Anda di halaman 1dari 13

TUGAS MATA KULIAH

Kawasan Perlindungan Laut

Evaluasi Kawasan Perlindungan Laut Belitung Selatan Provinsi Bangka


Belitung

Disusun oleh:

Billy Arif Mahendra

175080607111019

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN


JURUSAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DAN KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2020
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Kepulauan Bangka Belitung ditetapkan sebagai provinsi baru sesuai Undang -


Undang No. 27 tahun 2000 tanggal 4 Desember 2000. Wilayah provinsi ini meliputi
Pulau Bangka, Belitung dan 254 pulau kecil lainnya. Salah satu kabupaten termuda
di provinsi ini adalah Kabupaten Belitung Timur. Gugusan pulau-pulau
Momparang merupakan bagian Kabupaten Belitung Timur yang memanjang sekitar
80 kilometer dari pantai Kecamatan Manggar dengan prioritas pengembangan di
bidang kelautan, perikanan dan pariwisata. Untuk menjaga ekosistem pesisir dan
kelautan, pemerintah daerah Kabupaten Belitung Timur berinisiatif mencadangkan
lokasi ini sebagai kawasan konservasi perairan. Pembentukan kawasan konservasi
perairan ini ditujukan untuk: (1)melindungi habitat kritis terumbu karang, lamun
dan mangrove; (2)melindungi habitat penyu dan spesies napoleon; serta
(3)mengakomodir kegiatan pemanfaatan tradisional oleh masyarakat.
Salah satu sumber daya alam potensial di Kabupaten Belitung Timur adalah
sumber daya mineral (timah). Potensi timah tersebar di seluruh Pulau Bangka,
Belitung dan pulau-pulau kecil lainnya. Selain itu, potensi timah juga tersebar di
dasar laut yang menghubungkan pulau-pulau tersebut. Pertambangan timah
merupakan salah satu sumber daya andalan yang berkonstribusi bagi PAD
(pendapatan asli daerah). Memasuki era otonomi daerah, kabupaten ini telah
memasuki era baru dengan tidak lagi menjadikan timah sebagai primadona
perekonomian daerah. Namun demikian kegiatan pertambangan timah masih tetap
dilakukan oleh masyarakat sekitar terutama di sekitar lokasi bekas PT Timah.
Aktivitas pertambangan timah inkonvensional (TI) mulai meningkat sejak tahun
1998. Secara ekonomi, kegiatan TI menciptakan keuntungan dan penyerapan
tenaga kerja. Namun menimbulkan dampak negatif yaitu terjadinya kerusakan
lingkungan.
Berdasarkan hasil penelitian P2O LIPI (2005) di perairan Kabupaten Belitung,
dilaporkan bahwa kegiatan pertambangan teridentifikasi sebagai penyebab
penurunan kualitas perairan. Penambangan rakyat di daratan Pulau Belitung diduga
telah mengakibatkan sedimentasi yang menyebabkan perairan menjadi keruh.
Selain itu, penambangan timah yang berpeluang meningkatkan kekeruhan perlu
diwaspadai. Hal ini dikarenakan akan dapat mengkibatkan menurunnya kepadatan
plankton. Pemerintah Kabupaten Belitung mulai menyadari kegiatan penambangan
ini dinilai telah menimbulkan dampak negatif terutama terhadap penurunan kualitas
lingkungan. Oleh karena itu Pemkab Belitung Timur telah mengambil kebijakan
untuk membatasi perluasan area tambang dan lebih memfokuskan pada kegiatan
pengolahan hasil tambang dan pengembangan komoditas sumberdaya alam lainnya
seperti pertanian, perkebunan, perikanan dan kelautan serta pariwisata.
II. PEMBAHASAN

2.1 Gambaran Umum Kawasan Konservasi Belitung Timur

Gambar 1. RZWP-3K di Belitung Timur

Kabupaten Belitung Timur dibentuk berdasarkan Undang-Undang


Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Bangka
Selatan, Kabupaten Bangka Tengah, dan Kabupaten Belitung Timur di Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung dan merupakan bagian dari provinsi Kepulauan
Bangka Belitung. Kabupaten Belitung Timur yang merupakan hasil pemekaran
dari Kabupaten Belitung yang terletak di Pulau Belitung dan terpisahkan batas
administratif di daratan. Secara geografis, Kabupaten Belitung Timur terletak
antara 107045' — 108018' Bujur Timur dan 02030' — 03015' Lintang Selatan dan
mempunyai luas wilayah 17.967,94 km2 dengan dominasi laut yang luas. Luas
laut Kabupaten Belitung Timur mencapai 15.461,03 km2 sedangkan luas daratan
hanya 2.506,91 km2. Secara administratif, Kawasan Konservasi Perairan Daerah
Kabupaten Belitung Timur yang mencakup semua pulau-pulau kecil di Gugusan
Pulau-Pulau Momparang termasuk dalam perairan Kecamatan Manggar.
penetapan lokasi kawasan konservasi perairan daerah telah sesuai dengan struktur
ruang . dalam Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kabupaten
Belitung Timur dimana Gugusan pulau- Pulau Momparang yangterbentang dari
Pulau Penanas hingga Pulau Memperang direkomendasikan sebagai kawasan
perikanan tangkap dan wisata bahari (Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi
Kepulauan Bangka Belitung, 2008).
Berdasarkan Keputusan Bupati Belitung Nomor: 188.45-421 Tahun
2013, Kawasan Konservasi Perairan Daerah yang dicadangkan sebagai Taman
Wisata Perairan Gugusan Pulau-Pulau Momparang dan Laut Sekitarnya
mempunyai luas wilayah 133,759,365 Ha. Di dalam kawasan konservasi perairan
daerah terdapat beberapa pulau yang berpenghuni yang masuk dalam administrasi
Desa Buku Limau, yaitu: Pulau Buku Limau, Pulau Belian, Pulau Nangka, dan
Pulau Pesemut. Pulau Buku Limau mempunyai penduduk sejumlah 1.402jiwa dan
Pulau Belian 39 jiwa. Pulau Nangka dihuni oleh 2 orang penjaga pos pengelola
kawasan konservasi perairan daerah dan Pulau Pesemut dihuni oleh 2 orang
penjaga mercusuar.

2.2 Permasalahan di Kawasan Konservasi Perairan Beliung Timur


2.2.1Pencemaran Akibat Pertambangan Timah Lepas laut

Gambar 2.Penambangan Timah Lepas Pantai


Pertambangan timah di Provinsi Bangka Belitung terbagi menjadi tambang
darat dan tambang laut yang dilakukan oleh dua perusahaan tambang PT Tambang
Timah dan PT Koba Tin serta tambang inkonvensional (TI) atau tambang rakyat.
Aktivitas penambangan timah terjadi di hampir setiap kabupaten di provinsi
Bangka Belitung yaitu di Kota Pangkalpinang, Kabupaten Bangka, Kabupaten
Bangka Selatan, Kabupaten Bangka Barat, Kabupaten Bangka Tengah, Kabupaten
Belitung, dan Kabupaten Belitung Timur. Penambangan timah lepas pantai dapat
meningkatkan produktivitas pertambangan timah di masa mendatang, namun hal
ini akan mengakibatkan kerusakan lingkungan jika tidak dilakukan sesuai dengan
prosedur.
Penambangan yang dilakukan oleh masyarakat tanpa izin hanya
menguntungkan secara sepihak, tidak adanya pengelolaan lingkungan, jumlah yang
banyak dan cenderung berpindah tempat. Izin operasi untuk 34 dari 67 kapal isap
pasir timah di pesisir pulau Belitung diduga kuat tidak jelas, hal ini akan
menyulitkan pengawasan terhadap kapal hisap. Direktur Utama PT Timah Tbk,
Sukrisno menyatakan ada 1.342 unit tambang inkonvensional (TI) apung di
kawasan belitung timur. Ekploitasi timbunan bijih akan membongkar permukaan
batuan baru dan sejumlah besar sisa-sisa batu atau tanah sehingga akan
mempercepat kondisi pelapukan. Beberapa elemen yang merupakan logam yang
mungkin dilepaskan ke lingkungan karena perubahan kondisi fisika kimia dalam
fase mineral sekunder adalah Fe, Mn, Cu, Zn, Cd, Pb, W, Bi, Mo, Cr, Ni, Co, As
dan U Penambangan yang dilakukan oleh masyarakat dapat menimbulkan dampak
terhadap kerusakan lingkungan. Tekanan dari tambang timah mendesak nelayan
akibat eksplorasi dan eksploitasi tambang dapat lebih menguntungkan dibanding
menjadi nelayan yaitu mencari ikan. Begitu banyak nelayan yang kini beralih
profesi menjadi pekerja tambang. Aktivitas Nelayan merupakan pekerjaan turun
temurun yang diwariskan dari nenek moyang karena lokasi tempat tinggal di daerah
pesisir. Kini, kebanyakn nelayan lebih memilih menjadi buruh tambang karena
alasan ekonomi.Permasalahan ekologi yang disebabkan oleh pertambangan timah
antara lain adalah
2.2.2 Kerusakan Topografi dan Garis Pantai
Munculnya masalah kerusakan laut dalam hal ini dilakukan dalam
penambangan timah di lepas pantai kepulauan Bangka Belitung menyebabkan
rusaknya topografi pantai. Pantai yang sehat adalah pantai yang memiliki bentuk
tanah yang landai. Namun, ketika dilakukan kegiatan penambangan timah, kegiatan
penambangan tersebut membuat struktur tanah di lepas pantai menjadi lebih curam
sehingga daya abrasi pantai menjadi semakin kuat. Akibat lain yang ditimbulkan
dari pengerukan tanah di dasar laut adalah berubahnya garis pantai yang semakin
mengarah ke daratan.

2.2.3 Sedimentasi
Hampir semua sungai di Pulau Bangka beralih fungsi sebagai penampung
limbah yang berasal dari penambangan timah. Di daerah muara, kemiringan dasar
sungai menjadi relatif kecil sebagai akibat dari endapan pasir dan material-material
yang lain, sehingga kapasitas tampungan sungainya menjadi berkurang dapat
berpengaruh antara lain pada pendangkalan dan perubahan bentang alam dasar laut,
kesuburan perairan, dan hilangnya keanekaragaman hayati perairan. Padatan
tersuspensi dan butiran-butiran pasir hasil penyaringan akan dibuang langsung ke
perairan tanpa diendapkan terlebih dahulu pada kolam penampungan atau tendon.
Pengerukan tanah dan pembuangan sedimen juga menyebabkan air laut
menjadi keruh. Dengan makin maraknya aktivitas penambangan, intensitas
kekeruhan air semakin tinggi dan radiusnya ke kawasan lain di luar kawasan
penambangan semakin luas. Hal ini tidak menutup kemungkinan bahwa kawasan
terumbu karang yang bukan merupakan wilayah penambangan terkena imbas akibat
kekeruhan air. Sedimentasi tanah yang menjadi penyebab kekeruhan air ini dapat
menutup dan mematikan terumbu karang. Matinya terumbu karang akan merusak
habitat kehidupan laut yang indah; lingkungan laut akan berubah menjadi habitat
alga yang cenderung merugikan. Oleh karena itu, hal tersebut membuat kerusakan
laut di lepas pantai di Kepulauan Bangka Belitung menjadi semakin parah.
Sejumlah penelitian yang telah dilakukan meyatakan bahwa terumbu karang
semakin terancam kehidupannya karena ulah para pelaku tambang. Sejak tahun
2006 ekosistem laut di Bangka Belitung semakin parah daripada di daratan.
Kehancuran terumbu karang yang mencapai 40 persen di perariran Belitung
disebabkan oleh PT.Timah yang melakukan penambangan timah selama puluhan
tahun sehingga habitat ikan-ikan terganggu, bahkan para nelayan sudah sangat sulit
untuk mendapatkan ikan. PT.Timah memang telah melakukan perbaikan
lingkungan laut, tetapi sistem rehabilitasi lingkungan yang diterapkan dianggap
belum memadai. Pihak PT. Timah hanya menaruh rumpon tanpa penanganan yang
berlanjut sehingga diharapkan PT Timah dapat bertanggung jawab atas perusakan
dengan cara melakukan rehabilitasi ekosistem yang berlanjut

2.2.4 Pencemaran Logam Berat


Perairan umum di Pulau Bangka sangat rentan tercemar timah hitam yang
merupakan salah satu jenis logam berat yang sangat berbahaya. Jika dilihat dari
proses pengambilan, pencucian, dan pengolahannya maka pencemaran logam berat
sangat mungkin terjadi. Timah hitam yang terlarut dalam badan perairan pada
konsentrasi tertentu akan merubah fungsi menjadi sumber racun bagi kehidupan
perairan. Meskipun daya racun yang ditimbulkan oleh suatu jenis logam berat
terhadap biota perairan tidak sama, namun kehancuran dari satu kelompok
mengakibatkan terputusnya mata rantai kehidupan lainnya. Selanjutnya, keadaan
tersebut tentu dapat menghancurkan satu tatanan eksositem parairan. Keberadaan
timah hitam dalam badan perairan dapat berasal dari sumber-sumber alamiah,
namun pada umumnya berasal dari aktivitas manusia. Sumber-sumber timah hitam
secara alamiah yang masuk ke dalam badan perairan dapat berupa pengikisan dari
batu mineral yang banyak di sekitar perairan. Pada umumnya logam-logam
termasuk timah hitam yang terdapat dalam tanah dan perairan dalam bentuk
persenyawaan seperti senyawa hidroksida, senyawa oksida, senyawa karbonat, dan
senyawa sulfida. Proses fisiologi yang terjadi pada setiap biota turut mempengaruhi
tingkat logam berat yang menumpuk (akumulasi) dalam tubuh biota perairan.
Variasi jumlah logam berat yang terkandung dalam tubuh ikan tergantung pada
daya racun yang ditimbulkan oleh logam berat. Di samping itu, proses fisiologi ini
turut mempengaruhi peningkatan kandungan logam berat dalam badan perairan.
Ada biota-biota tertentu yang mempunyai kemampuan untuk mentoleransi logam
berat tertentu sampai pada konsentrasi tinggi dan ada yang memiliki kemampuan
untuk menetralisir daya racun dari logam berat pada konsentrasi rendah.
III. Pengelolaan dan Penyelesaian Masalah

3.1 Pengelolaan dan Penanggulangan Degradasi Pesisir Akibat Penambangan


Timah di Kepulauan Bangka Belitung
Pengelolaan Wilayah Pesisir terutama untuk penanggulangan degradasi pesisir
yang diakibatkan oleh aktivitas penambangan Timah di Kepulauan Bangka
Belitung dapat dilakukan secara terencana dengan memperhatikan karakteristik
wilayah pesisir, keunikan, geomorphologi pantai dan kondisi ekosistem pesisir serta
ukuran pulau disekitarnya. Artinya, pengelolaan wilayah pesisir disatu wilayah
akan bervariasi sesuai dengan perbedaan karakteristik dan keunikan wilayah pesisir
di Kepulauan Bangka Belitung. Di bawah ini adalah contoh bentuk-bentuk
pengelolaan: (Penjelasan Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007).
a. Pada wilayah pesisir yang berpantai landai dan terbuka ke laut lepas, konversi
mangrove menjadi tambak, tempat akitivitas penambangan pasir akan
menimbulkan erosi pantai yang cukup kuat dan degradasi kualitas perairannya,
sehingga perlu dibatasi.
b. Laju kerusakan terumbu karang yang meningkat pesat akibat penambangan
timah di perairan laut perlu dikendalikan dengan norma pengaturan dan sanksi
yang tegas.
c. Pemanfaatan pulau-pulau kecil perlu dibatasi dan diprioritaskan untuk
konservasi, ekowisata, perikanan budidaya terbatas, riset/penelitian dan basis
industri perikanan skala kecil; karena pulau kecil pada umumnya mempunyai air
tawar yang terbatas dengan solum tanah yang dangkal sehingga pengelolaan
pulau-pulau kecil yang intensif perlu dibatasi jangan sampai pulaunya
mengalami penurunan atau tenggelam.
d. Pada wilayah pesisir yang ekosistemnya sudah rusak diperlukan direhabilitasi
hingga pulih kembali untuk mendukung kehidupan biota laut dan manusia.
e. Sumber daya pesisir yang relatif kaya sering menjadi pusat pertumbuhan
ekonomi dan populasi penduduknya padat. Sehingga aktivitas penambangan
pasir ilegal masih terus terjadi. Hal tersebut dikarenaan sebagian besar
penduduknya relatif miskin, dan kemiskinan tersebut memicu tekanan terhadap
sumberdaya pesisir yang menjadi sumber penghidupannya. Bila hal ini
diabaikan akan berimplikasi meningkatnya kerusakan ekosistem pesisir. Selain
itu masih terdapat kecenderungan bahwa industrialisasi dan pembagunan
ekonomi di wilayah pesisir seringkali memarjinalkan penduduk pesisir setempat.
Oleh sebab itu diperlukan norma-norma pemberdayaan masyarakat.
f. Dalam pengelolaan wilayah pesisir, sifatnya yang rentan perlu dilindungi tetapi
juga dapat dimanfaatkan memenuhi kebutuhan kehidupan. Oleh sebab itu,
diperlukan kebijakan dalam pengelolaan wilayah pesisir yang dapat
menyeimbangkan tingkat pemanfaatan sumber daya pesisir untuk kepentingan
ekonomi tanpa mengorbankan kebutuhan generasi yang akan datang melalui
pengembangan kawasan konservasi.
g. Seperti halnya hutan, laut juga sebagai sumber daya alam potensial. Kerusakan
biota laut dan pantai banyak disebabkan karena ulah manusia dari kegiatan
penambangan timah yang serampangan merupakan kegatan-kegiatan manusia
yang mengancam kelestarian laut dan pantai. Terjadinya abrasi yang
mengancam kelestarian pantai disebabkan telah hilangnya hutan bakau di sekitar
pantai yang merupakan pelindung alami terhadap gempuran ombak.

Adapun upaya untuk melestarikan laut dan pantai dapat dilakukan dengan cara:
1) Ketegasan dari pemerintah daerah Kepulauan Bangka Belitung untuk mengatur
sumberdaya alam ini dengan bijaksana.
2) Melakukan reklamasi pantai dengan menanam kembali tanaman bakau di areal
sekitar pantai.
3) Melarang kegiatan penambangan timah sembarangan yang ada di sekitar pantai
maupun di dasar laut,karena karang merupakan habitat ikan dan tanaman laut.
4) Melarang pembuangan serampangan limbah bekas penambangan timah agar
tidak menimbulkan sedimen yang dapat merusak terumbu karang dan
menyebabkan dangkalnya pesisir pantai.
5) Melarang aktivitas penambangan timah yang tidak berwawasan lingkungan, dan
perlu dilakukan penelitian lebih lanjut agar tidak terjadi degradasi pesisir di
Kepulauan Bangka Belitung.
Pada segmen-segmen garis pantai tertentu dimana mempunyai potensi dampak
abrasi aktif di Kepulauan Bangka Belitung, perlu dilakukan tindakan mitigasi
bencana. Selain itu, masih perlu dikaji lebih lanjut mengenai proses abrasi yang
ada, apakah terjadi sebagai proses`alami atau akibat dampak penambangan pasir
laut. Dari sisi ekonomi, Kepulauan Bangka Belitung sangat berpotensi market-
demand yang besar untuk pengembangan investasi di masa yang akan datang.
Potensi sumberdaya hayati di wilayah perairan laut kepulauan Bangka Belitung,
secara umum kondisinya masih relatif baik. Pada beberapa kawasan perairan sekitar
bekas penambangan pasir dinilai masih cukup layak untuk budidaya perikanan,
sehingga perlu dijaga kelestariannya.
Solusi atau Upaya-upaya terhadap Pesisir dan Laut khususnya di Kepulauan
Bangka belitung yakni:
1.Perlunya Kesadaran Manusia akan pentingnya SDA untuk kehidupan masa kini
dan masa mendatang dengan tidak melakukan penambangan timah secara ilegal
serta berlebihan dan harus dilakukan penelitian berkelanjutan sebelum dilakukan
penambangan timah di Wilayah Perairan Laut Kepulauan Bangka Belitung.
2.Pengelolaan yang baik oleh pemerintah serta warga sekitar menentukan
bagaimana kondisi pesisir dan laut di suatu daerah.
3.Hendaknya mengatur cara ataupun proses penambangan timah supaya tidak
membuat kerusakan yang parah di pesisir ataupun laut sekitar Kepulauan Bangka
Belitung.
4.Tetaplah untuk membudidayakan kawasan hutan mangrove di pesisir Kepulauan
Bangka Belitung seluas mungkin.
Adapun rekomendasi solusi yang dapat dipertimbangkan adalah dengan
melakukan penambangan timah yang terstruktur dan terencana. Dimana dengan
adanya analisa mengenai dampak lingkungan dari penambangan timah tersebut,
harus diperhatikan sejauh mana kira-kira batas penambangan yang dilakukan
meliputi waktu penambangan, luas cakupan penambangan timah yang akan
dilakukan, tidak berlebihan dalam penambangannya dan sebagainya.
Perencanaan penambangan yang tepat agar penambangan timah di
Kepulauan Bangka Belitung ini tidak hanya meninggalkan sisa lain yang tidak
dapat dimanfaatkan. Apalagi melihat lokasi penambangan timah tersebut yang
dekat dengan pemukiman penduduk setempat. Mestinya dipertimbangkan efek
sampingnya juga terhadap kehidupan dan kesejahteraan masyarakat sekitar. Jika
memang penambangan akan dilakukan, perlu disiapkan lahan pengganti untuk
dikelola dan ditanam oleh warga sekitar, memberikan jaminan lapangan kerja
sebagai bentuk ganti rugi atau paling tidak timbal balik bagi masyarakat yang telah
mengupayakan kesuburan tanah tersebut selama bertahun-tahun.
Beberapa upaya juga dapat dilakukan untuk meminimalisir dampak dari
penambangan timah tersebut seperti membuat pemecah gelombang air laut di
sepanjang pesisir lahan pasir, sebab setelah ditambang tentu kapasitas pasir untuk
menahan gelombang air menjadi berkurang sehingga dibutuhkan pemecah
gelombang untuk mengurangi intensitas kekuatan gelombang air laut yang
menerpa pesisir pantai.
DAFTAR PUSTAKA

Justacea, Ayu Adi. 2011.Analisis Degradasi Pesisir Akibat Penambangan Timah


Di Pesisir Pantai Provinsi Kepulauan Bangka-Belitung Pertambangan
Timah Di Provinsi Bangka Belitung. Jurnal Ilmu Administrasi Publik.
Vol 4 (1).
Prianto , Eko dan Husnah. 2009. Penambangan Timah Inkonvensional:
Dampaknya Terhadap Kerusakkan Biodiversitas Perairan Umum Di
Pulau Belitung.BAWAL. Vol 2 (5)
Radisho. 2009. Pendugaan Pencemaran Perairan Akibat Kegiatan Tambang
Inkonvensional (Ti) Dan Keterkaitannya Terhadap Bentos Di Perairan
Manggar, Belitung Timur.Tesis : IPB
Rismika,Tanti dan Eko Priyo .2019. Kebijakan Pengelolaan Ekosistem Laut
Akibat
Rochmin Dahuri. 2001.Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan
Secara Terpadu, Pradnya Paramita, Jakarta,
Sapanli, K. 2009. Analisis Kebijakan Pembangunan Ekonomi Kelautan di
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Tesis. Bogor. Pascasarjana IPB.
Wratsangka, Lantip, Yayat Dhahiyat dan Sunardi . 2014. Rencana Pengelolaan
Konservasi Perairan Daerah untuk Menjaga kelestarian Ekosistem
Terumbu Karang dalam Upaya Meningkatkan Pendapat Masyarakat
Studi Kasus: Kab Belitung Timur- Kepulauan Bangka Belitung. IJAS vol
4 (2)

Anda mungkin juga menyukai