Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM VIII

ENZIM HATI
PEMERIKSAAN SGOT DAN SGPT DALAM DARAH

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah praktikum Biokimia Klinik

Disusun oleh :
Kelompok 2

Dini Febianeu (31118002)


Mita Putri Dianti (31118010)
Mitha Anggita (31118012)
Willa Ariyanti (31118023)
Haura Aklina Elyasin (31118034)
Sely Geliana Bila (31118036)
Rifky Aliyusidik (31118050)

PROGRAM STUDI S-1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BAKTI TUNAS HUSADA TASIKMALAYA
2020
PRAKTIKUM VIII

ENZIM HATI
PEMERIKSAAN SGOT DAN SGPT DALAM DARAH

Hari/Tanggal : Jumat , 20 November 2020

A. Pendahuluan

Pemeriksaan laboratorium yang berdasarkan pada reaksi kimia dapat menggunakan darah,
urin atau cairan tubuh lainnya. Terdapat banyak pemeriksaan kimia darah di dalam
labolatorium klinik antara lain uji fungsi hati, otot jantung, ginjal, lemak darah, gula darah,
pancreas, elektrolit. Pada saat ini banyak jenis tes faal hati secara sederhana dapat digunakan
unyuk mendapatkan inforasi beberapa mengenai jenis disfungsi hati, penandaan kolestatis.
Bilirubin direk gamma-GT, fosfatase alkali; penilaian faal sintesis; kadar albumin serum,
kadar prealbumin (transiretin), kolinesterasi, masa protombin; Penandaan nekrosiss hati;
Serum Glutamic Oxaloacetic Transminase (SGOT), Serum Glutamic Pyruvic Transminase
(SGPT), LDH (Lactate Dehydroginase).

Serum Glutamic Oxaloacetic Transminase (SGOT) atau Aspartate Aminotransferase (AST)


dan Serum Glutamic Pyruvic Transminase (SGPT) atau Alanine Aminotransferase (ALT)
adalah pemeriksaan yang menilai fungus hati. Tes SGOT dan SGPT sangat berguna sebagai
indeks nekrosis sel hati, biasanya nilai tes-tes tersebut akan meningkat sampai 10 kali nilai
normal atau lebih pada nekrosis sel hati. SGOT dan SGPT ini dipengaruhi oleh enzim-enzim
yang mengkatalisi pemindahan reversible satu gugus amino antara suatu asam amino dan
suatu asam alfa-keto yang disebut aminotransferase atau transaminase.Enzim dipengaruhi
oleh suhu, pH, inhibitor, dan waktu, penentuan spesimen juga harus diperhatikan agar
mendapatkan hasil yang akurat.

Serum mempunyai susunan yang sama seperti plasma, kecuali fibrinogen, dan faktor-faktor
pembekuan II, V, VIII, XIII yang sudah tidak ada sedangkan komposisi dari plasma adalah
91 – 92% mengandung air dan 7 – 9% adalah protein plasma, unsur organik dan anorganik.
Plasma darah masih sering digunakan dalam pemeriksaan SGOT dan SGPT, terutama pada
pasien Medical Chek Up (MCU), karena pasien MCU memerlukan hasil dari pemeriksaan
Hematologi dan Kimia Klinik.
B. Tujuan
1. Menentukan Kadar SGOT/AST dalam darah dan menginterpretasikan hasil serta
menghubungkan dengan keadaan patologi klinik
2. Menentukan Kadar SGPT/ALT dalam darah dan menginterpretasikan hasil serta
menghubungkan dengan keadaan patologi klinik

C. Dasar Teori

Seperti yang telah kita ketahui bahwa hati memiliki fungsi utama dalam pembentukan dan ekskresi
empedu, metabolisme karbohidrat, metabolisme protein dan lemak, penimbunan vitamin dan
mineral, metabolisme steroid, detoksifikasi, Gudang darah serta filtrasi.

Enzim transaminase atau yang disebut juga enzim aminotransferase adalah enzim yang mengkatalis
reaksi transminasi. Terdapat dua jenis enzim serum transaminase yaitu Serum Glutamic Pyruvic
Transminase (SGPT) dan Serum Glutamic Oxsaloasetic Transminase (SGOT). Pemeriksaan SGOT
adalah indicator yang lebih sensitive terhadap kerusakan hati dibandingkan SGPT. Hal tersebut
dikarenakan enzim GOT bersumber dari hati, sedangkan enzim GPT banyak terdapat pada jaringan-
jaringan tubuh lainnya.

Alanine aminotransferase (ALT) atau Serum Glutamic Pyruvic Transminase (SGPT) merupakan enzim
yang paling banyak ditemukan pada sel hati serta efektif untuk mendiagnosis destruksi
hepatoselular. Enzim ini dalam jumlah yang kecil dapat ditemukan pada otot jantung, ginjal dan otot
rangka. Pada umumnya nilai tes SGPT/ALT lebih tinggi daripada SGOT/AST pada kerusakan parenkim
hati akut, sedangkan pada proses kronis didapat sebaliknya. Metode pengukuran SGPT terdiri dari
serangkaian reaksi enzimatis dengan menggunakan laktat dehydrogenase sebagai indikatornya.
Perubahan absorbansi pada Panjang gelombang tertentu diukur secara kontinyu yang nantinya akan
berbanding lurus dengan aktivitas SGPT. Reaksi ini terjadi pada pH optimum 7,3-7,8. Adapun prinsip
reaksi dari pemeriksaan SGPT ini adalah sebagai berikut :
ALT
L-alanin + 2-oxaloglutarat L-glutamat + piruvat
LDH
Piruvat + NADH L-laktat + NAD⁺

Aspartate Aminotransferase (AST) atau Serum Glutamic Oxsaloasetic Transminase (SGOT)


merupakan enzim yang tidak hanya terdapat dihati, melainkan terdapat juga pada otot jantung,
otak, ginjal dan otot-otot rangka. Reaksi antara asam aspartate dan asam alfaketoglutamat
membentuk AST. Apabila terjadi kerusakan pada hati, maka enzim ini akan masuk ke sirkulasi darah
sehingga sampel yang digunakan dalam pemeriksaannya dapat berupa serum. Prinsip pemeriksaan
SGOT menggunakan reaksi enzimatis adalah sebagai berikut :
ASAT
L-aspartat + 2-oxaloglutarat L-glutamat + oxaloacetate
MDH
Oxaloacetat + NADH + H⁺ L-malat + NAD⁺
Kadar dan keberadaan kedua enzim tersebut dalam darah dapat dijadikan penanda terjadinya
gangguan fungsi hati. Kerusakan pada hati akan menyebabkan enzim-enzim tersebut lepas ke dalam
aliran darah sehingga kadarnya dalam darah tinggi yang dapat menyebabkan peningkatan resiko
gangguan fungsi hati.

Enzim SGOT dan SGPT menginterpretasikan keutuhan atau integrasi dari sel-sel hati. Adanya
peningkatan enzim-enzim tersebut dapat mencerminkan tingkat kerusakan sel-sel hati. Semakin
tinggi peningkatan kadar enzim SGOT dan SGPT, maka semakin tinggi juga tingkat kerusakan sel-sel
hati yang terjadi.

Normalnya, kadar normal SGOT atau AST pada laki-laki adalah 5-17 U/L, sedangkan pada perempuan
sekitar 5-15 U/L. Tingginya kadar SGOT dalam darah biasanya disebabkan karena terjadinya
hemolisis dan bisa terjadi pada bayi baru lahir. Kenaikan 10-100 kali lipat dari normal bila terjadi
infark yang disebabkan oleh otot jantung, hepatitis yang disebabkan oleh virus, nekrosis yang
disebabkan oleh sel hati yang mengalami keracunan, serta terganggunya sirkulasi darah yang
menyebabkan terjadinya shock atau hipoksemia.

Sedangkan untuk nilai normal SGPT pada laki-laki berkisar pada rentang 5-23 U/L dan pada
perempuan sekitar 5-19 U/L. Peningkatan SGPT dalam darah biasanya terjadi karena hepatitis yang
disebabkan oleh virus, nekrosis sel hati karena keracunan, dan shock atau hipoksemia.

 Nilai Rujukan
- Nilai normal SGPT/ALT = 5-35 U/L
- Nilai normal SGOT/AST = 10-40 U/L
 Interpretasi Data
- Peningkatan kadar SGOT atau SGPT > 20x nilai normal ditemukan pada hepatitis viral
akut, dan nekrosis hati akibat toksisitas obat atau zat kimia.
- Peningkatan 3-10x dari nilai normal ditemukan pada infeksi mononuclear, hepatitis
kronis aktif, obstruksi empedu ekstra hepatic, sindroma reye dan infark miokardium
(SGOT > SGPT).
- Peningkatan 2-3x dari nilai normal ditunjukkan pada keadaan pankreatis, terjadinya
perlemakan hati, serta sirosis Laennec dan sirosis billaris.

D. Prinsip Percobaan

SGOT/AST
ASAT
L - aspartat + 2 – oxoglatarat L – glutamate + taxoloasetat

MDH
Oxoloasetat + NADH + H+ L - lamat + NAD+
SGPT / ALT
ALAT
L - alanin + 2 – oxoglatarat L – glutamate + Pyrupat

LDH
pyrupat + NADH + H+ L - lactat + NAD+

E. Alat dan Bahan


 Alat
1. Spektrofotometer / fotometer
2. Micro pipet (ukuran 10 µl dan 1000 µl )
3. Tabung reaksi
4. Tip kuning dan biru
5. Efendorf / kuvet
6. Sentrifugator
7. Timer
8. Kapas alcohol
9. Tissue
10. Spuit 3 ml

 Bahan
1. Sampel serum / sampel (antikoagulan EDTA)
2. Reagen SGOT/AST
3. Reagen SGPT/ALT
4. Aquadest

F. Prosedur Percobaan

SGOT/AST
Effendorf/Kuvet Blanko Standar Sampel
Serum - - 5 l
Standar - 50 l 50 l
Reagen - 500 l 500 l
Pembuatan monoreagen

R1 4 bagian R2 1 bagian
L – aspartate MDH 2 – Oxoglutamat
NADH

Disiapkan larutan
Dicampur dan Diukur absorban
blanko, standar dan
diinkubasi sampel dan standar
sampel tertera pada
terlebihdahulu dibaca terhadap
tabel
reagen blanko

Diitung
Pada panjang
konsenntrasi/kadar
gelombang 340 nm
SGOT / AST total
dengan faktor 1745
dalam sampel.

SGPT/AST

Effendorf/Kuvet Blanko Standar Sampel


Serum - - 5 l
Standar - 50 l 50 l
Reagen - 500 l 500 l

Pembuatan monoreagen

R1 4 bagian R2 1 bagian
L – alanin LDH 2 – Oxoglutamat
NADH
Disiapkan larutan
Diukur absorban
blanko, standar dan Dicampur dan
sampel dan standar
sampel tertera pada diinkubasi
dibaca terhadap
tabel terlebihdahulu
reagen blanko

Diitung
Pada panjang
konsenntrasi/kadar
gelombang 340 nm
SGPt / ALT total
dengan faktor 1745
dalam sampel.

G. Data dan Perhitungan

PEMERIKSAAN SGOT

A. Hasil Pengamatan
Hasil pemeriksan kadar SGOT pada penderita TB yang menjalani pengobatan OAT
di RSUD Kota Kendari :

Jenis Kelamin
Umur (P=Perempuan/
No Sampel (Tahun) L=Laki-Laki) Tingkat SGOT

1 A1 27 P 25,0

2 A2 54 L 13,0

3 A3 30 L 24,6

4 A4 70 L 47,5

5 A5 45 P 14,4

6 A6 56 P 45,3

7 A7 50 L 59,2
8 A8 50 L 14,1

9 A9 39 P 13,0

10 A10 30 L 13,2

11 A11 24 L 21,1

12 A12 31 P 11,1

13 A13 28 P 15,0

14 A14 23 L 14,1

15 A15 46 L 11,2

SGOT ≤ 37 U/L (Pria)

PEMERIKSAAN SGPT

Hasil pemeriksan kadar SGPT pada penderita TB yang menjalani pengobatan OAT di
RSUD Kota Kendari

Jenis Kelamin
Umur (P=Perempuan
No Sampel (Tahun) / L=Laki-Laki) Tingkat SGPT
1 A1 27 P 26,4
2 A2 54 L 16,3
3 A3 30 L 27,3
4 A4 70 L 50,0
5 A5 45 P 16,7
6 A6 56 P 43,0
7 A7 50 L 60,3
8 A8 50 L 15,7
9 A9 39 P 15,7
10 A10 30 L 14,7
11 A11 24 L 22,7
12 A12 31 P 13,2
13 A13 28 P 16,4
14 A14 23 L 15,3
15 A15 46 L 13,4

SGPT ≤ 37 U/L (pria: L). ≤ 31 U/L (wanita: P)

H. Pembahasan

Kasus TB paru positif di Kota Kendari mengalami peningkatan setiap tahunnya. Menurut
American Association for the Study of Liver Disease (AASLD), parameter untuk
menentukan ada tidaknya kerusakan hati adalah meningkat lebih dari tiga kali batas atas
normal dari enzim hati Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT). Dalam
penelitian ini pemeriksaan SGOT merupakan analisis deskriptif dengan bentuk cross
sectional pada pasien TB paru. Sampelnya adalah semua pasie yang pernah menjalani
pengobatan dengan stadium intensif yang sebelumnya telah didiagnosis TB dengan OAT.

Dalam penelitian ini, peneliti memeriksa sampel darah untuk mengetahui keadaan hati fungsi
pada pasien TB paru yang mengkonsumsi OAT stadium intensif di RSUD Kota Kendari.
Pada tahun 2019 pada periode Februari hingga Maret ditemukan 15 pasien TB pada 1-2
bulan pengobatan OAT. Pada stadium intensif pasien yang didiagnosis TB disarankan untuk
mengkonsumsi OAT setiap hari selama 2 bulan. Peneliti melakukan proses mengeluarkan
darah (pengambilan sampel darah vena) kepada responden yang telah memenuhi kriteria
inklusi di RSUD Kota Kendari kemudian dilakukan pemeriksaan SGOT di laboratorium
RSUD Kota Kendari dengan menggunakan alat analisa kimia klinis.

Pada pasien dari 15 responden yang menderita TB, jumlah responden laki-laki sebanyak 9
orang (60%) sedangkan responden perempuan berjumlah 6 orang (40%). Responden pria
memiliki persentase kadar enzim SGOT tertinggi. Ini karena biotranformasi pada wanita
lebih lambat daripada pria dan asetilator pada wanita lebih lambat. Reaksi asetilator adalah
reaksi pada jalur metabolisme obat. Kejadian efek samping OAT yang lebih tinggi pada pria
juga disebabkan oleh androgen yang dapat meningkatkan kerja enzim mikrosom hati,
sehingga metabolisme obat yang berlangsung dihati lebih cepat.
Hasil pemeriksaan kadar SGOT pada 15 sampel penderita TB paru yang menjalani
pengobatan OAT di RSUD Kota Kendari, 12 sampel (80%) didapatkan kadar SGOT normal,
sedangkan 3 sampel (20%) ada tingkat SGOT abnormal. Penderita TB paru dengan SGOT
abnormal berusia 59 tahun, 56 tahun, dan 70 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa persentase
peningkatan kadar SGOT relatif besar pada penderita TB usia 50+ tahun. Ini sejalan dengan
penelitian Khadek (2007) yang menyatakan bahwa semakin tua usia seseorang maka semakin
tinggi risiko terjadinya hepatoksisitas, karena fungsi hati akan menurun seiring dengan
bertambahnya usia. Ketika mereka yang fungsi livernya menurun karena usia tua harus
memetabolisme OAT dalam jangka waktu yang lama, mereka akan lebih rentan untuk
menderita hepatotoksisitas OAT.

Metabolisme obat di hati terutama terkait dengan obat yang diberikan secara oral. Untuk bisa
melewati membran sel usus, obat harus larut dalam lemak, kemudian dibawa ke hati, di
dalam hati diubah menjadi larut dalam air (lebih polar), lalu diekskresikan dalam urin (jika
molekulnya kecil, yaitu kurang dari 200 mol.wt) atau melalui empedu (jika bera molekul
lebih dari 200 mol.wt). Respon hati terdahap pemberian obat tergantung pada dua faktor
yaitu faktor lingkungan berupa suhu lingkungan yang tinggi yang dapat menyebabkan
pembuluh darah tepi melebar sehingga dapat meningkatkan kapasitas kerja vasodilator, dan
faktor genetik yang menentukan sistem metabolisme tubuh dan resistensi seseorang terhadap
obat-obatan.

Menurut American Association for the Study of Liver Disease (AASLD), parameter untuk
menentukan ada tidaknya kerusakan hati adalah meningkat lebih dari tiga kali batas atas
normal dari Serum Glutamic Pyruvic Kadar transaminase (SGPT).

Dalam penelitian ini, peneliti memeriksa sampel darah untuk mengetahui keadaan hati fungsi
pada pasien TB Paru yang mengkonsumsi OAT stadium intensif di RSUD Kota Kendari.
Pada tahun 2019 pada periode Februari hingga Maret ditemukan 15 pasien TB pada 1-2
bulan pengobatan OAT. Pada stadium intensif pasien yang didiagnosis TB disarankan untuk
mengonsumsi OAT setiap hari selama 2 bulan. Peneliti melakukan proses mengeluarkan
darah (pengambilan sampel darah vena) kepada responden yang telah memenuhi kriteria
inklusi di RSUD Kota Kendari kemudian dilakukan pemeriksaan SGPT di laboratorium
RSUD Kota Kendari dengan menggunakan alat analisa kimia klinis (Tabel).

Pada penelitian dari 15 responden yang menderita TB, jumlah responden laki-laki sebanyak 9
orang (60%) sedangkan responden perempuan berjumlah 6 orang (40%). Esponden pria
memiliki persentase kadar enzim SGPT tertinggi. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Clarasanti (2016), dimana dari 186 data responden laki-laki yang terkumpul
ternyata persentase SGPT tertinggi, yaitu sekitar 60%. Ini karena biotransformasi pada
wanita lebih lambat daripada pria dan asetilator pada wanita lebih lambat. Reaksi asetilator
adalah reaksi pada jalur metabolisme obat. Kejadian efek samping OAT yang lebih tinggi
pada pria juga disebabkan oleh androgen yang dapat meningkatkan kerja enzim mikrosom
hati, sehingga metabolisme obat yang berlangsung di hati lebih cepat.

Hasil pemeriksaan kadar SGPT pada 15 sampel penderita TB Paru yang menjalani
pengobatan OAT di RSUD Kota Kendari, 12 sampel (80%) didapatkan kadar SGPT normal.
Penderita TB Paru dengan SGPT abnormal masing-masing berusia 50 tahun, 56 tahun, dan
70 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa persentase peningkatan kadar SGPT relatif besar pada
penderita TB usia 50+ tahun. Ini sejalan dengan penelitian Khadak (2007) yang menyatakan
bahwa semakin tua usia seseorang maka semakin tinggi risiko terjadinya hepatoksisitas,
karena fungsi hati akan menurun seiring dengan bertambahnya usia. Dalam penelitian
Toastman (2010) menyatakan bahwa hepatoksisitas pada pasien TB paru dipengaruhi oleh
peningkatan usia akibat penurunan klirens obat yang dimetabolisme oleh enzim CYP450 dan
juga perubahan aliran darah di hati dan perubahan ukuran hati dengan bertambahnya usia.
Ketika mereka yang fungsi livernya menurun karena usia tua harus memetabolisme OAT
dalam jangka waktu yang lama, mereka akan lebih rentan untuk menderita hepatotoksisitas
OAT.

Metabolisme obat di hati terutama terkait dengan obat yang diberikan secara oral. Untuk bisa
melewati membran sel usus, obat harus larut dalam lemak, kemudian dibawa ke hati, di
dalam hati diubah menjadi larut dalam air (lebih polar), lalu diekskresikan dalam urin (jika
molekulnya kecil, yaitu kurang dari 200 mol.wt) atau melalui empedu (jika berat molekul
lebih dari 200 mol.wt). Respon hati terhadap pemberian obat tergantung pada dua faktor
yaitu faktor lingkungan berupa suhu lingkungan yang tinggi yang dapat menyebabkan
pembuluh darah tepi melebar sehingga dapat meningkatkan kapasitas kerja vasodilator, dan
faktor genetik yang menentukan sistem metabolisme tubuh dan resistensi seseorang terhadap
obat-obatan.

Hepatotoksisitas merupakan komplikasi potensial yang hampir selalu muncul dalam


pengobatan. Ini karena hati berfungsi sebagai pusat disposisi metabolisme obat-obatan semu
dan zat asing di dalam tubuh. Pada hepatosit, obat diubah menjadi lebih hidrofilik, sehingga
bisa larut dan bisa dikeluarkan ke dalam urin atau empedu. Lesi hati yang disebabkan oleh
obat anti tuberkulosis merupakan reaksi hepatoseluler yang mempunyai efek langsung yaitu
produksi enzim-kompleks obat. Kompleks ini kemudian akan menyebabkan disfungsi sel,
disfungsi membran, dan respon sitotoksik sel T.

I. Kesimpulan

Obat Anti Tuberkulosis (Obat Anti Tuberkulosis / OAT), mengandung isoniazid, rifampisin,
dan pirazinamid, dan dapat menyebabkan kerusakan parah pada fungsi hati. Kerusakan yang
ditimbulkan akan meningkatkan kadar transaminase darah yaitu SGPT yang merupakan
penanda untuk mendeteksi kerusakan hati. Dalam penelitian ini, peningkatan kadar SGPT
akibat obat Anti Tuberculosis (OAT) tidak terjadi pada semua pasien dan hanya diminati 3
orang, tetapi secara kualitatif efek pemberian OAT secara signifikan meningkatkan kadar
SGPT. Oleh karena itu, pemantauan fisiologi hati tetap dianjurkan, terutama untuk pasien
usia lanjut.

J. Evaluasi
SGOT/AST
1. Pengertian SGOT/AST ?
2. Jelaskan patofisiologi peningkatan kadar SGOT/AST dalam darah ?
3. Prinsip pengujian kadar SGOT/AST dan interpretasi hasil ?
Jawab

1. Enzim mitokondria yang berfungsi mengkatalisis pemindahan bolak-balik gugus amino


dari asam aspartate ke asam - oksaloasetat membentuk asam glutamate dan
oksaloasetat.
2. Enzim SGOT dan SGPT mencerminkan keutuhan atau integrase sel-sel hati. Adanya
peningkatan enzim dihati tersebut dapat mencerminkan tingkat kerusakan sel-sel hati.
Makin tinggi peningkatan kadar enzim SGOT dan SGPT , semakin tinggi tingkat
kerusakan sel-sel hati. Kerusakan membrane sel menyebabkan enzim glutamate
oksaloasetat transaminase (OGT) keluar dari sitoplasma sel yang rusak, dan jumlahnya
meningkat didalam darah. Sehingga, dapat dijadikan indicator kerusakan hati.
3. L-aspartat + 2-oxoglutarat ASAT L-glutamat + Oxaloasetat
Oxaloasetat + NADH + H+ MDH L-malat + NAD+
Interpretasi Hasil
Perempuan < 31 U/L
Laki-laki <35 U/L

SGPT/ALT

1. Pengertian SGPT/ALT ?
2. Jelaskan patofisiologi peningkatan kadar SGPT/ALT dalam darah ?
3. Prisip peningkatan kadar SGPT/ALT dan Interpretasi hasil ?
Jawab

1. SGPT (serum glutamic pyruvic transaminase ) atau ALT (Allanin aminotransferase )


merupakan salah satu enzim didalam tubuh manusia. Enzim ini paling banyak ditemukan
didalam organ hati. Namun, SGPT juga terdapat beberapa organ lain, meski dalam
jumlah yang kecil.
2. Didalam tubuh yang normal atau sehat, biasanya SGPT banyak terdapat didalam sel-sel
hati. Namun, ketika organ tersebut mengalami kerusakan, enzim ini akan keluar dari sel
dan kemudian masuk kedalam pembuluh darah. Kondisi inilah yang menyebabkan
meningkatnya SGPT didalam tubuh.
3. ALT mengkatalisis transminasi dari L-alanin dan -ketoglutarat membentuk L-glutamat
dan pyruvate. Pyruvate yang terbentuk direduksi menjadi laktat oleh enzyme laktat
dehydrogenase (LDH) dan nicotinamide adenine dinucleotide (NADH) teroksidasi
menjadi NAD.
K. Referensi

Ariffriana, D T. 2016. Kimia Klinik. Jakarta : EGC

Fauziyah Rofif. 2019. Pemeriksaan Kadar Glutamat Piruvat Tranasminase. Bandung :


Fakultas MIPA UNISBA

Kurniawan, F B. 2014. Kimia Klinik Praktikum Analisis Kesehatan. Jakarta : EGC

Novelia, Marlia; Mulyadi Mulyadi; Enny, Nugraheni. 2016. Hubungan antara Pemeriksaan
Antibodi Dengue IgG dengan Uji Fungsi Hati (SGOT dan SGPT) pada Pasien Demam Berdarah Dengue
(DBD) di RSUD dr. M. Yunus bengkulu Bulan Desember 2015 - Januari 2016. Jurnal Kedokteran
Raflesia. Vol 2 No 2 : 1 – 8

Sri Anggarini Rasyid, Armayani, Yuniati, Tiara Mayang Pratiwi Lio. Analysis of serum
glutamic pyruvic transaminase and serum glutamic oxaloacetic transaminase levels in
tuberculosis patients who are undergoing oat treatment in Kendari City General Hospital,
Kota Kendari, Indonesia. Infectious Disease Reports 2020; volume 12

Sulastri. Perbandingan Aktivitas Enzim SGOT dan SGPT terhadap Sampel Serum dan Plasma EDTA. 1-
8

Widarti., Nurqaidah. 2019. Analisis Kadar Serum Glutamic Piruvic Transminase (SGPT dan
Serum Glutamic Oxaloacetic Transminase (SGOT) Pada Petani yang Menggunakan
Pestisida. Makassar : Jurnal Media Analis Kesehatan

Anda mungkin juga menyukai