DOSEN PEMBIMBING
Dr.H YANDI S,H.,M H
DI SUSUN OLEH
NAMA : 1. Dini Rizqika D (19.01.0011-IH)
2. Kevin Rinaldi (19.01.0011-IH)
3. Meri Martapia (19.01.0051-IH)
4. Argeto Mandiri H (19.01.0064-IH)
5. Fitrah Akbar (19.01.0033-IH)
Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “SUATU TINJAUAN PENEGAKKAN HUKUM DAN
PENYELESAIAN MASALAH LINGKUNGAN AKIBAT PENAMBANGAN
TIMAH DI BANGKA BELITUNG". Dalam makalah ini membahas tentang
kebijakan pemerintah Provinsi Bangka Belitung dalam menyelesaikan
permasalahan lingkungan akibat penambangan timah di Bangka Belitung.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Atas kurang dan
lebihnya dalam makalah ini, kami mohon maaf. Serta untuk kritik dan saran yang
membangun sangat kami harapkan untuk memperlengkap isi makalah yang kami
buat ini.
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
devisa bagi pembangunan perekonomian nasional di Indonesia.
Pertambangan timah di Indonesia sendiri memiliki sejarah pengelolaan yang
sangat panjang dapat dikatakan masih dalam skala yang kecil, dimulai sejak
tahun 1709 yang pertama kali ditemukan di pulau Bangka . Pihak asing mulai
menanamkan modalnya pada tahun 1970-an dengan kesempatan yang
diberikan oleh pemerintah untuk menanamkan modalnya dan melakukan
kegiatan dibidang pertambangan pihak asing tersebut yaitu Tambang Karya
(TK) selain dari PN. Timah (sekarang PT. Timah, Tbk) yang merupakan
perusahaan Badan Usaha Milik Negara yang mengelola pertambangan timah.
Tambang Karya (TK) merupakan perusahaan yang dimiliki oleh pihak swasta
Indonesia dan asing yang bekerjasama menanamkan modalnya dan telah
mengadakan perjanjian kontrak dengan pemerintah Indonesia yang disebut
dengan Kontrak Karya dengan memanfaatkan penambang rakyat sebagai
mitra kerjanya. Tambang Karya ini dilakukan dalam Kuasa Pertambangan
(KP) PN. Timah (sekarang PT. Timah, Tbk) dan sangat berkontribusi dalam
meningkatkan kapasitas dan produksi PN. Timah. Kegiatan penambangan
Tambang Karya ini dilakukan di wilayah-wilayah bekas ‘tambang dalam’
yang sudah ditinggalkan Belanda, dan PN. Timah berfungsi sebagai
pengumpul timah yang dihasilkan oleh Tambang Karya, jenis timah yang
ditambang adalah timah primer.
2
Bangka Belitung. Dengan kemunduran industri timah dikarenakan turunnya
harga timah dunia memberikan kesempatan pada penambang rakyat
melakukan pertambangan timah di tambang bekas perusahaan penambang
timah besar seperti PT. Timah, Tbk. Akan tetapi tanpa disadari, kegiatan
pertambangan timah rakyat ini memiliki banyak dampak negatif terutama
lingkungan baik itu penambangan yang dilakukan di darat atau penambangan
Selain itu kerusakan lingkungan yang diakibatkan dari pertambangan timah
rakyat yaitu kerusakan ekosistem yang dimulai dari garis pantai hingga
hutan, bahkan tidak sedikit hutan lindung dan hutan konservasi menjadi target
dari pertambangan timah rakyat, entah itu dikerjakan secara legal ataupun
illegal.
Kegiatan penambangan yang dilakukan oleh pertambangan timah rakyat ini
juga membuat kelangkaan kayu garu, seruk, meranti. Air sungai menjadi
keruh karena digunakan untuk pencucian bijih timah tersebut, kegiatan
pertambangan timah rakyat ini juga menyebabkan daerah aliran sungai
mengalami pendangkalan akibat sisa lumpur bekas galian penambangan yang
dibuang ke sungai selanjutnya akan menjadi salah satu pemicu terjadinya
banjir. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika menyatakan bahwa
permasalahan banjir besar di Pulau Bangka Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung khususnya di Pulau Bangka yang terjadi pada tanggal 08 Februari
2016 dipicu oleh terjadinya hujan dengan intensitas ringan hingga lebat yang
tidak merata dimulai tanggal 07 Februari 2016. Kepala Badan
Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung mengatakan kegiatan penambangan biji timah di
aliran sungai menjadi pemicu bencana banjir.
3
4. Bagaimana penegakan hukum terhadap pelaku pertambangan yang
mengakibatkan pencemaran lingkungan?
1. BAB I PENDAHULUAN
Menjelaskan mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan
dan sistematika penulisan.
4. BAB IV PENUTUP
Menjelaskan mengenai kesimpulan dan saran-saran dari penulis
4
BAB II
TINJAUAN MATERI
5
masih ada sejumlah prasyarat atau tahapan lain yang harus dipenuhi sebelum
sampai pada tujuan yang dikehendaki.
6
Grindle 1980 (Dalam Mutiarin 2014) menyatakan bahwa proses
umum implementasi dapat dimulai ketika tujuan dan sasaran telah
dispesifikasikan, program-program telah didesain, dan dana telah
dialokasikan untuk pencapaian tujuan. Ketiga hal tersebut merupakan syarat-
syarat dasar (the Content of policy) dan konteks kebijakan (the context od
policy) yang terkait dengan formulasi kebijakan.
7
2.3. Pengelolaan Ekosistem
Pengelolaan berasal dari kata manajemen atau administrasi. Hal
tersebut seperti yang dikemukakan oleh Usman bahwa management
diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi manajemen atau pengelolaan.
Dalam beberapa konteks keduanya mempunyai persamaan arti, dengan
kandungan makna to control yang artinya mengatur dan mengurus
(Hardyanti, 2012). Sedangkan dalam kamus Bahasa indonesia menyebutkan
bahwa pengelolaan adalah proses atau cara perbuatan mengelola atau proses
melakukan kegiatan tertentu dengan menggerakkan tenaga orang lain, proses
yang membantu merumuskan kebijaksanaan dan tujuan organisasi atau proses
yang memberikan pengawasan pada semua hal yang terlibat dalam
pelaksanaan kebijaksanaan dan pencapai tujuan (Daryanto, 1997).
8
BAB III
PEMBAHASAN
9
untuk menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian
ekosistem, melestarikan fungsi lingkungan hidup, menjamin terpenuhinya
keadilan generasi masa kini dan generasi masa depan, mengendalikan
pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana, mewujudkan pembangunan
berkelanjutan dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian,
pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.
10
perlu disosialisasikan kepada masyarakat dan juga pada para calon investor agar
dapat mengetahui aturanaturan yang ada dan ditetapkan pemerintah.
Selain itu perairan laut juga terkait erat dengan kawasan habitat terumbu
karang, rumput laut dan biota perairan lainnya serta terkait dengan kegiatan wisata
pantai. Kegiatan pertambangan di Kabupaten Bangka tidak mungkin bisa lepas
dari peningkatan padatan tersuspensi dalamperairan laut. Tujuan pengelolaan
lingkungan hidup:
11
2. Pengendalian pencemaran laut dilakukan di:
1) Setiap unit KK/KI/KIP/BWD dan Mitra yang beroperasi di laut.
2) Setiap kapal angkutan laut atau kapal penjangkaran yang
memindahkan dan mengangkut limbah hidrokarbon dan limbah
padat/limbah domestik dari KK/KI/KIP/BWD ke pelabuhan darat.
Waktu Pengelolaan Dilakukan disaat KK/KI/KIP/BWD beroperasi di
laut yaitu dengan pengendalian jumlah dan lokasi KK/KI/KIP/BWD dan
mitra dilakukan selama kapal penambangan tersebut beroperasi di KP laut
tertentu dimana sebagaian diantaranya merupakan daerah asuh, terumbu
karang, habitat khusus, dan obyek wisata bahari. Dan Pelaksana Pengelolaan :
Kuasa KK/KI/KIP/BWD (milik PT Timah dan Mitra) dan Kepala
Lingkungan Hidup, Operasi Kapal Keruk Wilayah bersangkutan, PT Timah.
12
produksi yang ada. TPS Limbah Bahaya Berbahaya dan Beracun (LB3) Unit
Produksi Laut Bangka memiliki izin penyimpanan sementara dari BLH
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Unit Produksi Laut Bangka bekerjsama
dengan pihak III untuk melakukan penanganan, pengelolaan dan
pengangkutan Limbah B3 yang telah dimiliki izin operasi dari Kementerian
Lingkungan Hidup dalam hal ini adalah PT. Valten Cahaya Anugrah untuk
pengangkutan limbah B3 yang bekerjasama dengan PT. Tenang jaya dan PT.
Muchtomas., Perusahaan tersebut secara rutin mengambil limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun (LB3) Unit Produksi Laut Bangka untuk diolah atau
dimusnahkan dan didaur ulang kembali. Kewajiban pemegang izin
penyimpanan limbah B3:
13
merupakan komponen utama penyusunan keseluruhan air di muka bumi ini.
Pengukuran kualitas air laut ditetapkan melaui pembandingan nilai hasil
pengukuran dengan nilai baku mutu yang ditetapkan dalam keputusan
Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2004
Lampiran III. Dengan adanya monitoring terhadap kualitas air laut
diharapkan kegiatan penambangan yang dilakukan tidak mencemari perairan
pantai dan laut.
14
Kawasan pantai, hutan di sejumlah lokasi rusak akibat limbah dari
pertambangan timah rakyat. Kerusakan lingkungan yang terjadi di Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung khususnya di hutan konservasi yang ditambang
dan dipicu oleh intensitas hujan yang sangat lebat. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Kodoatie dan Sugiyanto (2002) terjadinya banjir diakibatkan oleh
banjir alami dan banjir tindakan manusia.
15
tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana
bahwa penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat
meliputi:
16
3.7. Penegakan Hukum
Para pelaku pertambangan dapat dikenakan sanksi pidana apabila
dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan
pengrusakan lingkungan hidup. Dasar yang dapat dipakai untuk menjerat
penduduk yang melakukan kegiatan pertambangan timah rakyat yang
merusak lingkungan tersebut adalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 41 ayat 1 yang berbunyi
“Barang Siapa yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan
perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau pengrusakan lingkungan
hidup, diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan denda
paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah)”. Dan sanksi pidana
denda ini akan diperberat sepertiganya bila pengrusakan tersebut dilakukan
perseroan, yayasan, organisasi ataupun yayasan.
Upaya penegakan hukum terhadap pelaku pertambangan timah rakyat
yang tidak memiliki ijin, ataupun pertambangan timah rakyat yang memiliki
ijin akan tetapi melakukan kegiatan penambangan diwilayah yang tidak sesuai
peruntukannya Satuan Polisi Pamong Praja Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung secara rutin melakukan penertiban terhadap pelaku pertambangan
timah rakyat yang melakukan penambangan tidak sesuai prosedur. Tim ini
merupakan tim gabungan antara Satuan Polisi Pamong Praja dan Kepolisian
serta instansi terkait.
17
penyelidikan dan penyidikan maka berkas perkara yang telah lengkap
(P21) diteruskan ke proses penuntutan dan peradilan. Dalam proses
penuntutan ini berkas perkara diserahkan ke Kejaksaan Negeri Pangkal
Pinang, dan dalam proses peradilan dilakukan di Pengadilan Negeri
Pangkal Pinang.
18
penegakan hukum perkara penambangan timah illegal, adalah sebagai
berikut :
a. Faktor Undang-Undang
Faktor perundang-undangan ternyata menjadi hambatan dalam
penegakan hukum pidana penambangan timah illegal di Bangka
Belitung. Salah satu hambatan tersebut adalah peraturan perundang-
undangan yang masih multi tafsir di antara penegak hukum. Antara
masing-masing penegak hukum bisa saja mengartikan undang-undang
tersebut secara berbeda. Kemudian masih adanya celah yang dapat
dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang berkepentingan.Hambatan lain
yang mempengaruhi penegakan hukum terhadap penambangan timah
illegal ini adalah tidak adanya ancaman hukuman minimal yang diatur
oleh Undang-Undang No. 4 Tahun 2009. Undang-undang
Pertambangan Mineral dan Batubara hanya mengatur mengenai
ancaman maksimal. Hal ini berpengaruh pada tuntutan Penuntut
Umum dan putusan yang akan dijatuhkan oleh Hakim. Dengan tidak
adanya ancaman hukuman minimal, maka penuntut hukum dan hakim
bisa saja menjatuhkan tuntutan dan putusan dengan ancaman pidana
yang rendah, sehingga dikhawatirkan tidak memberikan efek jera
kepada para pelaku penambangan timah illegal.
19
ada oknum penegak hukum yang membantu para penambang timah
illegal tersebut dengan memberikan informasi yang berkaitan dengan
kegiatan penertiban yang akan dilakukan.
d. Faktor Masyarakat
Faktor masyarakat juga menjadi hambatan dalam penegakan
hukum pidana pada penambangan timah illegal di Provinsi Bangka
Belitung.Masyarakat masih sangat bergantung pada hasil tambang
timah, sehingga menjadikan timah sebagai mata pencahariannya.
Masyarakat tidak akan berhenti melakukan praktek penambangan
timah illegal, apabila tidak ada jaminan bahwa mereka akan tetap
hidup dengan layak jika berhenti melakukan penambangan timah.
Ketika diadakan penertiban secara besar-besaran oleh penegak hukum,
tak jarang menimbulkan masalah lagi, yaitu tidak terimanya
masyarakat akan penertiban tersebut. Bahkan tak jarang setelah
dilakukan penertiban, massa berkumpul untuk melakukan demo
menyatakan tidak terima dengan penertiban yang telah dilakukan. Hal
ini dikarenakan, ketika dilakukan penertiban, maka masyarakat akan
kehilangan mata pencahariannya, sehingga kemudian muncullah
masalah sosial lainnya.Mengenai pengetahuan yang dimiliki
masyarakat pun dapat menjadi hambatan. Tanpa adanya pengetahuan
20
yang cukup, kemudian mempengaruhi keahlian yang dimiliki
masyarakat. Masyarakat yang tidak mengecap ilmu sekolah, tentunya
memiliki keahlian yang terbatas. Ketika mereka hanya mempunyai
keahlian menambang timah, maka pekerjaan tersebut akan terus
mereka lakukan. Hal ini tentu saja berhubungan dengan faktor
ekonomi. Mereka akan menggunakan satu-satunya keahlian yang
mereka miliki, untuk mencukupi perekonomian keluarga mereka.
e. Faktor Kebudayaan.
Penambangan timah di Provinsi Bangka Belitung ini telah
dilakukan sejak zaman nenek moyang, berpuluh ataupun beratus tahun
yang lalu, sehingga masyarakat Bangka Belitung sudah menjadikan
pertambangan timah sebagai suatu kebiasaan yang tidak dapat dirubah
lagi sehingga menjadi sebuah budaya di masyarakat. Begitu pula
dengan kegiatan penambangan timah tanpa izin. Ketika pada masa-
masa sebelumnya, melakukan penambangan timah tanpa izin sudah
terbiasa dilakukan oleh masyarakat, maka masyarakat akan terus
mempunyai pemikiran seperti itu. Itulah yang menyebabkan
kebudayaan juga menjadi suatu hambatan dalam penegakan hukum
pidana terhadap penambangan timah illegal di Bangka Belitung.
21
dan bahkan negara. Oleh karena itu, akan jauh lebih baik apabila praktek
penambangan timah illegal tidak terjadi lagi di masa yang akan datang.
Terdapat beberapa upaya yang diharapkan dapat menghentikan praktek
pertambangan timah secara illegal di Bangka Belitung, yang harus
dilakukan oleh semua pihak, baik pemerintah, aparat penegak hukum,
perusahaan swasta, maupun masyarakat lokal itu sendiri. Upaya-upaya
yang dapat dilakukan dibagi menjadi upaya penal dan upaya non penal.
Upaya-upaya tersebut akan dijelaskan seperti berikut :
Upaya Penal
Yang dimaksudkan dengan upaya penal adalah menggunakan
sanksi atau hukum pidana dalam mengatur masyarakat (lewat
perundang-undangan). Berbagai upaya yang berkenaan dengan hukum,
pidana yang dapat dilakukan agar di masa yang akan datang tidak
terjadi lagi penambangan timah secara illegal, yaitu dengan melakukan
perubahan terhadap peraturan-peraturan yang berhubungan dengan
masalah penambangan timah secara illegal, sehingga tidak
menimbulkan multitafsir diantara para penegak hukum.Misalnya,
dilakukannya perubahan terhadap Peraturan Daerah Provinsi Bangka
Belitung No. 7 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Pertambangan
Mineral, agar lebih disesuaikan dengan keadaan masyarakat di masa
sekarang dan masa yang akan datang, sehingga Perda tersebut dapat
efektif. Upaya lain adalah dengan diaturnya ketentuan mengenai sanksi
pidana dan denda minimum terhadap para pelaku pertambangan timah
illegal, serta mempertinggi sanksi pidana yang akan dijatuhkan kepada
para pelaku penambangan timah illegal, semata-mata supaya
menimbulkan efek jera terhadap pelaku tindak pidana.
Walaupun memiliki banyak hambatan, penegakan hukum pidana
sebenarnya masih sangat efektif untuk terus dilakukan, asalkan sanksi
yang diberikan memang sesuai dengan perbuatan dari pelaku tindak
pidana, sehingga dapat memberikan efek jera para pelaku dan calon
pelaku tindak pidana.
22
Upaya Non Penal
Dalam menanggulangi penambangan timah ilegal di Bangka
Belitung, maka upaya non-penal yang dapat dilakukan tentunya dengan
membina atau menyembuhkan masyarakat Bangka Belitung dari
kondisi-kondisi yang menyebabkan masyarakat melakukan usaha
pertambangan timah ilegal tersebut.
Berbagai macam upaya non-penal dapat dilakukan dalam rangka
meniadakan praktek pertambangan timah ilegal di Provinsi Bangka
Belitung, dan upaya yang dirasa akan sangat efektif adalah dengan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Seperti yang telah dijabarkan
sebelumnya, timah merupakan sektor andalan di Bangka Belitung, yang
menggerakkan sektor lainnya. Maka dengan meningkatkan sektor lain,
seperti sektor perkebunan, peternakan, pertanian, dan bahkan
pariwisata, dapat menjadi alternative bagi masyarakat lokal, sehingga
tidak lagi menjadikan timah sebagai sektor andalan yang dapat
menyejahterakan kehidupannya. Kegiatan penambangan timah ilegal di
Bangka Belitung mayoritas dilakukan oleh masyarakat kalangan bawah,
dimana mereka seakan-akan tidak mempunyai keahlian dan pekerjaan
lain selain mencari timah, sehingga menjadikan penambangan timah
sebagai mata pencaharian. Upaya yang juga dapat dilakukan oleh
pemerintah dalam menanggulangi hal ini adalah dengan menciptakan
lapangan pekerjaan lain, setelah sebelumnya memberikan penegetahuan
dan keahlian terkait dengan lapangan pekerjaan yang dibuka. Sehingga
dengan banyaknya lapangan pekerjaan yang ada dan keahlian yang
dimiliki oleh masyarakat tersebut, maka masyarakat tidak akan lagi
menjadikan timah sebagai mata pencaharian mereka.Jika memang
masih ada masyarakat yang ingin melakukan penambangan timah,
pemerintah dapat memberikan arahan kepada masyarakat tersebut untuk
melakukan pertambangannya secara legal, misalnya dengan melakukan
pola kemitraan dengan pemegang Izin Usaha Pertambangan.Sehingga,
praktek pertambangan timah illegal ini dapat dihentikan.
23
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
masih lemah, masalah Pemanfaatan Dan Pengurasan Sumber Daya
Alam (hutan, tanah, sumberdaya air, keanekaragaman hayati dan sumberdaya
pesisir dan laut) , dan pencemaran lingkungan. Kebijakan pertambangan yang
diatur dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, terbit 3 Oktober 2009pada pasal 1 yang menyebutkan
bahwa izin lingkungan adalah izin yg diberikan kepada setiap orang yg
melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib AMDAL atau UKL-UPL
dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagar
prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan.
24
Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa faktor penyebab banjir di
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yaitu :
25
•Rehabilitasi dan Reklamasi Lahan
Pasca Tambang Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 76 Tahun
200814tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan dan Keputusan Menteri Pertambangan
dan Energi Nomor 1211.K/008/M.PE/199515, dengan jelas mengatur tentang reklamasi
lahan bekas penambangan. Kebijakan ini dikeluarkan untuk mengatur tentang cara
penambangan yang benar dan penambangan dapat dilakukan dengan seoptimal mungkin
tetapi lahan-lahan yang telah digunakan untuk kepentingan penambangan tersebut harus
dipulihkan kembali fungsi lahannya.
Upaya pemulihan fungsi lahan ini telah dilakukan sesuai dengan Peraturan Pemerintah RI
Nomor 76 Tahun 2008 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan. Sejalan dengan
Peraturan Pemerintah tersebut, setiap perusahaan skala besar yang memegang IUP (Izin
Usaha Penambangan) yang ada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung telah
melaksanakan kegiatan reklamasi lahan bekas penambangan, reklamasi yang dilakukan
melalui pengelolaan lahan bekas tambang dengan pola reklamasi fast growing species
seperti cemara laut, sengon laut, akasia. Selain itu ada juga pola yang disesuaikan dengan
kebutuhan penduduk di wilayah tersebut seperti sukun, karet, tanaman buah. Semua
kegiatan reklamasi ini pelaksanaannya dibawah pengawasan Dinas Pertambangan dan
Energi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dan Badan Lingkungan Hidup Daerah
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Beberapa dasar perusahaan tersebutdalam melaksanakan kegiatan reklamasi tersebut
adalah Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pasca
Tambang, selain itu dalam usaha memperbaiki dan memulihkan kembali lahan dan
vegetasi hutan yang telah rusak agar dapat kembali berfungsi secara optimal perusahaan
penambang di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mengacu pada Peraturan Menteri
Kehutanan Nomor 4 Tahun 2011 tentang Pedoman Reklamasi Hutan. kegiatan reklamasi
dan rehabilitasi lahan bekas tambang ini hanya mampu dilakukan oleh penambang timah
dalam skala besar, seperti PT. Timah, Tbk. Karena untuk melakukan kegiatan reklamasi
dan rehabilitasi ini membutuhkan biaya yang sangat besar, sehingga pertambangan timah
rakyat yang skalanya kecil, tidak akan mampu melakukan kegiatan reklamasi dan
rehabilitasi lahan.
26
b. Upaya Non Struktural
•Kebijakan
27
5.Penetapan perencanaan kawasan peruntukan pertambangan di Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung, pengembangan kawasan pertambangan
dilakukan melalui kegiatan memfasilitasi kegiatan eksplorasi bagi pihak
yang telah mendapatkan ijin usaha pertambangan eksplorasi, peningkatan
status WIUP (Wilayah Ijin Usaha Pertambangan) eksplorasi menjadi WIUP
operasi produksi sesuai hasil kajian teknis, memfasilitasi dan mengawasi
pelaksanaan kegiatan operasi produksi, mengidentifikasi dan menetapkan
wilayah pertambangan rakyat (WPR), memfasilitasi dan mengawasi
pelaksanaan pertambangan rakyat, dan memfasilitasi dan mengawasi
kegiatan reklamasi dan pasca tambang.
28
•Pendidikan dan Sosialisasi
29
•Dinas Kehutanan :
30
DAFTAR PUSTAKA
Adrian Sutedi, 2011, Hukum Pertambangan, Sinar Grafika: Jakarta.
31
Nazir. M. (2003). Metode Penelitian. Jakarta: PT. Ghalia Indonesia.
32