan kuantitas tidur maupun istirahat
kurang.
e. Kebersihan upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan
cenderung terutama untuk membersihkan tempat sarang nyamuk aedes aegypti.
f. Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upaya untuk menjaga
kesehatan.
6. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik Meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, dan
perkusi dari ujung rambut sampai jung kaki

7. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas mengenai status kesehatan atau
masalah aktual atau risiko dalam rangka mengidentifikasi dan menentukan intervensi
keperawatan untuk mengurangi, menghilangkan, atau mencegah masalah kesehatan
klien yang ada pada tanggung jawabnya. (Carpenito, 2015 didalam (Tarwoto &
Wartonah, 2016)

Diagnosa yang sering muncul :


1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus dengue ditandai dengan suhu
tubuh diatas nilai normal
2. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif ditandai dengan
mukosa bibir kering
3. Defisit Nutrisi berhubungan dengan psikologis
4. Resiko Perdarahan berhubungan dengan gangguaan koagulasi (penurunan
trombosit) ditandai dengan trombositopenia
5. Defisit Pengetahuan berhubungan dengan fungsi kognitif ditandai dengan
kurangnya informasi

Perencanaan keperawatan

No DIAGNOSA KRITERIA HASIL INTERVENSI


1. Hipertermi Setelah dilakukan Tindakan - Observasitanda-tanda vital
berhubungan keperawatan 3x 24 jam selama 6jam
dengan terjadinya
Tuju setelah dilakukan tindakan - Berikan kompres hangat
proses inflamasi keperawatan suhu tubuh pasien - Anjurkan pasien untuk
dapat kembali normal : banyak minum 2,5 liter / 24
- suhu tubuh normal meningkat jam
- demam menurun - Anjurkan untuk tidak
- Wajah tampak kemerahan memakai selimut dan jaket
membaik tebal
- Berikan terapi cairan
intravena danobat-obatan
sesuai dengan instruksi
dokter

2. Hipovolemia Setelah dilakukan tindakan Observasi :


berhubungan keperawatan 3x 24 jam diharapkan - Periksa tanda dan gejala
dengan kehilangan hipovolemia terpenuhi. Kriteria hipovolemik
cairan aktif Hasil : Status Cairan ( tekanan darah menurun,
ditandai dengan - Turgor kulit meningkat membrane mukosa kering,
mukosa bibir - Perasaan lemah meningkat hematocrit meningkat)
kering - Keluhan haus menurun - Monitor intake dan output

- Tekanan darah membaik cairan

- Intake cairan membaik


- Terapeutik : - Hitung
kebutuhan cairan - Berikan
- Suhu tubuh membaik
posisi modified
trendelenburg - Berikan
asupan cairan oral
Edukasi :
- Anjurkan memperbanyak
asupan cairan oral
- Anjurkan menghindari
perubahan posisi mendadak
Kolaborasi : - Kolaborasi
pemberian cairan IV 45
isotonis ( misalnya : NaCl,
RL ) - Kolaborasi pemberian
cairan IV hipotonis ( missal :
glukosa 2,5%, NaCl 0,4% )
- Kolaborasi pemberian cairan
koloid ( miosal : albumin,
plasmanate ) Kolaborasi
pemberian produk darah
- Pemantauan cairan
Observasi : - Monitor status
hidrasi ( mis. Frekuensi nadi,
kekuatan nadi, akral,
pengisian kapiler,
kelembaban mukosa, turgor
kulit, tekanan darah ) -
Monitor berat badan -
Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium ( mis. MAP,
CVP, PAP, PCWP jika
tersedia )
- Terapeutik : - Catat intake-
output dan hitung balans
cairan 24 jam - Berikan
asupan cairan, sesuai 46
kebutuhan
- Berikan cairan intravena,
jika perlu Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian
diuretik, jika perlu

3. Defisit Nutrisi Setelah dilakuan tindakan Observasi :


berhubungan keperawatan 1 x 24 jam - Identifikasi status nutrisi
dengan diharapkan ketidakseimbangan - Identifikasi alergi dan
psikologis nutrisi kurang dari kebutuhan intoleransi makanan
tubuh terpenuhi. Kriteria Hasil : - Identifikasi makanan
Status Nutrisi yang disukai
- Porsi makanan yang - Identifikasi kebutuhan
dihabiskan meningkat kalori dan jenis nutrient
- Frekuensi makan - Identifikasi perlunya
meningkat penggunaan selang
- Nafsu makan cukup nasogastric
membaik - Monitor asupan makanan
- Mermban mukosa sedang
- Monitor berat badan
membaik
- Monitor hasil
pemeriksaan
laboratorium Terapeutik
- Lakukan oral hygiene,
jika perlu
- Fasilitasi menentukan
pedoman dier ( mis.
Piramida makanan )
- Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai
- Berikan makanan tinggi
serat untuk menjegah
konstipasi
- Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
- Berikan suplemen
makanan, jika perlu
- Hentikan pemberian
makan melalui selang
nasogatrik jika asupan
oral dapat ditoleransi
- Berikan makanan tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi Edukasi :
- Anjurkan posisi duduk
jika mampu
- Anjurkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
( mis. Pereda nyeri,
antiemetic ), jika perlu
- kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan
Pemantauan nutrisi
Observasi :
- Identifikasi factor yang
mempengaruhi asupan
gizi ( mis. Pengetahuan,
ketersediaan makanan,
agama/kepercayaan,
budaya, mengunyah
tidak adekuat, gangguan
menelan, penggunaan
obat-obatan atau
pascaoperasi )
- Identikasi perubahan
berat badan
- Identifikasi kelainan
pada kulit
- Identintifikasi kelainan
eliminas ( mis. Kering,
tipis, kasar, dan mudah
patah )
- Identifikasi pola makan (
mis.
Kesukaan/ketidaksukaan
makanan, konsumsi
makanan cepat saji,
makan terburu-buru ) -
Identifikasi kelainan
pada kuku ( mis. Diare,
darah, lender, dan
eliminasi yang tidak
teratur )
- Identifikasi kemampuan
menelan ( mis. Fungsi
motoric wajah, reflex
menelan, dan reflex gag )
49
- Identifikasi kelainan
rongga mulut ( mis.
Peradangan, gusi
berdarah, bibir kering
dan retak, luka )
- Identifikasi kelainan
eliminasi ( mis. Diare,
darah, lender. Dan
eliminasi yang tidak
teratur )
- Monitor mual dan
muntah
- Monitor asupan oral
- Monitor warna
konjungtiva
- Monitor hasil
laboratorium ( mis.
Kadar kolestrol, albumin
serum, transferrin,
kreatinin, hemoglobin,
hematocrit, dan elektrolit
darah )
Terapeutik :
- Timbang berat badan
- Ukur antropometrik
komposisi tubuh ( mis.
Indeks massa tubuh,
pengukuran pinggang,
dan ukuran lipatan kulit
- Hitung perubahan berat
badan
- Atur interval waktu
pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien
- Dokumentasi hasil
pemantauan
Edukasi :
- Jelaskan tujuan prosedur
pemantauan
- Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu

4. Resiko Perdarahan Setelah dilakukan tindakan Observasi :


berhubungan keperawatan 1 x 24 jam diharapkan - Monitor tanda dan gejala
dengan gangguaan tingkat perdarahan menurun . Kriteria perdarahan Kelembapan
koagulasi Hasil : Tingkat Perdarahan membran mukosa
(penurunan Mencegahan Perdarahan Observasi : - Suhu tubuh meningkat
trombosit) ditandai - Monitor tanda dan gejala Hematokrit membaik
dengan
- perdarahan Kelembapan - Monitor nilai hematokrit /
trombositopenia
membran mukosa hemoglobin sebelum dan
- Suhu tubuh meningkat sesudah kehilangan darah

- Hematokrit membaik Terapeutik :


- Pertahankan bedrest selama
perdarahan
- Jelaskan tanda dan gejala
perdarahan
- Anjurkan meningkatkan
asupan untuk menghindari
konstipasi
- Kolaborasi pemberian obat
pengontrol perdarahan, jika
perlu
5. Defisit Setelah dilakukan tindakan Observasi
Pengetahuan keperawatan 3 x 24 jam diharapkan - Identifikasi
berhubungan defisit pengetahuan meningkat. kesiapan dan
dengan fungsi Kriteria Hasil : Tingkat Pengetahuan kemampuan
kognitif ditandai - Kemampuan menjelaskan menerima informasi
dengan kurangnya pengetahuan tentang suatu identifikasi faktor
informasi topik meningkat - aktor yang dapat
- - Pertanyaan tentang masalah meningkatkan dan
yang dihadapi meningkat menurunkan
motivasi perilaku
hidup bersih dan
sehat
Terapeutik :
- Sediakan materi
dan media
pendidikan
kesehatan
- Berikan kesempatan
bertanya
Edukasi :
- Jelaskan faktor
risiko yang dapat
mempengaruhi
kesehatan
- Ajarkan perilaku
hidup sehat

Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan. Evaluasi meliputi


evaluasi hasil dan evaluasi proses. Pada kasus ini menunjukkan bahwa adanya
kemajuan atau keberhasilan dalam mengatasi masalah pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2018. Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah


Dengue di  Indonesia. Jakarta: Depkes RI.

Tatalaksanan Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta: Depkes RI.

Mansjoer, Arif. 2019.  Kapita Selekta Kedokteran.


Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius.

Mansjoer, Arif. 2019.  Kapita Selekta Kedokteran.

Edisi 3 Cetakan Keenam. Jakarta: Media Aesculapius.  Nursalam. 2017.  


Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak (untuk Perawat dan  Bidan).
Jakarta: Salemba Medika. Soegijanto, Soegeng. Demam Berdarah Dengue.
Edisi Pertama. Surabaya: Airlangga University Press.

Anda mungkin juga menyukai