Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah komunikasi keperawatan II


Dosen pembimbing :
Rita Rahayu,M.Kep,Sp.Kep Jiwa

Disusun Oleh
Kelompok 2 dengan anggota :

1. Diva Maghfira Amalia (C1AA20025)


2. Gading Galuh Pamungkas (C1AA20038)
3. Resa cahya insani (C1AA20091)
4. Suci Rahayu (C1AA20111)
5. Yuliyanti Pakpahan (C1AA20123)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUKABUMI
KOTA SUKABUMI
2021
KATA PENGANTAR

Assaalamualaikum wr.wb
Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan
Karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas penulisan mata kuliah komunikasi
keperawatan II tepat waktu. Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas dari mata
kuliah komunikasi keperawatan II. Tidak lupa shalawat serta salam tercurah kepada
Rasulullah SAW yang syafa’atnya kita nantikan kelak.
Penulisan makalah berjudul “pemeriksaan fisik dan pengukuran tanda-tanda vital “
dapat diselesaikan karena bantuan banyak pihak. Kami berharap makalah ini dapat
menjadikan referensi bagi pembaca, untuk kedepannya bisa memperbaiki ataupun menambah
bentuk isi makalah agar menjadi lebih baik. Karena keterbatasan pengetahuan maupun
pengalaman kami. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, kami memohon
maaf.
Demikian yang dapat kami sampaikan. Akhir kata, semoga makalah ini dapat
bermanfaat.
Wassalamualaikum wr.wb

Sukabumi, 1 Oktober 2021

i
DAFTAR ISI

MAKALAH ................................................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................. ii
BAB 1 ........................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ............................................................................................................. 2
BAB II........................................................................................................................................ 3
PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 3
A. Pengertian Komunikasi Terapeutik................................................................................. 3
B. Komunikasi Terapeutik ................................................................................................... 3
C. Hambatan-hambatan dalam Komunikasi Terapeutik...................................................... 3
1. Faktor-faktor penghambat Komunikasi Terapeutik .................................................... 4
2. Hambatan dalam Komunikasi Terapeutik ................................................................... 4
3. Mengatasi hambatan Komunikasi ............................................................................... 8
BAB III .................................................................................................................................... 10
PENUTUP................................................................................................................................ 10
A. Kesimpulan ................................................................................................................... 10
B. Saran ............................................................................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 11

ii
iii
BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Komunikasi terapeutik merupakan suatu proses untuk membina hubungan
terapeutik antara perawat-klien dan kualitas asuhan keperawatan yang diberikan
perawat kepada klien.Kelemahan dalam berkomunikasi masih menjadi masalah bagi
perawat maupun klien karena proses keperawatan tidak berjalan secara maksimal dan
menyebabkan ketidaknyamanan pada pasien. Pasien sering mengeluh terhadap
pelayanan keperawatan dimana pelayanan yang kurang memuaskan dan membuat
pasien jadi marah, hal tersebut terkadang disebabkan kesalahpahaman komunikasi
dengan tenaga keperawatan yang tidak mengerti maksud pesan yang disampaikan
pasien .

Komunikasi perawat yang baik, akan meningkatkan citra profesionalisme pada


dirinya.Sebaliknya, jika komunikasi perawat kurang baik, hal ini akan berimbas pada
penilaian klien terhadap perawat. Karena dalam komunikasi khususnya komunikasi
terapeutik ada beberapa karakteristik seorang perawat yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan permasalahan dan memfasilitasi tumbuhnya hubungan terapeutik.
Secara fisik antara pria dan wanita berbeda, pola asuh berbeda, gaya bicara berbeda,
bahkan intonasi suara pun berbeda. Pendidikan berpengaruh pada pola pikir individu
dan pola pikir individu berpengaruh terhadap perilaku seseorang. Lama kerja
berpengaruh terhadap perawat dalam mengembangkan keterampilan komunikasi
karena pengalaman seumur hidup akan terus bertumbuh di sepanjang karir
profesionalnya .

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Christy melakukan survey pada 7


pasien di Ruang Inap Rumah Sakit Sultan Mohammad Syarif Alkadrie. Sebanyak 2
orang pasien yaitu sebanyak 28,5% mengatakan komunikasi yang dilakukan perawat
sudah baik, 4 orang yaitu sebnyak 57,1% mengatakan komunikasi perawat cukup baik
dan 1 orang yaitu sebanyak 14,2% mengatakan belum puas dengan komunikasi oleh
perawat. Sebanyak 2 orang pasien yaitu sebanyak 28,5% mengatakan lebih senang
dengan komunikasi yang dilakukan oleh perawat wanita sedangkan lainnya
mengataan tidak ada perbedaan. Kondisi tersebut akan berdampak tehadap rendahnya
mutu pelayanan yang diberikan perawat dan beralihnya kepercayaan pasien. Maka
salah satu bentuk upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan secara menyeluruh
tidak dapat lepas dari komunikasi terapeutik yang baik.

Terciptanya kepuasan pasien terhadap pelayanan perawat mempunyai


hubungan yang erat dalam mendorong semangat dan usaha pasien untuk segera
sembuh dari sakitnya.

1
Beberapa alasan mengapa kepuasan pasien perlu dilakukan survei, antara lain : alasan
yang pertama adalah penilaian kepuasan pasien mengandung informasi yang
bermanfaat mengenai struktur, proses dan pelayanan, disamping itu penilaian tingkat
kepuasan pasien merupakan tingkat evaluasi yang unik. Alasan yang kedua adalah
bahwa tingkat kepuasan pasien mempunyai sikap produktif mengenai bagaimana
pasien akan berprilaku .
Menurut data WHO, Di seluruh Amerika Serikat dan Eropa, kepuasan konsumen
memainkan peran yang semakin penting dalam kualitas reformasi perawatan dan
kesehatan.
selama 10 tahun terakhir, ke proliferasi dari survei yang memfokuskan secara
eksklusif pada pengalaman pasien, aspek yaitu dari pengalaman perawatan seperti
waktu tunggu, kualitas dasar fasilitas, dan komunikasi dengan penyedia layanan
kesehatan, yang semuanya membantu mengidentifikasi prioritas nyata bagi
peningkatan kualitas pelayanan kesehatan. Di antara tujuh belas negara, Italia berada
di peringkat kedua oleh WHO. Tapi hanya 20 % penduduknya mengata kan
mereka puas dengan sistem perawatan kesehatan mereka .

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian komunikasi terapeutik ?
2. Apa saja hambatan-hambatan dalam komunikasi terapeutik ?
3. Faktor-faktor penghambat komunikasi terapeutik ?
4. Bagaimana cara mengatasi hambatan pada komunikasi terapeutik ?

C. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui apa saja hambatan dari komunikasi terapeutik dan bagaiamana cara
mengatasi hambatan tersebut

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Komunikasi Terapeutik


Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang terjadi antara pasien dengan
perawat.Komunikasi ini terjadi dengan cara verbal maupun non verbal untuk membentuk
hubungan yang nyaman antara pasien dengan perawat, terutama pada pasien lansia.
Komunikasi Terapeutik adalah komunikasi yang mendorong proses penyembuhan klien
(depkes RI,1997). Dalam pengertian lain komunikas terapeutik adalah proses yang
dingunakan oleh perawat memakai pendekatan yang direncanakan secara sadar, bertujuan
dan kegiatanny dipsuatkan pada klien.
Namun tak selamanya komunikasi terapeutik berjalan dengan baik. Justru banyak sekali
hambatan yang akan dilalui oleh seorang perawat dalam menjalin komunikasi terapeutik.

B. Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik dapat digunakan sebagai terapi untuk menurunkan tingkat
kecemasan pasien atau meningkatkan rasa percaya pasien terhadap perawatnya. Dengan
pemberian komunikasi terapeutik diharapkan dapat menurunkan tingkat kecemasan pasien
karena pasien merasa bahwa interaksinya dengan perawat merupakan kesempatan untuk
berbagi pengetahuan, perasaan dan informasi dalam rangka mencapai tujuan perawatan yang
optimal, sehingga proses penyembuhan akan lebih cepat.
Menurut Stuart dan Sundeen (1995), fungsi komunikasi terapeutik adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan tingkat kemandirian klien melalui proses realisasi diri, penerimaan diri
dan rasa hormat terhadap diri sendiri.
2. Identitas diri yang jelas dan rasa integritas yang tinggi.
3. Kemampuan untuk membina hubungan interpersonal yang intim dan saling
tergantung dan mencintai.
4. Meningkatkan kesejahteraan klien dengan peningkatan fungsi dan kemampuan
memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan personal yang realistik.
Pemberian komunikasi terapeutik yang diberikan oleh perawat pada pasiennya berisi
tentang diagnosa penyakit, manfaat, urgensinya tindakan medis, resiko, komplikasi yang
mungkin dapat terjadi, prosedur alternatif yang dapat dilakukan, konsekuensi yang dapat
terjadi apabila tidak dilakukan tindakan medis, prognosis penyakit, dampak yang ditimbulkan
dari tindakan medis serta keberhasilan atau ketidakberhasilan dari tindakan medis tersebut.

C. Hambatan-hambatan dalam Komunikasi Terapeutik


Dalam melakukan komunikasi terapeutik, setiap orang yang berinteraksi akan berbeda
dalam mempresepsikan pesan yang diterima. Hal ini akan mempengaruhi tujuan awal dari
komunikasi terapeutik yang seharusnya menjadi terapi malah akan menimbulkan masalah
baru.

3
Dengan memperhatikan hal-hal yang dapat menjadi hambatan dalam melakukan komunikasi
terapeutik diharapkan dapat meminimalisir efek yang ditimbulkan.
1. Faktor-faktor penghambat Komunikasi Terapeutik
a) Kecakapan yang kurang dalam berkomunikasi. Perawat yang kurang cakap dalam
berbicara, berbicara tersendat-sendat, dapat menyebabkan pendengar atau pasien
menjadi Jengkel dan tidak sadar.
b) Sikap yang kurang tepat. Seorang perawat yang sedang berbicara atau melayani
pasien harus memberikan sikap yang baik dan sopan agar pasien merasa nyaman
dan tenang.
c) Kurang pengetahuan. Seorang perawat yang kurang pengetahuannya, jarang
membaca atau menonton televisi, terkadang akan mengalami kesulitan saat
berbicara dengan pasiennya.
d) Kurang memahami sistem sosial dan budaya lawan bicara (pasien) dapat
menyebabkan ketersinggungan lawan bicara.
e) Prasangka yang tidak beralasan.
f) Jarak fisik. Komunikasi menjadi kurang lancar bila jarak komunikan dan
komunikator berjauhan ataupun berdekatan.
g) Tidak adan persamaan resepsi.
h) Indera yang rusak.
i) Berbicara yang berlebihan. Seringkali akan mengakibatkan penyimpangan dari
pokok pembicaraan.
j) Mendominasi pembicaraan.
2. Hambatan dalam Komunikasi Terapeutik
a) Resistens
Resistens merupakan upaya klien untuk tidak menyadari aspek dari penyebab
cemas atau kegelisahan yang dialami. Ini juga merupakan keengganan alamiah atau
penghindaran secara verbal yang dipelajari. Klien yang resisten biasanya
menunjukkan ambivalensi antara menghargai tetapi juga menghindari pengalaman
yang menimbulkan cemas padahal hal ini merupakan bagian normal dalam proses
terapeutik. Resisten ini sering akibat dari ketidaksesuaian klien untuk berubah ketika
kebutuhan untuk berubah telah dirasakan.
Perilaku resisten biasanya diperlihatkan oleh klien pada fase kera, karena pada
fase ini sangat banyak berisi proses penyelesaian masalah ( Stuart dan Sunden dalam
Intan 2005) Beberapa bentuk resistensi (Stuart dan Sundeen , 1995)
a. Supresi dan represi informasi yang terkait
b. Intensifikasi gejala
c. Devaluasi diri serta pandangan dan keputusasaan tentang masa depan
d. Dorongan untuk sehat, yang terjadi secara tiba-tiba tetapi hanya kesembuhan
yang bersifat sementara
e. Hambatan intelektual yang mungkin tampak ketika klien mengatakan ia tidak
mempunyai pikiran apapun atau tidak mampu memikirkan masalahnya, saat ia
tidak memenuhi janji untuk pertemuan atau tiba terlambat untuk suatu sesi,
lupa, diam, atau mengantuk
f. Pembicaraan yang bersifat permukaan/ dangkal

4
g. Penghayatan intelektual dimana klien memverbalisasi pemahaman dirinya
dengan menggunakan istilah yang tepat namun tetap berprilaku maladaptive,
atau menggunakan mekanisme pertahanan intelektualisasi tanpa diikuti
penghayatan
h. Muak terhadap normalitas yang terlihat ketika klien telah mempunyai
penghayatan tetap menolak memikul tanggung jawab untuk berubahdengan
alas an bahwa normalitas adalah hal yang tidak penting
i. Reaksi transference (respon tidak sadar dimana klien mengalami perasaan dan
sakit terhadap perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh dengan
kehidupan yang dulu)
j. Perilaku amuk atau tidak rasional

b) Transferens
Transference merupakan respon tak sadar berupa perasaan atau perilaku
terhadap perawat yang sebetulnya berawal dari berhubungan dengan orang-orang
tertentu yang bermakna baginya pada waktu dia masih kecil (Stuart dan Sundeen ,
1995)
Reaksi transference membahayakan untuk proses terapeutik hanya bila hal ini
diabaikan dan tidak ditelaah oleh perawat. Ada dua jenis utama
reaksi transference yaitu reksi bermusuhan dan tergantung.
Contoh reaksi transference bermusuhan (Intan, 2005) :
Bungkus (15 tahun) adalah klien yanag dirawat dirumah sakit karena demam
berdarah. Tanpa sebab yang jelas klien ini marah-marah kepada perawat Gengki.
Setelah dikaji, ternyata Gengki ini mirip pacar si Bungkus yang pernah menyakiti
hatinya. Hal ini dikarenakan klien mengalami perasaan dan sikap terhadap perawat
yang pada dasarnya terkait dengan tokoh kehidupan yang lalu.
Contoh reaksi transference tergantung ( Intan, 2005) :
Seorang klien, Sinchan (18 tahun), dirawat oleh perawat bidadari. Perawat itu
mempunyai wajah dan suara mirip Ibu klien, sehingga dalam setiap tindakan
keperawatan yang harus dilakukan selalu meminta perawat bidadari yang
melakukannya.
c) Kontertransferen
Kontertransferen merujuk pada respons emosional spesifik oleh terapis terhadap
pasien yang tidak tepat dalam isi konteks hubungan terapetik atau ketidaktepatan
dalam intensitas emosi. Perawat terkadang tidak menyadari bahwa apa yang telah di
lakukan itu nantinya merugikan kedua belah pihak. Perawat biasanya terpancing oleh
sikap klien yang berlebihan, baik sikap terlalu baik maupun sikap yang terlalu buruk
sehingga perawat merespons dengan emosi yang berlebihan juga. Respons emosional
yang berlebihan itu disebut Kontertransferen.
Menurut stuart, G.W (1998) Kontertransfaran merupakan bentuk respon emosional
beupa hambatan terapeutik yang berasal dari diri perawat yang dibangkitkan atau
dipancing oleh sikap klien.

5
Bentuk Kontertransferens (Stuart dan Sundeen dalam Intan, 2005)
a. Ketidakmampuan berempati terhadap Klien dalam masalah tertentu
b. Menekan perasaan selama atau sesudah sesi
c. Kecerobohan dalam mengimplementasikan Kontrak dengan datang terlambat,
atau melampaui waktu yang telah ditentukan.
d. Mengantuk selama sesi
e. Perasaan marah atau tidak sabar karena ketidak inginan klien untuk berubah
f. Dorongan terhadap ketergantungan, pujian atau efeksi klien
g. Berdebat dengan Klien atau kecenderungan untuk memaksa Klien sebelum ia
siap
h. Mencoba untuk menolong Klien dalam segala hal yang tidak berhubungan
dengan tujuan keperawatan yang telah diidentifikasi
i. Keterlibatan dengan Klien dalam tingkat personal
j. Melamunkan atau memikirkan Klien
Perilaku yang dapat muncul pada klien menurut suryani 2006 antara lain:
a)
Love dan caring berlebihan
b)
Benci dan marah berlebihan
c)
Cemas dan rasa bersalah yang timbul berulang-ulang
d)
Tidak mampu berempati terhadap klien
e)
Perasaan tertekan selama atau setelah proses
f)
Tidak bijaksana dalam membuat kontrak dengan klien, terlambat atau terlalu
lama
g) Mendukung ketergantungan klien
h) Berdebat dengan klien atau memaksa klien sebelum klien siap
i) Menolong klien untuk hal-hal yang tidak berhubungan dngan sasaran asuhan
keperawatan
j) Menghadapi klien dengan berhubungan pribadi atau sosial
k) Melamunkan klien
d) Pelanggaran Batas
Perawat perlu membatasi hubungannya dengan klien. Batas hubungan
perawat-klien adalah bahwa hubungan yang di bina adalah hubungan terapeutik,dalam
hubungan ini perawat berperan sebagai penolong dan klien berperan sebagai yang di
tolong. Baik perawat maupun klien harus menyadari batas tersebut (Suryani, 2006).
Pelanggaran batas terjadi jika perawat melampaui batas hubungan yang terapeutik dan
membina hubungan sosial, ekonomi, atau personal dengan klien.

Beberapa batas hubungan perawat dank lien (stuart dansundeen, dalam Intan, 2005)
1). Batas peran
Masalah batas peran ini memerlukan wawasan dan pengetahuan yang luas dari
perawat serta penentuan secara tegas mengenai batas-batas terapeutik perawat dan
klien.
2). Batas waktu

6
Penetapan waktu perlu dilakukan dimana perawat mengadakan hubungan
terapeutiknya dengan klien. Waktu pengobatan atau hubungan terapeutik yang tidak
wajar dan tidak mempunyai tujuan terapeutik harus dievaluasi kembali untuk
mencegah terjadinya pelanggaran batas.
3). Batas tempat dan ruang
Misalnya wawancara dimana? Kapan dan berapa lama? Batas ini biasanya
berhubungan dengan perawatan yang dilakukan . Pemanfaatan terapeutik diluar
kebiasaan misalnya dimobil atau dirumah klien, harus dengan tindakan terapeutik
yang rasional dan mempunyai tujuan yang jelas. Perawat tidak di perbolehkan t dalam
melakukan tindakan dikamar klien kadang perlu menghormati batas-batas tertentu
misanya pintu terbuka atau ada pegawai yang lain.
4). Batas uang
Batas ini berhubungan dengan penghargaan klien dengan perawat berupa uang.
Disini juga perluadanya perhatian mengenai tawar-menawar terhadap klien miskin
tentang biaya pengobatan untuk mencegah timbulnya pelanggaran batas.
5). Batas pemberian hadiah dan pelayanan
Masalah ini controversial dalam keperawatan, namun yang pasti hal ini melanggar
batas.
6). Batas pakaian
Batas ini berhubungan dengan kebutuhan perawat dalam berpakaian secara tepat
dalam hubungan terapeutik perawat dank lien. Dimana perawat tidak diperbolehkan
memakai pakaian yang tidak sopan.
7). Batas bahasa
Perawat perlu memperhatikan nada bicara dan pilihan kata ketika komunikasi
dengan klien. Tidak terlalu akrab, mengarah sikap seksul dan memberikan pendapat
dengan nada menggurui merupakan pelanggaran batas.
8). Batas pengungkapan diri secara personal
Mengungkapkan diri secara personal dari perawat yang tidak berhubungan dengan
tujuan terapeutik dapat mengarah kepada pelanggaran batas.
9). Batas kontak fisik;
Semua kontak fisik dengan klien harus dievaluasi untuk melihat apakah melanggar
batas atau tidak. Beberapa jenis kontak fisik/ seksual terhadap kien yang tidak pernah
tercangkup dalam hubungan terpeutik antara perawat dengan klien.
Contoh pelanggaran batas yaitu (Intan, 2005)
a) Klien mengajak makan dengan perawat disaat siang maupun makan malam diluar
b) Klien memperkenalkan perawat kepada keluarganya
c) Perawat menerima pemberian hadiah dari basis Kien
d) Perawat menghindari acara-acara sosial

7
e) Klien memberi perawat hadiah
f) Perawat secara rutin memegang dan memeluk Klien
g) Perawat secara teratur memberi Informasi personal kepada Klien
h) Hubungan profesional berubah menjadi hubungan Sosial
i) Perawat menghadiri Undangan Klien
e) Pemberian hadiah
Pemberian hadia merupakan masalah yang kontroversial dalam keperawatan.
Disatu pihak ada yang menyatakan bahwa pemberian hadiah dapat membantu dalam
mencapai tujuan terapeutik, tapi dipihak lain ada yang menyatakan bahwa pemberian
hadiah bisa merusak hubungan terapeutik.
Hadiah dapat diberikan dalam berbagai bentuk misalnya yang nyata seperti
sekotak permen, rangkaian bunga, rajutan atau lukisan. Sedangkan yang tidak nyata
bisa berupa ekspresi ucapan terima kasih dari klien kepada perawat sebagai orang
yang akan meninggalkan rumah sakit atau dari anggota keluarga yang lega dan
berterima kasih atas bantuan perawat dalam meringankan beban emosional klien.
Pemberian hadiah yang mengganggu dalam hubungan perawat dan klien adalah
pemberian dalam bentuk barang tertentu atau hadiah nyata yang mempunyai tendensi
tertentu yaitu mengharapkan dengan pemberian hadiah tersebut, perlakuan perawat
pada klien akan melebihi dar konsep pelayanan keperawatan yang semestinya.
Dengan pemberian hadiah tersebut harapannya klien dapat memanifulasi perawat
dengan cara mengatur hubungan dan batasan-batasan dalam berhubungan (stuart
G.W, 1998). Mengatur hubungan yang dimaksud adalah bagaimana emosi perawat
bisa masuk kedalam emosi klien dengan harapan justru perawatannya yang nantinya
bisa dikendalikan oleh klien.
Sedangkan, mengatur batasan-batasan yang dimaksud adalah ada upaya dari klien
untuk tidak mau mentaati peraturan yang ada diruangan yang seakan-akan sudah di
perbolehkan oleh perawatnya.
3. Mengatasi hambatan Komunikasi
Untuk mengatasi hambatan teurapeutik, perawat harus siap mengungkapkan
perasaan emosional yang sangat kuat dalam konteks hubungan perawat -pasien.
Awalnya , perawat harus mempunyai pengetahuan tentang hambatan teurapeutik dan
mengenali prilaku yang menunjukkan adanya hambatan tersebut. Kemudian perawat
dapat mengklarifikasi dan mengungkapkan perasaan serta isi agar lebih berfokus
secara objektif pada apa yang sedang terjadi.
Latar belakang prilaku dikaji, baik pasien (untuk reaksi resistens dan transferensa)
atau perawat (untuk reaksi kontertransferens dan pelanggaran batasan) bertanggung
jawab terhadap hambatan teurapeutik dan dampak negatifnya pada proses teurapeutik.
Terakhir, tujuan hubungan, kebutuhan, dan masalah pasien ditinjau kembali. Hal ini
dapat membantu perawat untuk membina kembali kerja sama teurapeutik yang sesuai
dengan proses hubungan perawat-ipasien.
Adapun beberapa cara untuk mengatasi hambatan komunikasi yaitu :
1. Pedekatan terpusat pada penerima

8
Peduli kepada penerima pesan berarti bahwa akan mengambil langkah atau yang
dapat dilakukan agar pesan yang disampaikan dapat dimengerti danbermakna bagi
penerima. Berempati dan bersikap peka pada perasaan penerima adala cara terbaik
untuk mengatsi hambatan komunikasi. Karen perbedaan emosi dan persepsi akan
menimbulkan ganguan. Dalam penerimaan pesan, bila seseorang menyadari perasaan
orang lain maka akan mampu memlilih kata-kata netral memahami pandangan mereka
dan mungkin akan berempati dengan posisi mereka dengan mencoba memandang
situasi lewat kacamata mereka.
Dalm kenyataan pendektan yang berpusat pada penerima lebih dari sekedar
pendekatan untuk komunikasi bisnis sebenarnya ini adalah pendekatan modern pada
bsnis dan kehidupn secara umum.
2. Komunikasi dengan situasi terbuka
Iklim komunikasi organisasi merupakan cerminan dari budaya organisasi :
campuran nilai, tradisi da kebiasaan yang mengakomodasi atmosfir atau karakternya.
Beberapa peusahaan cenderung menyambut aliran omuniksi keatas. Tetapi dalam
komunikasi dengan situasi terbuka, akan mendrong keterusterngan dan kejujuran serta
kebebasan untuk mengakui kesalhan atau untuk tidak stuju dengan atasan dan
keebasan menyatakn pendapat.
3. Melakukan komunikasi dengan etis
Etika adalah prinsip-prinsip yang menjadi acuan bagi seseorang atau sekelompok
orang untuk bersikap dan berperilaku. Orang yang tidak etis biasanya egois dan tidak
peduli salah atau benar, menghalalkan segala cara unuk mencapai hasil akhir. Orang
yang etis pada umumnya adapat dipercaya, adil dan tidak memihak, menghargai hak
oranglain dan memperhatikan dampak tindakan mereka pada masyarakat.
Etika memainkan peran penting dalam komunikasi. Bahasa itu sendiri terdiri dari
kata-kata yang membawa nilai . jadi hanya dengan mengataknsesuatu denga cara
tertentu, mempengruhi bagaimana orang-orang lain memandang dan membentuk
harapan dan tingkah laku yang berbeda pula. Komunikasi etis termasuk komunikasi
yang relefan, benar dalam segla segi dn tidak memperdayakan dengan cara apapun
4. Pesan yang efektif dan efisien
Pesan yang efektif dan efisin akan memeperlancar proses komunikasi, sehingga
dapat mengatasi hambatan komunikasi. Ciri-ciri pesan yangefektif dan efisien antara
lain, padat dan tidak mempunyai pengertian yang mendua atau membingungkan.

9
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Hambatan dapat diartikan sebagai halangan atan rintangan yang dialami dalam konteks
komunikasi Didalam setiap kegiatan komunikasi, sudah dapat dipastikan akan menghadapi
berbagai hambatan. komunikasi harus bersifat heterogen. oleh karena itu, komunikator perlu
memahami setiap hambatan komunikasi, agar ia dapat mengantisipasi hambatan

Komunikasi terapeutik merupakan tanggung jawab moral seorang perawat serta salah
satu upaya yang dilakukan oleh perawat untuk mendukung proses keperawatan yang
diberikan kepada klien. Komunikasi terapeutik bertujuan untuk mengembangkan pribadi
klien ke arah yang lebih positif atau adaptif dan diarahkan pada petumbuhan klien.
Komunikasi terapeutik tidak sama dengan komunikasi sosial.

B. Saran
Untuk dapat melakukan pendekatan yang efektif terhadap klien perawat hendaknya
mengetahui strategi yang tepat dalam menggunakan komunikasi terapeutik. Perawat harus
menciptakan sebuah perencanaan dan struktur yang baik dalam pelaksanaan komunikasi
terapeutik. Dalam melakukan komunikasi dengan klien perawat harus menghargai keunikan
setiap klien.

10
DAFTAR PUSTAKA

http://saefulnurse.blogspot.com/2016/09/hambatan-komunikasi-terapeutik.html?m=1
https://pakarkomunikasi.com/hambatan-dalam-proses-komunikasi-terapeutik
https://www.kajianpustaka.com/2020/06/komunikasi-terapeutik-pengertian-fungsi-
karakteristik-prinsip-dan-teknik.html?m=1

11

Anda mungkin juga menyukai