Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA KLINIK

PEMERIKSAAN ALAT (SGPT) DALAM SERUM

PRAKTIKUM PEMERIKSAAN ALAT (SGPT) DALAM SERUM

I. TUJUAN
1. Mahasiswa mengetahui prinsip pemeriksaan SGPT/ALAT pada serum.
2. Mahasiswa mengetahui prosedur pemeriksaan SGPT/ALAT pada serum.
3. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan SGPT/ALAT pada serum.
4. Mahasiswa dapat mengetahui kadar SGPT/ALAT pada serum sampel.

II. TINJAUAN PUSTAKA


II.1 Serum
Serum adalah bagian cair darah yang tidak mengandung sel-sel darah dan
faktor-faktor pembekuan darah. Protein-protein koagulasi lainnya dan protein
yang tidak terkait dengan hemostasis, tetap berada dalam serum dengan kadar
serupa dalam plasma. Apabila proses koagulasi berlangsung secara abnormal,
serum mungkin mengandung sisa fibrinogen dan produk pemecahan fibrinogen
atau protrombin yang belum di konevensi (Sacher dan McPerson, 2012).
Serum diperoleh dari spesimen darah yang tidak ditambahkan antikoagulan
dengan cara memisahkan darah menjadi 2 bagian dengan menggunakan
sentrifuge, setelah darah didiamkan hingga membeku kurang lebih 15 menit
(Nugraha, 2015). Setelah disentrifugasi akan tampak gumpalan darah yang
bentuknya tidak beraturan dan bila penggumpalan berlangsung sempurna,
gumpalan darah tersebut akan terlepas atau dengan mudah dapat dilepaskan dari
dinding tabung. Selain itu akan tampak pula bagian cair dari darah. Bagian ini,
karena sudah terpisah dari gumpalan darah maka tidak lagi berwarna merah keruh
akan tetapi berwarna kuning jernih. Gumpalan darah tersebut terdiri atas seluruh
unsur figuratif darah yang telah mengalami proses penggumpalan atau koagulasi
spontan, sehingga terpisah dari unsur larutan yang berwarna kuning jernih
(Sadikin, 2014). Pemisahan serum dilakukan paling lambat dalam waktu 2 jam
setelah pengambilan spesimen dan disimpan dalam keadaan terpisah dari sel
eritrosit pada suhu 20-250C selama 2 hari atau 40C selama 6 hari agar serum tetap
stabil (Depkes RI, 2008).

II.2 Serum Glutamat Piruvat Transminase (SGPT)


Glutamat Piruvat Transaminase (GPT) merupakan enzim yang banyak
ditemukan pada organ hepar terutama pada mitokondria. Glutamat Piruvat
Transaminase memiliki fungsi yang sangat penting dalam pengiriman karbon dan
nitrogen dari otot ke hati. Dalam otot rangka, piruvat ditransaminasi menjadi
alanin sehingga menghasilkan penambahan rute transport nitrogen dari otot ke
hati. SGPT paling banyak ditemukan dalam hati, sehingga untuk mendeteksi
penyakit hati, SGPT dianggap lebih spesifik dibanding SGOT (Puspita, 2015).
Serum glutamic pyruvic transaminase (SGPT) dalam keadaan nomal memiliki
kadar yang tinggi dalam sel hati. jika terjadi peningkatan yang dominan dari kadar
enzim ini, maka ada kemungkinan terjadi suatu proses yang mengganggu sel hati.
Bila hati mengalami kerusakan, enzim SGPT akan dilepas ke dalam darah
sehingga terjadi peningkatan kadar enzim SGPT dalam darah (Syifalyah, 2008).
Kenaikan kembali atau bertahannya enzim ALT (alanin aminotransferase)
yang tinggi menunjukkan berkembangnya kelainan dan nekrosis hati. Kadar ALT
(alanin aminotransferase) merupakan ukuran nekrosis hepatoseluler yang paling
spesifik dan banyak digunakan. Pada kerusakan hati akut, peningkatan ALT
(alanin aminotransferase) lebih besar daripada AST (aspartat aminotransferase)
sehingga ALT (alanin aminotransferase) bisa dipakai sebagai indikator untuk
melihat kerusakan sel. Kadar ALT (alanin aminotransferase) juga lebih sensitif
dan spesifik daripada kadar AST (aspartat aminotransferase) dalam mendeteksi
penyakit hati. Enzim ini yang banyak ditemukan pada organ hati terutama sitosol.
Produk dari reaksi transaminase reversibel adalah piruvat dan glutamat (Kendran,
Arjana, dan Prandyantari, 2017).
II.3 Metode Pengukuran SGPT
II.3.1 Spektrofotometri UV-Vis
Metode yang digunakan adalah metode spektrofotometri UV berdasarkan
IFCC (International Federation of Clinical Chemistry and Laboratory Medicine)
yang telah dimodifikasi. Spektrofotometri UV merupakan suatu metode analisis
kualitatif maupun kuantitatif berdasarkan pada interaksi materi (zat aktif/senyawa)
dengan radiasi elektromagnetik (REM) berupa cahaya/sinar dari panjang
gelombang 190-380 nm. Spektrofotometer adalah alat yang digunakan untuk
mengukur transmitan atau absorban suatu sampel sebagai fungsi panjang
gelombang. Spektrofotometri Ultraviolet dan Sinar Tampak (UV-Vis) adalah
pengukuran energi cahaya oleh suatu sistem kimia pada panjang gelombang
tertentu. Sinar ultraviolet (UV) mempunyai panjang gelombang antara 200-400
nm, dan sinar tampak (visible) mempunyai panjang gelombang 400-750 nm
(Gandjar dan Rohman, 2007).
Prinsip kerja dari spekrofotometri UV-Vis berdasarkan penyerapan cahaya
atau energi radiasi oleh suatu larutan. Jumlah cahaya atau energi radiasi yang
diserap memungkinkan pengukuran jumlah zat penyerap dalam larutan secara 3
kuantitatif (Gandjar dan Rohman, 2012). Absorpsi sinar UV-Vis terbatas pada
gugus fungsi tertentu yang disebut dengan kromofor yang mengandung elektron
valensi berenergi eksitasi relatif rendah (Gandjar dan Rohman, 2007).
II.3.2 Prinsip Pengukuran SGPT
Pemeriksaan SGPT menggunakan metode kinetik-IFCC. Alanin
mengkatalisis reaksi pemindahan gugus NH2 dari asam amino alanin ke asam alfa
ketoglutarat. Hasilnya terbentuklah asam keto yang lain, yang berasal dari alanin
yaitu asam piruvat dan asam amino yang berasal dari asam alfa-ketoglutarat yaitu
asam glutamate. Prinsip kerja enzim GPT adalah sebagai berikut:
ALAT
L-Alanin + α Ketoglutarat Piruvat + L-Glutamat

LDH
+
Piruvat + NADH + H Laktat + NAD+

GPT mengkatalisis pemindahan gugus amino dari alanin kepada


ketoglutarat untuk membentuk piruvat dan glutamat. Kemudian dengan adanya
NADH dan laktat dehidrogenase maka piruvat akan direduksi menjadi laktat dan
NAD. Reaksi diamati dengan mengikuti penurunan absorbansi atau penurunan
konsentrasi NADH pada panjang gelombang 340 nm. Penurunan absorbansi ini
proporsional dengan aktivitas katalitik GPT. Kadar SGPT normal pada laki-laki
ialah (Laili, 2013). Kadar SGPT normal pada sampel serum yang menggunakan
piridoksal-5-fosfat dan sampel serum tanpa piridoksal-5-fosfat, dapat dilihat
sebagai berikut

Gambar 1. Kadar SGPT normal dalam serum

III. ALAT DAN BAHAN


3.1 Alat
a. Tabung reaksi
b. Mikropipet
c. Beaker glass
d. Spektrofotometer
e. Kuvet
f. Yellow tip
g. Pipet volume
h. Bulb filler
3.2 Bahan
a. Sampel serum
b. Reagen 1 (Tris (pH 7,15) 140 mmol/L, L-Alanin 700 mmol/L, LDH
≥2.300 U/L)
c. Reagen 2 (2-oxoglutarat 85 mmol/L, NADH 1 mmol/L)
IV. CARA KERJA

Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan

Dibuat Reagen 1 dengan cara mencampurkan 140 mmol/L Tris pH 7,15; 700
mmol/L L-Alanin, dan ≥2.300 U/L LDH di dalam beaker glass

Dibuat Reagen 2 dengan cara mencampurkan 85 mmol/L 2-oxoglutarat dan 1


mmol/L NADH di dalam beaker glass

Reagen 1 dan Reagen 2 dicampur dengan perbandingan 4:1 (2 mL Reagen 1


: 0,5 mL Reagen 2) (monoreagen)

100 µL sampel serum dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan tambahkan 1


mL monoreagen

Dilakukan pengukuran absorbansi pada panjang gelombang 340 nm dengan


spektrofotometer tepat setelah inkubasi menit ke 1, 2, dan 3

Baca hasil absorbansi dan catat hasilnya, kemudian hitung kadar SGPT
sampel dalam U/L dan µkat/L.

V. PERHITUNGAN DAN HASIL PENGAMATAN


A. Pasien 1 (Bapak D = 27 tahun)
Diketahui :
Waktu ke (menit) Absorbansi
1 0,1792
2 0,1873
3 0,1929

Ditanya : Hitung kadar SGPT dengan satuan U/L dan µkat/L!


Jawaban :
( A3-A2 ) +(A2-A1)
∆A sampel =
2
( 0,1929-0,1873 ) +(0,1873-0,1792)
=
2
( 0,0056 ) +(0,0081)
=
2
= 0,00685
SGPT (U/L) = ∆A sampel x Faktor 1745
= 0,00685 x 1745
= 11,95 U/L
Faktor Konversi
F. Konversi = ALAT (U/L) x 0,0167
= 11,95 U/L x 0,0167
= 0,199 µkat/L
Interpretasi : Pada pasien 1, yaitu bapak D yang berusia 27 tahun,
pemeriksaan kadar SGPT menunjukkan hasil 11,95 U/L atau 0,199 µkat/L.
Kadar SGPT pada pasien termasuk normal karena berada dibawah batas
yaitu 41 U/L atau dibawah 0,68 µkat/L. Kadar SGPT dapat dijaga salah
satunya dengan mengurangi paparan CO. CO dapat meningkatkan kadar
SGPT yang menunjukkan terjadinya kerusakan fungsi hepar. Selain itu,
penderita obesitas juga sering menunjukkan kadar SGPT yang lebih tinggi
dibanding orang normal (Pondang, dkk., 2014).
B. Pasien 2 (Bapak G= 74 tahun)
Diketahui :
Waktu ke (menit) Absorbansi
1 0,2751
2 0,2851
3 0,2971

Ditanya : Hitung kadar SGPT dengan satuan U/L dan µkat/L!


Jawaban :
( A3-A2 ) +(A2-A1)
Δ A sampel =
2
( 0,2971-0,2851 ) +(0,2851-0,2751)
Δ A sampel =
2
= 0,011
SGOT (U/L) = ∆A sampel x Faktor 1745
= 0,011 x 1745
= 19,19 U/L
Faktor Konversi
F. Konversi = ALT (U/L) x 0,0167
= 19,195 U/L x 0,0167
= 0,32 µkat/L
Interpretasi : Kadar SGPT pada Bapak G usia 74 tahun yaitu 19,19 U/L
atau 0,32 µkat/L. Kadar tersebut memenuhi kadar normal SGPT dalam
serum untuk laki-laki, yaitu <41 U/L atau <0,68 µkat/L. Kadar SGPT
dikatakan normal karena semua bahan kimia berupa nutrien dan
xenobiotik yang terkandung dalam darah akan dimetabolisme dan
dibiotrasformasi oleh hati. Proses biotransformasi xenobiotik oleh hati
yang berlangsung baik akan menurunkan bahkan menghilangkan kadarnya
dalam darah yang yang keluar dari hati sebelum mencapai organ lainnya
(Widarti dan Nurqaidah, 2019).
VI. PEMBAHASAN
SGPT adalah singkatan dari Serum Glutamik Piruvat Transaminase, SGPT
atau juga dinamakan ALT (Alanin Aminotransferase) merupakan enzim yang
banyak ditemukan pada sel hati serta efektif untuk mendiagnosis destruksi
hepatoselular. Enzim ini dalam jumlah yang kecil dijumpai pada otot jantung,
ginjal dan otot rangka. Pada umumnya nilai tes SGPT/ALT lebih tinggi daripada
SGOT/AST pada kerusakan parenkim hati akut, sedangkan pada proses kronis
didapat sebaliknya. Enzim-enzim AST, ALT, dan GLDH akan meningkat bila
terjadi kerusakan sel hati. Biasanya peningkatan ALT lebih tinggi dari pada AST
pada kerusakan hati yang akut, mengingat ALT merupakan enzim yang hanya
terdapat dalam sitoplasma sel hati (unilokuler). Sebaliknya AST yang terdapat
baik dalam sitoplasma maupun mitokondria (bilokuler) akan meningkat lebih
tinggi daripada ALT pada kerusakan hati yang lebih dalam dari sitoplasma sel.
Keadaan ini ditemukan pada kerusakan sel hati yang menahun (Joyce, 2007).
ALT/SGPT suatu enzim yang ditemukan terutama pada sel-sel hepar,
efektif dalam mendiagnosa kerusakan hepatoseluler. Kadar ALT serum dapat
lebih tinggi sebelum ikretik terjadi. Pada ikrętik dan ALT serum >300 unit,
penyebab yang paling mungkin karena gangguan hepar dan tidak gangguan
hemolitik (Joyce, 2007). ALT adalah tes yang lebih spesifik untuk kerusakan hati
dibanding ASAT. ALT adalah enzim yang dibuat dalam sel hati (hepatosit), jadi
lebih spesifik untuk penyakit hati dibandingkan dengan enzim lain. Biasanya
peningkatan ALT terjadi bila ada kerusakan pada selaput sel hati. Setiap jenis
peradangan hati dapat menyebabkan peningkatan pada ALT. Peradangan pada
hati dapat disebabkan oleh hepatitis virus, beberapa obat, penggunaan alkohol,
dan penyakit pada saluran cairan empedu. AST adalah enzim mitokondria yang
juga ditemukan dalam jantung, ginjal dan otak. Jadi tes ini kurang spesifik untuk
penyakit hati, namun dalam beberapa kasus peradangan hati, peningkatan ALT
dan AST akan serupa (Sutedjo, 2006). Prinsip kerja SGP adalah enzim (ALAT)
yang terdapat dalam serum pasien akan mengkatalisasi reaksi antara oksoglutarat
dengan L-alanine. Glutamat piruvat transaminase atau alanin transaminase
(ALAT) mengkatalis transfer gugus amino dari L-alanin ke 2-oxoglutarat untuk
membentuk L-glutamat dan Piruvat. Piruvat yang terbentuk bereaksi dengan
NADH yang dikatalisis oleh enzim Laktat dehidrogenase (LDH) mengkonversi
piruvat menjadi D-laktat dengan mengoksidasi NADH menjadi NAD+ (Zulbadar,
2007).
Pengujian SGPT dengan sampel serum dilakukan dengan metode
spektrofotometri. Dipersiapkan terlebih dahulu alat dan bahan yang akan
digunakan. Kemudian, dibuat 2 jenis reagen dengan komponen yang berbeda.
Reagen 1 mengandung Tris pH 7,15 sebanyak 140 mmol/L yang digunakan untuk
adjust pH, L-Alanin 700 mmol/L, dan LDH ≥ 2.300 U/L dicampur dalam sebuah
beaker glass. Reagen 1 tersebut ditampung dalam botol reagen. Selanjutnya,
dibuat reagen 2 yang mengandung 85 mmol/L 2-oxoglutarat dan 1 mmol/L
NADH di dalam beaker glass, kemudian ditampung pada botol reagen 2. Tahap
berikutnya yaitu mencampurkan reagen 1 dan reagen 2 dengan perbandingan 4:1
(2 mL reagen 1 : 0,5 mL reagen 2) atau disebut monoreagen. Sampel serum
sebanyak 100 µL berikutnya dicampur dengan 1 mL monoreagen dalam tabung
reaksi. Setelah campuran sampel dan reagen homogen, dilakukan pengukuran
absorbansi pada panjang gelombang 340 nm dengan spektrofotometer tepat
setelah inkubasi menit ke-1, 2, dan 3 (Santhi, 2017).
Berdasarkan hasil perhitungan kadar SGPT pasien 1 yakni Bapak D usia
27 tahun, diperoleh kadar SGPT sebesar 11,95 U/L atau 0,199 µkat/L. Hal ini
menunjukkan kadar SGPT yang normal untuk laki – laki dewasa karena masuk
dalam kadar normal yakni <41 U/L atau <0,68 µkat/L. Demikian juga pada pasien
2 yakni Bapak G usia 74 tahun. Kadar SGPT yang diperoleh berdasarkan
perhitungan yaitu sebesar 19,19 U/L atau 0,32 µkat/L. Kadar SGPT dikatakan
normal karena semua bahan kimia berupa nutrien dan xenobiotik yang terkandung
dalam darah akan dimetabolisme dan dibiotrasformasi oleh hati. Proses
biotransformasi xenobiotik oleh hati yang berlangsung baik akan menurunkan
bahkan menghilangkan kadarnya dalam darah yang yang keluar dari hati sebelum
mencapai organ lainnya (Widarti dan Nurqaidah, 2019).
Selain itu adapun masalah-masalah klinis yang dapat mempengaruhi kadar
SGPT dalam serum yaitu:
1) Peningkatan kadar paling tinggi disebabkan karena Hepatitis (virus) akut,
hepatoksisitas yang menyebabkan nekrosis hepar (toksisitas obat atau kimia),
sirosis, kanker hepar, gagal jantung kongesif, intoksisitas alkohol akut, infrak
miokard akut (IMA). Antibiotik, narkotika, metildopa (Aldomet), guanetidin,
sediaan digitalis, indometasin (Indocin), salisilat, rifampisin, flumzepam
(Dalamane), propanolol (Inderal), kontrasepsi oral, timah, heparin (Joyce,
2007).
2) Mengkonsumsi obat-obatan tertentu dapat meningkatkan kadar SGOT/SGPT.
Berikut merupakan contoh obat-obatan yang dapat merusak fungsi hati :
 Haloten merupakan jenis obat yang biasa digunakan sebagai obat
bius.
 Isoniasid merupakan jenis obat antibiotik untuk penyakit TBC.
Metildopa merupakan jenis obat anti hipertensid.
 Fenitoin dan Asam Valproat merupakan jenis obat yang biasa
digunakan sebagai obat anti epilepsi.
 Parasetamol merupakan jenis obat yang biasa diberikan dalam resep
dokter sebagai pereda dan penurun demam. Parasetamol adalah jenis
obat yang aman, jika dikonsumsi dalam dosis yang tepat. Namun jika
berlebihan akan menyebabkan sirosis (kerusakan hati) yang cukup
parah bahkan sampai menyebabkan kematian.
 Selain jenis obat diatas adapula jenis obat lainnya yang dapat merusak
fungsi hati, seperti alfatoksin, karboijn tetraklorida, tem baga dan
vinil klorida.

(Joyce, 2007).

3) Penyebab yang paling umum dari kenaikan-kenaikan yang ringan sampai


sedang dari enzim-enzim hati ini (SGOT dan SGPT) adalah fatty liver
(hati berlemak), penyalahgunaan alkohol dan penyebab-penyebab lain dari
fatty liver termasuk diabetes mellitus dan kegemukan (obesity). Berbagai
macam fungsi hati dijalankan oleh sel yang disebut sebagai hepatosit,
dimana 70-80% menyusun sitoplasma hati. Berikut berbagai macam
fungsi hepatosit (Ronald and Richard, 2004):
 Sintesis protein
 Penyimpanan protein
 Metabolisme karbohidrat
 Sintesis kolesterol, garam empedu dan fosfolipid
 Detoksifikasi, modifikasi, dan ekskresi substansi endogen dan
eksogen

VII. KESIMPULAN
1. Prinsip pemeriksaan SGPT dalam serum yaitu, alanin mengkatalisis reaksi
pemindahan gugus NH2 dari asam amino alanin ke asam alfa ketoglutarat.
Hasilnya terbentuklah asam piruvat dan asam glutamate. GPT mengkatalisis
pemindahan gugus amino dari alanin kepada ketoglutarat untuk membentuk
piruvat dan glutamat. Kemudian dengan adanya NADH dan laktat
dehidrogenase maka piruvat akan direduksi menjadi laktat dan NAD. Reaksi
diamati dengan mengikuti penurunan absorbansi atau penurunan konsentrasi
NADH pada panjang gelombang 340 nm. Penurunan absorbansi ini
proporsional dengan aktivitas katalitik GPT.
2. Prosedur pemeriksaan kadar SGPT dilakukan dengan penyiapan monoreagen
dengan mencampurkan 4 bagian reagen 1 dan 1 bagian reagen 2 terlebih
dahulu. 100 µL sampel serum dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan
tambahkan 1 mL monoreagen. Pengukuran absorbansi dilakukan pada
panjang gelombang 340 nm dengan spektrofotometer pada suhu 37°C tepat
setelah menit ke 1, 2, dan 3.
3. Pemeriksaan kadar SGPT dalam sampel serum dilakukan dengan membuat
monoreagen terlebih dahulu, kemudian sampel serum ditambahkan dengan
reagen. Pengukuran absorbansi dilakukan dengan alat spektrofotometri.
Prinsip kerja dari spekrofotometri UV-Vis berdasarkan penyerapan cahaya
atau energi radiasi oleh suatu larutan. Jumlah cahaya atau energi radiasi yang
diserap memungkinkan pengukuran jumlah zat penyerap dalam larutan secara
3 kuantitatif (Gandjar dan Rohman, 2012). Absorpsi sinar UV-Vis terbatas
pada gugus fungsi tertentu yang disebut dengan kromofor yang mengandung
elektron valensi berenergi eksitasi relatif rendah (Gandjar dan Rohman, 2007).
4. Berdasarkan hasil perhitungan kadar SGPT pasien 1 yakni Bapak D usia 27
tahun, diperoleh kadar SGPT sebesar 11,95 U/L atau 0,199 µkat/L. Hal ini
menunjukkan kadar SGPT yang normal untuk laki – laki dewasa karena
masuk dalam kadar normal yakni <41 U/L atau <0,68 µkat/L. Demikian juga
pada pasien 2 yakni Bapak G usia 74 tahun. Kadar SGPT yang diperoleh
berdasarkan perhitungan yaitu sebesar 19,19 U/L atau 0,32 µkat/L.
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2008. Pedoman Praktek Laboratorium yang Benar (Good Laboratory
Practice). Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Gandjar, I. G. dan A. Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Gandjar, I. G. dan A. Rohman. 2012. Analisis Obat secara Spektrofotometri dan
Kromatografi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Joyce, L. 2007. Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik. Jakarta: EGC.
Kendran, Arjana dan Pradnyantari. 2017. Aktivitas Enzim Alanine-
Aminotransferase dan Aspartate Aminotransferase pada Tikus Putih Jantan
yang diberi Ekstrak Buah Pinang. Jurnal Universitas Udayana. 9 (2): 132-
138.
Laili U. 2013. Pengaruh Pemberian Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)
dalam Bentuk Kapsul terhadap Kadar SGPT (Serum Glutamat Piruvat
Transaminase) dan SGOT (Serum Glutamat Oksaloasetat Transaminase)
pada Orang Sehat Yogyakarta. Skripsi. Universitas Negeri Yogyakarta.
Nugraha, G. 2015. Panduan Pemeriksaan Laboratorium Hematologi Dasar.
Jakarta: CV. Trans Info Media.
Pondang, F., E. Mois dan B. Waleleng. 2014. Gambaran Enzim Hati pada Dewasa
Muda dengan Obesitas Sentral. Jurnal e-CliniC. 2(2): 1-4.

Puspita, I. 2015. Pengaruh Paparan Gelombang Elektromagnetik Handpone


Periode Kronik Terhadap Kadar SGOT dan SGPT. Jurnal Agromed Unila.
2(4): 536-540.
Ronald A. Sacher and Richard A. McPherson. 2004. Tinjauan Klinis Hasil
Pemeriksaan Laboratorium. Edisi 11. Jakarta : EGC.
Sadikin, M. 2014. Biokimia Darah. Jakarta: Widya Medika.
Sutedjo, A.Y. 2006. Mengenal Penyakit Melalui Pemeriksaan Laboratorium.
Cetakan I. Yogyakarta: Amara Books.
Syifaiyah, B. 2008. Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Pegagan (Centela
asiatica) Terhadap Kadar SGPT dan SGOT Hati Mencit (Mus musculus)
yang Diindukasi dengan Parasetamol. Malang: .Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negri Malang.
Widarti dan Nurqaidah. 2019. Analisis Kadar Serum Glutamic Pyruvic
Transaminase (SGPT) Dan Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase
(SGOT) pada Petani yang Menggunakan Pestisida. Jurnal Media Analis
Kesehatan. 10(1): 35-43.

Zulbadar, P. 2007. Memahami Teori dan Praktikan Kimia Dasar. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai