Anda di halaman 1dari 11

Penerapan Inovasi Teknologi Pertanian dan Hubungan Pangan Petani Lebak

Banten
Application of Agricultural Technology Innovations and Food Relationships of Lebak Farmers
in Lebak Banten

Brebeuf Pander Calvin Sinurat, Emir Farhansyah, Nisa Luthfiah, Putri Sabina Anastasya, Rahmi
Nauroh, Ridha Puteri Athaya, Teti Herawati, Upi Lukmansyah, Rida Oktorida Khastini

athayaridhaaptr12@gmail.com

Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa, Serang

Abstrak
Inovasi dalam praktek penerapan pertanian berperan dalam peningkatan dalam usaha produk tani, sehingga
berkesempatan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup petani, yang salah satunya terwujud dari meningkatnya
ketahanan pangan dalam kehidupan petani. Penelitian ini mempunyai tujuan yaitu mengindentifikasi dan mengulas
apa saja inovasi teknologi pertanian yang telah diterapkan di lokasi studi yaitu di daerah Lebak Provinsi Banten, dan
menganalisis hubungan dengan kondisi ketahanan pangan pada rumah tangga petani di Lebak. Metode penelitian
berupa survey…... Data dianalisis dengan uji………... Hasil penelitian menunjukkan bahwa ……………………
Penerapan teknologi ini memiliki sisi positif dengan kondisi ketahanan pangan rumah tangga petani, yaitu dengan
adanya para petani yang menerapkan inovasi teknologi yang memiliki tingkat ketahanan pangan yang lebih baik.

Kata kunci: Inovasi teknologi Pertanian, Ketahanan pangan, Lebak provinsi Banten, Penelitian, Petani

Abstract

Innovation in agricultural application practices plays a role in increasing agricultural product


business, so that it has the opportunity to improve the welfare of farmers, one of which is
manifested by increasing food security in the life of farmers. This study aims to identify and
review agricultural technology innovations that have been applied in the study location, namely
in the Lebak area, Banten Province, and to analyze the relationship with food security conditions
in farmer households in Lebak. The research method was in the form of a survey…… The data
were analyzed by testing ………… The results showed that …………………… The application of
this technology has a positive side to the condition of farmer household food security, namely the
existence of farmers who implementing technological innovations that have a better level of food
security

Key Word : Innovation in agricultural, business, farmers, agricultural technology.


PENDAHULUAN BPS menunjukkan bahwa selama semester I
2011 (Januari-Juni), Indonesia telah
Inovasi teknologi pertanian berperan mengimpor bahan pangan mentah maupun
penting dalam meningkatkan produktivitas olahan senilai 5,36 milliar dollar AS dengan
pertanian, ,mengingat bahwa peningkatan volume impor mencapai 11,33 ton, pada
produksi melalui perluasan lahan tahun 2013 meningkat mencapai 15,4 ton
(ekstensifikasi) sulit di diterapkan di atau setara dengan US$ 7,73 milliar.
Indonesia, di tengah tengah konversi lahan Indonesia mengimpor sedikitnya 28
pertanian produktif ke non pertanian komoditi pangan mulai dari beras, jagung,
semakin meluas. Menurut data Badan Pusat kedelai, gandum, terigu, gula pasir, gula
Statistik (BPS) dalam kurun waktu 1983- tebu, daging sapi, daging ayam, sampai
1993 telah terjadi alih fungsi 935.000 hektar singkong.
yang terdiri atas 425.000 hektar berupa
lahan sawah dan 510.000 lainnya bukan Inovasi teknologi pertanian berperan
sawah atau rata rata pertahun sekitar 40.000 penting dalam meningkatkan produktivitas
hektar. Untuk tahun 1993-2003 di
pertanian, ,mengingat bahwa peningkatan
perkirakan konversi lahan mencapai dua kali
lipat dari tahun 1983-1993, yaitu 80.000 produksi melalui perluasan lahan
hingga 100.000 hektar per tahun. Wilayah (ekstensifikasi) sulit di diterapkan di
konversi lahan terbesar terjadi di pulau jawa
Indonesia, di tengah tengah konversi lahan
sebesar 54% dan sumatera 38%. Perubahan
konversi lahan terbesar adalah menjadi pertanian produktif ke non pertanian
lahan perkampungan/lahan pemukiman (69 semakin meluas. Menurut data Badan Pusat
persen) dan kawasan industri (20 persen).
Statistik (BPS) dalam kurun waktu 1983-
Petani sebagai ujung tombak 1993 telah terjadi alih fungsi 935.000 hektar
pembangunan berperan sangat penting
yang terdiri atas 425.000 hektar berupa
dalam meningkatkan prokduktivitas hasil
pertanian, mengingat bahwa petani sebagai lahan sawah dan 510.000 lainnya bukan
pelaku utama pertanian. Inovasi teknologi sawah atau rata rata pertahun sekitar 40.000
pertanian tidak aka nada manfaatnya, jika hektar. Untuk tahun 1993-2003 di
petani tidak menggunakan nya. Oleh karena
itu, pengadopsian inovasi teknologi ini oleh perkirakan konversi lahan mencapai dua kali
petani penting guna meningkatkan lipat dari tahun 1983-1993, yaitu 80.000
produktivitas usaha tani. Secara makro hingga 100.000 hektar per tahun. Wilayah
pemerintah berkepentingan untuk
konversi lahan terbesar terjadi di pulau jawa
meningkatkan produksi pertanian, karena
selama ini kebutuhan pangan seluruh sebesar 54% dan sumatera 38%. Perubahan
masyarakat Indonesia masi menggantungkan konversi lahan terbesar adalah menjadi
dari impor. Bahkan nilai impor pangan dari
tahun ke tahun semakin meningkat. Data
lahan perkampungan/lahan pemukiman (69 Pada tataran mikro, yaitu rumah tangga
persen) dan kawasan industri (20 persen). petani, penggunaan teknologi pertanian yang
inovatif diperlukan untuk meningkatkan
Petani sebagai ujung tombak
hasil panen petani. Dengan demikian
pembangunan berperan sangat penting
pendapatan petani meningkat dan kondisi
dalam meningkatkan prokduktivitas hasil
ketahanan pangan rumah tangganya semakin
pertanian, mengingat bahwa petani sebagai
kuat. Hasil penelitian Amirian et al. (2008)
pelaku utama pertanian. Inovasi teknologi
dan suhardianto (2007) menunjukan
pertanian tidak aka nada manfaatnya, jika
pendapatan dan produktivitas pertanian
petani tidak menggunakan nya. Oleh karena
berhubungan positif signifikan dengan
itu, pengadopsian inovasi teknologi ini oleh
ketahanan pangan rumah tangga petani.
petani penting guna meningkatkan
Namun demikian tidak semua petani mau
produktivitas usaha tani. Secara makro
dan mampu dalam menggunakan inovasi
pemerintah berkepentingan untuk
teknologi, meskipun inovasi ini telah
meningkatkan produksi pertanian, karena
diprogramkan dalam kegiatan-kegiatan di
selama ini kebutuhan pangan seluruh
lingkup kementerian pertanian. Beberapa
masyarakat Indonesia masi menggantungkan
hasil penelitian menunjukkan bahwa inovasi
dari impor. Bahkan nilai impor pangan dari
teknologi yang telah diintroduksikan kepada
tahun ke tahun semakin meningkat. Data
masyarakat petani beberapa diantaranya
BPS menunjukkan bahwa selama semester I
tidak diadopsi lebih lanjut oleh petani
2011 (Januari-Juni), Indonesia telah
misalnya pada pengendalian hama terpadu
mengimpor bahan pangan mentah maupun
(Nilasari et al., 2016) yang diantaranya
olahan senilai 5,36 milliar dollar AS dengan
disebabkan oleh tingkat kerumitan dan
volume impor mencapai 11,33 ton, pada
kurang menguntungkan hasil dari inovasi
tahun 2013 meningkat mencapai 15,4 ton
tersebut. Sebagaimana yang dinyatakan oleh
atau setara dengan US$ 7,73 milliar.
Rogers (2003) bahwa sifat-sifat inovasi akan
Indonesia mengimpor sedikitnya 28
menentukan petani untuk mengadopsi atau
komoditi pangan mulai dari beras, jagung,
tidak suatu inovasi, yaitu dari sifat
kedelai, gandum, terigu, gula pasir, gula
keuntungan relatif, keseuaian, kerumitan,
tebu, daging sapi, daging ayam, sampai
kemudahan dicoba, dan dapat dibedakan
singkong.
dengan yang lama.
Keuntungan relatif (relative Guna mengetahui jenis-jenis inovasi
advantages) adalah tingkatan ketika suatu teknologi apa saja yang telah diterapkan
ide baru dianggap suatu yang lebih baik oleh petani di lokasi studi dan sejauh mana
daripada ide-ide yang ada sebelumnya. intensitasnya dalam menggunakan inovasi
Tingkat keuntungan relatif seringkali tersebut, serta hubungannya dengan kondisi
dinyatakan dengan atau dalam bentuk ketahanan pangan rumah tangga, maka
keuntungan ekonomis. Kesesuaian inovasi dilakukan penelitian ini. Dengan demikian
(compatibility) adalah kesesuaian dengan tujuan penelitian ini adalah untuk (1)
tata nilai maupun pengalaman yang ada, mengidentifikasi jenis-jenis inovasi
pengalaman masa lalu dan kebutuhan teknologi pertanian yang telah dikenal oleh
penerima. Ide yang tidak kompatibel dengan masyarakat petani dan mengukur
ciri-ciri sistem sosial yang menonjol akan intensitasnya, dan (2) menganalisis
tidak diadopsi secepat ide yang kompatibel. hubungan antara adopsi inovasi teknologi
Kompabilitas memberi jaminan lebih besar pertanian dengan tingkat ketahanan rumah
dan resiko lebih kecil bagi penerima dan tangga petani.
membuat ide baru itu lebih berarti bagi
METODOLOGI PENELITIAN
penerima. Kerumitan (complexity) adalah
tingkat ketika suatu inovasi dianggap relatif Pada penelitian kali ini kami melakukan
penelitian berupa study literature dari
sulit untuk dimengerti dan digunakan. Suatu beberapa jurnal. Yang kami lakukan
ide baru mungkin dapat digolongkan pertama adalah mengumpulkan beberapa
kedalam kontinum "rumit-sederhana". data berupa jurnal, lalu membacanya dan
membuat rewiev dari hasil bacaan kami.
Kerumitan teknologi menurut pengamatan
anggota sistem sosial, berhubungan negatif Selain study literature kami juga melakukan
metode analisis data dari beberapa jurnal
dengan kecepatan adopsinya. Ini berarti
yang ada lalu mengaitkannya dengan
makin rumit suatu inovasi bagi seseorang, kondisi yang berada di wilayah Banten.
maka akan makin lambat pengadopsiannya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kemudahan untuk diuji coba (observability)
Upaya untuk mempertahankan ketersediaan
adalah tingkat ketika hasil-hasil suatu pangan salah satunya adalah
inovasi dapat dilihat oleh orang lain. Hasil mempertahankan luas areal yang bisa
ditanami tanaman padi dan tanaman pangan
inovasi-inovasi tertentu mudah dilihat dan lainnya. Merujuk Wahyunto, Dkk. (2006),
dikomunikasikan kepada oranglain. dengan menghitung luas areal tanaman padi
yang dimonitor melalui pemanfaatan Citra
satelit, dapat diestimasi produksi padi yang wilayah Kabupaten Lebak, terdapat 208 desa
akan dipanen di suatu wilayah dengan baik. (69%) termasuk kerentanan pangan dalam
Lebih lanjut dijelaskan oleh Dirgahayu kategori sangat tinggi.Sebanyak 58 desa
(2005), bahwa pemantauan pertumbuhan (19%) termasuk kategori tinggi. Sedang desa
tanaman padi melalui citra MODIS dengan kategori rendah dan sedang,
dilakukan berdasarkan prediksi tingkat jumlahnya sama, yakni 18 desa (6%),
kehijauan tanaman (vegetation index) yang wilayah desa yang termasuk dalam
diturunkan melalui analisis citra satelit kategori“sangat tinggi” dan “tinggi” tersebar
MODIS. Klasifikasi berdasarkan hasil merata di seluruh wilayah kabupaten Lebak.
perhitungan data tahun 2010 (BPS Sedangkan desa dengan kerentanan pangan
Kabupaten Lebak, 2010), dari 302 desa di “rendah” dan “sedang”,berada di wilayah
Kabupaten Lebak sebagian besar didominasi bagian selatan. Pola sebaran kerentanan
oleh desa dalam kategori ketersediaan pangan Kabupaten Lebak, didasarkan pada
pangan „tinggi” (66%), dimana hampir teori penyebaran yang dikemukakan oleh
sebagian besar desa di Kabupaten Lebak Haggett (1968), termasuk pola sebaran
dapat mencukupi kebutuhan pangannya kluster.
sendiri. Sedangkan desa yang termasuk
dalam kategori ketersediaan pangan a. Ketahanan Pangan
”sedang” ada sebanyak 99 desa (33%) dan
kategori “rendah” sebanyak 4 desa (1,33%). Meskipun produksi pangan tersedia, namun
Sebagian besar wilayah di Kabupaten Lebak karena keterbatasan akses untuk
merupakan swasembada dalam produksi mendapatkan Pangan oleh sebagian besar
padi sawah. Sehingga dapat disimpulkan penduduk desa yang ada di Kabupaten
bahwa peta sebaran ketersediaan pangan Lebak, maka desa ini termasuk dalam
yang dihasilkan dalam penelitian ini tidak kategori desa dengan penduduk miskin
jauh berbeda dengan peta rasio konsumsi “sedang”. Ketahanan pangan desa-
normatif per kapita dari World Food desa di Kabupaten Lebak sebanyak 158 desa
Programme (WFP, 2009). Berdasarkan (56%) termasuk dalam kategori ketahanan
persebaran ketersediaan pangan di pangan sedang, desa dengan jumlah
Kabupaten Lebak. Pada desa yang termasuk penduduk miskin “banyak” relatif sama
dalam kategori “sedang” dan “tinggi” dengan desa
tersebar di seluruh wilayah. Sedangkan desa dengan tingkat ketahanan pangan “rendah”.
yang termasuk ketersediaan pangan Demikian halnya juga dengan jumlah desa
”rendah” berada pada Kecamatan tingkat kemiskinan penduduknya tergolong
Banjarsari. Dengan mengacu pada teori sedang (63%) relatif sama dengan jumlah
penyebaran yang dikemukakan oleh Haggett desa dengan tingkat ketahanan pangan yang
(1968), maka dapat disimpulkan bahwa pola juga sedang (56%). Kondisi ini sesuai
sebaran ketersediaan pangan di Kabupaten dengan hasil penelitian Faharuddin dan
Lebak adalah pola sebaran acak. Mulyana (2012), bahwa kemiskinan secara
tidak langsung merupakan indikasi
a. Kerentangan Pangan lemahnya ketersediaan pangan di tingkat
rumah tangga baik karena pendapatan
Berdasarkan data jumlah penduduk dan rendah atau karena tidak meratanya
ketersediaan produksi pangan, dihasilkan distribusi makanan yang membuat mereka
data kerentanan pangan. Hasil analisis, rawan pangan.
menunjukkan desa-desa yang berada di
Kemiskinan menyebabkan rendahnya daya
beli masyarakat. Rendahnya daya beli 1. Konsumsi dan ketahanan pangan
masyarakat ini menyebabkan kebanyakan rumah tangga
keluarga miskin di Kabupaten Lebak tidak
mampu memenuhi kebutuhan pangannya Rata-rata tingkat kecukupan energy (TKE)
termasuk kebutuhan gizi bagi balitanya. rumah tangga sudah baik yaitu 141.08 ±
Sedangkan pada tingkat mikro, hubungan 99.163%, demikian pula untuk rata-rata
status rumah tangga menunjukkan bahwa tingkat kecupukan protein (TKP) 104.42 ±
rumah tangga miskin dan rumah tangga 65.859 %. Bila TKE dan TKP
tidak miskin tidak memiliki perbedaan yang dikelompokkan ke dalam deficit berat,
jelas dalam kondisi ketahanan pangan deficit sedang, defisit ringan, dan baik, maka
(Faharuddin dan Mulyana, 2012). Ketahanan terlihat dari Tabel 1 bahwa sebagian besar
pangan rumah tangga disamping contoh (62.4%) dan (52.5%) mempunyai
dipengaruhi oleh kondisi ekonomi (akses TKE dan TKP dalam kategori baik (≥90%),
ekonomi terhadap pangan) juga dipengaruhi namun demikian ada 25.7% dan 35.6%
oleh faktor lain seperti ketersediaan dan contoh dengan TKE dan TKP dalam kondisi
distribusi pangan. Oleh karena itu, perbaikan defisit berat (<70%)Tabel 2. Sebaran
kondisi ekonomi secara umum tidak Contoh menurut Status Ketahanan Pangan.
menjamin peningkatan kondisi keamanan
makanan jika tidak disertai dengan pasokan 2.Akses Pangan Rumah tangga
dan distribusi pangan yang tidak merata di
seluruh wilayah. Akses pangan tingkat rumah tangga ialah
kemampuan suatu rumah tangga untuk
memperoleh pangan yang cukup secara
Tabel 1.1 Jumlah desa berdasarkan indeks terusmenerus melalui berbagai cara, seperti
penduduk miskin, kerentanan pangan dan produksi pangan rumah tangga, persediaan
ketahanan pangan . pangan rumah tangga, jual-beli, tukar-
menukar/ barter, pinjam-meminjam, dan
pemberian, atau bantuan pangan (WFP,
2005). Akses pangan merupakan salah satu sosial, seperti bantuan/dukungan sosial dari
dimensi dari 3 di- mensi ketahanan pangan, keluarga/kerabat, tetangga, serta teman.
selain katersediaan pangan dan penyerapan
pangan, dan dikategorikan 6.Umur Kepala Rumah tangga (KRT) dan
menjadi akses fisik, akses ekonomi dan IbuRumah tangga (IRT).
sosial (Deptan, 2007).
Umur kepala rumah tangga berkisar antara
3.Akses Fisik 26-85 tahun, dan rataan 46.44 ± 11.87,
dengan proporsi terbesar (57.4%) ada pada
Akses fisik akan menentukan apakah kelompok dewasa madya (40-59 tahun),
sumber pangan yang dikonsumsi akan dapat menyusul 26.7% dalam kategori umur
ditemui dan mudah diperoleh. Kemudahan dewasa awal dan 15.8% lansia. Hampir
dalam memperoleh pangan ditunjang oleh sama dengan umur KRT, umur IRT berkisar
tersedianya sarana fisik yang cukup dalam antara 20-75 tahun, dan rataan 40.78 ±
memperoleh pangan diantaranya adalah 10.643, dengan proporsi terbesar (47.5%)
kepemilikan lahan. pada kelompok umur dewasa madya (40–59
tahun).
4.Kepemilikan Lahan
7.Pendidikan KRT dan IRT
Luas lahan yang dimiliki contoh
berkisarantara 0 – 20 000 m2 dengan rataan Berdasarkan lama sekolah formal yang
3 471.49 ± 4 846.33 m2. (Tabel 3). Baik di ditempuh, lama sekolah KRT berkisar antara
Desa Pasindangan maupun Banjarsari luas 0- 12 tahun, dengan rataan 5.05 ± 3.001,
lahan yang dimiliki contoh berkisar antara 0 atau sebagian besar (73.3%) berpendidikan
– 20 000 m2, namun rata-rata luas lahan SD. Lama sekolah IRT berkisar antara 0-16
yang dimiliki di Desa Pasindangan lebih tahun dengan rataan 4.35 ± 3.119. Baik di
luas yaitu 4 592 ± 4 755 956 m2 dibanding desa Pasindangan maupun di Banjarsari
di Desa Banjarsari 2 372.94 ± 4 724.47 m2. sebagian besar 66.0% dan 72.5% IRT
Bila luas lahan yang dimiliki berpendidikan SD. Bila dihubungkan
dikelompokkan menjadi: tidak punya lahan pendidikan KRT dan IRT dengan ketahanan
(0 m2), <5 ribu m2, 5 – 10 ribu m2 dan >10 pangan rumah tangga, maka terlihat dari
ribu m2, maka proporsi terbesar 36.6% Sebagian besar pendidikan KRT maupun
contoh dalam kondisi tidak mempunyai IRT hanya sampai SD dan tamat SD baik
lahan, menyusul 32.7% memiliki lahan < 5 pada kategori rumah tangga rawan pangan
ribu m2, 20.8% mempunyai lahan antara 5 berat, sedang, maupun ringan dan tahan
000-10 000 m2 dan hanya 9.9% contoh yang pangan. Berdasarkan analisis korelasi
memiliki lahan > 10 ribu m2 Spearman menunjukkan bahwa tidak
5.Akses Sosial terdapat hubungan yang signifikan (r=-
0.040, p>0.05) antara pendidikan KRT
Akses sosial rumah tangga terhadap pangan dengan ketahanan pangan rumah tangga.
merupakan suatu akses/cara untuk Begitu pun untuk pendidikan IRT, tidak
mendapatkan pangan yang dibutuhkan terdapat hubungan yang signifikan (r=0.027,
dalam pemenuhan kebutuhan pangannya p>0.05) antara pendidikan IRT dengan
melalui sumber daya sosial (umur, ketahanan pangan rumah tangga.
pendidikan, jumlah anggota rumah tangga,
pengetahuan gizi) dan berbagai dukungan
8.Jumlah Anggota Rumah tangga memiliki dukungan sosial yang rendah, dan
sisanya 20.8
Berdasarkan pengelompokan jumlah persen contoh memiliki dukungan sosial
anggota rumah tangga, maka proporsi sedang . Jika dukungan sosial dihubungkan
terbesar rumah tangga contoh (49.5%) dengan status ketahanan pangan rumah
merupakan rumah tangga kecil (≤4 orang), tangga, maka terlihat dari bahwa sebagian
29.7% contoh merupakan rumah tangga besar contoh baik pada rumah tangga rawan
sedang (5–6 orang), dan sisanya (20.8%) pangan berat (57.7%), sedang (60%), ringan
merupakan rumah tangga besar (≥7 orang). (57.1%), maupun tahan pangan (55.6%)
Bila jumlah anggota rumah tangga mempunyai dukungan sosial yang baik.
dihubungkan dengan status ketahanan
pangan rumah tangga, maka terlihat dari
sebagian besar baik pada rumah tangga Penerapan Inovasi Teknologi Pertanian
tahan pangan (60.3%) maupun rumah tangga
rawan pangan ringan (57.1%) mempunyai
jumlah anggota rumah tangga ≤4 orang. Penerapan inovasi di wilayah pedesaan
Sebaliknya baik pada rumah tangga rawan Indonesia, termasuk di Kabupaten Lebak
pangan sedang maupun berat proporsi berhubungan erat dengan penyelenggaraan
terbesar 80.0% dan 38.5% mempunyai penyuluhan. Pada tingkat kabupaten
jumlah anggota rumah tangga 5-6 orang, dilakukan oleh Badan Pelaksana Penyuluhan
bahkan pada rumah tangga rawan pangan (UU No 16 Tahun 2006), dan di Kabupaten
berat sebanyak 34.6% mempunyai Lebak badan ini bernama Badan Ketahanan
jumlah anggota rumah tangga ≥7 orang. Pangan dan Pelaksana Penyuluhan Pertanian
Berdasarkan analisis korelasi Spearman Perikanan Kehutanan (BP5K). Pada tingkat
terdapat hubungan negatif (r=-0.261, kecamatan penyuluhan diselenggarakan oleh
p<0.01) antara jumlah anggota rumah Balai Penyuluhan Pertanian Perikanan
tangga dengan ketahanan pangan rumah Kehutanan (BP3K). Penyuluh lapang
tangga. berperan penting dalam memperkenalkan
inovasi teknologi pertanian kepada petani.
9.Dukungan Sosial Peran penyuluh pada dasarnya tidak hanya
sekedar memperkenalkan teknologi kepada
Dukungan sosial merupakan berbagai petani, melainkan juga meningkatkan
macam bantuan yang diterima oleh kapasitas petani agar mampu secara mandiri
seseorang dari orang lain. Dukungan dalam menjalankan usahanya.
tersebut dapat berupa dukungan secara
emosional maupun instrumental (MacArthur
& John, 1998). Dukungan Pada pengolahan hasil pertanian, responden
sosial keluarga mencakup adanya interaksi telah menggunakan mesin pengolahan yang
di antara tiap anggota dan saling membantu sebelumnya dilakukan secara manual
sehingga dapat tetap terjalin hubungan dan dengan alat tradisional, misalnya mesin
menghasilkan kepuasan batin seseorang pemotong singkong dan ubi jalar
Dukungan sosial ini dikelompokkan menjadi menggantikan pisau manual, sehingga
rendah, sedang, dan tinggi, maka sebagian pekerjaan menjadi lebih mudah dan cepat
besar contoh (56.4%) memiliki dukungan dengan hasil yang lebih berkualitas. Berbeda
sosial yang baik, sebanyak 22.8% contoh dengan teknologi pada industri Manufaktur
nonbiologis yang rantai prosesnya Relatif
pendek dan waktu produksinya
singkat,Teknologi produksi pertanian unsur anorganik berasal dari dalam tanah,
memiliki rantai Proses yang panjang dan air dan udara menjadi senyawa-senyawa
waktunya lama. organik atas bantuan sinar matahari dalam
media tanaman”.
Sarana Produksi Sintetis
Dengan dasar definisi tersebut, semua
Pemahaman tentang “penambangan” kegiatan pertanian adalah pertanian organik,
nutrisi/mineral hara oleh tanaman setiap kali dan mustahil ada pertanian anorganik atau
panen, kebutuhan nutrisi tanaman untuk non-organik. Istilah yang sangat populer dan
dapat menghasilkan secara optimal, mendunia “pertanian organik” sebenarnya
ketersediaan melalui pupuk mineral dan salah kaprah; penyebutan yang benar
bahan organik sumber hara, perlu mungkin “pertanian menggunakan sarana
ditekankan pentingnya bagi penyuluh dan organik” atau “pertanian input organik.”
pejabat pertanian. Banyaknya formulasi
Bahan dasar hasil panen yang utama bagi
pupuk alternatif yang ditawarkan di pasaran,
tanaman adalah air (H2O) dan CO2 yang
kemungkinan disebabkan karena masyarakat
ada di udara dan jumlahnya relatif cukup
pertanian kurang paham tentang standar
tidak teratas. Dengan bantuan energi sinar
pupuk.
matahari Dan menggunakan khlorophil
Mengikuti ketentuan FAO/UN, bahwa daun, H2O dan CO2 disintesa menjadi
Bahan yang kandungan salah satu hara glukosa C6H12O6. Proses Sintesa
makro N , P , K kurang dari 5%, maka “sederhana” ini tidak dapat dilakukan atau
bahan tersebut tidak boleh disebut sebagai ditiru diindustri buatan manusia hingga
pupuk (FAO, 1998). Bahan organik, sekarang. Apabila manusia dapat membuat
kompos, kotoran ternak, dan sejenisnya alat, enzim, dan pabrik yang dapat
yang kandungan hara makronya kurang dari menirukan proses alamiah pada tanaman,
2,5% tidak bisa disebut sebagai pupuk maka dunia tidak merlukan pertanian lagi.
(fertilizer), tetapi hanya boleh disebut Proses tersebut masih merupakan rahasia
sebagai sumber hara organik. Penggunaan ilmu Allah yang belum ergantikan oleh
istilah pupuk kimia untuk Urea, TSP, KCl, kepandaian manusia hingga saat ini. Adanya
ZA dan sejenisnya menurut pedoman yang mineral N, P, K, Ca, Mg, Zn,Fe, S, Si dan
disusun FAO (1998) tersebut juga tidak unsur lainnya (total 16 unsur) adalah bahan
tepat, yang tepat adalah pupuk mineral. pembentuk senyawa turunan dalam berbagai
senyawa seperti protein, asam amino,
Semua hara (nutrisi) tanaman diserap dalam karbohidrat, fruktosa, sukrosa, vitamin,
bentuk ion anorganik, seperti NO3-; vitanin, lignin, serat, dan seterusnya.
NH4+;H2PO4-; HPO4 = ; K+Dan ion
lainnya. Pertanian dengan masukan organik Alat Mesin Pertanian (Alsintan)
pun oleh akar tanaman akan diserap dalam
Kebutuhan penggunaan alsintan merupakan
bentuk ion anorganik. Pertanian memang
keharusan teknologi abad XXI. Manfaat
dapat didefinisikan sebagai “proses sintesa
Alsintan tidak hanya untuk efisiensi dan
peningkatan produktivitas tenaga kerja, untuk mencapai ketahanan pangan, lebih
tetapi juga untuk kenyamanan kerja, prestise bermanfaat dibandingkan dengan subsidi
pekerjaan, dan merubah citra usaha benih. Dibandingkan dengan petani tahun
pertanian. 1950-1970, petani tahun 2000-an tidak lagi
mencangkul penuh, tidak memikul hasil
Dalam kaitannya dengan efisiensi, panen, dan tidak harus menumbuk padi
mekanisasi menentukan daya saing produk, untuk memperoleh beras. Pada masa yang
mutu produk, tingkat harga, kelimpahan akan datang petani untuk pengolahan tanah
ketersediaan produk dan kontinuitas suplai. memerlukan traktor beroda empat, menanam
Pejabat berwenang perlu menyusun program dan memanen menggunakan mesin,
mekanisasi di bidang produksi pangan agar sehingga pada tahun 2025 semua pekerjaan
generasi muda tidak alergi atau anti untuk pertanian telah dilakukan secara maksimal
menjadi petani. Kebutuhan akan alsintan (full mechanized).
adalah mutlak dalam rangka modernisasi
pertanian. KESIMPULAN

Komponen yang mendesak untuk Inovasi teknologi pertanian sangat berperan


dipersiapkan antara lain adalah: (1) traktor penting dalam meningkatkan produktivitas
pengolah tanah roda empat (four wheel dalam pertanian. Petani adalah sebagai
tractor) skala kecil, (2) alat penanam yang ujung tombak pembangunan pertanian
ergonomis (seeder atau transplanter), (3) berperan sangat penting dalam
mesin penebar pupuk (fertilizer meningkatkan produktivitas dalam hasil
spreader/injector), (4) mesin penyiang pertanian, mengingat bahwa petani adalah
(cultivator), (5) mesin pemanen sebagai pelaku utama pertanian. Inovasi
(harvester/reaper) dan perontok (thresher). teknologi pertanian tidak aka ada
Mekanisasiskala kecil-menengah, seperti manfaatnya, jika petani tersebut tidak
yang dilakukan petani Taiwan, Korea dan menggunakannya. Oleh karena itu,
Jepang, perlu dikembangkan di Indonesia. pengadopsian inovasi teknologi ini oleh
petani sangat penting untuk meningkatkan
Penyediaan alsintan bagi kelompok tani produktivitas Dari jenis inovasi teknologi
perlu difasilitasi dan dibantu oleh pertanian yang berkembang atau diterapkan
pemerintah melalui kredit, subsidi harga, oleh petani bergantung pada agrosistem
atau bantuan gratis. Harga beras yang pada wilayah tersebut.
dipertahankan murah bagi konsumen kota
perlu dikompensasi dengan harga subsidi
untuk pembelian alsintan oleh petani.
Industri alsintan perlu didorong untuk Kerawanan pangan adalah suatu kondisi
berkembang, diberikan fasilitas dan insentif ketidakcukupan pangan yang di alami
agar harga produk alsintan murah. daerah, masyarakat, atau rumah tangga, pada
waktu tertentu untuk memenuhi standar
Skema bantuan subsidi alsintan bagi petani kebutuhan fisiologis bagi pertumbuhan dan
merupakan subsidi langsung bagi petani kesehatan masyarakat.
Teknologi Pertanian Dan
Hubungannya Dengan Ketahanan
Pangan Rumah Tangga Petani.
DAFTAR PUSTAKA
Jurnal Penyuluhan, 12 (2).

Ariningsih ening dan Rachman handewi P,S.


Suryana achmad. (2014). Menuju Ketahanan
(2008). Strategi Peningkatan
Pangan Indonesia Berkelanjutan
Ketahanan Pangan Rumah Tangga
2025 : Tantangan Dan
Rawan Pangan. Analisis
Penanganannya. Forum Penelitian
Kebijakan Pertanian, 6 (3), 239 –
Agro Ekonomi, 32 (2), 123 – 135.
255.
Fatchiya annas., Amanah siti., Kusumastuti
Y,I. (2016). Penerapan Inovasi

Anda mungkin juga menyukai