Tempuyung
a. Sortasi Basah
1) Bagian tanaman tempuyung yang digunakan sebagai bahan jamu adalah daun.
2) Tanaman tempuyung setelah dipanen, dipisahkan dari bahan organik asing
(seperti rumput) dan bahan anorganik asing (seperti tanah) yang terbawa saat
panen.
3) Selanjutnya tanaman dipisahkan daun dan tangkainya. Daun tempuyung
kemudian dicuci.
b. Pencucian
1) Pencucian dilakukan dengan air mengalir dari sumber air yang bersih dan
sehat.
2) Setelah dilakukan pencucian maka bahan segera ditiriskan atau diangin-
anginkan.
c. Perubahan Bentuk
Dikarenakan tempuyung yang tumbuh di jawa adalah tempuyung berdaun
kecil, sehingga tidak perlu dilakukan pengubahan bentuk atau perajangan.
d. Pengeringan
1) Bahan yang sudah bersih dan kering dari sisa air pencucian, dikeringkan di
tempat yang beraerasi baik dan jangan dibawah sinar matahari langsung.
2) Setelah bahan setengah kering maka dapat dimasukkan ke dalam oven
dengan suhu tidak lebih dari 40°C.
3) Pengeringan dihentikan setelah bahan mencapai kadar air ±10%, secara fisik
ditandai dengan bahan menjadi mudah dipatahkan dengan tangan dan
berbunyi nyaring.
e. Sortasi Kering
Sortasi kering dilakukan terhadap daun tempuyung pasca pengeringan,
untuk mencegah tercampurnya simplisia tempuyung dengan simplisia lain
yang tidak diinginkan. Organoleptis simplisia tempuyung : berwarna coklat
kehijauan, bau lemah, dan tidak berasa.
f. Pengemasan dan Penyimpanan
1) Untuk pemilihan bahan pengemasan, karena bahan bertekstur keras, harus
dipilih bahan pengemas yang tidak mudah rusak, misalnya kantong kertas
tebal (kantong semen), atau kresek plastik.
2) Penyimpanan simplisia harus ditempat yang bersih, kering (kelembapan
rendah), beraerasi baik dan terhindar dari sinar matahari langsung.
3) Tempatkan bahan dalam rak-rak kayu dan tidak langsung di lantai.
4) Susun bahan berdasarkan konsep FIFO (first in first out), artinya bahan
yang pertama masuk ke penyimpanan harus keluar pertama kali juga.
Daun tempuyung memiliki nama ilmiah Sonchus arvensis L., yang termasuk
kedalam suku Asteraceae.
a) Organoleptis
Simplisia daun tempuyung berwarna warna hijau kecoklatan; tidak berbau;
rasa agak pahit.
Gambar Simplisia daun tempuyung
b) Makroskopis
c) Mikroskopis
Prosedur KLT
Totolkan larutan uji, larutan pembanding, serta campuran larutan uji dan
larutan pembanding dengan jarak 1,5-2 cm dari tepi bawah lempeng, dan biarkan
mengering. Tempatkan lempeng pada rak penyangga, hingga tempat penotolan
terletak di sebelah bawah, dan masukkan rak ke dalam bejana kromatografi. Fase
gerak dalam bejana harus mencapai tepi bawah lapisan penjerap, totolan jangan
sampai terendam. Letakkan tutup bejana pada tempatnya dan biarkan fase gerak
merambat sampai batas jarak rambat. Keluarkan lempeng dan keringkan di udara,
dan amati bercak dengan sinar tampak UV gelombang panjang 366 nm. Ukur dan
catat jarak tiap bercak dari titik penotolan serta catat panjang gelombang untuk
tiap bercak yang diamati, kemudian ditentukan harga Rf.
Gambar Kromatogram simplisia daun tempuyung dan pembanding
2. Kayu Secang
Penanganan Pasca Panen (Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Tanaman
Obat, 2011).
Standarisasi Bahan Kayu Secang (Farmakope Herbal Indonesia Edisi II, 2017).
Kayu secang memiliki nama ilmiah Caesalpinia sappan L., yang termasuk
kedalam suku Fabaceae, mengandung minyak atsiri tidak kurang dari 0,16% v/b.
a) Organoleptis
Simplisia kayu secang berwarna merah, merah jingga, atau kuning; tidak
berbau; mula-mula tidak berasa lama-lama kelat.
c) Mikroskopis
Pola Kromatografi
Memenuhi salah satu pola kromatografi berikut:
Pola Kromatografi 1
Fase gerak : Toluen P-etil asetat P-metanol P-asam format
(8:12:2:1)
Fase diam : Silika gel 60 F254
Larutan uji : 10% dalam metanol P, gunakan Larutan uji KLT
seperti tertera pada Kromatografi
Larutan pembanding : Linalool 1% dalam metanol P
Volumen penotolan : 10 μL Larutan uji dan 5 μL Larutan pembanding
Deteksi : Anisaldehid-asam sulfat LP, panaskan lempeng
pada suhu 100°C selama 5-10 menit
Gambar Pola kromatografi 1 senyawa linalool simplisia kayu secang
Pola Kromatografi 2
Fase gerak :Toluen P-etil asetat P-metanol-asam formiat P
(8:12:2:1)
Fase diam : Silika gel 60 F254
Larutan uji : 10% dalam metanol P, gunakan Larutan uji KLT
seperti tertera pada Kromatografi
Larutan pembanding : Brazilein 0,05% dalam metanol P
Volumen penotolan : 10 μL Larutan uji dan 5 μL Larutan pembanding
Deteksi : Sinar tampak
Gambar Pola kromatografi 2 senyawa brazilein simplisia kayu secang
Prosedur KLT
a. Sortasi basah
Bagian tanaman kepel yang akan digunakan sebagai bahan jamu adalah daun.
Setelah di panen, daun dipisahkan dari bahan organik asing (seperti rumput) dan
anorganik asing (seperti tanah) yang terbawa saat panen. Selanjutya tanaman
dipisahkan daun dan tangkainya. Daun kepel kemudian dicuci.
b. Pencucian
Pencucian dilakukan dengan air mengalir dari sumber air yang bersih dan sehat.
Setelah pencucian bahan segera ditiriskan atau di angi-anginkan.
c. Pengubahan bentuk
d. Pengeringan
1. Bahan yang sudah bersih dan kering dari sisa air pencucian, dikeringkan
ditempat yang beraerasi baik, dan jangan dibawah sinar matahari langsung.
2. Setelah bahan setengah kering dimasukka ke dalam oven dengan suhu tidak
lebih dari 40oC.
3. Pengeringan dihentikan setelah bahan mencapai kadar air kurang lebih 10%,
secara fisik ditandai bahan mudah dipatahkan dengan tangan dan berbunyi
nyaring.
e. Sortasi kering
Simplisia daun kepel disimpan dalam wadah tertutup rapat, pada suhu
kamar, ditempat kering, sejuk, sirkulasi udara lancar dan terhadap cahaya.
Susun bahan berdasarkan konsep FIFO (First In First Out), artinya bahan
yang pertama masuk ke penyimpanan harus keluar pertama kali juga.
Standarisasi Bahan Baku Kepel (Farmakope Herbal Indonesia Edisi II, 2017).
Daun kepel adalah daun Stelechocarpus burahol (Blume.) Hook. f. & Thomson, suku
Annonaceae, mengandung fenol total tidak kurang dari 1,22% dihitung sebagai asam
galat.
a) Organoleptis
Simplisia daun kepel berwarna hijau kecoklatan; tidak berbau; tidak berasa.
e) Parameter Spesifik
Kadar Fenol total (Tidak kurang dari 3,52%)
Dilakukan penetapan kadar sesuai dengan penetapan kadar Fenol Total Cara
folin-ciocalteu pada spektrofotometri dengan cara :
• Dibuat larutan uji dengan menimbang 0,2 gram ekstrak, kemudian
dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer dengan ditambahkan 25
mL etanol P dan diaduk selama 30 menit dengan magnetic stirrer
kemudian di saring ke dalam labu ukur 25 mL dan ditambahkan
metanol P melalui penyaring sampai tanda batas.
• Dibuat larutan pembanding dengan menimbang 10 mg asam galat,
kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL dilarutkan
dengan metanol P hingga tanda batas. Dibuat seri pengenceran
larutan pembanding dengan kadar berturut-turut 80, 60, 40, dan 30
µg/mL
• Prosedur dilakukan dengan cara memipet 1 mL larutan uji dan
masing-masing seri larutan pembanding ke dalam tabung reaksi,
ditambahakn 5 mL Folin-Ciocalteu (7,5% dalam air). Diamkan
selama 8 menit, ditambahkan 4 mL NaOH 1% kemudian di
inkubasi selama 1 jam. Diukur serapan masing2 larutan pada
panjang gelombang maksimum 425 nm. Dilakukan pengukuran
blanko dengan cara yang sama, tanpa penambahan larutan uji.
Dibuat kurva kalibrasi. Dihitung persentase fenol total sebagai
asam galat dalam serbuk simplisia dengan kurva menggunakan
rumus berikut :
Senyawa Indentitas
Senyawa identitas pada daun kepel berupa Azaleatin, dengan struktur kimia
sebagai berikut :
Pola Kromatografi
Lakukan Kromatografi lapis tipis seperti tertera pada Kromatografi dengan
parameter sebagai berikut:
Fase gerak : Etil asetat P–asam format P–air (8:1:1)
Prosedur KLT
4. TEMULAWAK
a. Sortasi
Sebelum pencucian harus dilakukan sortasi terlebih dahulu untuk memisahkan
rimpang yang sehat dan rimpang yang busuk atau juga bahan organik lain yang
terikut selama proses panen.
b. Pencucian
Pembersihan rimpang dilakukan dengan membasuh rimpang dengan air bersih
secara bertahap. Terdapat 3 tahap pencucian rimpang :
d. Pengeringan
1. Setelah rimpang diiris atau dipotong, maka langsung dijemur di bawah
sinar matahari atau dikeringkan dalam ruang pengering. Setelah kering
tebal irisan menjadi 4-5 mm.
2. Penjemuran atau pengeringan irisan dilakukan dengan meletakkan isrisan
tidak saling tertumpukan. Untuk alas penjemuran menggunakan anyaman
bambu atau kain hitam, di lantai penjemur atau tikar atau di rak pengering.
Pengeringan dengan alat pengering dilakukan dengan suhu awal 40°C agar
diperoleh warna yang baik dan bertahap dinikkan sampai suhu mencapai
50°C.
3. Pengeringan dihetikan setelah bahan mencapai kadar air kurang lebih 10%,
secara fisik ditandai bahan mudah dipatahkan dengan tangan dan berbunyi
nyaring.
e. Sortasi kering
Sortasi kering dilakukan dengan memisahkan kotoran dari simplisia kering yang
masih terlewat pada sortasi awal.
a) Organoleptis
warna kuning jingga hingga cokelat jingga terang, memiliki bau aromatik, rasa
tajam dan pahit.
e) Parameter Spesifik
f) Kadar minyak atsiri (Tidak kurang dari 1,20% v/b)
a. Ditimbang sejumlah bahan yang diperkirakan mengandung 0,3 mL
minyak atsiri, dimasukkan ke dalam labu alas bulat 1 L, kemudian
ditambahkan 200-300 mL air suling dan dihubungkan labu dengan
pendingin dan buret berskala.
b. Untuk minyak atsiri dengan bobot jenis lebih kecil dari 1, tambahkan
0,2 mL toluen atau xylen ke dalam buret.
c. Dipanaskan dengan tangas udara, sehingga penyulingan berlangsung
dengan lambat tetapi teratur
d. Setelah penyulingan selesai, didiamkan terlebih dahulu hingga 15
menit, dicatat volume minyak astiri pada buret dihitung dalam %b/v
g) Kadar kurkumin (Tidak kurang dari 2,30%)
Penetapan kadar dilakukan dengan cara KLT Densitometri menggunakan
Fase gerak n-heksan P-etil asetat P (1:1) dengan cara :
• Dibuat larutan uji dengan menimbang 500 mg serbuk kemudian
dimasukkan ke dalam labu 50 mL dengan ditambahkan pelarut
etanol P
• Dibuat larutan pembanding Kurkumin 0,1% dalam etanol P.
Dibuat seri pengenceran larutan pembanding hingga diperoleh
kadar dengan serapan mendekati serapan Larutan uji.
• Prosedur penotolan dilakukan dengan cara menototolkan secara
terpisah 25 µL Larutan uji dan masing-masing seri Larutan
pembanding pada lempeng silika gel 60 F254, eluasi dengan Fase
gerak. Ukur serapan pada panjang gelombang serapan maksimum
425 nm. Dibuat kurva kalibrasi. Dihitung persentase kurkumin
dalam serbuk simplisia dengan kurva menggunakan rumus berikut
h) Senyawa Indentitas
Senyawa identitas pada rimpang temulawak berupa Xantorizol, dengan
struktur kimia sebagai berikut :
Prosedur KLT
5. Rimpang Kunyit
5.1 Penanganan Pascapanen Kunyit
Pengelolaan pasca panen kunyit meliputi (Kemenkes RI, 2015):
a. Sortasi basah
Sebelum pencucian harus dilakukan sortasi terlebih dahulu untuk memisahkan
rimpang yang sehat dan rimpang yang busuk atau juga bahan organik lain yang
terikut selama proses panen.
b. Pencucian
Pembersihan rimpang dilakukan dengan membasuh rimpang dengan air bersih
secara bertahap. Paling tidak ada 3 tahap pencucian rimpang, pertama adalah
perendaman untuk membuat tanah yang melekat menjadi lunak, tahap kedua adalah
pencucian awal untuk membersihkan tanah, dan terakhir adalah pencucian akhir
untuk menjamin rimpang bersih dari kotoran pencemar. Setelah pencucian maka
dilakukan penirisan di rak peniris untuk mengeringkan air sisa pencucian.
c. Pengubahan bentuk
Setelah rimpang dicuci dan ditiriskan, maka sebelum diubah bentuknya atau
dirajang/diiris, maka rimpang dibersihkan dari akar yang masih melekat. Pengirisan
rimpang kunyit sebaiknya dengan menggunakan pisau yang bukan terbuat dari besi
atau baja (bersifat inert). Pemotongan bisa dilakukan secara manual atau
menggunakan mesin perajang/pemotong. Tebal tiap irisan 3-4 mm pada waktu segar.
d. Pengeringan
1) Setelah rimpang diiris atau dipotong, maka langsung dijemur di bawah sinar
matahari atau dikeringkan dalam ruang pengering. Setelah kering tebal irisan
menjadi 2-3 mm.
2) Penjemuran atau pengeringan irisan dilakukan dengan meletakkan irisan tidak
saling tertumpukan. Untuk alas penjemuran dipakai anyaman bambu atau kain
hitam, di lantai penjemur atau tikar atau di rak pengering. Pengeringan dengan
alat pengering dilakukan dengan suhu awal 40⁰C agar diperoleh warna yang
baik dan bertahap dinaikkan sampai suhu mencapai 50⁰C.
3) Pengeringan dihentikan setelah bahan mencapai kadar air lebih kurang 10%,
secara fisik ditandai bahan mudah dipatahkan dengan tangan dan berbunyi
nyaring.
e. Sortasi kering
Sortasi kering dilakukan dengan memisahkan kotoran dari simplisia kering
yang masih terlewat pada sortasi awal.
f. Pengemasan dan penyimpanan
1) Untuk pemilihan bahan pengemasan, karena bahan bertekstur keras, harus
dipilih bahan pengemas yang tidak mudah rusak, misalnya kantong kertas
tebal (kantong semen), atau kresek plastik.
2) Selanjutnya tiap wadah diberi label yang berisi identitas simplisia meliputi
nama simplisia, tanggal penyimpanan, kadar air, jumlah bahan.
3) Penyimpanan simplisia harus ditempat yang bersih, kering (kelembapan
rendah), beraerasi baik dan terhindar dari sinar matahari langsung.
4) Tempatkan bahan dalam rak-rak kayu dan tidak langsung di lantai.
5) Susun bahan berdasarkan konsep FIFO (first in first out), artinya bahan yang
pertama masuk ke penyimpanan harus keluar pertama kali juga.
c. Mikroskopis
Rimpang kunyit memiliki fragmen pengenal berupa amilum, parenkim
korteks berisi bahan berwarna kuning, berkas pengangkut dengan penebalan tipe
tangga, rambut penutup, periderm dan parenkim stele.
Fragmen sebuk simplisia rimpang kunyit (Kemenkes RI, 2017)
d. Parameter Non Spesifik
1) Susut pengeringan (tidak lebih dari 10%)
Susut pengeringan adalah pengurangan berat bahan setelah dikeringkan dengan
cara yang telah ditetapkan. Simplisia harus dalam bentuk serbuk dengan derajat halus
nomor 8, suhu pengeringan 105°C dan susut pengeringan ditetapkan dengan cara
menimbang 1-2 gram simplisia dalam botol timbang dangkal bertutup yang
sebelumnya telah dipanaskan pada suhu penetapan dan ditara. Ratakan bahan dalam
botol timbang dengan menggoyangkan botol, hingga permukaan lapisan setebal ±5-
10 mm, masukkan dalam ruang pengering, buka tutupnya, keringkan pada suhu
penetapan hingga bobot tetap. Sebelum setiap pengeringan, biarkan botol dalam
keadaan tertutup dan mendingin dalam esikator hingga mencapai suhu ruang.
Persyaratan susut pengeringan untuk simplisia rimpang kunyit adalah tidak lebih dari
10%.
2) Abu total (tidak lebih dari 8,2%)
Timbang 2-3 g bahan uji yang telah dihaluskan dan masukkan ke dalam krus
silikat yang telah dipijar dan ditara, pijarkan perlahan-lahan hingga arang habis,
dinginkan dan timbang. Jika dengan cara ini arang tidak dapat dihilangkan,
tambahkan air panas, aduk, saring melalui kertas saring bebas abu. Pijarkan kertas
saring beserta sisa penyaringan dalam krus yang sama. Masukkan filtrat ke dalam
krus, uapkan dan pijarkan hingga bobot tetap pada suhu 800±25°C. Kadar abu total
dihitung terhadap berat bahan uji, dinyatakan dalam % b/b. Kadar abu total untuk
simplisia rimpang kunyit adalah tidak lebih dari 8,2%.
3) Abu tidak larut asam (tidak lebih dari 0,9%)
Didihkan abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total dengan 25 mL
asam klorida encer LP selama 5 menit. Kumpulkan bagian yang tidak larut dalam
asam, saring melalui kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas, pijarkan dalam
krus hingga bobot tetap pada suhu 800±25°C. Kadar abu yang tidak larut asam
dihitung terhadap berat bahan uji, dinyatakan dalam % b/b. Kadar abu tidak larut
asam untuk simplisia rimpang kunyit adalah tidak lebih dari 0,9%.
4) Sari larut air (tidak kurang dari 11,5%)
Timbang ±5 g serbuk yang telah dikeringkan di udara. Masukkan ke dalam labu
bersumbat, tambahkan 100 mL air jenuh kloroform, kocok berkali-kali selama 6 jam
pertama, biarkan selama 18 jam. Saring, uapkan 20 mL filtrat hingga kering dalam
cawan dangkal beralas datar yang telah dipanaskan 105°C dan ditara, panaskan sisa
pada suhu 105°C hingga bobot tetap. Dihitung kadar dalam % sari larut air.
Persyaratan kadar sari laut larut air untuk simplisia rimpang kunyit adalah tidak
kurang dari 11,5%.
5) Sari larut etanol (tidak kurang dari 11,4%)
Timbang ±5 g serbuk yang telah dikeringkan di udara. Masukkan ke dalam labu
bersumbat, tambahkan 100 mL etanol P, kocok berkali-kali selama 6 jam pertama,
biarkan selama 18 jam. Saring cepat untuk menghindarkan penguapan etanol, uapkan
20 mL filtrat hingga kering dalam cawan dangkal beralas datar yang telah dipanaskan
105°C dan ditara, panaskan sisa pada suhu 105°C hingga bobot tetap. Dihitung kadar
dalam % saru larut etanol. Persyaratan kadar sari laut etanol untuk simplisia rimpang
kunyit adalah tidak kurang dari 11,4%.
e. Parameter Spesifik
1) Senyawa Identitas
Senyawa identitas pada rimpang kunyit adalah kurkumin, dengan struktur kimia
sebagai berikut :
4) Pola Kromatografi
Lakukan kromatografi lapis tipis dengan parameter sebagai berikut:
Fase gerak : Kloroform P-metanol P (95:5)
Fase diam : Silika gel 60 F254
Larutan uji : 5% dalam etanol P
Larutan Pembanding : Kurkumin 0,1% dalam etanol P
Volume penotolan : Masing-masing 2μL larutan uji dan pembanding
Deteksi : UV 366
Prosedur KLT
Totolkan larutan uji, larutan pembanding, serta campuran larutan uji dan larutan
pembanding dengan jarak 1,5-2 cm dari tepi bawah lempeng, dan biarkan mengering.
Tempatkan lempeng pada rak penyangga, hingga tempat penotolan terletak di sebelah
bawah, dan masukkan rak ke dalam bejana kromatografi. Fase gerak dalam bejana
harus mencapai tepi bawah lapisan penjerap, totolan jangan sampai terendam.
Letakkan tutup bejana pada tempatnya dan biarkan fase gerak merambat sampai batas
jarak rambat. Keluarkan lempeng dan keringkan di udara, dan amati bercak dengan
sinar tampak, UV gelombang pendek (254 nm) kemudian UV gelombang panjang
(366 nm). Ukur dan catat jarak tiap bercak dari titik penotolan serta catat panjang
gelombang untuk tiap bercak yang diamati, dihitung harga Rf. Jika diperlukan,
semprot bercak dengan pereaksi penampak bercak, amati dan bandingkan
kromatogram bahan uji dengan kromatogram pembanding.
b. Makroskopis
Berupa batang, daun, bunga dan buah, batang bentuk bulat, kasar, beruas-ruas,
daun majemuk, berpasangan 10-13 pasang dalam satu ibu tangkai daun, kecil, bentuk
bulat telur sampai bulat memanjang, pangkal runcing, tepi rata, ujung meruncing,
bunga dan buah terdapat pada ketiak daun terlepas, buah bentuk bulat dengan liang
buah yang jelas, warna hijau kekuningan sampai kuning kecokelatan, bau khas, rasa
pahit.
3) Pola kromatografi
Lakukan kromatografi lapis tipis dengan parameter sebagai berikut:
Fase gerak : Kloroform P-aseton P-asam format P (7:3:0,4)
Fase diam : Silika gel 60 F254
Larutan uji : 2% dalam metanol P
Larutan Pembanding : Kuersetin 0,1% dalam metanol P
Volume penotolan : 30 μL larutan uji dan 3 μL pembanding
Deteksi : sitroborat LP, panaskan lempeng pada suhu 100⁰C selama 5-
10 menit dan UV 366
Prosedur KLT
Totolkan larutan uji, larutan pembanding, serta campuran larutan uji dan larutan
pembanding dengan jarak 1,5-2 cm dari tepi bawah lempeng, dan biarkan mengering.
Tempatkan lempeng pada rak penyangga, hingga tempat penotolan terletak di sebelah
bawah, dan masukkan rak ke dalam bejana kromatografi. Fase gerak dalam bejana
harus mencapai tepi bawah lapisan penjerap, totolan jangan sampai terendam.
Letakkan tutup bejana pada tempatnya dan biarkan fase gerak merambat sampai batas
jarak rambat. Keluarkan lempeng dan keringkan di udara, dan amati bercak dengan
sinar tampak, UV gelombang pendek (254 nm) kemudian UV gelombang panjang
(366 nm). Ukur dan catat jarak tiap bercak dari titik penotolan serta catat panjang
gelombang untuk tiap bercak yang diamati, dihitung harga Rf. Jika diperlukan,
semprot bercak dengan pereaksi penampak bercak, amati dan bandingkan
kromatogram bahan uji dengan kromatogram pembanding.
Kementerian Kesehatan RI. 2011. Pedoman Panen dan Pascapanen Tanaman Obat.
Tawangmangu. Kementerian Kesehatan Badan Litbang Kesehatan.
Kemenkes RI. 2015. Pedoman Budidaya, Panen dan Pascapanen Tanaman
Obat. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Kemenkes RI. 2017. Farmakope Herbal Indonesia. Edisi II. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Krisyanella, N. Susilawati, dan H. Rivai. 2013. Pembuatan dan Karakterisasi serta
Penentuan Kadar Flavonoid sari Ekstrak Kering Herba Meniran (Phyllanthus
niruri L.). Jurnal Farmasi Higea. 5(1): 9-21.