Anda di halaman 1dari 13

Penyesuaian Pribadi dan Sosial di Masa Tua

D
I
S
U
S
U
N
Oleh :
• Fahmi Rivaldo
• Sarbaini
• Yansen
• Aida Syahputri Br. Situmorang
• Putri Kemala Sari
• Munawarah
• Risah
• Haliza Nur Tamimy (T)

Dosen pengampu : Bintang Hartati, S.Psi., M.Psi


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatu


Segala puji bagi ALLAH swt. Yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Sholawat serta salam
semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita Nabi
Muhammad Saw yang kita nanti-nantikan syafa’atnya di akhirat
nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada ALLAH Swt. Atas limpahan


nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran,
sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah
sebagai tugas dari mata kuliah Keperawatan Dasara dengan judul
“Penyesuaian Pribadi dan Sosial di Masa Tua”

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di
dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari
pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat
menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat
banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada
semua pihak khususnya kepada Bapak/Ibu Dosen yang telah
membimbing dalam menulis makalah ini. Demikian, semoga makalah
ini dapat bermanfaat. Terima kasih.
Medan, 25 November 2020
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………………………….. 1
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………… 2
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………… 3
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah………………………………………………………. 4
1.2. Rumusan Masalah………………………………………………………………. 4
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Teori Penyusuaian diri pada masa tua …………………………………....6
2.2. Penyesuaian diri pada kehidupan sosial…………......................…..7
2.3. Kekerasan Mental Lansia...........................………….....................9
2.4. Tahap Psikoseksual Terakhir Manusia......................................10
2.5. Integritas Lansia................................................……………………. 11
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan……………………………………………………………………....... 12
3.2. Saran…………………………………………………………………………….....… 12
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………….....…. 13
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Usia lanjut adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang.
Masa ini dimulai dari umur enam puluh tahun sampai meninggal,
yang ditandai dengan adanya perubahan yang bersifat fisik dan
psikologis yang semakin menurun.

Proses menua (lansia) adalah proses alami yang disertai adanya


penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling
berinteraksi satu sama lain.

Badan kesehatan dunia (WHO) menetapkan 65 tahun sebagai usia


yang menunjukkan proses penuaan yang berlangsung secara nyata
dan seseorang telah disebut lanjut usia. Lansia banyak menghadapi
berbagai masalah kesehatan yang perlu penanganan segera dan
terintegrasi. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan
lanjut usia menjadi 4 yaitu : usia pertengahan (middle age) 45 -59
tahun, Lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun, lanjut usia tua (old) 75 – 90
tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.

B.     Rumusan Masalah
1.    Bagaimana penyesuaian diri pada masa tua itu?
2.    Bagaimana penyesuaian pribadi terhadap karier itu?
3.    Bagaimana penyesuaian diri dalam kehidupan sosial?
C.    Tujuan Pembahasan
1.    Untuk menjelaskan penyesuaian diri pada masa tua.
2.    Ingin menjelaskan penyesuaian pribadi terhadap karier.
3.    Untuk mendeskripsikan penyesuaian diri dalam kehidupan sosial.
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Penyesuaian Diri pada Masa Tua


Yang dimaksud dengan penyesuaian diri pada lanjut usia adalah
kemampuan orang yang berusia lanjut untuk menghadapi tekanan
atau konflik akibat perubahan – perubahan fisik, maupun sosial –
psikologis yang dialaminya dan kemampuan untuk mencapai
keselarasan antara tuntutan dari dalam diri dengan tuntutan dari
lingkungan, yang disertai dengan kemampuan mengembangkan
mekanisme psikologis yang tepat sehingga dapat memenuhi
kebutuhan – kebutuhan dirinya tanpa menimbulkan masalah baru.
Pada orang – orang dewasa lanjut yang menjalani masa pensiun
dikatakan memiliki penyesuaian diri paling baik adalah lanjut usia
yang sehat, memiliki pendapatan yang layak, aktif, berpendidikan
baik, memiliki relasi sosial yang luas termasuk diantaranya teman –
teman dan keluarga, dan biasanya merasa puas dengan
kehidupannya sebelum pensiun (Palmore, dkk, 1985). Orang – orang
dewasa lanjut dengan penghasilan tidak layak dan kesehatan yang
buruk, dan harus menyesuaikan diri dengan stres lainnya yang terjadi
seiring dengan pensiun, seperti kematian pasangannya, memiliki
lebih banyak kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan fase pensiun
(Stull & Hatch, 1984).
Penyesuaian diri lanjut usia pada kondisi psikologisnya berkaitan
dengan dimensi emosionalnya dapat dikatakan bahwa lanjut usia
dengan keterampilan emosi yang berkembang baik berarti
kemungkinan besar ia akan bahagia dan berhasil dalam kehidupan,
menguasai kebiasaan pikiran yang mendorong produktivitas mereka.
Orang yang tidak dapat menghimpun kendali tertentu atas
kehidupan emosinya akan mengalami pertarungan batin yang
merampas kemampuan mereka untuk berkonsentrasi ataupun untuk
memiliki pikiran yang jernih. Ohman & Soares (1998) melakukan
penelitian yang menghasilkan kesimpulan bahwa sistem emosi
mempercepat sistem kognitif untuk mengantisipasi hal buruk yang
mungkin akan terjadi. Stimuli yang relevan dengan rasa takut
menimbulkan reaksi bahwa hal buruk akan terjadi. Terlihat bahwa
rasa takut mempersiapkan individu untuk antisipasi datangnya hal
tidak menyenangkan yang mungkin akan terjadi. Secara otomatis
individu akan bersiap menghadapi hal-hal buruk yang mungkin
terjadi bila muncul rasa takut. Ketika individu memasuki fase lanjut
usia, gejala umum yang nampak yang dialami oleh orang lansia
adalah “perasaan takut menjadi tua”. Ketakutan tersebut bersumber
dari penurunan kemampuan yang ada dalam dirinya. Kemunduran
mental terkait dengan penurunan fisik sehingga mempengaruhi
kemampuan memori, inteligensi, dan sikap kurang senang terhadap
diri sendiri.
 Menurut suatu jurnal, disebutkan bahwa semakin tinggi usia
seseorang maka afek-afek positifnya akan lebih banyak. Hal tersebut
dikarenakan adanya faktor pendewasaan, pengalaman hidup, dll
walaupun demikian, tidak menutup kemungkinan, dijumpai lansia
yang emosinya tidak “integrated”, hal tersebut sangat berkaitan erat
dengan pengalaman hidup yang telah dilalui. (Age-Related
Differences and Change in Positive and Negative Affect Over 23
Years, Journal of Personality and Social Psychology 2001, Vol. 80, No.
1, 136-151).
Penyesuaian Diri dalam Kehidupan Sosial
1.    Orang lanjut usia memiliki status kelompok minoritas
Lansia memiliki status kelompok minoritas karena sebagai akibat dari
sikap sosial yang tidak menyenangkan terhadap orang lanjut usia dan
diperkuat oleh pendapat-pendapat klise yang jelek terhadap lansia.
Pendapat-pendapat klise iu seperti : lansia lebih senang
mempertahankan pendadapatnya daripada mendengarkan pendapat
orang lain. Menua membutuhkan perubahan peran. Perubahan
peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami
kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran pada lansia
sebaiknya dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas dasar
tekanan dari lingkungan.
2.    Penyesuaian yang buruk pada lansia
Perlakuan yang buruk terhadap orang lanjut usia membuat lansia
cenderung mengembangkan konsep diri yang buruk. Lansia lebih
memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk. Karena perlakuan yang
buruk itu membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk.
3.    Perubahan sosial
Umumnya lansia banyak yang melepaskan partisipasi sosial mereka,
walaupun pelepasan itu dilakukan secara terpaksa. Orang lanjut usia
yang memutuskan hubungan dengan dunia sosialnya akan
mengalami kepuasan. Pernyataan tadi merupakan disaggrement
theory. Aktivitas sosial yang banyak pada lansia juga mempengaruhi
baik buruknya kondisi fisik dan sosial lansia. (J.W.Santrock, 2002,
h.239)
4.    Perubahan kehidupan keluarga
Sebagian besar hubungan lansia dengan anak jauh kurang
memuaskan yang disebabkan oleh berbagai macam hal.
Penyebabnya antara lain : kurangnya rasa memiliki kewajiban
terhadap orang tua, jauhnya jarak tempat tinggal antara anak dan
orang tua. Lansia tidak akan merasa terasing jika antara lansia
dengan anak memiliki hubungan yang memuaskan sampai lansia
tersebut berusia 50 sampai 55 tahun.
Orang tua usia lanjut yang perkawinannya bahagia dan tertarik pada
dirinya sendiri maka secara emosional lansia tersebut kurang
tergantung pada anaknya dan sebaliknya. Umumnya ketergantungan
lansia pada anak dalam hal keuangan. Karena lansia sudah tidak
memiliki kemampuan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.
Anak-anaknya pun tidak semua dapat menerima permintaan atau
tanggung jawab yang harus mereka penuhi.
Perubahan-perubahan tersebut pada umumnya mengarah pada
kemunduruan kesehatan fisik dan psikis yang akhirnya akan
berpengaruh juga pada aktivitas ekonomi dan sosial mereka.
Sehingga secara umum akan berpengaruh pada aktivitas kehidupan
sehari-hari.

B. Kekerasan Mental pada lansia


Di tengah masyarakat umum juga berkembang pendapat bahwa
lansia memiliki mental yang keras, padahal kekerasan mental lansia
tidak bersifat universal untuk semua lansia. Seorang lansia akan
memiliki kekerasan mental, apabila kekerasan mental terjadi selama
usia madya. Mengapa demikian? Seperti yang telah dibahas pada
baris sebelumnya, dikatakan bahwa lansia lebih lambat dan sulit
mempelajari hal-hal yang terjadi dan mereka lebih percaya bahwa
cara-cara lama yang mereka lakukan lebih baik daripada cara dan
nilai yang baru. Pemikiran yang lebih ekstrim adalah lingkungan
sekitar beranggapan bahwa para lansia lebih membutuhkan waktu
sendiri atau lebih nyaman bila mereka sibuk dengan dirinya, sehingga
mereka berkeputusan untuk tidak mengikut sertakan lansia pada
acara-acara social. Padahal pemisahan yang dilakukan oleh lansia
maupun oleh lingkungan sekitarnya justru akan membuat lansia
putus asa.
Di dalam Feist (2008) Erikson mengatakan bahwa, usia senja
bukan berarti manusia tidak lagi generative. Dalam pengertian
sempit “membuahi” keturunan, namun para manula masih
dapat produktif dan kreatif dengan cara-cara lain. Mereka
dapat berinteraksi dengna cucu-cucunya sebagai seorang kakek
dan nenek. Mereka juga tetap dapat memerhatikan anak - anak
muda di masyarakatnya. Usia senja bisa jadi momen masa
penuh keriangan, permainan, dan keajaiban, namun bisa pula
menjadi masa penuh kemuraman, depresi, dan keputusasaan.
C. Tahap Psikoseksual Terakhir Manusia
Tahap psikoseksual terakhir manusia adalah sensualitas general.
Sensualitas general bisa juga mencakup sebuah pengapresiasian
terhadap gaya hidup lawan jenis. Seperti bermain-main dengan cucu
perempuan menjadi lebih bisa tertarik dan terlibat dalam politik, dll.
Point pokok dalam sensualitas general ini lansia laki-laki dapat
melakukan peran yang biasa dilakukan oleh wanita, begitu pula
sebaliknya. Namun demikian, perilaku sensual general ini tergantung
pada kemampuan seseorang untuk melakukan segala sesuatu yang
sudah diperoleh sebelumnya bersama-sama, khususnya
mempertahankan integritas dirinya ketika menghadapi rasa putus
asa.

D. Intregitas lansia
Integritas versus rasa putus asa. Integritas berarti perasaan
keseluruhan dan koherensi, yaitu suatu kemampuan untuk
memegang secara bersama-sama perasaan “ke-aku-an”, meskipun
kekuatan fisik dan intelektual para lansia mulai menurun bahkan
mungkin hampir menghilang. Integritas ego kadang-kadang sulit
untuk dipertahankan, ketika manusia. Manusia telah kehilangan
sesuatu yang dekat dengan diri dan kehidupan mereka, contohnya
pasangan, teman-teman, kesehatan fisik dan kedayagunaan social.
Tekanantekanan seperti ini membuat manusia mengalami rasa
putus asa yang kuat atau sikap yang menyatakan
ketidakbisaterimaan. Jika saja harapan hilang, rasa putus asa akan
muncul dan hidup berhenti untuk memiliki makna. Perjuangan tak
terelakkan antara integritas dan rasa putus asa akan menghasilkan
kebijaksanaan, yang merupakan kekuatan dasar usia senja. Dengan
kebijaksanaan yang matang, para lansia mempertahankan integritas
sekalipun kemampuan mental dan fisiknya telah merosot. Sehingga,
kehilangan di usia lansia sudah tidak menjadi hal terbesar, karena di
usia senja mereka telah fokus terhadap masalahmasalah besar
termasuk ketiadaan.
Integritas ego kadang-kadang sulit untuk dipertahankan, ketika
manusia. Manusia telah kehilangan sesuatu yang dekat dengan diri
dan kehidupan mereka, contohnya pasangan, teman-teman,
kesehatan fisik dan kedayagunaan social. Tekanantekanan seperti ini
membuat manusia mengalami rasa putus asa yang kuat atau sikap
yang menyatakan ketidakbisaterimaan. Jika saja harapan hilang, rasa
putus asa akan muncul dan hidup berhenti untuk memiliki makna.
Perjuangan tak terelakkan antara integritas dan rasa putus asa akan
menghasilkan kebijaksanaan, yang merupakan kekuatan dasar usia
senja. Dengan kebijaksanaan yang matang, para lansia
mempertahankan integritas sekalipun kemampuan mental dan
fisiknya telah merosot. Sehingga, kehilangan di usia lansia sudah
tidak menjadi hal terbesar, karena di usia senja mereka telah fokus
terhadap masalah-masalah besar termasuk ketiadaan.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Usia lanjut adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang.
Masa ini dimulai dari umur enam puluh tahun sampai meninggal,
yang ditandai dengan adanya perubahan yang bersifat fisik dan
psikologis yang semakin menurun.
Proses menua (lansia) adalah proses alami yang disertai adanya
penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling
berinteraksi satu sama lain.
Badan kesehatan dunia (WHO) menetapkan 65 tahun sebagai usia
yang menunjukkan proses penuaan yang berlangsung secara nyata
dan seseorang telah disebut lanjut usia. Lansia banyak menghadapi
berbagai masalah kesehatan yang perlu penanganan segera dan
terintegrasi. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan
lanjut usia menjadi 4 yaitu : usia pertengahan (middle age) 45 -59
tahun, Lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun, lanjut usia tua (old) 75 – 90
tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.

B.     Saran dan Kritik


Dalam berusaha melengkapi makalah ini, tentu ada sesuatu yang
kurang dan kami sebagai penulis baik dari pembahasan ataupun dari
segi tulisan menyadari akan hal demikian. Maka dari itu kami akan
berusaha lebih baik dengan selalu mengedapankan sumber-sumber
yang lebih layak sebagai reverensi. Kami sangatlah mengharapkan
masukan baik berupa kritik ataupun saran sehingga dapat menjadi
sebuah instropeksi dari karya kami juga sebagai semangat dan 
landasan baru untuk terus berinovasi dalam berkarya.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Bambang Syamsul, Psikologi Agama, Pustaka Setia, Bandung,
2008.
Darajath, Zakiah, Peran Agama Dalam Kesehatan Mental, Gunung
Agung, Jakarta, 1970.
Dea, Thomas. F. O., Sosiologi Agama, Suatu Pengenal Awal, terj.
Yosogama, Rajawali dan Yogosama, Jakarta, 1985.
Hurlock Elizabeth B., Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan
Sepanjang Rentan Kehidupan, Erlangga, Jakarta, 1992.

Anda mungkin juga menyukai