Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

Metodologi Kritik Hadis


Tentang
Naqd al-Matn: Pengertian, Ruang Lingkup, Metodologi, Urgensi dan
Sejarah

Disusun Oleh :
Muhammad Farhan
1920070001

Dosen Pengampu :
Prof. Dr. H. Edi Safri

Program Studi Ilmu Hadis


Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN)
Imam Bonjol Padang
1441 H / 2019 M
2

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Hadis atau sunnah Nabi Muhammad SAW diyakini oleh mayoritas
besar umat Islam sebagai sumber ajaran Islam yang berasal dari wahyu Allah
SWT. Spesifikasi hadis yang demikian memerlukan penilaian yang
mendalam. Penilaian atas hadis tersebut diperlukan karena hadis-hadis
tersebut sampai kepada kita melalui jalan periwayatan yang panjang.
Perjalanan periwayatan yang disampaikan dari generasi ke generasi
memungkinkan adanya unsur-unsur yang masuk kedalamnya, baik unsur
sosial maupun budaya masyarakat dimana generasi pembawa hadis tersebut
hidup.
Sejak ditinggal Rasulullah banyak penyimpangan-penyimpangan yang
terjadi perihal keshahihan hadis. Sebelum itu, ketika Rasulullah masih adapun
sudah terjadi percobaan pemalsuan hadis-hadis tersebut. Akan tetapi
puncaknya ketika wilayah Islam senatiasa semakin luas dan penyebaran hadis
pun mengalami kemajuan yang cukup pesat.
Sebab masalah inilah banyak ulama-ulama hadis yang bermunculan
yang menfokuskan diri pada bidang kritik hadis. Tujuan mereka adalah
memilih dan memilah hadis-hadis yang dapat diterima dan ditolak.
Kemunculan kritik hadis juga sudah ada sejak zaman sahabat Nabi yang
kebanyakan pada kritikusnya adalah sahabat-sahabat Nabi. Dalam hal
memilih hadis-hadis yang ditolak dan diterima, mereka juga sudah
menggunakan beberapa teknik kritik hadis. Kritik hadis sendiri dibagi dalam
dua hal, yang pertama kritik dilakukan pada sanad dan kritik yang dilakukan
pada matan. Dalam makalah kali ini penulis akan membahas tentang kritik
hadis pada matannya.
3

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian kritik matan hadis?
2. Bagaimana sejarah kritik matan hadis?
3. Apa saja ruang lingkup bahasan kritik matan hadis?
4. Bagaimana metodologi kritik matan hadis?
5. Bagaimana langkah-langkah dalam melakukan kritik matan hadis?
6. Apa urgensi mempelajari kritik matan hadis?
4

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian kritik matan hadis

Dalam bahasa Arab, kritik diartikan dengan ‫النقد‬ (al-naqd). Secara

bahasa, kata al-naqd berarti ‫منها‬ ‫( تمييز الدراهم و إخرج الزيف‬membedakan


uang dirham dan mengeluarkan yang palsu darinya). Ungkapan ‫ناقد‬
‫فالن‬berarti “mendiskusikan suatu persoalan denganya” dan ‫نقد الجوزة‬
berarti “mengupas buah kelapa (untuk mengeluarkan isinya). Kritik dalam
bahasa Indonesia berarti menghakimi, membanding, menimbang, dan dalam
pemakaian orang Indonesia sering dikonotasikan kepada makna tidak lekas
percaya , tajam dalam analisa atau uraian pertimbangan baik dan buruk
terhadap suatu karya. Memperhatikan makna bahasa tersebut jelaslah bahwa
dalam setiap penggunaannya mengandung pengungkapan dan pemeriksaan
terhadap suatu dan pembedaan antara baik dan jeleknya.1 Beranjak dari
pengertian bahasa ini, ahli hadis mengemukakan pengertian al-naqd sebagai
berikut:
Menurut al-A’zhamiy ialah:

‫ و الحكم على الرواة توثيقا وتجريحا‬،‫تمييز األحاديث الصحيحة من الضعيفة‬


Artinya: Mengklasifikasi hadis-hadis yang shahih dari yang dha’if dan
menilai para periwayat, baik tsiqah atau majruh.

1
Buchari, Kaidah Keshahihan Matan Hadis, (Padang, Penerbit Azka, 2004), h.
98
5

Sedangkan kata “matan” berasal dari bahasa Arab ‫متن‬ yang berarti

punggung jalan (muka jalan), tanah yang tinggi dan keras. 2 Sedangkan
menurut ilmu hadis matan adalah perkataan yang berbatasan dengan ujung
sanad. Yakni sabda Nabi Muhammad SAW yang disebut setelah
disebutkannya sanad.3
Istilah kritik matan hadis, dipahami sebagai upaya pengujian atas
keabsahan matan hadis, yang dilakukan untuk memisahkan antara matan-
matan hadis yang shahih dan yang tidak shahih. dengan demikian, kritik
matan tersebut bukan dimaksudkan untuk mengoreksi atau menggoyahkan
dasar ajaran Islam dengan mencari kelemahan sabda Rasulullah, akan tetapi
diarahkan kepada tela’ah redaksi dan makna guna menetapkan keabsahan
suatu hadis. Karena itu kritik matan merupakan upaya positif dalam rangka
menjaga kemurnian matan hadis, di samping juga untuk mengantarkan kepada
pemahaman yang lebih tepat terhadap hadis Rasulullah.4

B. Sejarah singkat kritik matan hadis


Analisis mengenai awal kemunculan dan perkembangan kritik matan
hadis bukan merupakan hal yang baru. Secara praktis, aktivitas kritik matan
ini telah dilakukan oleh generasi sahabat Nabi. Oleh karena itu, sangat tidak
tepat pernyataan yang dimajukan oleh para orientalis semisal Ignaz Goldziher,
A.J Wensinck dan Joseph Schacht yang mengatakan bahwa di dalam upaya
meneliti hadis, para ulama hanya memperhatikan kritik sanad dan
mengesampingkan kritik matan hadis. Argumentasi mereka adalah banyak
ditemukannya hadis-hadis yang semula diklaim shahih, namun setelah diteliti

2
Muhammad ibn Mukarram ibn Manzhur, Lisan al-‘Arab, (Bairut: Al-Dar al-
Mishriyyah, [t. th.] ), jilid III, h. 507.
3
Bustamin, M. Isa H. A. Salam, Metodologi Kritik Matan, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2004), h. 59
4
Umi Subulah, Kritik Hadis: Pendekatan Historis Metodologis, (Malang: UIN-
Malang Press, 2008) h. 94
6

lebih lanjut dengan kriteria dan standar mereka ternyata terdapat satu atau
beberapa syarat yang dinilai tidak memenuhi kriteria mereka.5
Terlepas dari kritikan para orientalis terhadap hadis di atas, yang jelas
bahwa awal mula kritik matan ini telah dilakukan oleh para sahabat. Mereka
menolak berbagai riwayat hadis yang tidak sesuai dengan kaedah-kaedah
dasar keagamaan. Sebagai contoh misalnya dapat disimak reaksi Aisyah
tatkala mendengar sebuah hadis yang disampaikan oleh Ibnu Abbas dari
Umar, bahwa menurut versi Umar, Rasulullah bersabda:

َّ ُ‫ أ ْخبر ِني ع ْبد‬:‫ قال‬،ٍ‫ أ ْخبرنا ا ْب ُن ُجريْج‬،‫َّللا‬


‫َّللاِ ب ُْن‬ ُ ‫ حدَّثنا عبْد‬-
ِ َّ ُ ‫ حدَّثنا ع ْبد‬،‫ان‬
‫ و ِجئْنا‬،‫َّللاُ ع ْنهُ ِبم َّكة‬ َّ ‫ضي‬ ِ ‫ت ا ْبنة ِلعُثْمان ر‬ ْ ‫ ت ُ ُو ِفي‬:‫ قال‬،‫َّللاِ ب ِْن أبِي ُمليْكة‬َّ ‫عب ْي ِد‬ُ
‫ و ِإ ِني لجا ِلس‬،‫َّللاُ ع ْن ُه ْم‬ َّ ‫ضي‬ ِ ‫َّاس ر‬ٍ ‫ واب ُْن عب‬،‫عمر‬ ُ ‫ِلن ْشهدها وحضرها اب ُْن‬
‫ فقال‬- ‫ ث ُ َّم جاء اآلخ ُر فجلس ِإلى ج ْن ِبي‬،‫ جل ْستُ ِإلى أح ِد ِهما‬:‫ أ ْو قال‬- ‫بيْن ُهما‬
‫اء فإ ِ َّن‬ِ ‫ أال ت ْنهى ع ِن البُك‬:‫عثْمان‬ ُ ‫َّللاُ ع ْن ُهما ِلع ْم ِرو ْب ِن‬ َّ ‫ضي‬ ِ ‫عمر ر‬ ُ ‫َّللاِ ب ُْن‬
َّ ُ ‫ع ْبد‬
»‫اء أ ْه ِل ِه عل ْي ِه‬
ِ ‫ب ِببُك‬ُ َّ‫ « ِإ َّن الم ِيت ليُعذ‬:‫َّللاِ صلَّى هللاُ عل ْي ِه وسلَّم قال‬ َّ ‫سول‬ ُ ‫ر‬

Artinya: “Mayat itu akan disiksa karena ditangisi keluarganya”.

Maka serta merta Aisyah membantahnya dengan berkata: “semoga


Umar dirahmati Allah, Rasulullah tidak pernah bersabda bahwa mayat orang
mukmin itu akan disiksa karena ditangisi keluarganya, tetapi beliau bersabda:

‫َّللاِ ما حدَّث‬ َّ ‫ و‬،‫عمر‬ َّ ‫ ر ِحم‬:‫ت‬


ُ ُ‫َّللا‬ ْ ‫ فقال‬،‫َّللاُ ع ْنها‬َّ ‫ضي‬ ِ ‫ذك ْرتُ ذ ِلك ِلعائِشة ر‬
،»‫اء أ ْه ِل ِه عل ْي ِه‬
ِ ‫ب ال ُمؤْ ِمن ِببُك‬ َّ ‫ « ِإ َّن‬:‫َّللا صلَّى هللاُ عل ْي ِه وسلَّم‬
ُ ‫َّللا ليُع ِذ‬ ِ َّ ‫سو ُل‬ ُ ‫ر‬
‫اء أ ْه ِل ِه‬ َّ ‫ ِإ َّن‬:‫َّللاِ صلَّى هللاُ عل ْي ِه وسلَّم قال‬
ِ ‫َّللا لي ِزيد ُ الكافِر عذابا ِببُك‬ َّ ‫سول‬ ُ ‫ول ِك َّن ر‬
‫عل ْي ِه‬
Artinya: Sesungguhnya Allah akan menambah siksa orang kafir karena
ditangisi keluarganya.

5
Ibid, h. 95
7

Komentar Aisyah selanjutnya, cukuplah bagi kalian sebuah ayat yang


menyatakan bahwa seseorang tidak akan pernah menanggung dosa orang lain.
Menyimak kasus di atas, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa kritik
matan hadis telah dilakukan di era sahabat. Aisyah telah mengkritik matan
hadis yang di dengar dari Ibnu Abbas tersebut dengan cara membandingkan
dan mengkonfirmasikan dengan hadis yang bertema sama, yang pernah
didengar sendiri dari Rasulullah. Di samping itu Aisyah juga
membandingkannya dengan nash yang bobot akurasinya lebih tinggi, yakni
al-Qur’an. Al-Qur’an dan hadis yang lebih shahih, merupakan standar utama
untuk menilai keshahihan sebuah hadis.6
Dari kasus di atas, dapat dipahami bahwa kritik matan hadis ternyata
juga berkembang di era tabi’in. jika di era sahabt dan tabi’in kritik matan
masih dalam bentuk yang sangat sederhana, maka pada era tabi’ tabi’in kritik
matan mulai menemukan model baru yang lebih sempurna. kesempurnaan
bentuk kritik matan di era ini, dapat di tunjukan dengan adanya upaya yang
dilakukan para ulama untuk mulai menspesialisasikan dirinya sebagai kritikus
hadis., seperti Malik, al-Thauri dan Syu’bah. Kemudian disusul dengan
munculnya kritikus hadis lainya seperti Abdullah ibn al-mubarrak, Yahya ibn
Sa’id al-Qattan, dan Imam al-Syafi’i. Namun perlu dipertegas bahwa
munculnya para kritikus tersebut bukan berarti mereka hanya memperhatikan
aspek matan,tetapi mereka juga mengkaji aspek sanad dan matan sekaligus.7

C. Ruang Lingkup Kritik Matan Hadis


Keberadaan sanad dan matan dalam hadis adalah komponen
pembentuk bangunan hadis yang menduduki posisi penting dalam khazanah

6
Ibid, h. 97
7
Ibid, h. 99
8

penelitian hadis. Terhadap dua komponen ini jika diyakini validitasnya


berasal dari Nabi, maka penelitian terhadapt sanad dan matan tidak diperlukan
lagi dalam khazanah keilmuan Islam. Namun, realita menunjukan bahwa
matan hadis yang sampai pada umat Islam berkaitan erat dengan keadaan
sanad yang masih memerlukan penelitian ulang secara cermat, maka hal yang
sama juga berlaku pada matan hadis Nabi.
Adapun terkait dengan ruang lingkup kajian kritik matan hadis, secara
garis besar terdapat dua hal yang harus diteliti secara cermat. Yakni yang
pertama, susunan kata-kata atau redaksi kalimat hadis. Kedua, kandungan
berita yang termuat di dalam teks matan hadis.

D. Metodologi Kritik Matan Hadis


Metodologi kritik matan bersandar pada kriteria hadis yang
diterima (maqbul, yakni yang shahih dan hasan), atau matan tidak jangkal
(syadz) dan tidak memiliki cacat (illat). Untuk itu metodologi yang
digunakan atau dikembangkan untuk kritik matan adalah metode
perbandingan dengan menggunakan pendekatan rasional. Metode tersebut,
terutama perbandigannya, telah berkembang sejak masa sahabat. Dalam
menentukan otentitas hadis, mereka melakukan studi perbandingan dengan
al-Qur’an, sebagai sumber yang lebih tinggi, perbandingan dengan hadis
yang lain , juga dengan kenyataan sejarah. Bila terjadi pertentangan, maka
hadis yang bersangkutan dicoba untuk di-takwil atau di-takhsish, sesuai
sifat dan tingkat pertentangan, sehingga dikompromikan satu dengan yang
lain. Tetapi jika tetap tidak bisa maka dilakukan tarjih dengan
mengamalkan yang lebih kuat.8
Jika melihat kembali sosio-historis perkembangan hadis, maka akan
ditemukan banyak problem di seputarnya. Di antaranya, banyak upaya

8
Bustamin, M. Isa H. A. Salam, op. cit., h. 61
9

pemalsuan hadis dan sebagainya. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, di
antaranya adalah kesenjangan, baik itu untuk menyerang dan
menghancurkan Islam, maupun untuk pembelaan terhadap kepentingan
kelompok atau golongan, atau ketidak-sengajaan, seperti kekeliruan pada
diri periwayat, dan lain-lain.9
Ulama ahli hadis sepakat bahwa unsur-unsur yang harus dipenuhi
oleh suatu hadis yang berkualitas shahih ada dua macam, yaitu terhindar
dari syadz ( kejanggalan) dan terhindar dari illat (cacat). Apabila mengacu
pada pengertian hadis sahih yang dikemukakan oleh ulama, sebagaimana
telah disebutkan terdahulu, maka dapat dinyatakan bahwa kaidah mayor
bagi kesahihan matan hadis adalah 1). terhindar dari syadz dan 2). terhindar
dari ‘illat. Syadz dan ‘illat selain terjadi pada sanad juga terjadi
pada matan hadis.10
Dari keberagaman tolok ukur yang ada, terdapat unsur-unsur yang
oleh Syuhudi Ismail merumuskan dan mengistilahkannya dengan kaedah
minor bagi matan yang terhindar dari syadz dan ‘illat.11
Adapun kaedah minor bagi matan yang terhindar dari syadz adalah :
1. Matan bersangkutan tidak menyendiri.
2. Matan hadis tidak bertentangan dengan hadis yang lebih kuat.
3. Matan hadis itu tidak bertentangan dengan Al-Qur’an.
4. Matan hadis itu bertentangan dengan akal sehat, indera dan sejarah
Adapun kaedah minor yang tidak mengandung ‘illat adalah :
1. Matan hadis tidak mengandung idraj (sisipan).
2. Matan hadis tidak mengandung ziyadah (tambahan).

9
Shalahuddin Ahmad al-Dhabi, Manhaj Naqd al-Matn ‘inda Ulama al-Hadis al-
nabawi. Terj. M. Qodirun Nur dan Ahamad Musyafiq, Kritik Metodologi
Hadits, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2004), h. 33
10
M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabawi, (Jakarta: Bulan
Bintang, 2007,) h. 117
11
M. Syuhudi Ismail, Kaedah Keshahihan Sanad Hadis; Telaah kritis dan
Tinjauan dengan Pendekatan Sejarah (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), h.145-149.
10

3. Matan hadis tidak mengandung maqlub (pergantian lafaz atau


kalimat).
4. Matan Tidak terjadi idhthirab (pertentangan yang tidak dapat
dikompromikan).
5. tidak terjadi kerancuan lafaz dan penyimpangan makna yang jauh
dari matan hadis itu.

E. Langkah-Langkah Dalam Melakukan Kritik Matan Hadis


Bustamin dalam bukunya Metodologi Kritik Hadis, lima langkah
yang harus ditempuh dalam rangka mengkritik sebuah matan hadis yaitu :
1. Menghimpun hadis-hadis yang terjalin dalam tema yang sama.
Yang dimaksud dengan hadis yang terjalin dalam tema yang
sama adalah:
1. Hadis-hadis yang mempunyai sumber sanad dan matan yang
sama, baik riwayat bi al-lafzh maupun melalui riwayat riwayat bi
al-ma’na.
2. Hadis-hadis mengandung makna yang sama, baik sejalan maupun
bertolak belakang,
3. Hadis-hadis yang memiliki tema yang sama, seperti tema aqidah,
ibadah, dan lainnya.
Hadis yang pantas dibandingkan adalah hadis yang sederajat
kualitas sanad dan matannya. Perbedaan lafad pada matan hadis yang
semakna ialah karena dalam periwayatan secara makna (al-riwayah bi
al-ma’na). Menurut muhadditsin, perbedaan lafazh yang tidak
mengakibatkan perbedaan makna, dapat ditoleransi
asalkan sanad dan matannya sama-sama shahih.12
2. Kesahihan Penelitian matan hadis dengan pendekatan hadis

12
Bustamin, M. Isa H. A. Salam, op. cit., h. 65
11

Sekiranya kandungan suatu matan hadis bertentangan


dengan matan hadis lainnya, menurut Muhadditsin perlu diadakan
pengecekan secara cermat. Sebab, Nabi Muhammad SAW tidak
mungkin melakukan perbuatan yang bertentangan dengan perkataan
yang lain, demikian pula dengan al-Qur’an. Pada dasarnya,
kandungan matan hadis tidak ada yang bertentangan, baik dengan
hadis maupun dengan al-Qur’an.
Hadis yang pada akhirnya bertentangan dapat diselesaikan
melalui pendekatan ilmu mukhtalifu al-hadis. Imam Syafi’i
mengemukakan empat jalan keluar:
1. mengandung makna universal (mujmal) dan lainnya terperinci
(mufassar),
2. Mengandung makna umum (am) dan lainnya khusus,
3. mengandung makna penghapus (al-nasikh) dan lainnya dihapus
(mansukh),
4. kedua-duanya mungkin dapat diamalkan.
Untuk menyatukan suatu hadis yang bertentangan dengan hadis
lainnya, diperlukan pengkajian yang mendalam guna menyeleksi hadis
yang bermakna universal dari yang khusus, hadis yang naskh dari yang
mansukh.13
3. Penelitian matan hadis dengan pendekatan al-Qur’an
Pendekatan ini dilatarbelakangi oleh pemahaman bahwa al-
Qur’an adalah sebagai sumber pertama atau utama dalam Islam untuk
melaksanakan berbagai ajaran, baik yang ushul maupun yang furu’,
maka al-Qur’an haruslah berfungsi sebagai penentu hadis yang dapat
diterima dan bukan sebaliknya. Hadis yang tidak sejalan dengan al-
Qur’an haruslah ditinggalkan sekalipun sanadnya sahih.

13
Ibid, h. 68
12

Cara yang ditempuh mereka untuk meloloskan matan hadis yang


kelihatannya bertentangan dengan teks al-Qur’an adalah dengan
menta’wil atau menerapkan ilmu mukhtalif al-hadis. Oleh karena itu,
kita akan kesulitan menemukan hadis yang dipertentangkan dengan al-
Qur’an dalam buku-buku hadis atau hadis sahih dari
segi sanad dan matannya dibatalkan karena bertentangan dengan al-
Qur’an.14
4. Penelitian matan hadis dengan pendekatan bahasa
Pendekatan bahasa dalam upaya mengetahui kualitas hadis
tertuju pada beberapa obyek:
1. struktur bahasa, artinya apakah susunan kata dalam matan hadis
yang menjadi obyek penelitian sesuai dengan kaedah bahasa Arab.
2. kata-kata yang terdapat dalam matan hadis, apakah menggunakan
kata-kata yang lumrah dipergunakan bangsa Arab pada masa Nabi
Muhammad atau menggunakan kata-kata baru, yang muncul dan
dipergunakan dalam literatur Arab Modern.
3. Matan hadis tersebut menggambarkan bahasa kenabian.
4. Menelusuri makna kata-kata yang terdapat dalam matan hadis, dan
apakah makna kata tersebut ketika diucapkan oleh nabi Muhammad
sama makna dengan yang dipahami oleh pembaca atau peneliti.15
5. Penelitian matan dengan pendekatan sejarah
Salah satu langkah yang ditempuh para muhadditsin untuk
penelitian matan hadis adalah mengetahui peristiwa yang
melatarbelakangi munculnya suatu hadis (asbab al-wurud
haditsi). Langkah ini mempermudah memahami kandungan hadis.
Fungsi asbab al-wurud hadits ada tiga, yaitu:
1. Menjelaskan makna hadis.

14
Ibid, h. 71
15
Ibid, h. 76
13

2. Mengetahui kedudukan Rasulullah pada saat kemunculan hadis


apakah sebagai rasul, sebagai pemimpin masyarakat, atau sebagai
manusia biasa.
3. Mengetahui situasi dan kondisi masyarakat saat hadis itu
disampaikan.16

F. Urgensi Kritik Matan Hadis


Menurut Shalahuddin al-Dhabi, urgensi obyek studi
kritik matan tampak dari beberapa segi, di antaranya :
1. Menghindari sikap kekeliruan (tasahhul) dan berlebihan (tasyaddud)
dalam meriwayatkan suatu hadis karena adanya ukuran-ukuran tertentu
dalam metodologi kritik matan.
2. Menghadapi kemungkinan adanya kesalahan pada diri periwayat.
3. Menghadapi musuh-musuh Islam yang memalsukan hadis dengan
menggunakan sanad hadis yang shahih, tetapi matan-nya tidak shahih
4. Menghadapi kemungkinan terjadinya kontradiksi antara beberapa
periwayat.17

Selanjutnya, masih menurutnya, ada beberapa kesulitan dalam


melakukan penelitian terhadap obyek studi kritik matan, yaitu :
1. Minimnya pembicaraan mengenai kritik matan dan metodenya.
2. Terpencar-pencarnya pembahasan mengenai kritik matan
3. Kekhawatiran terbuangnya sebuah hadis.18

16
Ibid, h. 85
17
Shalahuddin Ibn Ahmad al-Dhabi, op. cit., h. 7
18
Ibid, h. 11
14

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, penulis dapat menarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Kritik matan hadis adalah kegiatan yang mempunyai cara-cara sistimatis
dalam mengkaji dan menelusuri kebenaran suatu hadis, sehingga ditemukan
status hadis sahih dan tidak sahih dari segi matannya, ini juga dimaksudkan
sebagai pengecekan kembali kebenaran sumber hadis yang disandarkan
kepada Nabi tersebut memang berasal dari nabi atau tidak dan kegitan
kritik matan memang sudah ada sejak zaman Nabi masih hidup
2. Metodologi kritik matan bersandar pada kriteria hadis yang diterima
(maqbul, yakni yang shahih dan hasan), atau matan tidak jangkal (syadz)
dan tidak memiliki cacat (illat). Untuk itu metodologi yang digunakan atau
dikembangkan untuk kritik matan adalah metode perbandingan dengan
menggunakan pendekatan rasional.
3. Langkah-langkah dalam melakukan kritik matan hadis adalah:
a. Menghimpun hadis-hadis yang terjalin dalam tema yang sama
b. Penelitian matan hadis dengan pendekatan hadis sahih
c. Penelitian matan hadis dengan pendekatan al-Qur’an
d. Penelitian matan hadis dengan pendekatan bahasa
e. Penelitian matan dengan pendekatan sejarah

Anda mungkin juga menyukai