A. Pendahuluan
Semasa Nabi Muhammad hidup, penulisan hanya terjadi pada Al-Quran karena
Nabi melarang para sahabat untuk menulis perkataannya disebabkan khawatir
tercampur dengan bunyi ayat Al-Quran. Seiring berjalannya waktu setelah Nabi
wafat, terjadi konflik dalam tubuh umat Islam sehingga memicu perkataan-perkataan
yang mulai disandarkan kepada Nabi Muhammad yang ternyata perkataan tersebut
adapula yang tidak pernah dikatakan oleh Nabi. Hal ini menimbulkan keresahan di
kalangan umat Islam itu sendiri sehingga dimulailah proses penyeleksian hadits-hadits
yang kemudian terdapat hadits dengan kualitas shahih, hasan, dhaif hingga maudhu‟.
1
Mahasiswi Program Studi Ilmu Al-Quran dan Tafsir. NIM 20205032014.
2
Mahasiswi Program Studi Ilmu Al-Quran dan Tafsir. NIM 20205032013.
ILMU DAN METODE KRITIK MATAN DALAM HADITS
Istilah kritik matan hadits terdiri dari 2 kata, yakni kritik dan matan. Dalam
bahasa Arab, kata kritik distilahkan dengan “Naqd”. Dalam bahasa Arab populer,
kata “Naqd” mempunyai berbagai arti antara lain: penelitian, analisis, pengecekan
dan pembedaan. Sedangkan dalam bahasa Indonesia, kata “kritik” seringkali diartikan
dengan tanggapan, analisa, pertimbangan dan penilaian atas sesuatu hal yang
mendalam. Semua pengertian ini berkonotasi pada upaya untuk membedakan antara
yang benar dan yang salah.3 Adapun matan secara bahasa ialah “keras”, “kuat”,
“yang asli” dan “yang tampak”. Sedangkan secara istilah, matan ialah “sesuatu yang
disebutkan setelah sanad”.4 Kesimpulannya, kritik matan ialah sebuah analisis,
tanggapan atau pertimbangan terhadap isi berita yang dibawa oleh para perawi yang
menyandarkan pesannya kepada Nabi Muhammad.
Dalam ilmu sejarah, kritik matan atau naqdul matn dikenal dengan istilah kritik
intern, sedangkan kritik sanad atau naqdus sanad dikenal dengan istilah kritik ekstern.
Selain disebut naqdus sanad, kritik ekstern dikenal pula dengan istilah naqdul khariji
atau naqduz zahiri.5
Sejak pada masa Nabi Muhammad masih hidup, kritik matan hadits sebenarnya
sudah terjadi namun sifatnya masih sangat sederhana. Hal ini karena para sahabat
yang berselisih dan mengkritisi hadits yang disampaikan oleh sahabat yang lain dapat
langsung mengonfirmasinya kepada Nabi Muhammad.6 Proses pengkritikan ini bukan
karena mereka mencurigai sahabat yang lain, melainkan lebih kepada menjaga
3
M. Suryadinata, Kritik Matan Hadits : Dari Klasik Hingga Kontemporer dalam Jurnal, h. 113.
4
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits (Jakarta: Amzah, 2012), h. 113.
5
M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadits Nabi cet. II (Jakarta: PT Bulan dan Bintang,
2007), h. 4.
6
Khabibi Muhammad Luthfi, “Kritik Matan Sebagai Metode Utama Dalam Kesahihan Haditst
Nabi,” dalam Jurnal Islamic Review, Vol. 2, no. 3 (2013): h.. 204.
2
ILMU DAN METODE KRITIK MATAN DALAM HADITS
kebenaran yang bersumber dari Nabi Muhammad. Oleh sebab itu, tidak heran apabila
kritik hadits pada zaman Nabi ini minim sekali dan juga masih sangat terbatas untuk
lingkupannya.
Kritikan terhadap hadits yang dibawa sahabat pada masa Nabi masih hidup
masih dikatakan mudah untuk dilakukan, sebab mereka dapat mengecek
kebenarannya langsung kepada Nabi. Namun berbeda dengan setelah Nabi
Muhammad wafat, kritik hadits yang dilakukan sahabat hanya bisa ditanyakan kepada
pihak-pihak yang turut mendengarkan ataupun menyaksikan hadits itu dari Nabi
Muhammad. Kritik matan yang terjadi pada masa ini lebih dikarenakan sikap kehati-
hatian dan ketelitian para sahabat terhadap suatu berita yang sampai kepada mereka
namun terdapat kejanggalan dalam hal penyampaiannya. Terlebih lagi saat mulai
bermunculannya hadits palsu yang mengatasnamakan Nabi, maka kritik hadits mulai
semarak dilakukan. Hal ini sekali lagi bukan karena meragukan hadits Nabi,
melainkan upaya menjaga keotentikan hadits yang bersumber dari Nabi Muhammad.7
Salah satu contoh kritik hadits ialah kritik yang dilakukan Aisyah binti Abu
Bakar terhadap hadits yang diriwayatkan oleh Umar r.a. Bunyi haditsnya sebagai
berikut :
Saat Umar meninggal, Abdullah bin Abbas menyebutkan hadits tersebut yang
kemudian disanggah oleh Aisyah. Kejadian ini dapat dilihat melalui hadits yang
diriwayatkan oleh Al-Bukhari yang berbunyi :
3
ILMU DAN METODE KRITIK MATAN DALAM HADITS
Al-Bukhari memasukkan hadits yang diriwayatkan oleh Umar dan hadits yang
diceritakan Abdullah bin Abbas ke dalam kitab shahihnya. Ini menunjukkan bahwa
dari segi kualitas, kedua riwayat tersebut sama-sama shahih, namun terjadi perbedaan
pemahaman oleh Umar yang kemudian dikritik oleh Aisyah. Dengan demikian,
semasa sahabat hidup, tradisi kritik matan yang dilakukan adalah sebagai upaya
dalam meneliti isi hadits dengan cara mencocokkannya kembali apa yang pernah
didengar sendiri dari Nabi saw, lalu selanjutnya dibandingkan dengan al-Qur‟an.
8
Khabibi, “Kritik…” h. 204.
9
Mutmainnah, “Metodologi Ulama Hadits dalam Membentengi Hadits dari Segi Matan,” h. 79.
10
Khabibi, “Kritik…” h. 205-208.
4
ILMU DAN METODE KRITIK MATAN DALAM HADITS
bahwa tahapan-tahapan yang penting dalam melakukan kritik hadits secara umum
sebagai berikut;
Jika disimpulkan, secara garis besar dalam melakukan kritik matan hadits harus
melakukan tiga tahapan yaitu. Pertama, melakukan kritik atau seleksi matan hadits
(naqdu al-matan). kedua, menginterpretasi makna matan hadits (syarh al-matan).
Ketiga, melakukan tipologi atau klasifikasi matan hadits (qism al-matan).
Tujuan dari penelitian kritik matan hadits ialah bahwa matan hadits adalah
sesuatu yang penting untuk dijaga keotentitasnya. Alasan ini terkait dengan
pentingnya menjaga kemurnian agama dengan menjaga hadits sebagai warisan Nabi
yang dijadikan sebagai sumber kedua umat Islam. Selain itu, penelitian ini juga
dipengaruhi karena banyaknya periwayatan Bi al-ma‟na (periwatan dengan makna)
11
Muhammad Qomarullah, “Metode Kritik Matan Hadits Muhammad Tahir Al-Jawabi dalam
Kitab: Juhud al-Muhaddisin Fi Naqd Matan al-Hadits an-Nabawi asy-Syarif,” dalam Jurnal Studi Al-
Qur‟an dan Hadits, Vol. 2, no. 1 (2018): hlm. 52.
12
M. Taufiq Firdaus, M. Fatih Suryadilaga., “Integrasi Keilmuan dalam Kritik Matan Hadis”
dalam Jurnal Tajdid Vol. 18 No. 2 h. 162.
5
ILMU DAN METODE KRITIK MATAN DALAM HADITS
yang menimbulkan banyak interpretasi. Oleh karena itu, periwatan dengan makna
menuntut pemikiran lebih panjang terhadap makna hadits itu sendiri..13
Besar pengaruh yang diberikan kualitas sanad terhadap kualitas matan. Oleh
karena itu, tahapan penelitian matan sangat berkaitan dengan penelitian sanad. Dalam
hal ini, terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan, yakni;
a. Meneliti matan setelah meneliti sanad; hal ini harus dilakukan karena tidak
mungkin ada matan tanpa adanya sanad yang membawa informasi pesan
tersebut. Kedudukan matan dapat diakui apabila kualitas sanad telah
diketahui dengan jelas. Tanpa adanya sanad, maka matan tidak dapat diakui
bersumber dari Nabi Muhammad.
b. Kualitas matan ternyata tidak selalu sejalan dengan kualitas sanad; pada
umumnya, sanad dan matan seringnya berkualitas sama; sama-sama shahih
atau sama-sama dhaif. Namun pada banyak kasus juga ditemukan di mana
ada sanad yang shahih namun matannya dhaif, ataupun sebaliknya. Jika
ditemukan hadits dengan kasus kualitas sanad dan matan yang tidak sama,
maka tidak bisa langsung dikatakan shahih ataupun dhaif. Apabila terjadi
ketidaksinkronan antara sanad dan matan, maka hal tersebut bisa timbul
karena; 1). Terjadinya kesalahan saat meneliti matan, baik karena pendekatan
yang digunakan atau hal lainnya, 2). Terjadinya kesalahan saat meneliti
sanad, 3). Matannya mengalami periwayatan bil ma‟na yang menyebabkan
kesalahpahaman.
c. Kaidah kesahihan matan sebagai acuan; yakni matan harus terhindar dari
syuzuz (kejanggalan) dan „illah (cacat) sebagai acuan utama kesahihan
matan. Walaupun demikian, ulama tidak memberikan keharusan untuk
menerapkan syuzuz sebagai langkah pertama penelitian dan „illah sebagai
langkai kedua, ataupun sebaliknya. Para ulama hanya memberikan tolok ukur
terhadap kesahihan matan tersebut. Di antara tolok ukur yang menjadikan
matannya maqbul (diterima) ialah matan tidak bertentangan dengan akal,
tidak bertentangan dengan Al-Quran, tidak bertentangan dengan hadits
13
M. Taufiq, “Integrasi…, h. 163.
6
ILMU DAN METODE KRITIK MATAN DALAM HADITS
mutawatir, tidak bertentangan dengan dalil yang pasti, dan beberapa alasan
lainnya.14
2. Meneliti Susunan Lafadz Matan yang Semakna
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam meneliti Matan ialah pada susunan
lafadz nya. pada bagian ini ada dua hal yang perlu diperhatikan;
Setelah meneliti susunan lafadz, barulah kandungan matannya dapat dikaji lebih
lanjut. Pada bagian ini, ada dua hal yang harus diperhatikan;
14
M. Syuhudi, Metodologi…, h. 114-118.
15
M. Syuhudi, Metodologi…, h. 123.
16
M. Syuhudi, Metodologi…, h. 125.
7
ILMU DAN METODE KRITIK MATAN DALAM HADITS
Penelitian matan hadits yang tampak bertentangan dengan matan yang lain,
seperti hadits tentang larangan penulisan hadits yang berbunyi :
َوَم ْن، " َال تَكْتُبُوا َع ِّّن:صلَّى هللاُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم قَ َال ِ َ َن رس ٍ ِعن أَِِب سع
َ ول هللا ُ َ َّ أ،ي ِّ اْلُ ْد ِر
ْ يد َ َْ
ِ
ُب َع ِّّن َغْي َر الْ ُق ْرآن فَ ْليَ ْم ُحو
َ ََكت
Artinya : “Diceritakan dari Abu Sa‟id al-Khudri bahwa Rasulullah bersabda
“Jangan kalian menulis (selain Al-Qur‟an) dariku. Barang siapa yang menulis
dariku selain Al-Qur‟an hendaknya ia menghapusnya” (HR Muslim).
Padahal, di sisi yang lain ada hadits yang menjelaskan anjuran menulis hadits Nabi
yang berbunyi :
8
ILMU DAN METODE KRITIK MATAN DALAM HADITS
9
ILMU DAN METODE KRITIK MATAN DALAM HADITS
Istilah kritik matan (kritik intern) dalam bahasa Arab ialah naqdul matn.
Definisi dari kritik matan sendiri ialah sebuah analisis, tanggapan atau pertimbangan
terhadap isi berita yang dibawa oleh para perawi yang menyandarkan pesannya
kepada Nabi Muhammad. Upaya kritik matan pertama kali dilakukan sejak zaman
Nabi Muhammad masih hidup saat seorang sahabat mempertanyakan hadits yang
dibawakan oleh sahabat yang lain. Pada masa ini, upaya kritik matan masih sedrhana,
terlebih lagi para sahabat bisa langsung mengonfirmasi ke Nabi Muhammad. Tradisi
ini kemudian berlanjut di masa sahabat dan Nabi Muhammad telah wafat. Perlahan-
lahan umat Islam menaruh perhatian lebih pada disiplin ilmu ini. Kritik matan ini
kemudian menjadi disiplin ilmu pada masa Tabi‟in.
Jika disimpulkan, secara garis besar dalam melakukan kritik matan hadits harus
melakukan tiga tahapan. Pertama, melakukan kritik atau seleksi matan hadits (naqdu
al-matan). Kedua, menginterpretasi makna matan hadits (syarh al-matan). Ketiga,
melakukan tipologi atau klasifikasi matan hadits (qism al-matan).
18
M. Syuhudi, Metodologi…, h.138-141.
10
ILMU DAN METODE KRITIK MATAN DALAM HADITS
Daftar Pustaka
11