Anda di halaman 1dari 23

DIAGRAM BONWILL HAWLEY DAN ENAM KUNCI OKLUSI

Disusun oleh:
Fenny Tjong (160321210006)
Ishlahil Akmalia (160321210008)

Pembimbing:
Dr. Endah Mardiati, drg., MS,. Sp.Ort (K)
Dr. Avi Laviana, drg., Sp.Ort(K)

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS ORTODONTI


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2021
DAFTAR ISI

Hal
Bab I Diagram Bonwill-Hawley
1.1 Pendahuluan 3
1.2 Lengkung gigi 4
1.3 Lengkung rahang 4
1.4 Bonwill Hawley Chart 5
1.5 Cara membentuk lengkung rahang yang ideal 6
1.6 Prosedur teknis Diagram Bonwill-Hawley 7

Bab II Enam Kunci Oklusi


2.1 Pendahuluan 9
2.2 Hubungan gigi molar pada kedua lengkung rahang 10
2.3 Angulasi Mesiodistal mahkota gigi 13
2.4 Inklinasi labiolingual mahkota gigi 16
2.5 Rotasi 20
2.6 Titik kontak yang baik, rapat, dan tidak ada ruangan/diastema 20
2.7 Kurva Spee yang datar 21
Daftar Pustaka
BAB I
DIAGRAM BONWILL-HAWLEY

1.1. Pendahuluan
Bentuk lengkung gigi mewakili morfologi pola masing-masing yang dikendalikan oleh tulang
basal yang mendasari dan keseimbangan antara sirkumoral dan otot intraoral (Sekhar,Chandra dkk,
2019). Bentuk lengkung gigi awalnya dibentuk oleh konfigurasi tulang pendukung dan diikuti dengan
erupsi gigi oleh otot-otot sirkum oral dan tekanan fungsional intraoral. Sebagai seorang orthodontist
kita tentunya mengenal berbagai bentuk tipe lengkung gigi yang normal, apakah square (kotak),
ovoid (oval) atau tapered (runcing). Kita juga tahu bahwa bentuk lengkung gigi dipengaruhi oleh
mekanisme pergerakan dari rahang.
Lengkung rahang dapat didefinisikan sebagai lengkung yang dibentuk oleh permukaan bukal
13
dan fasial dari gigi-geligi ketika dilihat dari permukaan oklusal. Para ortodontis meyakini bahwa
bentuk dari lengkung rahang memegang peran kunci pada akhir perawatan kasus-kasus maloklusi.
Untuk mendapatkan lengkung rahang/ arch form yang bersifat stabil, fungsional dan estetik telah
lama menjadi tujuan utama para ortodontis sejak jaman Edward Angle.
Terdapat beberapa konsep penentuan lengkung rahang, seperti:
1. Bonwill concept
2. Bonwill-Hawley concept
3. Angles Line of Occlusion
4. Apical Base Concept
5. Caternary Arch Form
6. Brader Arch Form
7. Rocky Montain Data System
8. Roth’s Tru Arch Form
9. Ricketts Penta Morphic Arch Form
10. Mathematic & Geometric Models For Arch Forms
11. Arch For Determination Using Cone Beam Computed Tomography
Namun, pertanyaan seperti “Konsep lengkung rahang mana yang harus dilakukan?” telah
menjadi pertanyaan yang selalu timbul dikalangan ortodontis. Selain itu, peneliti telah lama mencoba
untuk mendefinisikan lengkung rahang yang ideal dimana lengkung rahang ideal ini sering kali
dianggap sebagai lengkung rahang yang simetris secara alami dan dapat direpresentasikan secara
6
rumus perhitungan atau geometri. Pada makalah ini akan kita pelajari singkat tentang Bonwill
Hawley Chart.

1.2 Lengkung Gigi


Lengkung gigi adalah lengkung yang dibentuk oleh mahkota gigi geligi. Menurut Moyers,
lengkung gigi merupakan refleksi gabungan dari ukuran mahkota gigi, posisi dan inklinasi gigi, bibir,
9
pipi dan lidah. Variasi bentuk lengkung gigi anterior secara kualitatif adalah oval, tapered, atau
square sedangkan secara kuantitatif bentuk lengkung gigi dipengaruhi oleh interkaninus, tinggi
kaninus, intermolar dan tinggi molar. 5

1.3 Lengkung rahang


Prinsip dasar lengkung rahang dalam perawatan orthodonti adalah lengkung rahang alami
pasien harus dipertahankan. Hal ini diyakini bahwa mempertahankan lengkung rahang alami pasien
akan memposisikan gigi-geligi pada kondisi stabil yang maksimum, dan dari penelitian tentang retensi
menunjukkan bahwa relaps gigi-geligi setelah perawatan orthodonti adalah lebih besar apabila
lengkung rahang dirubah dibandingkan dengan lengkung rahang alami yang dipertahankan. Sampai
saat ini, tidak ada preformed wires yang merefleksikan variasi normal lengkung rahang, dan hal ini
penting dalam perawatan orthodonti bahwa jika preformed arch wires digunakan maka bentuk awal
dari wire tersebut merupakan patokan untuk penyesuaian lengkung gigi individu tersebut selanjutnya.
10

1.4. Bonwill-Hawley chart


Salah satu metode pertama mengenai pengukuran panjang dan lebar lengkung dikemukakan
oleh Bonwil pada tahun 1885. Dengan menggunakan 3 titik anatomi pada mandibula. Metode ini
menghasilkan segitiga dengan cara menambahkan prosedur geometrik dalam ukuran, bentuk, dan
posisi dari masing-masing gigi dengan menggunakan referensi dari segitiga tersebut. Dengan cara
yang hampir sama maka bentuk dan lebar lengkung untuk rahang atas dan rahang bawah dapat
ditentukan.

Gambar 1. Segitiga Bonwill dimana menunjukkan rahang bawah mempunyai bentuk segitiga sama sisi yaitu
apabila ditarik garis dari kondil ke kondil dan dari kondil ke
midline. Premolar dan molar membentuk garis lurus dari kanin ke kondil.

Charles Hawley mempunyai gagasan yang hampir sama untuk suatu kasus ortodontik
berdasarkan prinsip dari Bonwill mengenai lengkung standar. Dr. Robert H.W. Strang melaporkan
suatu kasus yang menekankan akan pentingnya dan hasil yang memuaskan dari penggunaan metode
Bonwill. Dengan demikian, pada tahun 1905, Hawley melakukan modifikasi pada prinsip ini. Tahun
1905, Hawley memodifikasi postulat Bonwill yang dikenal sebagai Bonwill-Hawley Chart. Chart ini
menggunakan jumlah lebar enam gigi anterior sebagai radius lingkaran, lalu gigi disusun pada
lingkaran tersebut. Dari lingkaran ini dibuat segitiga yang seimbang dengan lebar interkondil sebagai
dasar. Konstruksi ini dapat membantu untuk memprediksi bentuk lengkung gigi normal. Diameter
lingkaran ini bervariasi tergantung pada ukuran dari gigi anterior, sehingga dimensi lengkung rahang
berbeda karena fungsi dari ukuran gigi tersebut namun lengkung rahang alami tetap konstan. Dengan
demikian, metode Bonwill-Hawley ini digunakan sebagai pedoman untuk menetapkan lengkung
rahang. Bentuk lengkung Hawley dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Diagram Bonwill-Hawley


1.5. Cara Membentuk Lengkung Kawat Yang Ideal
Untuk medapatkan ukuran yang ideal, kita perlu menggunakan jangka:
1. Ukur mesio distal gigi insisif sentral. Jika terdapat perbedaan ukuran dengan gigi
korespondensinya, maka digunakan ukuran rata-rata. Pindahkan data ini kedalam milimeter
block, di sebelah kanan dan kiri garis median.
2. Diameter mesio-distal insisif kedua. Titik pengukurannya dipisahkan sebanyak 1/16 inch dari
tanda distal gigi insisif sentral yang telah diukur sebelumnya.
3. Diameter mesiodistal gigi kaninus. Begitu juga pengukuran ini. Dipisahkan oleh 1/16 inci dari
titik distal insisif lateral kanan dan kiri.
4. Jarak dari permukaan mesial gigi premolar pertama ke bukal ridge. Bagian ini langsung
dipindahkan ke dalam milimeter block tanpa ada penambahan ukuran.
5. Jarak dari bukal ridge dari premolar pertama ke bukal ridge di mesio-bukal cusp gigi molar
pertama. Pindahkan data ini ke milimeter block tanpa tambahan ukuran.
6. Jarak dari bukal ridge dari mesio-bukal cusp dari molar pertama ke permukaan mesial dari molar
kedua jika memungkinkan. Pindahkan ke atas milimeter block.
1.6 Prosedur Teknis Diagram Bonwill – Hawley
1. Bagi 2 kertas milimeter blok, ambil garis tengah, lalu tandai dengan huruf C – D.
2. Buat Lingkaran (A B) dengan pusat lingkaran (Y) pada garis tengah C – D dengan jari-jari
(radius) yang diperoleh dari lebar mesio distal I1, I2, C lalu ujung atas lingkaran diberi tanda
‘’E’’.
3. Dengan menggunakan radius yang sama (E-Y) letakkan jarum jangka pada titik E, lalu bagi 2
keliling lingkaran di sisi kiri-kanan. Lalu tandai dengan huruf F dan G.
4. Pada Bagian bawah lingkaran A-B, tandai titik H yang berada di tengah garis sumbu C-D.
a. Tarik garis dari titik H melalui titik F sampai berhenti di garis horizontal sejajar titik E,
tandai garis ini dengan huruf ‘’J’’.
b. Tarik garis dari titik H melalui titik G sampai berhenti di garis horizontal sejajar titik E,
tandai garis ini dengan huruf K.
c. Hubungkan garis-garis ini sampai membentuk segitiga sama sisi (Equilateral)
5. Dengan menggunakan radius dari salah satu segitiga ini, pada garis sumbu C-D letakkan ujung
pensil dari jangka pada titik E dan ujung jarum jangka tegak lurus C-D, dan tandai dengan
huruf L.
6. Buat lingkaran dengan ujung jarum jangka pada titik L dan ujung pensil pada titik E, lalu
tandai lingkaran ini dengan huruf M-N.
7. Dengan menggunakan radius (E-L) bagi keliling lingkaran menjadi 6 bagian dengan ujung
jarum jangka pada titik E ke kiri dan kanan lingkaran M-N, lalu pindahkan ujung jarum jangka
ke titik tengah bawah lingkaran M-N tandai ke kiri dan kanan. Lalu tandai dengan huruf P
disebelah kiri dan T disebelah kanan.
8. Tarik garis dari titik P ke titik F dan tandai garis ini dengan P-R, kemudian tarik garis dari titik
T ke titik G dan tandai garis ini dengan S-T.
9. Tambahkan setengah dari radius E-Y untuk menentukan titik U.
10. Gunakan radius E-U untuk menentukan radius 7-Z dengan cara : letakkan (Radius E-U) 1/10
inci dibawah titik U dan titik E, lalu tandai dengan radius 7-Z.
11. Dengan menggunakan radius 7-Z, Buat garis 6-7-8 memanjang 5/10 inci ke kiri & kanan dari
garis sumbu C-D.
12. Prosedur ini untuk membuat archwire Rahang Bawah.
13. Buat diagram kedua (V-W-X) yaitu 1/10 inci lebih besar dari diagram aslinya. Dengan cara
meletakkan radius (E-Y) dengan ujung jarum diletakkan di titik Y sebagai tumpuan dan buat
garis S dimulai dari 1/10 inci diatas titik F sampai berhenti di 1/10 inci diatas titik G.
14. Tentukan titik V & titik X 1/10 inci diatas titik P dan titik T. Lalu tarik garis dari titik V ke titik
1/10 inci diatas titik F dan dari titik X ke titik 1/10 inci diatas titik G. Diagram ini untuk
membuat Archwire Rahang Atas.

Bab II
Enam Kunci Oklusi

2.1 Pendahuluan
Tujuan akhir dari perawatan ortodontik adalah estetika termasuk oklusi yang baik, oleh karena
itu oklusi merupakan hal penting dalam perawatan ortodontik. Oklusi normal menurut Angle dilihat
dari hubungan gigi molar atas terhadap gigi molar bawah sebagai kunci oklusi, disebut oklusi statis.
Konsep oklusi yang sekarang digunakan adalah konsep oklusi fungsional yang dianggap oleh para ahli
lebih lengkap karena tidak hanya melihat hubungan antar tonjol dan lekuk gigi saja namun juga dari
fungsinya yang bersifat dinamis. Konsep tersebut menentukan bahwa suatu oklusi dinilai baik atau
normal jika terdapat keserasian antara komponen yang berperan untuk terjadinya kontak antara gigi-
gigi rahang atas dan bawah.1
Evaluasi pada akhir perawatan ortodontik dilakukan secara klinis dan dengan mencetak rahang.
Evaluasi secara radiografi dengan sefalometri atau panoramik. Hasil evaluasi sefalometri dapat
menunjukkan kemajuan hasil perawatan ortodontik dalam arah sagital, yaitu profil jaringan keras
(skeletal) dan jaringan lunak, sedangkan dari evaluasi panoramik dapat dilihat keadaan gigi-gigi
beserta jaringan pendukungnya dan angulasi mesiodistal tiap gigi.
Andrews (1972) melakukan penelitian terhadap 120 model gigi dengan oklusi normal yang
belum pernah dirawat ortodontik. Penelitian didasarkan atas enam kunci oklusi normal, yaitu :1,2
1. Hubungan gigi molar pada kedua lengkung rahang,
2. Angulasi mesiodistal mahkota gigi,
3. Inklinasi labiolingual mahkota gigi,
4. Tidak ada rotasi,
5. Titik kontak baik,
6. Curve of Spee datar.
Penelitian Andrews dilakukan karena terdahulu para ahli ortodontik tidak mempunyai standar
untuk menyatakan bahwa perawatan ortodontik yang dilakukan pada suatu kasus maloklusi sudah
cukup baik atau belum. Angulasi gigi-gigi sebaiknya diperiksa baik secara klinis maupun radiologis
sebelum dan setelah perawatan ortodontik . Evaluasi oklusi hasil akhir perawatan ortodontik
ditentukan secara radiografis, gigi-gigi seharusnya mempunyai susunan (arrangement) kesejajaran
akar yang sama dengan oklusi normal.2,3
Berdasarkan hasil penelitian Andrews yang menghasilkan enam kunci oklusi normal, Ursi dkk.
(1990) melakukan penelitian untuk mengetahui rerata angulasi mesiodistal gigi-gigi dengan oklusi
normal menggunakan radiografi panoramik. Kriteria subjek penelitian mempunyai oklusi normal yang
tidak dirawat ortodontik, mempunyai gigi lengkap dengan relasi gigi molar pertama dan kaninus Kelas
I serta overbite maksimum 3 mm dan overjet 1 mm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa angulasi
akar gigi insisivus sentralis dan lateralis atas sedikit konvergen, dan gigi-gigi atas lainnya ke distal
kecuali gigi-gigi molar kedua yang sedikit tilting ke mesial. Gigi-gigi insisivus bawah tegak, dan
angulasi gigi-gigi bawah lainnya ke distal. Rerata angulasi setiap gigi yang diperoleh ditabulasikan
sebagai rerata angulasi mesiodistal gigi oklusi normal.1
2.2 Hubungan gigi molar pada kedua lengkung rahang
Klasifikasi original oklusi menurut Angle adalah berdasarkan hubungan anteroposterior
antara gigi molar pertama permanen rahang atas dan rahang bawah. Pada oklusi kelas 1,cusp
mesio bukal molar pertama rahang atas beroklusi dengan bukal groove molar pertama rahang
bawah. Oklusi kelas 1 lebih jauh dibagi menjadi oklusi normal dan maloklusi (Gambar 1). Tetapi
kedua subtipe memiliki hubungan molar yang sama dengan ditandai oleh crowding, rotasi dan
posisi ireguler lainnya.2,3

Gambar 3. Maloklusi Angle kelas I2

Oklusi kelas II yaitu ketika cusp mesiobukal molar pertama rahang atas beroklusi lebih
anterior dengan bukal groove molar pertama rahang bawah. Terdapat 2 subtipe oklusi kelas II.
Keduanya memiliki hubungan oklusi kelas II tetapi perbedaannya terletak pada posisi insisivus
rahang atas. Pada maloklusi kelas II divisi 1, keempat insisivus rahang atas lebih ke labial,
terbentuk overjet yang signifikan (Gambar 2).

Gambar 4. Maloklusi Angle Kelas II Divisi 1

Sedangkan pada maloklusi kelas II divisi 2, inklinasi insisivus sentralis rahang atas lebih
ke lingual dan inklinasi insisivus lateral lebih ke labial. Maloklusi Kelas III : cups mesiobukal gigi
molar pertama rahang atas beroklusi lebih posterior dari bukal groove gigi molar pertama rahang
bawah (Gambar 3).2

Gambar 5. Maloklusi Angle Kelas II divisi 2

Maloklusi Kelas III merupakan oposit dari kelas II : cups mesiobukal gigi molar pertama
rahang atas beroklusi lebih posterior dari groove bukal gigi molar pertama rahang bawah (Gambar
4).

Gambar 6. Maloklusi Angle III


Gambar 7. Hubungan Molar. Gambar 1, menunjukkan contoh oklusi dengan hubungan molar kelas I
yang kurang baik. Menurut Andrews, disebabkan oleh kurangnya angulasi mahkota M1 atas. Gambar
2 menunjukkan hubungan molar yang lebih baik. Gambar 3 menunjukkan hubungan molar kelas I
yang lebih baik. Gambar 4 menunjukkan koreksi hubungan molar kelas I menurut kunci oklusi
pertama Andrew.2,3

Menurut konsep oklusi Andrew:


1. Bonjol mesiobukal gigi molar pertama atas harus beroklusi dengan groove diantara bonjol
mesial dan bonjol tengah gigi molar permanen pertama bawah
2. Bonjol mesiolingual gigi molar pertama atas harus oklusi pada fossa sentral dari molar pertama
bawah (molar yang tumbuh saat umur 6 tahun).
3. Mahkota gigi molar pertama atas harus memiliki angulasi sehingga marginal ridge distal
beroklusi dengan marginal ridge mesial molar kedua rahang bawah (Andrews, 1972).2,3

2.3 Angulasi Mesiodistal Mahkota gigi


Angulasi mahkota gigi didefinisikan sebagai sudut yang dibentuk dari sumbu panjang
mahkota klinis gigi dengan garis yang /ditarik tegak lurus bidang oklusal.
Untuk dapat dikatakan sebagai oklusi yang normal, sumbu panjang mahkota gigi bagian
gingival harus terletak lebih ke distal daripada sumbu panjang gigi bagian oklusal. Derajat
angulasi tergantung pada jenis gigi (Gambar 7 dan 8).2
Gambar 8. Angulasi mesiodistal dari mahkota gigi insisif kiri atas
--- garis tegak lurus bidang oklusal
____ sumbu panjang mahkota gigi

Gambar 9. Gambaran dari angulasi mesiodistal mahkota ketika beroklusi secara normal.3

Sumbu panjang mahkota gigi


Garis vertikal = sumbu panjang mahkota klinis gigi (LACC = Long Axis of the Clinical Crown
/ FACC = Facial Axis of the Clinical Crown) Titik LA / FA = pusat dari sumbu panjang mahkota
klinis gigi (Gambar 6).
Tidak seperti pada konsep yang lain, sumbu panjang gigi bukan merupakan bidang referensi,
melainkan sumbu panjang mahkota klinis gigi. Garis ini ditarik melalui ridge sentral vertikal gigi,
yaitu bagian paling menonjol di pertengahan permukaan labial atau bukal. Hal ini berlaku pada semua
gigi kecuali molar.2
Gambar 10. Sumbu Panjang mahkota gigi

Angulasi mesiodistal mahkota untuk beberapa variasi tipe-tipe gigi atas


Patokan bidang oklusal = garis yang melewati semua titik LA / FA (bidang Andrews)
Patokan bidang vertikal = garis tegak lurus terhadap bidang oklusal

Gambar 11. Angulasi mahkota gigi rahang atas

Menurut Andrews, pada mahkota gigi kaninus rahang atas memiliki derajat angulasi yang
terbesar dan gigi premolar yang paling kecil. Gigi kaninus sebesar 11o dan gigi premolar sebesar 2o.2

Gambar 12. Angulasi mahkota gigi rahang bawah

2.4 Inklinasi Labiolingual Mahkota Gigi


Inklinasi labiolingual didefinisikan sebagai sudut yang dibentuk antara garis singgung
pusat LACC (Labial Long Axis of The Incisor’s Clinical Crown) dengan garis yang tegak lurus
terhadap bidang oklusal. Jika daerah gingival dari mahkota gigi lebih ke arah lingual, hasilnya
dikatakan positif. Sedangkan pada keadaan yang sebaliknya, hasilnya negatif.2,3

Gambar 13. Inklinasi mahkota : A. positif, B.negatif

Inklinasi mahkota labiolingual antara gigi insisif rahang atas dan rahang bawah (torque putar
dari mahkota)
Gigi insisif rahang atas membentuk sudut positif dari garis singgung mahkota dan garis tegak
lurus bidang oklusal (+7 o) dan sudut 18o antara garis singgung mahkota dan sumbu panjang gigi.
Torque mahkota insisif bawah adalah -1o dan sudut antara garis singgung mahkota gigi insisif
bawah dan sumbu panjang dari gigi insisif adalah 16o. Sudut interinsisal antara garis singgung
mahkota insisif rahang atas dan bawah adalah 174o untuk oklusi yang normal (tidak seperti yang
terlihat pada sudut interinsisal antara sumbu gigi insisif yang dipertimbangkan, rata-rata 139 o)
(Gambar 12).2,3
Gambar 14. Inklinasi labiolingual mahkota insisif RA dan RB
Torque mahkota yang salah dan penemuan oklusal
Bila gigi anterior atas berada pada posisi terlalu tegak (inklinasi mahkota dalam arah
labiolingual pada gigi insisif atas bernilai negatif), oklusi menjadi tidak stabil. Canine guidance tidak
cukup dan terdapat resiko tinggi gigi posterior akan drifting ke mesial (Gambar 13). 2,3

Gambar 15. Torque mahkota insisiv atas yang tidak tepat

Oklusi anterior dan posterior dalam kasus torque mahkota gigi yang tidak tepat
Jika oklusi posterior benar tetapi insisif rahang atas linguoversi akan menghasilkan ruangan di
interdental gigi anterior yang seringkali disalah artikan sebagai ketidaksesuaian antara ukuran gigi
dengan rahang (Gambar 14).2,3
Gambar 16. Ruang interdental akibat gigi insisif linguoversi

Perubahan oklusal setelah perawatan ortodontik


Gambaran klinis dari skema di atas ditunjukkan dalam gambar berikut yang merupakan hubungan
oklusal dalam tahapan postretensi setelah perawatan otrodontik (Gambar 15).
Hasil jangka panjang adalah gigi didukung oleh gigitan insisif rahang atas dengan inklinasi yang
lebih ke lingual dan adanya ruangan pada bagian distal kaninus kanan atas. Kaninus tidaklagi berada
pada hubungan kelas I.2,3

Gambar 17. Perubahan oklusal setelah perawatan ortodontik

Inklinasi labiolingual gigi posterior dalam oklusi yang optimal


Garis singgung permukaan fasial mahkota dengan garis tegak lurus bidang oklusal menghasilkan
sudut negatif, misalnya pada kasus dimana bagian gingival dari gigi lebih ke bukal daripada bagian
oklusal.
Kaninus dan premolar rahang atas inklinasinya pada sudut yang sama dan molar sedikit lebih
miring. Pada lengkung rahang bawah, inklinasi meningkat lebih progresif dari kaninus sampai molar
kedua.2,3

Gambar 18. Inklinasi labiolingual gigi posterior

Gambar 19. Inklinasi gigi rahang atas dan bawah

2.5 Rotasi
Pastikan tidak ada gigi yang rotasi untuk mencapai oklusi yang baik. Molar dan premolar yang
rotasi lebih banyak menempati ruangan pada lengkung gigi dibandingkan yang normal. Insisif
yang rotasi akan menghasilkan ruangan yang lebih sedikit daripada posisi insisif yang benar.
Rotasi gigi kaninus menggangu estetik dan akan menjadi penyebab terjadinya interferens oklusi.2,3

Gambar 20. Rotasi pada gigi Premolar

Gambar 21. Rotasi pada gigi molar menyebabkan ruangan pada mesiodistal gigi dan
juga menyebabkan oklusi yang tidak normal

2.6 Titik Kontak yang baik, rapat dan tidak ada ruangan/diastema
Jika tidak terdapat kelainan dalam bentuk gigi, atau ketidaksesuaian intermaksilla dalam
ukuran mesiodistal gigi, titik kontak seharusnya dalam keadaan oklusi normal.
Gambar 22. Keadaan klinik dengan diastema antara gigi insisiv dan hubungan kelas I dengan
kaninus.

2.7 Kurva Spee yang datar


a. Kurva Spee yang terlalu dalam mengurangi ruang yang tersedia untuk gigi atas, yang
kemudian terpaksa harus bergerak ke arah mesial dan distal sehingga dapat
menghambat kontak intercusp yang benar.
b. Oklusi yang normal memiliki bidang oklusal yang datar (menurut Andrews, kurva Spee
pada mandibular tidak lebih dalam dari 1,5 mm)
c. Kurva Spee yang terbalik (reverse curve of spee) menciptakan ruang yang berlebih di
rahang atas yang mencegah perkembangan dari oklusi normal.2,3
Gambar 23. A, Kurva Spee yang terlalu dalam; B, Kurva Spee normal; C, Kurva Spee yang
terbalik

Gambar 24. Kurva Spee terbalik

Gambar 25. Kurva Spee Datar


Gambar 26. Kurva Spee yang terlalu dalam.2

DAFTAR PUSTAKA

3 Andrews, L.F. 1972. The Six Keys to Normal Occlusion. AJO-DO 1972 P: 296-309
4 Bonwill, W. G. A. (1885). Geometrical and Mechanical Laws of Articulation: Anatomical
Circulation. Philadelphia.
5 Budiman JA, Hayati R, Sutrisna B, Soemantri ES. Identifikasi bentuk lengkung gigi secara
kuantitatif. Dentika Dent J 2009;14(2):120-4
6 Felton, J.M., Sinclair, P. M., Jones, D.I., dan Alexander, R.G. (1987). A Computerized Analysis of
The Shape and Stability of Mandibular Arch Form. Am J Orthod Dentofacial Orthop, 92, hal: 478-
483.
7 Hawley, C. (1905). Determination of The Normal Arch and Its Application to Orthodontia. Dent
Cosmos, 47, hal: 541-552.
8 Nanda, R. and Burstone, C.J., 1993, Retention and Stability in Orthodontics, WB. Saunders
Company, Philadelphia, p. 98-9.
9 Paramesthi GAMDH, Farmasyanti CA, Karunia D. Besar indeks Pont dan Korhaus serta
hubungan antara lebar dan panjang lengkung gigi terhadap tinggi palatum pada suku Jawa.
[internet]. Available from: URL:http://cendrawasih.a.f.staff.ugm.ac.id/wp-content/besar-indeks-
pontkorkhaus-serta-hubungan-antara-lebar-dan-panjang-lengkung-gigi-terhadaptinggi-palatum-
pada-suku-jawa.pdf.
10 Proffit, W. R., Fields, H. W., dan Sarver, D. M. (2007). Contemporary Orthodontics, 4th ed.
Canada: Elsevier Inc.
11 Rakosi, T., et al. 1993. Color Atlas of Dental Medicine: Orthodontic – Diagnosis. 1993. Thieme
Mdedical Publishers Inc: New York. P: 51-56
12 Ursi, W.J.S., Almeida, R.R., Tavano, O., and Henriques, J.F.C., 1990, Assessment of mesiodistal
axial inclination through panoramic radiography, JCO, 14:166-73.
13 Staley, R. N., dan Reske, N. T. (2011). Essentials of Orthodontics Diagnosis and Treatment. UK:
Blackwell Publishing.

Anda mungkin juga menyukai