A. Pendahuluan
Al-Qur’an dan Hadits merupakan dua sumber pokok dalam ajaran
agama Islam, untuk memahamikeduanya, baik dalam satuan kalimat, atau
frase perlu untuk mengetahui situasi dan kondisi saat al-Qur’an diturunkan,
dan hadits diucapkan pertama kali oleh Nabi. Pengetahuan terhadap sejarah
dalam hal ini nerupakan hal penting demi mewujudkan pemahaman yang
benar terhadap al-Qur’an dan Hadits. Al-Qur’an sebagai kalam Allah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad saw sejak awal menjadi sorotan utama
dalam kajian keilmuan Islam, berperan sebagai sentral dalam agama,
umumnya diturunkan sebagai petunjuk bagi segenap umat manusia (hudan li
al-na>s), memberi kabar tentang hal yang sudah lalu maupun yang akan
datang, akan tetapi kehidupan yang dilalui para Sahabat kala itu bersama Nabi
telah menyisihkan banyak peristiwa sejarah, kadang mereka mengalami
beberapa kejadian dan persoalan yang tidak bisa mereka selesaikan langsung,
kecuali dengan adanya arahan dari Allah SWT dan Rasul-Nya, dalam hal ini
para Sahabat biasa mengajukkan pertanyaan kepada Nabi Muhammad SAW,
apabila jawaban atas permasalahan yang mereka hadapi datang dari Allah
sebagai firman-Nya, hal yang demikian disebut dengan asba>b al-nuzu>l,
atau datangnya dari Nabi sebagai sabdanya, maka disebut dengan asba>b al-
wuru>d.1
Para Ulama telah menyepakati bahwa untuk memahami al-Qur’an dan
hadits tidak boleh hanya berpangku pada pendapat pribadi, akan tetapi harus
pula menggunakan alat bantu, seperti ilmu i’ra>b, Baya>n, Ma’a>ni>,
Asba>b al-Nuzu>l, Asba>b al-Wuru>d, dan lainnya, dengan tujuan hasil
pemahaman yang didapat tidak menyimpang dari maksud ayat atau hadits itu
sendiri. Pentingnya mengetahui asba>b al-nuzu>l dalam menafsirkan al-
Qur’an dan asba>b al-wuru>d dalam mensyarah hadits bisa kita lihat dari
1
Manna>’ Khali>l al-Qattha>n, Maba>hits fi> Ulu>m al-Qur’a>n,(Surabaya: al-Hidayah, 1972), hlm.
75.
2
2
Departemen Agama RI, al-Quran dan Terjemahnya (Surabaya: Mekarsurabaya, 2004), hlm: 75.
3
Sayyid Muhammad al-Ma>liki>, Zubdah al-Itqa>n fi> Ulu>m al-Qur’a>n, (Jeddah: Da>r ass-
Shuru>q, 1986), hlm 19.
4
Jala>luddi>n al-Suyut}i>, Asba>b an-Nuzu>l, (Bairut: Da>r al-Kutub al-Ilmiyah, 1984), hlm 24.
3
B. Pembahasan
Menurut Muhammad al-Ma>liki>, turunnya ayat-ayat al-Qur’an terbagi
menjadi dua bagian, yaitu ayat yang turun tampa ada sebab yang mendahului, dan
ayat yang diturunkan dengan adanya kejadian atau pertanyaan yang mendahului,
dan hal ini juga terjadi pada hadits.5 Bagian kedua inilah yang dimaksud dengan
kontek sejarah dari ayat al-Qur’an dan hadits yang akan diulas sebagai berikut;
1. Pengertian Asba>b An-Nuzu>l dan Asba>b Al-Wuru>d
a. Asba>b An-Nuzu>l
Asba>b an-Nuzu>l dalam pengertian bahasa (etimologi) terdiri dari dua
kata, yaitu asba>b dan an-nuzu>l. Asba>b dapat diartikan dengan sesuatu
yang menyampaikan pada sesuatu yang lain, sedangkan an-nuzu>l berarti
menempati (ولFF)الحل. Asba>b an-nuzu>l dalam arti terminologi menurut az-
Zarqa>ni> adalah sesuatu yang menjadi penyebab turunya satu ayat atau lebih,
membicarakan sebab itu, atau menjadi jawaban darinya jika berbentuk
pertanyaan.6Selaras dengan pendapat az-Zarqa>ni>, Subh}i> S{a>lih}
mengatakan bahwa Asba>b an-Nuzu>l adalah suatu kejadian yang menjadi
sebab turunnya ayat, atau pertanyaan yang menjadi sebab turunnya ayat
sebagai jawabannya.7
Dari dua devinisi di atas dapat disimpulkan bahwa Asbabun Nuzul adalah
semua yang sesutau yang menjadi sebab turunnya satu ayat atau lebih, atau
suatu pertanyaan yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW dan menjadi
sebab turunnya ayat al-Qur’an sebagai jawabannya. Peristiwa yang menjadi
sebab turunnya al-Qur’an menurut az-Zarqani terhimpun menjadi tiga bentuk
peristiwa, yaitu:
Pertama: Khus}u>mah, yaitu adanya pertengkaranyang terjadi, misalnya
pertikaian yang terjadi antara Bani> ‘Aus dan Bani> Khazraj sebab fitnah
5
Sayyid Muhammad al-Ma>liki>, Zubdah.., hlm 19.
6
Az-Zarqa>ni>, Manāhil al-‘Urfān fī ‘Ulūm Al-Qur`ān,(al-Qāhirah: Dār al-Hadīs,2001), hlm. 95.
7
Subh}i> S{a>lih}, Membahas Ilmu-ilmu Al-Qur`an, terj;. Tim Pustaka Firdaus ( Jakarta: Pustaka
Firdaus, 1999), hlm. 160
4
yang disebarkan oleh kaum Yahudi, kemudian Allah SWT menurunkan Surat
A<li ‘Imra>n ayat 100 yang berbunyi:
ِ ِ
ِ ِْكتَاب يردُّو ُكم ب ْع َد إ ِ َّ ِ ِ ِ َّ
َ يمان ُك ْم َكاف ِر
ين َ َ ْ ُ َ َ ين أُوتُوا ال َ آمنُوا إِ ْن تُطيعُوا فَ ِري ًقا م َن الذ
َ ين
َ يَا أ َُّي َها الذ
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebahagian dari
orang-orang yang diberi Al-Kitab, niscaya mereka akan mengembalikan kamu
menjadi orang kafir sesudah kamu beriman” (Q.s A<li ‘Imra>n: 100)8
Kedua: kesalahan yang tidak bisa diterima dan berdampak fatal, seperti
seseorang yang sedang mabuk kemudian menjadi imam shalat dan
menyebabkan kesalahan bacaan. Allah SWT berfirman:
الصاَل َة َوأَْنتُ ْم ُس َك َارى َحتَّى َت ْعلَ ُموا َما َت ُقولُو َن
َّ آمنُوا اَل َت ْق َربُوا ِ َّ
َ ين
َ يَا أ َُّي َها الذ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu salat, sedang kamu
dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan” (Q.s
An-Nisā: 43).9
Ketiga: harapan seorang Sahabat Nabi yang mendapat restu langsung dari
Allah SWT, seperti perkataan Umar Ibn Khattab ra kepada Rasulullah dia
ingin menjadikan maqam Ibrahim sebagai tempat melaksanakan Shalat,
kemudian turunlah firman Allah SWT yang berbunyi:
صلًّى ِ ِِ ِ ِ
َ َواتَّخ ُذوا م ْن َم َقام إ ْب َراه
َ يم ُم
“Dan jadikanlah sebahagian maqām Ibrahim tempat salat” (Q.s Al-
Baqarah: 125)10
Adapun pertanyaan yang menjadi sebab turunnya al-Qur’an menurut az-
Zarqa>ni> secara keseluruhan juga terbagi menjadi tiga bagian, yaitu:11
Pertama: pertanyaan tentang sesuatu yang telah berlalu, contohnya
Firman Allah SWT yang berbunyi:
ك َع ْن ِذي الْ َق ْر َن ْي ِن قُ ْل َسأَْتلُو َعلَْي ُك ْم ِم ْنهُ ِذ ْك ًرا
َ ََويَ ْسأَلُون
“Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Zulkarnain.
Katakanlah: “Aku akan bacakan kepadamu cerita tantangnya.” (Q.s Al-Kahfi:
83)12
Kedua: pertanyaan akan hal yang sedang terjadi, seperti firman Allah
SWT:
وح ِم ْن أ َْم ِر َربِّي َو َما أُوتِيتُ ْم ِم َن ال ِْعل ِْم إِاَّل قَلِياًل ُّ وح قُ ِل
ُ الر ُّ ك َع ِن
ِ الر َ ََويَ ْسأَلُون
8
Departemen Agama RI, al-Quran dan Terjemahnya (Surabaya: Mekarsurabaya, 2004) hlm: 62.
9
Ibid... hlm: 85
10
Ibid.. hlm: 19.
11
Az-Zarqa>ni>, Manāhil al-‘Urfān.. hlm, 96.
12
Departemen Agama RI, al-Quran dan Terjemahnya ... hlm: 302.
5
13
Ibid... hlm: 290.
14
Ibid... hlm: 584.
15
Az-Zarqa>ni>, Manāhil al-‘Urfān.. hlm, 96.
16
Manna>’ Khali>l al-Qat}t}a>n, Maba>hith... hlm, 85.
6
ini juga tidak menyimpan riwayat khusus assba>b an-nuzu>l sebab perawi
tidak memastikan itu dalam perkataannya.17
Lalu timbullah peratanyaan bagaimana cara mengetahui asba>b an-
nuzu>l suatu ayat, untuk menjawab pertanyaan ini, penulis mengutip
pendapat yang dikemukakan al-Wa>hidi> dalam karyanya kitab Asba>b an-
Nuzu>l, dia mengatakan bahwa tidak boleh menyebutkan asba>b an-nuzu>l
kecuali dengan riwayat dan mendengar langsung dari para sahabat yang
menyaksikan kejadian yang menjadi sebab, diceritakan dari Ibn Abba>s ra
bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:
اتقوا الحديث اال ما علمتم فانه من كذب علي متعمدا فليتبوأ مقعده من النار ومن كذب
مقعده من النارFعلى القرأن من غير علم فليتبوأ
“Berhati-hatilah dalam berbicara (mengenai diriku), kecuali apa yang telah
kalian ketahui, maka barang siapa yang sengaja berdusta atasku maka bersiap-
siaplah untuk menempati tempat duduk dari api neraka, dan barang siapa
berdusta atas Al-Qur’an tanpa mempunyai pengetahuan maka bersiap-siaplah
untuk menempati tempat duduk dari api neraka”18
Berangkat dari pendapat al-Wa>hidi>, pada dasarnya semua Ulama
sepakat bahwa asba>b an-nuzu>l hanya bisa diperoleh dari riwayat sahih
langsung dari Rasulullah, atau dari para sahabatnya dengan
redaksiperiwayatan yang s}ari>h (jelas) bahkan menduduki kedudukan hadits
marfu>’ (hadits yang disandarkan kepada Nabi).19
b. Urgensi Mengetahui Asba>b an-Nuzu>l
Sebagaimana dijelaskan, bahwa asba>b an-nuzu>l merupakan hal
penting dan tidak bisa diabaikan oleh seorang yang ingin mempelajari al-
Qur’an dengan benar. Menurut al-Qat}t}a>n keurgensian yang dimiliki
mencakup beberapa hal berikut:20
1) Menjelaskan hikmah yang terkandung dibalik hukum yang dikandung
ayat, juga sebagai penalaran terhadap maslahat yang ingin dicapai.
2) Sebagai pengkhususan (takhs}i>s}) hukum yang dikandung ayat, jika
turun dengan redaksi ayat yang umum. Ini berlaku bagi Ulama yang
berpendapat bahwa hukum tergantung keumuman lafadh bukan
kekhususan sabab.
17
Ibid.. hlm 85
18
Ali Ibn Ahmad, al-Wa>hidi>, Asba>b an-Nuzu>l, (Jakarta: Da>r al-Kutub al-Isla>miyah), hlm 10.
19
Manna>’ Khali>l al-Qat}t}a>n, Maba>hits... hlm, 76.
20
Ibid.,hlm 79-82.
7
21
Departemen Agama RI, al-Quran dan Terjemahnya... hlm: 352.
22
Ibid... hlm:350.
8
23
Ibid... hlm: 504.
24
Manna>’ Khali>l al-Qat}t}a>n, Maba>hits Fi> Ulu>m.. hlm: 77.
9
yang dalam bahasa Indonesia diserap menjadi ‘sebab’. Secara etimologis, kata
sabab bermakna:
صل به إلى المقصود
ّ إسم لما يتو
“Sebab adalah sebuah nama yang di darinya bisa menyampaikan pada
satu tujuan”.
Sedangkan dalam terminologi syariah, yang dimaksud dengan sabab
adalah:
عبارة ع ّما يكون طريقا للوصول إلى الحكم غير مؤثّر فيه
“Istilah yang digunakan untuk menunjuk satu jalan yang bisa
menyampaikan pada satu hukum, walau pun hal itu tidak memberikan dampak
apa pun di dalamnya”.25
Sedangkan kata wuru>d ( )الورودbentuk mas}dar dari kata warada yang
bermakna sumber air ( )المناهلatau air yang datang. Sedangkan para pakar
hadis tidak memberikan definisi yang final terhadap terminologi ini. Hal ini
menurut al-Suyut}i> dikarenakan istilah al-Wuru>d begitu jelas pengertiannya
serta definisi-definisinya sudah dipakai oleh pakar hukum Islam sejak lama.
Sehingga definisinya dinilai dekat dengan apa yang sudah dipahami oleh
mereka selama ini.26
Menurut Yahya> Ismai>l Ahmad, definisi yang bisa diberikan dari kata
asba>b al-Wuru>d dalam disiplin ilmu Hadis ini adalah sebagai berikut:
ما يكون طريقا لتحديد المراد من الحديث من عموم وخصوص او إطالق أو تقييد أو نسخ أو نحو ذلك
أو ما ورد الحديث أيّام وقوعه
“Suatu jalan yang ditempuh untuk mengetahui maksud suatu hadis dari
sisi keumumannya, kekhususannya, atau dari sisi kemutlakan dan muqoyyad-
nya, atau naskh dan lain sebagainya”.27
Definisi yang diberikan oleh Yahya> Ismai>l Ahmad dalam
pengantarnya atas kitab al-Luma’ karya al-Suyu>t}i> ini berangkat dari sekian
fungsi yang bisa kita dapatkan dari salah satu cabang dari ilmu Hadis ini.
Sedangkan dari sisi jenisnya, Hasbi Ash-Shiddieqy memberikan definisi yang
lebih ramping namun memberikan cakupan (ja>mi’) dari dari yang diberikan
oleh al-Suyu>t}i>. Menurutnya asba>b al-Wuru>d dalam hadis adalah suatu
25
Ali> bin Muhammad bin Ali> al-Jurja>ni>, Al-Ta’rifa>t li al-Jurja>ni>, (Kairo: Da>r al-Dayyan li
al-Tura>th), hlm: 154.
26
Yahya Ismail Ahmad, Muqaddimah al-Luma’ fi Asbab al-Wurud al-Hadits. (Lebanon: Da>r al-Kutub
al-Ilmiyah, 1984), hlm: 11
27
Definisi yang diberikan oleh Yahya Ismail Ahmad dalam studinya atas kitab al-Suyu>t}i> ini
disamakan dengan definisi asba>b al-Nuzu>l yang diberikan oleh al-Suyu>t}i> sebagaimana
dijelaskan di dalam kitab Luba>b al-Nuqu>l.
10
30
Departemen Agama RI, al-Quran dan Terjemahnya... hlm: 123.
31
Yahya> Ismai>l Ahmad,Muqaddimah al-Luma’ fi> Asba>b Wuru>d al-Hadi>h.. hlm: 27
32
Muhammad Rif’at Sa’i>d, Asba>b Wuru>d al-Hadi>th Tahli>l wa Ta’si>s. (Qatar: Kitab al-
Ummah, 144 H) hlm: 99
33
Muhammad Rif’at Sa’i>d, Asba>b Wuru>d al-Hadi>th Tahli>l wa Ta’si>s. (Qatar: Kitab al-
Ummah, 144 H) hlm: 99
12
34
Ahmad ibn Must}afa> T{a>shi> Kubra> Zadeh, Mifta>h al-Sa’a>dah wa Mis>ba>h al-Siya>dah fi
Maudhi’a>t al-Ulu>m, (Beiru>t: Da>r al-Kutub al-Hadi>tha>h, vol: II), hlm: 378
35
Yahya> Isma’i>l Ahmad, Muqaddimah al-Luma’ fi> Asba>b Wuru>d al-Hadi>th.. hlm: 28-29
36
Sira>juddi>n al-Bulqi>ni>, Muqaddimah Ibn S}ala>h fi> Maha>sin al-Is}t}ila>h. (Kairo: Dar al-
Ma’arif, ), hlm: 698.
13
hingga ditutup dengan penjelasan mengenai hijrah dan niat orang-orang yang
melakukannya.
Di bagian akhir hadis, kita menemukan pembahasan dalam hadis ini,
bahwa orang yang melakukan hijrah karena Allah dan rasul-Nya, maka
mereka akan memperoleh kebaikan dari niat mereka itu. Namun, jika niat
mereka adalah untuk urusan dunia, atau karena ingin menikahi seorang
perempuan dalam tujuan hijrahnya, maka mereka akan mendapatkan itu pula.
Menurut Ibn Daqi>q, hadis ini dilatarbelakangi oleh seorang lelaki yang ikut
hijrah dengan Nabi Muhammad Saw dari Mekah ke Madinah bukan untuk
memperoleh keutamaan hijrah, melainkan karena ingin menikahi seorang
perempuan yang bernama Ummu Qais. Oleh karena itu, laki-laki tersebut
dijuluki dengan muhajir Ummi Qais. Dengan demikian, hadis ini memberikan
kekhususan kasus bagi perempuan yang diniatkan oleh lelaki tersebut, bukan
perkara duniawi lain yang dijadikan tujuan oleh beberapa Muhajiri>n.37
b. Urgensi Mengetahui Asba>b al-Wuru>d
37
Sira>juddi>n al-Bulqi>ni>, Muqaddimah Ibn S}ala>h}..., hlm: 698.
38
Sulaiman, Asbabul Wurud Hadis; Suatu Kajian Tentang Faktor dan Urgensi Asbabul Wurud Hadis.
(Jurnal Sintesa, Vol: 15. No: 2, tahun 2016). Hlm: 83
14
Sedangkan menurut Said Aqil Munawar, ada beberapa urgensi yang bisa
diperoleh dari memahami Asba>b al-Wuru>d dalam suatu hadis, sebagai
berikut:
39
Sulaiman, Asbabul Wurud Hadis; Suatu Kajian Tentang Faktor dan Urgensi Asbabul Wurud Hadis..
hlm: 83
40
Muhammad Rif’at Said, Asbab Wurud al-Hadits Tahlil wa Ta’sis. (Qatar: Kitab al-Ummah, 144 H)
hlm: 104
15
41
Muhammad Rif’at Said, Asbab Wurud al-Hadits Tahlil wa Ta’sis... hlm: 105
42
Muhammad Rif’at Said, Asbab Wurud al-Hadits Tahlil wa Ta’sis... hlm: 105-106
16
Karena hadis ini berlatar belakang sekelompok tentara yang diutus oleh Nabi
Saw, berikut hadisnya:
رع فيهمmmجود فأسmmاس منهم بالسmmم نmm فاعتص,خعثم
ٍ ريّة إلىmmلّم سmه وسmmلى هللا عليmmول هللا صmmبعث رس
ّلmريئ من كmا بmأن:الmة) وقmل (الديmف العقmأمر لهم بنصm ف,لّمm فبلع ذلك النب ّي صلّى هللا عليه وس,القتل
قالوا يا رسول هللا لما؟ ال تراءى نارهما,مسلم يقيم بين أظهر المشركين
“Rasulullah mengutus tentara ke Kha’tsam, maka kemudian sebagian
manusia melindungi diri dengan bersujud, kemudian mereka terbunuh dengan
cepat, kemudian berita ini sampai kepada Nabi Muhammad Saw, lalu beliau
memerintahkan dengan separuh denda. Kemudian Nabi Muhammad Saw
bersabda: aku melepaskan diri dari setiap orang muslim yang ada di antara
orang-orang musyrik. Lalu mereka berkata: mengapa wahai Rasulullah? Tidak
tampak cahaya keduanya.”
Dari riwayat di atas, kita bisa melihat bahwa sabda Rasulullah Saw
sebagaimana di atas berbicara dalam satu konteks yang spesifik. Yakni khusus
untuk orang-orang Islam yang meninggal di tengah-tengah komunitas orang
musyrik dalam satu peperangan yang sedang berkecamuk. Oleh karena itu,
denda (diyat) yang diberlakukan atas pembunuhan mereka adalah separuh dari
diyat orang muslim yang ada di tengah komunitas Islam sendiri. Menurut
Imam al-Khat}t}a>bi> sebagaimana dikutip oleh Muhammad Rif’at,
pengguguran separuh diyat ini karena mereka seolah-olah dengan sengaja
mencelakakan diri sendiri karena berdiam di negeri orang-orang musyrik
dalam kondisi peperangan yang masih berkecamuk antara Islam dan
musyrik.43
Dengan demikian, pandangan sebagian kelompok yang memberikan
fatwa keharaman orang-orang muslim untuk tinggal di negeri orang musyrik
tidak bisa dibenarkan manakala dilihat dari sisi konteks yang disajikan dalam
asba>b al-Wuru>d di atas. Pandangan kelompok setidaknya masih tampak
salah satunya dalam fatwa yang beredar di website
https://binbaz.org.sa/fatwas.
Sampai di sini, kita bisa melihat letak urgensitas pemahaman atas
asba>b al-Wuru>d sangatlah vital agar seseorang bisa menarik satu
pemahaman yang benar atas suatu hadis. Karena dampak yang akan diterima
dari kesalahpamahan terhadap maksud hadis itu akan membawa pada satu
kekacauan dalam penyemaian nilai-nilai Islam yang akan diterima oleh umat.
43
Muhammad Rif’at Said, Asba>b Wuru>d al-Hadi>th Tah}li>l wa Ta’si>s... hlm: 107
17
“Salatnya orang yang duduk pahalanya separuh dari salat orang yang
berdiri. Sedang salat orang yang sambil berbaring separuh dari pahala
orang yang salah duduk.”
Sepintas hadis ini seolah mencakup setiap orang yang salat dalam
keadaan berbaring berarti pahalanya lebih separuh dari mereka yang salat
duduk. Demikian pula orang yang duduk pahalanya hanya separuh dari orang
yang mampu salat berdiri. Dengan pemahaman yang seperti ini boleh jadi akan
membuat orang yang tidak mampu salat duduk atau berdiri karena kondisi
yang tidak memungkin, misalnya karena sakit akan merasa pahalanya
berkurang. Padahal dari sisi asba>b al-Wuru>d hadis dikhususkan
(takhs}i>s}) untuk sekelompok sahabat yang waktu itu memungkinkan untuk
salat sambil berdiri namun memilih duduk. Hal ini misalnya diperjelas
dalamriwayat dari Abdurrazzaq:
44
Yahya> Isma’i>l Ahmad, Muqaddimah al-Luma’ fi> Asba>b Wuru>d al-Hadi>th. (Lebanon: Da>r
al-Kutub al-Ilmiyah, 1984), hlm: 11
45
Jalaluddin bin Abdurrahman al-Suyu>t}i>, al-Luma’ fi> Asba>b Wuru>d al-Hadi>th. (Lebanon:
Da>r al-Kutub al-Ilmiyah, 1984), hlm: 93-94
18
untuk berdiri sehingga mengharuskan salat untuk duduk, dan tentu saja pahala
mereka setara sesuai dengan kadar usaha mereka dalam menjalankan salat.
Fungsi kedua yang diberikan oleh Yahya Ismail Ahmad terkait asba>b
al-Wuru>d dari hadis adalah membatasi hal yang bersifat mutlak (taqyi>d al-
mut}la>q).46
ينقص من
َ ير أن
ِ من غ،ورهِم ِ ك انَ َل ُه أج ُرهُ َو ِم ْثل أج،ُنة ف ُعمِل ِبها بع َده ً َمن س نَّ س َّن ًة حس
ير أنِ من غ،أوزارهِم
ِ ً ومن سنَّ س َّن ًة س ِّي،أجورهِم شي ًئا
كانَ علي ِه وز ُر ُه َو ِم ْثل،ئة فعمل َ ِبها بع َد ُه ِ
أوزارهِم شي ًئا
ِ ينقص من
َ
Kalau kita perhatikan, maka hadis ini seolah-olah memberikan
kesempatan bagi setiap orang untuk membuat satu budaya atau tradisi yang
diwariskan secara turun-temurun selama baik, maka hal itu akan dianggap
baik. Namun jika kita perhatikan dengan saksama konteks turunnya hadis ini
maka bisa kita tarik kesimpulan bahwa tradisi yang dianggap absah adalah
selama memiliki asal-asal yang kuat dalam agama, bukan sebaliknya. Hal ini
diriwayatkan dengan panjang dari Jalur Ibn Jari>r.47
Fungsi ketiga adalah merinci hal-hal yang masih terlalu umum (tafs}i>l
al-mujma>l), seperti dalam hadis yang dikeluarkan oleh al-Bukhari> dari jalur
Anas:
أمر بالل أن يشفع األذان ويوتر اإلقامة
“Bilal diperintahkan untuk menggenapkan adzan dan mengganjilkan
iqamah.”
Hadis ini menjelaskan tentang adzan dan iqamah yang diperintahkan
oleh Rasulullah kepada Bilal bin Rabah agar menggenapkan bacaan dalam
azan dan mengganjilkannya dalam iqamah. Namun hal ini masih terlalu
umum, masih belum bisa dipahami bagaimana azan yang diperintahkan
kepada Bilal. Hadis ini kemudian akan diperinci oleh riwayat yang
dikeluarkan oleh Abu Dawud dalam kitab Sunan-nya dan Ahmad dalam
Musnad-nya dari jalur Abdullah bin Zaid.48
Fungsi keempat adalah memperjelas berlakunya nasikh dan mansukh
dalam hadis, ini misalnya dalam hadis yang dikeluarkan oleh Ahmad dalam
Musnad-nya, dan juga Abu Dawud dalam Sunan-nya tentang orang yang
berpuasa sambil melakukan bekam (h}ija>mah). Rasul bersabda:
46
Yahya> Ismail Ahmad, Muqaddimah al-Luma’ fi> Asbab Wuru>d al-Hadi>th, ((Lebanon: Dar al-
Kutub al-Ilmiyah, 1984), hlm: 12.
47
Yahya> Ismail Ahmad, Muqaddimah al-Luma’ fi> Asbab Wuru>d al-Hadi>th, hlm: 13
48
Ibid.. hlm: 13-14
19
49
Yahya Ismail Ahmad, Muqaddimah al-Luma’ fi Asbab Wurud al-Hadis,.. hlm: 15.
50
Ibid... hlm 15.
51
Ibid... hlm: 15.
20
“Rasulullah lewat dan melihat seorang laki sedang melakukan bekam, sambil
keduanya (yang berbekam dan yang membekam) melakukan ghibah tentang
seseorang, kemudian Rasulullah Saw bersabda: yang berbekam dan yang
membekam sama-sama batal.”
Dengan adanya riwayat ini, maka kemusykilan dari kedua riwayat di
atas menjadi jelas, karena sebab batalnya kedua orang yang terlibat bekam itu
bukan karena bekamnya melainkan karena mereka berdua melakukan tindakan
tercela dalam Islam, yakni ghibah (menggunjing orang).52
Yang kelima adalah asba>b al-Wuru>d yang berfungsi sebagai penjelas
bagi sebab suatu hukum ()بيان علّة الحكم. Hal ini misalnya dalam hadis yang
dikeluarkan oleh al-Bukhori dari Abdulla>h bin Abba>s:53
.سقا ِء
ِّ ب ِمن في ال
ِ النبي ﷺ َع ِن الش ُّْر
ُّ نَهى
َمن نوقش الحساب يوم القيامة ع ُّذ َب:أنَّ النب َّي قا َل
“Barang siapa yang diintrogasi dalam hisab di hari kiamat, maka dia
pasti akan mendapat siksa.”
Hadis ini kemudian diperjelas sebabnya dari penggalan berikutnya:
52
Yahya Ismail Ahmad, Muqaddimah al-Luma’ fi> Asba>b Wuru>d al-Hadi>th,.. hlm: 15.
53
Ibid... hlm: 17.
54
Ibid... hlm: 17
55
Ibid... hlm: 17
21
Asba>b al-Wuru>d dari suatu juga bisa diketahui dari jenis-jenisnya, hal
ini ada tiga macam sebagaimana dikenalkan oleh Yahya> Isma’i>l Ahmad:57
Maksud dari asba>b al-Wuru>d yang berupa ayat al-Quran ini adalah
adanya suatu ayat al-Quran yang menjadi penyebab Nabi Saw mengeluarkan
sabdanya (hadis).58 Misalnya Qs: al-An’a>m, 6: 82 yang berbunyi:
الذين أمنوا ولم يلبسوا إيمانهم بظلم ألئك لهم األمن وهم مهتدون
56
Yahya> Isma’i>l Ahmad, Muqaddimah al-Luma’ fi> Asba>b Wuru>d al-Hadi>th,.. hlm: 17
57
Ibid... hlm: 18
58
Munawir Muin, Pemahaman Komprehensif Hadis Melalui Asbab al-Wurud, (Jurnal Addin, vol: 7.
No.2, Agustus 2013).
59
Departemen Agama RI, al-Quran dan Terjemahnya (Surabaya: Mekarsurabaya, 2004), hlm: 185.
60
Yahya> Isma’i>l Ahmad, Muqaddimah al-Luma’ fi> Asba>b Wuru>d al-Hadi>th,.. hlm: 18.
22
إنّ هلل مالئكة في األرض تنطق على ألسنة بني أدم بما في المرء من الخير والش ّر
. وجبت وجبت, وجبت:الmmيرا فقmmا خmmأثنوا عليهmmعن أنس أنّه صلى هللا عليه وسلّم ل ّما م ّر به بجنازة ف
ازةmmك في الجنmmول هللا قولmmا رسmm ي:هmmالوا لmm فق. وجبت وجبت وجبت:وم ّر بأخرا فأثنوا عليها ش ّرا فقال
نعم يا: فقال. وجبت, وجبت, وعلى األخر ش ّر فقلت فيهما وجبت, أثني على األول خير,والثناء عليها
إنّ هلل مالئكة في األرض تنطق على ألسنة بني أدم بما في المرء من الخير والش ّر:أبا بكر
C. Kesimpulan
Dari paparan di atas, kita bisa menarik beberapa kesimpulan bahwa
baik asba>b al-Nuzu>l maupun asba>b al-Wuru>d sama-sama memiliki
kedudukan yang penting guna membangun pemahaman yang komprehensif
bagi al-Quran dan hadis. Hal ini karena baik al-Quran atau hadis adalah
sebuah pedoman yang dihayati oleh umat Islam sampai saat ini guna
menemukan jawaban dan solusi bagi segenap problematika yang mereka
hadapi sehari-hari.
Dalam asba>b al-Wuru>d, meskipun sebagaimana dijelaskan di atas,
literatur klasik yang bisa kita temukan tidak begitu banyak, namun
perkembangannya sudah cukup lama sebagaimana kodifikasi asba>b al-
Nuzu>l itu dimulai. Hal ini karena asba>b al-Wuru>d sangat lah dekat
kajiannya dan manfaatnya dengan asba>b al-Nuzu>l. Di antara karya-karya
ulama klasik yang cukup otoritatif membahas masalah asba>b al-Wuru>d ini
adalah karya al-Suyuthi dan juga al-Bulqini.
Dari sudut fungsi, asba>b al-Wuru>d, menurut Muhammad Rif’at
Said memiliki kesamaan dengan asba>b al-Nuzu>l dalam memahami al-
Quran. Hal ini karena sumber keduanya sama, yakni riwayat yang dibawa oleh
para sahabat dan tabi’in. Serta fungsinya untuk memperjelas sebuah perspektif
dalam al-Quran dan hadis. Sedangkan menurut Yahya> Isma’i>l Ahmad
mengemukan fungsi asba>b al-Wuru>d dalam enam matra, yakni takhs}i>s}
al-‘umu>m, taqyi>d al-Mut}laq, tafs}i>l al-Mujmal, nasikh wa al-mansu>kh,
baya>n illat al-hukm, dan taud}i>h al-mushkil.
Jenis-jenis asba>b an-Nuzu>l menurut az-Zarqa>ni> terbagi menjadi
dua, yaitu peristiiwa dan pertanyaan. Peristiwa secara keseluruhan
diklasifikasikan menjadi tiga bagian, yaitu pertentangan yang terjadi di masa
Nabi (khus}u>mah), kesalahan yang berdampak fatal, dan harapan yang
mendapat restu langsung dari Allah SWT. Sebagaimana peristiwa yang
menjadi asba>b an-nuzu>l, pertanyaan juga terbagi menjadi tiga bagian, yaitu
pertanyaan akan hal yang sudah berlalu, yang sedang terjadi, dan hal yang
akan mendatang.
Sedangkan jenis-jenisnya asba>b al-Wuru>d ada tiga yang diberikan
oleh Yahya> Isma’i>l Ahmad, yakni asba>b al-Wuru>d yang berasal dari
24
ayat al-Quran, ada juga yang berasal dari hadis itu sendiri, dan juga perkara-
perkara yang berkaitan dengan para pendengar dari kalangan sahabat.
25
Daftar Pustaka
Ahmad, Yahya> Isma’i>l, Muqaddimah al-Luma’ fi> Asba>b al-Wuru>d al-
Hadi>th. (Lebanon: Da>r al-Kutub al-Ilmiyah, 1984
Bulqini> (al), Sira>juddi>n, Muqaddimah Ibni S}ala>h fi> Maha>sin al-Is}t}ila>h.
(Kairo: Da>r al-Ma’arif, tth),
Departemen Agama RI, al-Quran dan Terjemahnya (Surabaya: Mekarsurabaya,
2004),
Hasbi. M ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, (Semarang: Pustakan
Rizqi Putra, 1999)
Jurja>ni> (al), Ali> bin Muhammad bin Ali,> Al-Ta’rifa>t lil Jurja>ni>, (Kairo: Dar
al-Dayyan li al-Turath)
Maliki> (al), Sayyid Muhammad, Zubdah al-Itqa>n fi> Ulu>m al-Qur’a>n, (Jeddah:
Da>r as-Shuru>q, 1986),
Muin, Munawir, Pemahaman Komprehensif Hadis Melalui Asbab al-Wurud, (Jurnal
Addin, vol: 7. No.2, Agustus 2013).
Qat}t}a>n (al), Manna>’ Khali>l Maba>hits fi> Ulu>m al-Qur’a>n,
(Surabaya: al-Hidayah, 1972
Said, Muhammad Rif’at, Asba>b Wuru>d al-Hadi>th Tah}li>l wa Ta’si>s. (Qatar:
Kitab al-Ummah, 144 H)
S}a>lih, Subhi>, Membahas Ilmu-ilmu Al-Qur`an, terj;. Tim Pustaka Firdaus (
Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999)
Sulaiman, Asbabul Wurud Hadis; Suatu Kajian Tentang Faktor dan Urgensi Asbabul
Wurud Hadis. (Jurnal Sintesa, Vol: 15. No: 2, tahun 2016).
Suyu>t}i> (al), Jala>luddi>n Asba>b an-Nuzu>l, (Bairut: Da>r al-Kutub al-Ilmiyah,
1984),
Suyu>t}i> (al), Jala>luddi>n bin Abdurrahma>n al-Luma’ fi Asba>b Wuru>d al-
Hadi>th. (Lebanon: Da>r al-Kutub al-Ilmiyah, 1984)
Wa>hidi> (al), Ali> Ibn Ahmad, Asba>b an-Nuzu>l, (Jakarta: Da>r al-Kutub al-
Isla>miyah)
Zarqa>ni> (al), Manāhil al-‘Urfān fī ‘Ulūm Al-Qur`ān,(al-Qāhirah: Dār al-
Hadīs,2001)