Disusun oleh:
Kelompok 5 D4-3A
1. AsrulYudhaFadhiila (P17334119406)
2. Desy Lianti (P17334119409)
3. Farah Salvia Maharani (P17334119411)
4. Lutviah Putri Oktaviani (P17334119424)
5. Vira Dwi Aliifah (P17334119440)
Dasar Teori Hati adalah organ penting, dan kelenjar terbesar pada tubuh
manusia. Hati memiliki berat sekitar 1,5 kg atau 2% berat badan
orang dewasa normal. Hati terletak dalam rongga perut dibawah
diafragma. Hati penting dalam tubuh karena memiliki beberapa
fungsi yaitu pengolahan metabolik, detoksifikasi zat sisa, sintesis
protein plasma, tempat penyimpanan, pengaktifan vitamin D,
pengeluaran bakteri dan sel darah merah, ekskresi kolesterol, dan
penghasil empedu. Pada biokimiawi hati peningkatan Aspartate
Aminotransferase (AST) atau Serum Glutamic Oxaloacetic
Transaminase (SGOT), dan Alanine Aminotransferase (ALT)
atau Serum Glutamic Pyruvic Transaminase prevalensinya
meningkat menjadi 62,84% dan selanjutnya menjadi 75,1% dari
2005-2008. (Aldrin, 2015)
SGOT (Serum Glutamik Oksaloasetik Transaminase) adalah
enzim transaminase sering juga disebut AST (Aspartat Amino
Transferase) katalisator perubahan dari asam amino menjadi
asam alfa ketoglutarat. Enzim ini berada pada serum dan jaringan
terutama dan hati dan jantung. Pelepasan enzim yang tinggi ke
dalam serum menunjukkan adanya kerusakan utama pada
jaringan jantung dan hati. Pada penderita infark jantung, SGOT
akan meningkat setelah 12 jam dan mencapai puncak setelah 24-
36 jam kemudian, dan akan kembali normal pada hari ke tiga
sampai hari ke lima. (Sutedjo, AY. SKM, 2008)
Enzim-enzim yang mengatalisis pemindahan reversible satu
gugus amino antara suatu asam amino dan suatu asam alfa-keto
disebut aminotransferase, atau transaminase oleh tata nama lama
yang masih popular. Dua aminotransferase yang paling sering
diukur adalah alanine aminotransferase (ALT), yang dahulu
disebut “glutamate-piruvat transaminase” (GPT), dan aspartate
aminotransferase (AST), yang dahulu disebut “glutamate-
oxaloacetate transaminase” (GOT). Baik ALT maupun AST
memerlukan piridoksal fosfat (Vitamin B6) sebagai kofaktor. Zat
ini sering ditambahkan ke reagen pemeriksaan untuk
meningkatkan pengukuran enzim-enzim ini seandainya terjadi
defisiensi Vitamin B6 (misal, hemodialysis, malnutrisi). (Reza A,
Banundari Rachmawati, 2017)
Aminotransferase tersebar luas di tubuh, tetapi terutama
banyak dijumpai di hati, karena peran penting organ ini dalam
sintesis protein dan dalam menyalurkan asam-asam amino ke
jalur-jalur biokimiawi lain. Hepatosit pada dasarnyaa adalah satu-
satunya sel dengan konsentrasi ALT yang tinggi, sedangkan
ginjal, jantung, dan otot rangka mengandung kadar sedang. ALT
dalam jumlah yang lebih sedikit dijumpai di pancreas, paru, lima,
dan eritrosit. Dengan demikian, ALT serum memiliki spesifitas
yang relative tinggi untuk kerusakan hati. Sejumlah besar AST
terdapat di hati, miokardium, dan otot rangka; eritrosit juga
memiliki AST dalam jumlah sedang. Hepatosit mengandung AST
tiga sampai empat kali lebih banyak daripada ALT.
Aminotransferase merupakan indikator yang baik untuk
kerusakan hati apabila keduanya meningkat. Cedera akut pada
hati, seperti karena hepatitis, dapat menyebabkan peningkatan
baik AST maupun ALT menjadi ribuan IU/Liter. Pengukuran
aminotransferase setiap minggu mungkin sangat bermanfaat
untuk memantau perkembangan dan pemulihan hepatitis atau
cedera hati lain. (Reza A, Banundari Rachmawati, 2017)
Alat dan Bahan Alat :
1. Fotometer
2. Mikropipet
3. Tabung khan
4. Tip (kuning dan biru)
5. Tissue
Bahan :
AST
1. Sampel
- Serum tidakhemolisis
- Plasma tidakdengan heparin
- Stabil 24 jam (suhuruang), 7 hari (2-8°C), 1 tahun (-
20°C), dan 7 hari (suhuruang + pyridoxal phosphate (0,1
nM)
2. Reagen AST/SGOT (R1 buffer enzim& R2 koenzim)
ALT
1. Serum (serum/plasma)
2. Reagen ALT/SGT (R1 buffer enzim& R2 koenzim)
Cara Kerja a) AST
StabilitasPenyimpanan
1. Disimpanjauhdaricahaya, tertutuprapatdalambotolaslinya
pada suhu 2-8ᵒC.
2. Untukreagen yang
belumdibukadapatstabilsampaitanggalkadaluwarsa yang
tertera pada kit.
3. Untukreagen yang telahdilarutkan, reagenkerja (Vial R1)
stabilselama 60 haribilabebasdarikontaminasi.
4. Buang reagenjikakeruh.
PenangananSpesimen
1. Serum yang digunakantidakbolehmengalamihemolisis.
2. Jangangunakan plasma heparin.
3. AST stabildalam serum atau plasma untuk :
- 24 jam pada suhukamar
- 28 hari pada 2-8°C
- 1 tahun pada -20°C
Dapatmenambahkanpridoksalfosfat (0,1 nM)
meningkatstabilitas pada suhukamarhingga 7 hari.
Cara Kerja
1. Lakukan setting alat
- Panjang gelombang 340 nm
- Suhu 37°C
2. Diamkanspesimen dan reagen pada suhukamar.
3. Pipetsampel dan reagen, sebagaiberikut:
Automated Manual procedure
analyzer
Reagen 1 200 µl 1000 µl
Reagen 2 20 µl 100 µl
Mix, wait for 15 sec then add:
Specimen 25 µl 100 µl
4. Homogenkanlarutan.
5. Catatabsorbansiawalsetelah1 meni pada 340 nm,
kemudianbacaabsorbannya 3 kali setiapmenitselama3 menit.
6. Hitungperubahanabsorban per menit.
b) ALT
StabilitasPenyimpanan
1. Reagen yang belumdipakaistabilsampaitanggalkadaluwarsa
yang tertera pada label kit.
2. Setelah dilarutkanreagenkerja (vial R1) stabilselama 60
harisaatbebasdarikontaminasi.
3. Buang reagenjikakeruhataujikaabsorbansidiukur pada 340
nm adalah < 1.000.
4. Jangangunakanreagenkerjasetelahtanggalkedaluwarsa yang
tertera pada label kit.
PenangananSpesimen
1. Serum yang tidak mengalami hemolisis.
2. Jangan gunakan plasma heparin.
3. ALT stabil dalam serum atau plasma untuk:
- 24 jam pada suhu kamar.
- 7 hari pada 2-8°C.
CaraKerja
1. Diamkanreagen dan specimen pada suhukamar.
2. Pipetreagendalamkuvet thermostat sebagaiberikut:
Reagen 1 mL 3.
Inkubasi pada suhu 37°C.
Spesimen 100 µL
4. Homogenkan.
5. Catatabsorbansiawalsetelah 1 menit pada λ 340 nm.
6. Catatkembaliabsorbansinyasetiapmenitselama 3 menit.
7. Hitungperubahanabsorbansi per menit.
Pembacaan/Interpretasi
Hasil Nilai normal SGPT/ALT 5-35 U/L (Evelyn 2013, h. 479)
Nilai normal SGOT/AST 10-40 U/L (Kurniawan 2014, h. 76)
Nilai rujukan (Ariffriana 2016, h. 132) :
Pria: <50 U/L
Wanita: <35 U/L
DosenPembimbing Praktikan