Anda di halaman 1dari 47

1.

Tempuyung

Penanganan Pasca Panen (Pedoman Budidaya, Panen dan Pascapanen Tanaman


Obat, 2015).

a. Sortasi Basah
1) Bagian tanaman tempuyung yang digunakan sebagai bahan jamu adalah daun.
2) Tanaman tempuyung setelah dipanen, dipisahkan dari bahan organik asing
(seperti rumput) dan bahan anorganik asing (seperti tanah) yang terbawa saat
panen.
3) Selanjutnya tanaman dipisahkan daun dan tangkainya. Daun tempuyung
kemudian dicuci.
b. Pencucian
1) Pencucian dilakukan dengan air mengalir dari sumber air yang bersih dan
sehat.
2) Setelah dilakukan pencucian maka bahan segera ditiriskan atau diangin-
anginkan.
c. Perubahan Bentuk
Dikarenakan tempuyung yang tumbuh di jawa adalah tempuyung berdaun
kecil, sehingga tidak perlu dilakukan pengubahan bentuk atau perajangan.
d. Pengeringan
1) Bahan yang sudah bersih dan kering dari sisa air pencucian, dikeringkan di
tempat yang beraerasi baik dan jangan dibawah sinar matahari langsung.
2) Setelah bahan setengah kering maka dapat dimasukkan ke dalam oven
dengan suhu tidak lebih dari 40°C.
3) Pengeringan dihentikan setelah bahan mencapai kadar air ±10%, secara fisik
ditandai dengan bahan menjadi mudah dipatahkan dengan tangan dan
berbunyi nyaring.
e. Sortasi Kering
Sortasi kering dilakukan terhadap daun tempuyung pasca pengeringan,
untuk mencegah tercampurnya simplisia tempuyung dengan simplisia lain
yang tidak diinginkan. Organoleptis simplisia tempuyung : berwarna coklat
kehijauan, bau lemah, dan tidak berasa.
f. Pengemasan dan Penyimpanan
1) Untuk pemilihan bahan pengemasan, karena bahan bertekstur keras, harus
dipilih bahan pengemas yang tidak mudah rusak, misalnya kantong kertas
tebal (kantong semen), atau kresek plastik.
2) Penyimpanan simplisia harus ditempat yang bersih, kering (kelembapan
rendah), beraerasi baik dan terhindar dari sinar matahari langsung.
3) Tempatkan bahan dalam rak-rak kayu dan tidak langsung di lantai.
4) Susun bahan berdasarkan konsep FIFO (first in first out), artinya bahan
yang pertama masuk ke penyimpanan harus keluar pertama kali juga.

Standarisasi Bahan Baku Tempuyung (Farmakope Herbal Indonesia Edisi II,


2017).

Daun tempuyung memiliki nama ilmiah Sonchus arvensis L., yang termasuk
kedalam suku Asteraceae.

a) Organoleptis
Simplisia daun tempuyung berwarna warna hijau kecoklatan; tidak berbau;
rasa agak pahit.
Gambar Simplisia daun tempuyung
b) Makroskopis

Berupa lembaran daun, melipat dan menggulung, bentuk lonjong atau


lanset, berlekuk, pangkal daun menyempit, tepi bergerigi tidak teratur, ujung
tumpul, permukaan atas agak kasar, kedua permukaan berambut, ibu tulang daun
tampak jelas dan di bagian pangkal berwarna putih kemerahan.

c) Mikroskopis

Ciri-ciri mikroskopis dari daun tempuyung ialah memiliki fragmen


pengenal berupa epidermis bawah dengan stomata, epidermis atas, mesofil daun
dengan epidermis dan palisade, dan rambut penutup.

Gambar Fragmen serbuk simplisia daun tempuyung


d) Parameter Non-Spesifik
 Susut Pengeringan (Tidak lebih dari 10%)
Susut pengeringan adalah pengurangan berat bahan setelah dikeringkan
dengan cara yang telah ditetapkan. Simplisia harus dalam bentuk serbuk dengan
derajat halus nomor 8, suhu pengeringan 105°C dan susut pengeringan ditetapkan
dengan cara menimbang 1-2 gram simplisia dalam botol timbang dangkal
bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu penetapan dan ditara.
Ratakan bahan dalam botol timbang dengan menggoyangkan botol, hingga
permukaan lapisan setebal ±5-10 mm, masukkan dalam ruang pengering, buka
tutupnya, keringkan pada suhu penetapan hingga bobot tetap. Sebelum setiap
pengeringan, biarkan botol dalam keadaan tertutup dan mendingin dalam esikator
hingga mencapai suhu ruang. Persyaratan susut pengeringan untuk simplisia daun
tempuyung adalah tidak lebih dari 10%.
 Abu Total (tidak lebih dari 15,4%)
Timbang 2-3 g bahan uji yang telah dihaluskan dan masukkan ke dalam
krus silikat yang telah dipijar dan ditara, pijarkan perlahan-lahan hingga arang
habis, dinginkan dan timbang. Jika dengan cara ini arang tidak dapat dihilangkan,
tambahkan air panas, aduk, saring melalui kertas saring bebas abu. Pijarkan kertas
saring beserta sisa penyaringan dalam krus yang sama. Masukkan filtrat ke dalam
krus, uapkan dan pijarkan hingga bobot tetap pada suhu 800±25°C. Kadar abu
total dihitung terhadap berat bahan uji, dinyatakan dalam % b/b. Kadar abu total
untuk simplisia tempuyung yang dipersyaratkan adalah tidak lebih dari 15,4%.
 Abu Tidak Larut Asam (tidak lebih dari 1,2%)
Didihkan abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total dengan 25
mL asam klorida encer LP selama 5 menit. Kumpulkan bagian yang tidak larut
dalam asam, saring melalui kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas,
pijarkan dalam krus hingga bobot tetap pada suhu 800±25°C. Kadar abu yang
tidak larut asam dihitung terhadap berat bahan uji, dinyatakan dalam % b/b.
Kadar abu tidak larut asam untuk simplisia tempuyung yang dipersyaratkan
adalah tidak lebih 1,2%.
 Sari Larut Air (tidak kurang dari 12,1%)
Timbang ±5 g serbuk yang telah dikeringkan di udara. Masukkan ke
dalam labu bersumbat, tambahkan 100 mL air jenuh kloroform, kocok berkali-
kali selama 6 jam pertama, biarkan selama 18 jam. Saring, uapkan 20 mL filtrat
hingga kering dalam cawan dangkal beralas datar yang telah dipanaskan 105°C
dan ditara, panaskan sisa pada suhu 105°C hingga bobot tetap. Persyaratan kadar
sari laut larut air untuk simplisai tempuyung adalah tidak kurang dari 12,1%.
 Sari Larut Etanol (tidak kurang dari 7,4%)
Timbang ±5 g serbuk yang telah dikeringkan di udara. Masukkan ke
dalam labu bersumbat, tambahkan 100 mL etanol P, kocok berkali-kali selama 6
jam pertama, biarkan selama 18 jam. Saring cepat untuk menghindarkan
penguapan etanol, uapkan 20 mL filtrat hingga kering dalam cawan dangkal
beralas datar yang telah dipanaskan 105°C dan ditara, panaskan sisa pada suhu
105°C hingga bobot tetap. Persyaratan kadar sari laut etanol untuk simplisia
tempuyung adalah tidak kurang dari 7,4%.
e) Parameter Spesifik
 Senyawa Identitas
Senyawa identitas pada daun tempuyung berupa Luteolin, dengan struktur
kimia sebagai berikut :

Gambar Senyawa identitas berupa luteolin


 Pola Kromatografi

Lakukan kromatografi lapis tipis dengan parameter sebagai berikut :

Fase gera : Asam asetat P-air (15:85)


Fase diam : Selulosa
Larutan uji : 10% dalam elanol P, gunakan Larulan uji KLT seperti
yang lertera pada Kromatografi.
Larutan pembanding: Luteolin 0, 1 % dalam elanol P
Volume penotolan : Totolkan 10µL Larulan uji dan 2 µL Larutan
pembanding
Deteksi : Sitroborat LP, panaskan lempeng pada suhu 100° C
selama 5-10 menit dan UV 366.

Prosedur KLT
Totolkan larutan uji, larutan pembanding, serta campuran larutan uji dan
larutan pembanding dengan jarak 1,5-2 cm dari tepi bawah lempeng, dan biarkan
mengering. Tempatkan lempeng pada rak penyangga, hingga tempat penotolan
terletak di sebelah bawah, dan masukkan rak ke dalam bejana kromatografi. Fase
gerak dalam bejana harus mencapai tepi bawah lapisan penjerap, totolan jangan
sampai terendam. Letakkan tutup bejana pada tempatnya dan biarkan fase gerak
merambat sampai batas jarak rambat. Keluarkan lempeng dan keringkan di udara,
dan amati bercak dengan sinar tampak UV gelombang panjang 366 nm. Ukur dan
catat jarak tiap bercak dari titik penotolan serta catat panjang gelombang untuk
tiap bercak yang diamati, kemudian ditentukan harga Rf.
Gambar Kromatogram simplisia daun tempuyung dan pembanding

2. Kayu Secang
Penanganan Pasca Panen (Pedoman Teknologi Penanganan Pascapanen Tanaman
Obat, 2011).

a. Sortasi Basah dan Pencucian


Batang atau cabang yang telah dipanen dibersihkan dari daun-daun dan
ranting halus kemudian dipotong-potong sepanjang ±10cm. Potongan tersebut
dicuci bersih dan ditiriskan lalu dijemur.
b. Penimbangan Bahan Baku
Batang atau cabang yang sudah bersih kemudian ditimbang untuk mengetahui
berat bahan sebelum diolah.
c. Penyerutan
Potongan batang atau cabang dibelah dengan sabit atau gergaji, kemudian
digunakan serutan untuk mengubah bentuk menjadi kecil-kecil dan tipis lalu
dikumpulkan dan dikeringkan.
d. Pengeringan
Serutan batang segera dikeringkan dengan tidak di bawah sinar matahari
langsung atau dengan alat pengering oven pada suhu ideal 50°C dengan ketebalan
tumpukan 3-4 cm. Proses pengeringan dilakukan hingga serutan kayu benar-benar
kering, ditandai dengan semakin kerasnya kayu namun mudah dipatahkan,
berwarna merah menyala hingga kecoklatan, berbau khas dan berasa lemah.
Setelah proses pengeringan selesai, dilakukan sortasi kering. Bagian yang rusak
atau yang tidak diinginkan serta kotoran yang masih tersisa dipisahkan, kemudian
simplisia dikemas dalam karung plastik dan siap digunakan atau disimpan di
tempat yang kering.
e. Pengemasan dan Pelabelan
Simplisia kayu yang sudah kering dan sudah diseleksi kualitasnya segera
dikemas agar uap air tidak terserap kembali. Pengemasan menggunakan bahan
kemasan yang baik, bersih, kering, mampu melindungi produk dari kerusakan
mekanis, tidak mengandung zat kimia yang menyebabkan perubahan bahan isi,
warna, rasa, bau, tidak bersifat racun (toksin) dan kadar air produk. Ukuran dan
bentuk kemasan harus menarik dan tertutup rapat supaya aman selama
penyimpanan maupun pengangkutan, kemudian kemasan diberi label yang
ditempelkan atau diikatkan pada kemasan, dengan mencantumkan: nama produk,
bagian tanaman produk yang digunakan, tanggal pengemasan, nomor/kode
produksi, nama/alamat penghasil, berat bersih, metode penyimpanan. Selanjutnya
simplisia diangkut ke konsumen atau segera disimpan untuk proses pengolahan
selanjutnya.
f. Penyimpanan
Penyimpanan simplisia kayu dilakukan sebelum dijual atau sebelum diolah
lebih lanjut. Tempat penyimpanan harus bersih, suhu kamar tidak lebih dari 30°C,
terpisah dari bahan lain agar tidak terkontaminasi dan bebas dari hama gudang,
kutu, rayap dan tikus. Simplisia yang dikemas disimpan dengan cara ditumpuk di
atas rak dengan ketinggian minimal 10 cm dan diberi alas agar tidak langsung
mengenai lantai. Jika penanganan dilakukan secara baik dan benar, produk dapat
disimpan selama 1 tahun. Pada waktu tertentu, dilakukan pemeriksaan gudang
secara rutin dan pengecekan terhadap mutu seluruh simplisia yang ada di dalam
gudang agar dapat diketahui lebih dini simplisia yang masih bermutu dan yang
tidak bermutu lagi.

Standarisasi Bahan Kayu Secang (Farmakope Herbal Indonesia Edisi II, 2017).

Kayu secang memiliki nama ilmiah Caesalpinia sappan L., yang termasuk
kedalam suku Fabaceae, mengandung minyak atsiri tidak kurang dari 0,16% v/b.

a) Organoleptis
Simplisia kayu secang berwarna merah, merah jingga, atau kuning; tidak
berbau; mula-mula tidak berasa lama-lama kelat.

Gambar Simplisia kayu secang


b) Makroskopis

Berupa serutan atau potongan-potongan kayu, keras, padat, permukaan


hasil serutan kasar, tampak serat-serat yang memanjang, bekas serutan tidak
beraturan.

c) Mikroskopis

Fragmen pengenal adalah unsur-unsur xylem dengan noktah, sklerenkim,


sklerenkim dengan kristal kalsium oksalat bentuk prisma, dan berkas pengangkut
bernoktah.

Gambar Fragmen serbuk simplisia kayu secang


d) Parameter Non Spesifik
 Susut Pengeringan (Tidak lebih dari 5%)
Susut pengeringan adalah pengurangan berat bahan setelah
dikeringkan dengan cara yang telah ditetapkan. Simplisia harus dalam
bentuk serbuk dengan derajat halus nomor 8, suhu pengeringan 105°C dan
susut pengeringan ditetapkan sebagai beikut : Timbang 1-2g simplisia
dalam botol timbang dangkal bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan
pada suhu penetapan dan ditara. Ratakan bahan dalam botol timbang
dengan menggoyangkan botol, hingga merupakan lapisan setebal ±5-
10mm, masukkan dalam ruang pengering, buka tutupnya, keringkan pada
suhu penetapan hingga bobot tetap. Sebelum setiap pengeringan, biarkan
botol dalam keadaan tertutup mendingin dalam eksikator hingga suhu
ruang. Persyaratan susut pengeringan simplisia kayu secang tidak lebih
dari 5%.
 Kadar Abu Total (tidak lebih dari 2%)
Merupakan pernyataan dari jumlah abu fisiologik bila simplisia dipijar
hingga seluruh unsur organik hilang. Abu fisiologik adalah abu yang
diperoleh dari sisa pemijaran. Dilakukan dengan cara menimbang 2-3g
bahan uji yang telah dihaluskan dan masukkan kedalam krus silikat yang
telah dipijar dan ditara, pijarkan perlahan-lahan hingga arang habis,
dinginkan dan ditimbang. Jika dengan cara ini arang tidak dapat
dihilangkan, tambahkan ai panas, aduk, saring melalui kertas saring bebas
abu. Pijarkan kertas saring beserta sisa penyaringan dalam krus yang
sama. Masukkan filtrat ke dalam krus, uapkan dan pijarkan hingga bobot
tetap pada suhu 800±25ºC. Kadar abu total dihitung terhadap berat bahan
uji, dinyatakan dalam % b/b. Persyaratan kadar abu total simplisia kayu
secang tidak lebih dari 2%.
 Kadar Abu Tidak Larut Asam (tidak lebih dari 0,5%)
Didihkan abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total denga
25ml asam klorida encer LP selama 5 menit. Kumpulkan bagian yang
tidak larut dalam asam, saring melalui kertas saring bebas abu, cuci
dengan air panas, pijarkan dalam krus hingga bobot tetap pada suhu
800±25ºC. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap berat
bahan uji, dinyatakan dalam % b/b. Persyaratan kadar abu tidak larut asam
simplisia kayu secang tidak lebih dari 0,5%.
 Kadar Sari Larut Air (tidak kurang dari 4%)
Timbang ± 5g serbuk yang telah dikeringkan diudara. Masukkan ke
dalam labu bersumbat, tambahkan 100 mL air jenuh klorofom, kocok
berkali-kali selama 6 jam pertama, biarkan selama 18 jam. Saring, uapkan
20 mL filtrat hingga kering dalam cawan dangkal beralas datar yang telah
dipanaskan 105°C dan ditara, panaskan sisa pada suhu 105°C hingga
bobot tetap. Hitung kadar dalam % sari larut air. Persyaratan kadar Sari
larut air simplisia kayu secang tidak kurang dari 4%.
 Kadar Sari Larut Etanol (tidak kurang dari 6%)
Timbang ± 5g serbuk yang telah dikeringkan diudara. Masukkan
kedalam labu bersumbat, tambahkan 100 mL etanol P, kocok berkali-kali
selama 6 jam pertama, biarkan selama 18 jam. Saring cepat untuk
menghindakan penguapan etanol, uapkan 20 mL filtrat hingga kering
dalam cawan dangkal beralas datar yang telah dipanaskan 105°C dan
ditara, panaskan sisa pada suhu 105°C hingga bobot tetap. Hitung kadar
dalam % sari larut etanol. Persyaratan kadar sari larut etanol simplisia
kayu secang tidak kurang dari 6%.
e) Parameter Spesifik
 Kadar Minyak Atsiri
Timbang sejumlah bahan yang diperkirakan mengandung 0,3 mL
minyak atsiri, masukkan dalam labu alas bulat 1L, tambahkan 200-300
mL air suling, hubungkan labu dengan pendingin dan buret berskala.
Untuk minyak atsiri dengan bobot jenis lebih kecil dari 1, tanbahkan 0,2
mL toluene atau xylen ke dalam buret. Panaskan dengan tangas udara,
sehingga penyulingan berlangsung dengan lambat tetapi teratur. Setelah
penyulingan selesai, biarkan selama tidak kurang dari 15 menit, catat
volume minyak atsiri pada buret. Kadar minyak atsiri dihitung dalam
%v/b. Kadar minyak atsiri dalam simplisia kayu secang tidak kurang dari
0,16% v/b.
 Senyawa Identitas
Senyawa identitas pada simplisia kayu secang berupa Brazilein,
dengan struktur kimia sebagai berikut :

Gambar Struktur kimia brazilein

 Pola Kromatografi
Memenuhi salah satu pola kromatografi berikut:
Pola Kromatografi 1
Fase gerak : Toluen P-etil asetat P-metanol P-asam format
(8:12:2:1)
Fase diam : Silika gel 60 F254
Larutan uji : 10% dalam metanol P, gunakan Larutan uji KLT
seperti tertera pada Kromatografi
Larutan pembanding : Linalool 1% dalam metanol P
Volumen penotolan : 10 μL Larutan uji dan 5 μL Larutan pembanding
Deteksi : Anisaldehid-asam sulfat LP, panaskan lempeng
pada suhu 100°C selama 5-10 menit
Gambar Pola kromatografi 1 senyawa linalool simplisia kayu secang

Pola Kromatografi 2
Fase gerak :Toluen P-etil asetat P-metanol-asam formiat P
(8:12:2:1)
Fase diam : Silika gel 60 F254
Larutan uji : 10% dalam metanol P, gunakan Larutan uji KLT
seperti tertera pada Kromatografi
Larutan pembanding : Brazilein 0,05% dalam metanol P
Volumen penotolan : 10 μL Larutan uji dan 5 μL Larutan pembanding
Deteksi : Sinar tampak
Gambar Pola kromatografi 2 senyawa brazilein simplisia kayu secang

Prosedur KLT

Totolkan larutan uji, larutan pembanding, serta campuran larutan uji


dan larutan pembanding dengan jarak 1,5-2 cm dari tepi bawah lempeng,
dan biarkan mengering. Tempatkan lempeng pada rak penyangga, hingga
tempat penotolan terletak di sebelah bawah, dan masukkan rak ke dalam
bejana kromatografi. Fase gerak dalam bejana harus mencapai tepi bawah
lapisan penjerap, totolan jangan sampai terendam. Letakkan tutup bejana
pada tempatnya dan biarkan fase gerak merambat sampai batas jarak
rambat. Keluarkan lempeng dan keringkan di udara, dan amati bercak
dengan menyemprotkan pereaksi penampak bercak, amati dan bandingkan
kromatogram bahan uji dengan kromatogram pembanding. Ukur dan catat
jarak tiap bercak dari titik penotolan serta catat panjang gelombang untuk
tiap bercak yang diamati, dihitung harga Rf.
3. DAUN KEPEL

Penanganan Pasca panen Kepel (Pedoman Budidaya, Panen dan Pascapanen


Tanaman Obat, 2015).

a. Sortasi basah

Bagian tanaman kepel yang akan digunakan sebagai bahan jamu adalah daun.
Setelah di panen, daun dipisahkan dari bahan organik asing (seperti rumput) dan
anorganik asing (seperti tanah) yang terbawa saat panen. Selanjutya tanaman
dipisahkan daun dan tangkainya. Daun kepel kemudian dicuci.

b. Pencucian

Pencucian dilakukan dengan air mengalir dari sumber air yang bersih dan sehat.
Setelah pencucian bahan segera ditiriskan atau di angi-anginkan.

c. Pengubahan bentuk

Daun kepel berukuran lebar sehingga perlu pengubahan bentuk melalui


perajangan menjadi bagian yang lebih kecil untuk mempercepat proses
pengeringan. Perajangan menggunakan pisau stainless untuk menghindari
tercampurnya logam berat dan reaksi kimia yang tidak diinginkan bahan dengan
komponen bahan perajang.

d. Pengeringan

1. Bahan yang sudah bersih dan kering dari sisa air pencucian, dikeringkan
ditempat yang beraerasi baik, dan jangan dibawah sinar matahari langsung.

2. Setelah bahan setengah kering dimasukka ke dalam oven dengan suhu tidak
lebih dari 40oC.

3. Pengeringan dihentikan setelah bahan mencapai kadar air kurang lebih 10%,
secara fisik ditandai bahan mudah dipatahkan dengan tangan dan berbunyi
nyaring.
e. Sortasi kering

Sortasi kering dilakukan terhadap daun kepel pasca pengeringan, untuk


mencegah tercampurnya simplisia dari simplisia lain. Organoleptis simplisia
daun kepel: warna coklat kehijauan, bau lemah, tidak berasa

f. Pengemasan dan penyimpanan

 Untuk pemilihan bahan pengemasan, karena bahan bertekstur keras, harus


dipilih bahan pengemas yang tidak mudah rusak, misalnya kantong kertas
tebal (kantong semen), atau kresek pastik.

 Simplisia daun kepel disimpan dalam wadah tertutup rapat, pada suhu
kamar, ditempat kering, sejuk, sirkulasi udara lancar dan terhadap cahaya.

 Tempatkan bahan dalam rak-rak kayu dan tidak langsung di lantai

 Susun bahan berdasarkan konsep FIFO (First In First Out), artinya bahan
yang pertama masuk ke penyimpanan harus keluar pertama kali juga.
Standarisasi Bahan Baku Kepel (Farmakope Herbal Indonesia Edisi II, 2017).

Daun kepel adalah daun Stelechocarpus burahol (Blume.) Hook. f. & Thomson, suku
Annonaceae, mengandung fenol total tidak kurang dari 1,22% dihitung sebagai asam
galat.
a) Organoleptis
Simplisia daun kepel berwarna hijau kecoklatan; tidak berbau; tidak berasa.

Gambar simplisia daun tempuyung


b) Makroskopis
Berupa helaian daun tunggal, keras, tebal dan kaku serta rapuh,
berbentuk lonjong atau bulat memanjang, pangkal runcing, tepi rata, ujung
runcing, pertulangan daun menyirip, cabang-cabang tulang daun sampai ke tepi,
ibu tulang daun tampak jelas menonjol ke permukaan bawah; warna hijau
kecokelatan; tidak berbau; tidak berasa.
c) Mikroskopis
Fragmen pengenal daun tempuyung adalah epidermis bawah dengan
stomata, epidermis atas dengan stomata, sklerenkim, sklereida dan parenkim
dengan idioblas berupa sel harsa.
Gambar Fragmen serbuk daun kepel

d) Parameter Non Spesifik


 Susut pengeringan (Tidak lebih dari 10%)
Susut pengeringan adalah pengurangan berat bahan setelah
dikeringkan dengan cara yang telah ditetapkan. Simplisia harus dalam
bentuk serbuk dengan derajat halus nomor 8, suhu pengeringan 105°C dan
susut pengeringan ditetapkan dengan cara menimbang 1-2 gram simplisia
dalam botol timbang dangkal bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan
pada suhu penetapan dan ditara. Ratakan bahan dalam botol timbang dengan
menggoyangkan botol, hingga permukaan lapisan setebal ±5-10 mm,
masukkan dalam ruang pengering, buka tutupnya, keringkan pada suhu
penetapan hingga bobot tetap. Sebelum setiap pengeringan, biarkan botol
dalam keadaan tertutup dan mendingin dalam esikator hingga mencapai suhu
ruang. Persyaratan susut pengeringan untuk simplisia daun tempuyung
adalah tidak lebih dari 10%.
 Abu total (Tidak lebih dari 11,3%)
Timbang 2-3 g bahan uji yang telah dihaluskan dan masukkan ke
dalam krus silikat yang telah dipijar dan ditara, pijarkan perlahan-lahan
hingga arang habis, dinginkan dan timbang. Jika dengan cara ini arang tidak
dapat dihilangkan, tambahkan air panas, aduk, saring melalui kertas saring
bebas abu. Pijarkan kertas saring beserta sisa penyaringan dalam krus yang
sama. Masukkan filtrat ke dalam krus, uapkan dan pijarkan hingga bobot
tetap pada suhu 800±25°C. Kadar abu total dihitung terhadap berat bahan
uji, dinyatakan dalam % b/b. Kadar abu total untuk simplisia tempuyung
yang dipersyaratkan adalah tidak lebih dari 11,3%.

 Abu tidak larut asam (Tidak lebih dari 0,1%)


Didihkan abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total dengan
25 mL asam klorida encer LP selama 5 menit. Kumpulkan bagian yang tidak
larut dalam asam, saring melalui kertas saring bebas abu, cuci dengan air
panas, pijarkan dalam krus hingga bobot tetap pada suhu 800±25°C. Kadar
abu yang tidak larut asam dihitung terhadap berat bahan uji, dinyatakan
dalam % b/b. Kadar abu tidak larut asam untuk simplisia tempuyung yang
dipersyaratkan adalah tidak lebih 0,1%.

 Sari larut air (Tidak kurang dari 2,2%)


Timbang ±5 g serbuk yang telah dikeringkan di udara. Masukkan ke
dalam labu bersumbat, tambahkan 100 mL air jenuh kloroform, kocok
berkali-kali selama 6 jam pertama, biarkan selama 18 jam. Saring, uapkan 20
mL filtrat hingga kering dalam cawan dangkal beralas datar yang telah
dipanaskan 105°C dan ditara, panaskan sisa pada suhu 105°C hingga bobot
tetap. Persyaratan kadar sari laut larut air untuk simplisai tempuyung adalah
tidak kurang dari 2,2%.

 Sari larut etanol (Tidak kurang dari 11,2%)


Timbang ±5 g serbuk yang telah dikeringkan di udara. Masukkan ke
dalam labu bersumbat, tambahkan 100 mL etanol P, kocok berkali-kali
selama 6 jam pertama, biarkan selama 18 jam. Saring cepat untuk
menghindarkan penguapan etanol, uapkan 20 mL filtrat hingga kering dalam
cawan dangkal beralas datar yang telah dipanaskan 105°C dan ditara,
panaskan sisa pada suhu 105°C hingga bobot tetap. Persyaratan kadar sari
laut etanol untuk simplisia tempuyung adalah tidak kurang dari 11,2%.

e) Parameter Spesifik
 Kadar Fenol total (Tidak kurang dari 3,52%)
Dilakukan penetapan kadar sesuai dengan penetapan kadar Fenol Total Cara
folin-ciocalteu pada spektrofotometri dengan cara :
• Dibuat larutan uji dengan menimbang 0,2 gram ekstrak, kemudian
dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer dengan ditambahkan 25
mL etanol P dan diaduk selama 30 menit dengan magnetic stirrer
 kemudian di saring ke dalam labu ukur 25 mL dan ditambahkan
metanol P melalui penyaring sampai tanda batas.
• Dibuat larutan pembanding dengan menimbang 10 mg asam galat,
kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL dilarutkan
dengan metanol P hingga tanda batas. Dibuat seri pengenceran
larutan pembanding dengan kadar berturut-turut 80, 60, 40, dan 30
µg/mL
• Prosedur dilakukan dengan cara memipet 1 mL larutan uji dan
masing-masing seri larutan pembanding ke dalam tabung reaksi,
ditambahakn 5 mL Folin-Ciocalteu (7,5% dalam air). Diamkan
selama 8 menit, ditambahkan 4 mL NaOH 1% kemudian di
inkubasi selama 1 jam. Diukur serapan masing2 larutan pada
panjang gelombang maksimum 425 nm. Dilakukan pengukuran
blanko dengan cara yang sama, tanpa penambahan larutan uji.
Dibuat kurva kalibrasi. Dihitung persentase fenol total sebagai
asam galat dalam serbuk simplisia dengan kurva menggunakan
rumus berikut :

 Senyawa Indentitas
Senyawa identitas pada daun kepel berupa Azaleatin, dengan struktur kimia
sebagai berikut :

Gambar senyawa identitas berupa azaleatin

 Pola Kromatografi
Lakukan Kromatografi lapis tipis seperti tertera pada Kromatografi dengan
parameter sebagai berikut:
Fase gerak : Etil asetat P–asam format P–air (8:1:1)

Fase diam : Silika gel 60 F254


Larutan uji : 10% dalam etanol P, gunakan Larutan uji
KLT seperti tertera pada Kromatografi

Larutan pembanding : Rutin 0,1% dalam etanol P

Volume penotolan : 10 µL Larutan uji dan 2 mikroL

Deteksi : Sitroborat LP, panaskan lempeng pada suhu


100o selama 5–10 menit dan UV366.

Prosedur KLT

Totolkan larutan uji, larutan pembanding, serta campuran larutan uji


dan larutan pembanding dengan jarak 1,5-2 cm dari tepi bawah lempeng, dan
biarkan mengering. Tempatkan lempeng pada rak penyangga, hingga tempat
penotolan terletak di sebelah bawah, dan masukkan rak ke dalam bejana
kromatografi. Fase gerak dalam bejana harus mencapai tepi bawah lapisan
penjerap, totolan jangan sampai terendam. Letakkan tutup bejana pada
tempatnya dan biarkan fase gerak merambat sampai batas jarak rambat.
Keluarkan lempeng dan keringkan di udara, dan amati bercak dengan sinar
tampak UV gelombang panjang 366 nm. Ukur dan catat jarak tiap bercak dari
titik penotolan serta catat panjang gelombang untuk tiap bercak yang diamati,
kemudian ditentukan harga Rf.
Gambar Kromatogram simplisia daun tempuyung dan pembanding

4. TEMULAWAK

Penanganan Pascapanen Temulawak (Pedoman Budidaya, Panen dan Pascapanen


Tanaman Obat, 2015).

a. Sortasi
Sebelum pencucian harus dilakukan sortasi terlebih dahulu untuk memisahkan
rimpang yang sehat dan rimpang yang busuk atau juga bahan organik lain yang
terikut selama proses panen.

b. Pencucian
Pembersihan rimpang dilakukan dengan membasuh rimpang dengan air bersih
secara bertahap. Terdapat 3 tahap pencucian rimpang :

 Perendaman untuk membuat tanah yang melekat menjadi lunak


 Pencucian awal untuk membersihkan air
 Pencucian akhir untuk menjamin rimpang bersih dari kotoran pencemar
Setelah dilakukan ketiga tahap diatas, maka dilakukan penirisan di rak peniris
untuk mengeringkan air sisa pencucian.
c. Pengubahan bentuk
Setelah rimpang dicuci dan ditiriskan, maka sebelum diubah bentuknya atau diris,
maka rimpang dibersihkan dari akar yang masih melekat. Pengirisan rimpang
temulawak sebaiknya dengan menggunakan pisau yang bukan terbuat dari besi
atau baja (bersifat inert). Pemotongan bisa dilakukan secara manual atau
menggunakan mesing pemotong. Tebal tiap irisan 5-6 mm pada waktu segar.

d. Pengeringan
1. Setelah rimpang diiris atau dipotong, maka langsung dijemur di bawah
sinar matahari atau dikeringkan dalam ruang pengering. Setelah kering
tebal irisan menjadi 4-5 mm.
2. Penjemuran atau pengeringan irisan dilakukan dengan meletakkan isrisan
tidak saling tertumpukan. Untuk alas penjemuran menggunakan anyaman
bambu atau kain hitam, di lantai penjemur atau tikar atau di rak pengering.
Pengeringan dengan alat pengering dilakukan dengan suhu awal 40°C agar
diperoleh warna yang baik dan bertahap dinikkan sampai suhu mencapai
50°C.
3. Pengeringan dihetikan setelah bahan mencapai kadar air kurang lebih 10%,
secara fisik ditandai bahan mudah dipatahkan dengan tangan dan berbunyi
nyaring.
e. Sortasi kering
Sortasi kering dilakukan dengan memisahkan kotoran dari simplisia kering yang
masih terlewat pada sortasi awal.

f. Pengemasan dan penyimpanan


1) Untuk pemilihan bahan pengemasan, karena bahan bertekstur keras, harus
dipilih bahan pengemas yang tidak mudah rusak, misalnya kantong kertas
tebal (kantong semen), atau kresek plastik.
2) Selanjutnya tiap wadah diberi label yang berisi identitas simplisia meliputi
nama simplisia, tanggal penyimpanan, kadar air, jumlah bahan.
3) Penyimpanan simplisia harus ditempat yang bersih, kering (kelembapan
rendah), beraerasi baik dan terhindar dari sinar matahari langsung.
4) Tempatkan bahan dalam rak-rak kayu dan tidak langsung di lantai.
5) Susun bahan berdasarkan konsep FIFO (first in first out), artinya bahan
yang pertama masuk ke penyimpanan harus keluar pertama kali juga.

Standarisasi Bahan Baku Temulawak (Farmakope Herbal Indonesia Edisi II,


2017).

Rimpang temulawak memiliki nama ilmiah Curcumae xanthorrhizae Roxb., yang


termasuk kedalam suku Zingiberaceae

a) Organoleptis
warna kuning jingga hingga cokelat jingga terang, memiliki bau aromatik, rasa
tajam dan pahit.

Gambar simplisia rimpang temulawak


b) Makroskopis
Berupa irisan rimpang, keping tipis, bentuk bulat atau agak jorong,
ringan, keras, mudah patah, permukaan luar berkerut, warna coklat kuning
hingga cokelat, bidang irisan melengkung tidak beraturan, tidak rata, sering
dengan tonjolan melingkar pada batas antara korteks dengan silinder pusat,
korteks sempit, bekas patahan berdebu, warna kuning jingga hingga cokelat
jingga terang, memiliki bau aromatik, rasa tajam dan pahit.
c) Mikroskopis
Ciri-ciri miskroskopis dari rimpang temulawak yakni memiliki
fragmen pengenal adalah amilum, parenkim korteks, sklerenkim, berkas
pengangkut dengan penebalan tipe tangga dan jaringan gabus.

Gambar Fragmen serbuk simplisia rimpang temulawak

d) Parameter Non Spesifik


 Susut pengeringan (Tidak lebih dari 10%)
Susut pengeringan adalah pengurangan berat bahan setelah
dikeringkan dengan cara yang telah ditetapkan. Simplisia harus dalam
bentuk serbuk dengan derajat halus nomor 8, suhu pengeringan 105°C dan
susut pengeringan ditetapkan dengan cara menimbang 1-2 gram simplisia
dalam botol timbang dangkal bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan
pada suhu penetapan dan ditara. Ratakan bahan dalam botol timbang
dengan menggoyangkan botol, hingga permukaan lapisan setebal ±5-10
mm, masukkan dalam ruang pengering, buka tutupnya, keringkan pada
suhu penetapan hingga bobot tetap. Sebelum setiap pengeringan, biarkan
botol dalam keadaan tertutup dan mendingin dalam esikator hingga
mencapai suhu ruang. Persyaratan susut pengeringan untuk simplisia daun
tempuyung adalah tidak lebih dari 10%.
 Abu total (Tidak lebih dari 4,8%)
Timbang 2-3 g bahan uji yang telah dihaluskan dan masukkan ke
dalam krus silikat yang telah dipijar dan ditara, pijarkan perlahan-lahan
hingga arang habis, dinginkan dan timbang. Jika dengan cara ini arang
tidak dapat dihilangkan, tambahkan air panas, aduk, saring melalui kertas
saring bebas abu. Pijarkan kertas saring beserta sisa penyaringan dalam
krus yang sama. Masukkan filtrat ke dalam krus, uapkan dan pijarkan
hingga bobot tetap pada suhu 800±25°C. Kadar abu total dihitung
terhadap berat bahan uji, dinyatakan dalam % b/b. Kadar abu total untuk
simplisia tempuyung yang dipersyaratkan adalah tidak lebih dari 4,8%.
 Abu tidak larut asam (Tidak lebih dari 0,7%)
Didihkan abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total dengan
25 mL asam klorida encer LP selama 5 menit. Kumpulkan bagian yang
tidak larut dalam asam, saring melalui kertas saring bebas abu, cuci
dengan air panas, pijarkan dalam krus hingga bobot tetap pada suhu
800±25°C. Kadar abu yang tidak larut asam dihitung terhadap berat bahan
uji, dinyatakan dalam % b/b. Kadar abu tidak larut asam untuk simplisia
tempuyung yang dipersyaratkan adalah tidak lebih 0,7%.
 Sari larut air (Tidak kurang dari 9,1%)
Timbang ±5 g serbuk yang telah dikeringkan di udara. Masukkan ke
dalam labu bersumbat, tambahkan 100 mL air jenuh kloroform, kocok
berkali-kali selama 6 jam pertama, biarkan selama 18 jam. Saring, uapkan
20 mL filtrat hingga kering dalam cawan dangkal beralas datar yang telah
dipanaskan 105°C dan ditara, panaskan sisa pada suhu 105°C hingga
bobot tetap. Persyaratan kadar sari laut larut air untuk simplisai
tempuyung adalah tidak kurang dari 9,1%.
 Sari larut etanol (Tidak kurang dari 3,6%)
Timbang ±5 g serbuk yang telah dikeringkan di udara. Masukkan ke
dalam labu bersumbat, tambahkan 100 mL etanol P, kocok berkali-kali
selama 6 jam pertama, biarkan selama 18 jam. Saring cepat untuk
menghindarkan penguapan etanol, uapkan 20 mL filtrat hingga kering
dalam cawan dangkal beralas datar yang telah dipanaskan 105°C dan
ditara, panaskan sisa pada suhu 105°C hingga bobot tetap. Persyaratan
kadar sari laut etanol untuk simplisia tempuyung adalah tidak kurang dari
3,6%.

e) Parameter Spesifik
f) Kadar minyak atsiri (Tidak kurang dari 1,20% v/b)
a. Ditimbang sejumlah bahan yang diperkirakan mengandung 0,3 mL
minyak atsiri, dimasukkan ke dalam labu alas bulat 1 L, kemudian
ditambahkan 200-300 mL air suling dan dihubungkan labu dengan
pendingin dan buret berskala.
b. Untuk minyak atsiri dengan bobot jenis lebih kecil dari 1, tambahkan
0,2 mL toluen atau xylen ke dalam buret.
c. Dipanaskan dengan tangas udara, sehingga penyulingan berlangsung
dengan lambat tetapi teratur
d. Setelah penyulingan selesai, didiamkan terlebih dahulu hingga 15
menit, dicatat volume minyak astiri pada buret dihitung dalam %b/v
g) Kadar kurkumin (Tidak kurang dari 2,30%)
Penetapan kadar dilakukan dengan cara KLT Densitometri menggunakan
Fase gerak n-heksan P-etil asetat P (1:1) dengan cara :
• Dibuat larutan uji dengan menimbang 500 mg serbuk kemudian
dimasukkan ke dalam labu 50 mL dengan ditambahkan pelarut
etanol P
• Dibuat larutan pembanding Kurkumin 0,1% dalam etanol P.
Dibuat seri pengenceran larutan pembanding hingga diperoleh
kadar dengan serapan mendekati serapan Larutan uji.
• Prosedur penotolan dilakukan dengan cara menototolkan secara
terpisah 25 µL Larutan uji dan masing-masing seri Larutan
pembanding pada lempeng silika gel 60 F254, eluasi dengan Fase
gerak. Ukur serapan pada panjang gelombang serapan maksimum
425 nm. Dibuat kurva kalibrasi. Dihitung persentase kurkumin
dalam serbuk simplisia dengan kurva menggunakan rumus berikut

h) Senyawa Indentitas
Senyawa identitas pada rimpang temulawak berupa Xantorizol, dengan
struktur kimia sebagai berikut :

Gambar senyawa identitas berupa xantorizol


i) Pola Kromatografi
Lakukan Kromatografi lapis tipis seperti tertera pada Kromatografi dengan
parameter sebagai berikut:
Fase gerak : Toluen P-etil asetat P (93:7)
Fase diam : Silika gel 60 GF254
Larutan uji : 0,1% dalam toluen P
Larutan Pembanding : Xantorizol 0,1% dalam toluen P
Volume penotolan : 20µL larutan uji dan larutan pembanding
Deteksi : Biru permanen LP dan amonium hidroksida P

Gambar Pola kromatogram xanthorizol

Prosedur KLT

Totolkan larutan uji, larutan pembanding, serta campuran larutan uji


dan larutan pembanding dengan jarak 1,5-2 cm dari tepi bawah lempeng, dan
biarkan mengering. Tempatkan lempeng pada rak penyangga, hingga tempat
penotolan terletak di sebelah bawah, dan masukkan rak ke dalam bejana
kromatografi. Fase gerak dalam bejana harus mencapai tepi bawah lapisan
penjerap, totolan jangan sampai terendam. Letakkan tutup bejana pada
tempatnya dan biarkan fase gerak merambat sampai batas jarak rambat.
Keluarkan lempeng dan keringkan di udara, dan amati bercak dengan sinar
tampak UV gelombang panjang 366 nm. Ukur dan catat jarak tiap bercak dari
titik penotolan serta catat panjang gelombang untuk tiap bercak yang diamati,
kemudian ditentukan harga Rf.

5. Rimpang Kunyit
5.1 Penanganan Pascapanen Kunyit
Pengelolaan pasca panen kunyit meliputi (Kemenkes RI, 2015):
a. Sortasi basah
Sebelum pencucian harus dilakukan sortasi terlebih dahulu untuk memisahkan
rimpang yang sehat dan rimpang yang busuk atau juga bahan organik lain yang
terikut selama proses panen.
b. Pencucian
Pembersihan rimpang dilakukan dengan membasuh rimpang dengan air bersih
secara bertahap. Paling tidak ada 3 tahap pencucian rimpang, pertama adalah
perendaman untuk membuat tanah yang melekat menjadi lunak, tahap kedua adalah
pencucian awal untuk membersihkan tanah, dan terakhir adalah pencucian akhir
untuk menjamin rimpang bersih dari kotoran pencemar. Setelah pencucian maka
dilakukan penirisan di rak peniris untuk mengeringkan air sisa pencucian.
c. Pengubahan bentuk
Setelah rimpang dicuci dan ditiriskan, maka sebelum diubah bentuknya atau
dirajang/diiris, maka rimpang dibersihkan dari akar yang masih melekat. Pengirisan
rimpang kunyit sebaiknya dengan menggunakan pisau yang bukan terbuat dari besi
atau baja (bersifat inert). Pemotongan bisa dilakukan secara manual atau
menggunakan mesin perajang/pemotong. Tebal tiap irisan 3-4 mm pada waktu segar.
d. Pengeringan
1) Setelah rimpang diiris atau dipotong, maka langsung dijemur di bawah sinar
matahari atau dikeringkan dalam ruang pengering. Setelah kering tebal irisan
menjadi 2-3 mm.
2) Penjemuran atau pengeringan irisan dilakukan dengan meletakkan irisan tidak
saling tertumpukan. Untuk alas penjemuran dipakai anyaman bambu atau kain
hitam, di lantai penjemur atau tikar atau di rak pengering. Pengeringan dengan
alat pengering dilakukan dengan suhu awal 40⁰C agar diperoleh warna yang
baik dan bertahap dinaikkan sampai suhu mencapai 50⁰C.
3) Pengeringan dihentikan setelah bahan mencapai kadar air lebih kurang 10%,
secara fisik ditandai bahan mudah dipatahkan dengan tangan dan berbunyi
nyaring.
e. Sortasi kering
Sortasi kering dilakukan dengan memisahkan kotoran dari simplisia kering
yang masih terlewat pada sortasi awal.
f. Pengemasan dan penyimpanan
1) Untuk pemilihan bahan pengemasan, karena bahan bertekstur keras, harus
dipilih bahan pengemas yang tidak mudah rusak, misalnya kantong kertas
tebal (kantong semen), atau kresek plastik.
2) Selanjutnya tiap wadah diberi label yang berisi identitas simplisia meliputi
nama simplisia, tanggal penyimpanan, kadar air, jumlah bahan.
3) Penyimpanan simplisia harus ditempat yang bersih, kering (kelembapan
rendah), beraerasi baik dan terhindar dari sinar matahari langsung.
4) Tempatkan bahan dalam rak-rak kayu dan tidak langsung di lantai.
5) Susun bahan berdasarkan konsep FIFO (first in first out), artinya bahan yang
pertama masuk ke penyimpanan harus keluar pertama kali juga.

5.2 Standarisasi Bahan Baku Kunyit


Rimpang kunyit adalah rimpang Curcuma longa L, suku Zingiberaceae yang
mengandung minyak atsiri tidak kurang dari 1,85% v/b dan kurkumin tidak kurang
dari 3,82% (Kemenkes RI, 2017).
a. Organoleptis
Simplisia rimpang kunyit berwarna kuning jingga, kuning jingga kemerahan
sampai kuning jingga kecokelatan, bau khas, rasa agak pahit dan agak pedas.

Simplisia rimpang kunyit (Kemenkes RI, 2017)


b. Makroskopis
Berupa irisan melintang rimpang, ringan, rapuh, bentuk hampir bulat
sampai bulat Panjang, kadang-kadang bercabang, umumnya melengkung tidak
beraturan, kadang-kadang terdapat pangkal upih daun dan pangkal akar,
permukaan luar kasar, terdapat bekas ruas-ruas, permukaan dalam dengan batas
korteks dan silinder pusat yang jelas, bekas patahan agak rata, berdebu. Warna
kuning jingga, kuning jingga kemerahan sampai kuning jingga kecokelatan, bekas
patahan kuning jingga sampai cokelat kemerahan. Memiliki bau khas, rasa agak
pahit, agak pedas, lama kelamaan menimbulkan rasa tebal.

c. Mikroskopis
Rimpang kunyit memiliki fragmen pengenal berupa amilum, parenkim
korteks berisi bahan berwarna kuning, berkas pengangkut dengan penebalan tipe
tangga, rambut penutup, periderm dan parenkim stele.
Fragmen sebuk simplisia rimpang kunyit (Kemenkes RI, 2017)
d. Parameter Non Spesifik
1) Susut pengeringan (tidak lebih dari 10%)
Susut pengeringan adalah pengurangan berat bahan setelah dikeringkan dengan
cara yang telah ditetapkan. Simplisia harus dalam bentuk serbuk dengan derajat halus
nomor 8, suhu pengeringan 105°C dan susut pengeringan ditetapkan dengan cara
menimbang 1-2 gram simplisia dalam botol timbang dangkal bertutup yang
sebelumnya telah dipanaskan pada suhu penetapan dan ditara. Ratakan bahan dalam
botol timbang dengan menggoyangkan botol, hingga permukaan lapisan setebal ±5-
10 mm, masukkan dalam ruang pengering, buka tutupnya, keringkan pada suhu
penetapan hingga bobot tetap. Sebelum setiap pengeringan, biarkan botol dalam
keadaan tertutup dan mendingin dalam esikator hingga mencapai suhu ruang.
Persyaratan susut pengeringan untuk simplisia rimpang kunyit adalah tidak lebih dari
10%.
2) Abu total (tidak lebih dari 8,2%)
Timbang 2-3 g bahan uji yang telah dihaluskan dan masukkan ke dalam krus
silikat yang telah dipijar dan ditara, pijarkan perlahan-lahan hingga arang habis,
dinginkan dan timbang. Jika dengan cara ini arang tidak dapat dihilangkan,
tambahkan air panas, aduk, saring melalui kertas saring bebas abu. Pijarkan kertas
saring beserta sisa penyaringan dalam krus yang sama. Masukkan filtrat ke dalam
krus, uapkan dan pijarkan hingga bobot tetap pada suhu 800±25°C. Kadar abu total
dihitung terhadap berat bahan uji, dinyatakan dalam % b/b. Kadar abu total untuk
simplisia rimpang kunyit adalah tidak lebih dari 8,2%.
3) Abu tidak larut asam (tidak lebih dari 0,9%)
Didihkan abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total dengan 25 mL
asam klorida encer LP selama 5 menit. Kumpulkan bagian yang tidak larut dalam
asam, saring melalui kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas, pijarkan dalam
krus hingga bobot tetap pada suhu 800±25°C. Kadar abu yang tidak larut asam
dihitung terhadap berat bahan uji, dinyatakan dalam % b/b. Kadar abu tidak larut
asam untuk simplisia rimpang kunyit adalah tidak lebih dari 0,9%.
4) Sari larut air (tidak kurang dari 11,5%)
Timbang ±5 g serbuk yang telah dikeringkan di udara. Masukkan ke dalam labu
bersumbat, tambahkan 100 mL air jenuh kloroform, kocok berkali-kali selama 6 jam
pertama, biarkan selama 18 jam. Saring, uapkan 20 mL filtrat hingga kering dalam
cawan dangkal beralas datar yang telah dipanaskan 105°C dan ditara, panaskan sisa
pada suhu 105°C hingga bobot tetap. Dihitung kadar dalam % sari larut air.
Persyaratan kadar sari laut larut air untuk simplisia rimpang kunyit adalah tidak
kurang dari 11,5%.
5) Sari larut etanol (tidak kurang dari 11,4%)
Timbang ±5 g serbuk yang telah dikeringkan di udara. Masukkan ke dalam labu
bersumbat, tambahkan 100 mL etanol P, kocok berkali-kali selama 6 jam pertama,
biarkan selama 18 jam. Saring cepat untuk menghindarkan penguapan etanol, uapkan
20 mL filtrat hingga kering dalam cawan dangkal beralas datar yang telah dipanaskan
105°C dan ditara, panaskan sisa pada suhu 105°C hingga bobot tetap. Dihitung kadar
dalam % saru larut etanol. Persyaratan kadar sari laut etanol untuk simplisia rimpang
kunyit adalah tidak kurang dari 11,4%.

e. Parameter Spesifik
1) Senyawa Identitas
Senyawa identitas pada rimpang kunyit adalah kurkumin, dengan struktur kimia
sebagai berikut :

Struktur kimia kurkumin (Kemenkes RI, 2017)


2) Kadar minyak atsiri (tidak kurang dari 1,85% v/b)
Timbang saksama sejumlah bahan yang diperkirakan mengandung 0,3 mL
minyak atsiri, masukkan ke dalam labu alas bulat 1 L, tambahkan 200 sampai 300 mL
air suling, hubungkan labu dengan pendingin dan buret berskala. Untuk minyak atsiri
dengan bobot jenis lebih kecil dari 1, tambahkan 0,2 mL toluen atau xylen kedalam
buret. Panaskan dengan tangas udara, sehingga penyulingan berlangsung dengan
lambat tetapi teratur. Setelah penyulingan selesai, biarkan selama tidak kurang dari 15
menit, catat volume minyak atsiri pada buret. Persyaratan kandungan minyak atsiri
pada simplisia rimpang kunyit adalah tidak kurang dari 1,85% v/b.
3) Kadar kurkumin (tidak kurang dari 3,82%)
Penetapan kadar kurkumin dilakukan menggunakan spektrofotometri, dengan
larutan uji, pembanding dan blangko sebagai berikut :
Larutan uji : Timbang seksama kurang lebih 20 mg serbuk simplisia, masukkan ke
tabung reaksi, tambahkan 10 mL etanol P, vorteks selama 30 menit dan diamkan
selama 1 jam. Saring dengan kertas saring ke dalam labu terukur 10 mL. Tambahkan
melalui kertas saring etanol P sampai tanda.
Larutan pembanding : Timbang seksama kurang lebih 10 mg kurkumin, masukkan
kedalam labu ukur 10 mL, tambahkan etanol P sampai tanda. Buat seri pengenceran
larutan pembanding dengan kadar berturut-turut 100, 60, 40, 20,10, dan 2 ppm.
Larutan blangko etanol P : Pipet secara terpisah 3 mL larutan uji, masing-masing seri
larutan pembanding dan larutan blangko ke dalam wadah yang sesuai. Ukur serapan
pada panjang serapan maksimum kurang lebih 420 nm. Buat kurva kalibrasi. Hitung
kadar kurkumin dalam serbuk simplisia dengan kurva baku atau dengan rumus di
bawah ini. Persyaratan kadar kurkumin pada kunyit adalah tidak kurang dari 3,82%.

4) Pola Kromatografi
Lakukan kromatografi lapis tipis dengan parameter sebagai berikut:
Fase gerak : Kloroform P-metanol P (95:5)
Fase diam : Silika gel 60 F254
Larutan uji : 5% dalam etanol P
Larutan Pembanding : Kurkumin 0,1% dalam etanol P
Volume penotolan : Masing-masing 2μL larutan uji dan pembanding
Deteksi : UV 366

Prosedur KLT
Totolkan larutan uji, larutan pembanding, serta campuran larutan uji dan larutan
pembanding dengan jarak 1,5-2 cm dari tepi bawah lempeng, dan biarkan mengering.
Tempatkan lempeng pada rak penyangga, hingga tempat penotolan terletak di sebelah
bawah, dan masukkan rak ke dalam bejana kromatografi. Fase gerak dalam bejana
harus mencapai tepi bawah lapisan penjerap, totolan jangan sampai terendam.
Letakkan tutup bejana pada tempatnya dan biarkan fase gerak merambat sampai batas
jarak rambat. Keluarkan lempeng dan keringkan di udara, dan amati bercak dengan
sinar tampak, UV gelombang pendek (254 nm) kemudian UV gelombang panjang
(366 nm). Ukur dan catat jarak tiap bercak dari titik penotolan serta catat panjang
gelombang untuk tiap bercak yang diamati, dihitung harga Rf. Jika diperlukan,
semprot bercak dengan pereaksi penampak bercak, amati dan bandingkan
kromatogram bahan uji dengan kromatogram pembanding.

Hasil uji KLT senyawa kurkumin (Kemenkes RI, 2017)


6. Herba Meniran
6.1 Penanganan Pascapanen Meniran
Berikut ini proses atau tahapan yang dilakukan dalam penanganan pascapanen dari
herba meniran (Krisyanella, 2013) :
a. Sortasi basah
Dilakukan untuk pemisahan pengotor padat simplisia sebelum pencucian,
dengan cara membuang bagian-bagian yang tidak perlu sebelum pengeringan,
sehingga didapatkan herba yang layak untuk digunakan, cara ini dapat dilakukan
dengan manual.
b. Pencucian simplisia
Dilakukan untuk menghilangkan pengotor yang masih melekat pada simplisia
setelah pelaksanaan sortasi basah. Pencucian dilakukan dengan air mengalir dan
dalam waktu yang sesingkat mungkin bertujuan untuk menghilangkan pengotor,
namun tidak menghilangkan zat berkhasiat simplisia tersebut.
c. Pengeringan simplisia
Dilakukan pengeringan dengan cara dikering anginkan atau tidak kena cahaya
matahari langsung atau pada suhu kamar ±25⁰C. Pengeringan ini berlangsung ± 10
hari sampai kadar air ≤ 10 %. Pengeringan dengan sinar matahari dilakukan selam 3 –
5 hari tergantung keadaan cuaca. Meniran yang telah dikeringkan dikemas dalam
wadah yang kedap udara agar simplisia ini tidak mudah berjamur.

6.2 Standarisasi Bahan Baku Meniran


Herba meniran adalah seluruh bagian di atas tanah tumbuhan Phyllanthus
niruni L., suku Euphorbiaceae, mengandung flavonoid total tidak kurang dari 0,90%
dihitung sebagai kuersetin (Kemenkes RI, 2017).
a. Organoleptis
Simplisia herba meniran berwarna hijau kekuningan sampai kuning
kecokelatan, bau khas, dan rasa pahit.

b. Makroskopis
Berupa batang, daun, bunga dan buah, batang bentuk bulat, kasar, beruas-ruas,
daun majemuk, berpasangan 10-13 pasang dalam satu ibu tangkai daun, kecil, bentuk
bulat telur sampai bulat memanjang, pangkal runcing, tepi rata, ujung meruncing,
bunga dan buah terdapat pada ketiak daun terlepas, buah bentuk bulat dengan liang
buah yang jelas, warna hijau kekuningan sampai kuning kecokelatan, bau khas, rasa
pahit.

Simplisia herba meniran (Kemenkes RI, 2017)


c. Mikroskopis
Fragmen pengenal adalah epidermis atas dengan kristal kalsium oksalat bentuk
roset, epidermis atas dengan kristal kalsium oksalat bentuk prisma di palisade,
epidermis bawah dengan stomata, kulit buah dan kulit biji tampak tangensial.
Fragmen serbuk simplisia herba meniran (Kemenkes RI, 2017)
d. Parameter Non Spesifik
1) Susut pengeringan (tidak lebih dari 10%)
Susut pengeringan adalah pengurangan berat bahan setelah dikeringkan dengan
cara yang telah ditetapkan. Simplisia harus dalam bentuk serbuk dengan derajat halus
nomor 8, suhu pengeringan 105°C dan susut pengeringan ditetapkan dengan cara
menimbang 1-2 gram simplisia dalam botol timbang dangkal bertutup yang
sebelumnya telah dipanaskan pada suhu penetapan dan ditara. Ratakan bahan dalam
botol timbang dengan menggoyangkan botol, hingga permukaan lapisan setebal ±5-
10 mm, masukkan dalam ruang pengering, buka tutupnya, keringkan pada suhu
penetapan hingga bobot tetap. Sebelum setiap pengeringan, biarkan botol dalam
keadaan tertutup dan mendingin dalam esikator hingga mencapai suhu ruang.
Persyaratan susut pengeringan untuk simplisia herba meniran adalah tidak lebih dari
10%.
2) Abu total (tidak lebih dari 7,2%)
Timbang 2-3 g bahan uji yang telah dihaluskan dan masukkan ke dalam krus
silikat yang telah dipijar dan ditara, pijarkan perlahan-lahan hingga arang habis,
dinginkan dan timbang. Jika dengan cara ini arang tidak dapat dihilangkan,
tambahkan air panas, aduk, saring melalui kertas saring bebas abu. Pijarkan kertas
saring beserta sisa penyaringan dalam krus yang sama. Masukkan filtrat ke dalam
krus, uapkan dan pijarkan hingga bobot tetap pada suhu 800±25°C. Kadar abu total
dihitung terhadap berat bahan uji, dinyatakan dalam % b/b. Kadar abu total untuk
simplisia herba meniran adalah tidak lebih dari 7,2%.

3) Abu tidak larut asam (tidak lebih dari 1,2%)


Didihkan abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total dengan 25 mL
asam klorida encer LP selama 5 menit. Kumpulkan bagian yang tidak larut dalam
asam, saring melalui kertas saring bebas abu, cuci dengan air panas, pijarkan dalam
krus hingga bobot tetap pada suhu 800±25°C. Kadar abu yang tidak larut asam
dihitung terhadap berat bahan uji, dinyatakan dalam % b/b. Kadar abu tidak larut
asam untuk simplisia herba meniran adalah tidak lebih dari 1,2%.
4) Sari larut air (tidak kurang dari 20,3%)
Timbang ±5 g serbuk yang telah dikeringkan di udara. Masukkan ke dalam labu
bersumbat, tambahkan 100 mL air jenuh kloroform, kocok berkali-kali selama 6 jam
pertama, biarkan selama 18 jam. Saring, uapkan 20 mL filtrat hingga kering dalam
cawan dangkal beralas datar yang telah dipanaskan 105°C dan ditara, panaskan sisa
pada suhu 105°C hingga bobot tetap. Dihitung kadar dalam % sari larut air.
Persyaratan kadar sari laut larut air untuk simplisia herba meniran adalah tidak
kurang dari 20,3%.
5) Sari larut etanol (tidak kurang dari 10,5%)
Timbang ±5 g serbuk yang telah dikeringkan di udara. Masukkan ke dalam labu
bersumbat, tambahkan 100 mL etanol P, kocok berkali-kali selama 6 jam pertama,
biarkan selama 18 jam. Saring cepat untuk menghindarkan penguapan etanol, uapkan
20 mL filtrat hingga kering dalam cawan dangkal beralas datar yang telah dipanaskan
105°C dan ditara, panaskan sisa pada suhu 105°C hingga bobot tetap. Dihitung kadar
dalam % saru larut etanol. Persyaratan kadar sari laut etanol untuk simplisia herba
meniran adalah tidak kurang dari 10,5%.
e. Parameter Spesifik
1) Senyawa identitas
Senyawa identitas pada herba meniran adalah filantin, dengan struktur kimia
sebagai berikut :

Strukur kimia filantin (Kemenkes RI, 2017)


2) Kadar flavonoid total (tidak kurang dari 0,90%)
Kadar flavonoid total tidak kurang dari 0,90% dihitung sebagai kuersetin.
Dilakukan penetapan kadar sesuai dengan penetapan kadar flovonoid total. Penetapan
kadar kurkumin dilakukan menggunakan spektrofotometri, dengan larutan uji,
pembanding dan blangko sebagai berikut :
Larutan uji : Timbang seksama kurang lebih 1 g serbuk simplisia, masukkan ke labu
erlenmeyer, tambahkan 25 mL etanol P, ekstraksi selama 1 jam dengan pengadukan
magnetik. Saring ke dalam labu terukur 25 mL. Bilas kertas saring dengan etanol P
dan tambahkan etanol P sampai tanda.
Larutan pembanding : Timbang seksama kurang lebih 10 mg kuersetin, masukkan
kedalam labu ukur 25 mL, larutkan dan tambahkan etanol P sampai tanda. Buat seri
pengenceran larutan pembanding dengan kadar berturut-turut 100, 75, 60, 50, dan 40
ppm.
Pipet secara terpisah 0,5 mL larutan uji, masing-masing seri larutan pembanding ke
dalam wadah yang sesuai. Tambahkan pada masing-masing 1,5 mL etanol P, 0,1 mL
aluminium klorida P 10%, 0,1 mL natrium asetat 1M dan 2,8 mL air. Kocok dan
diamkan selama 30 menit pada suhu ruang. Ukur serapan pada panjang serapan
maksimum kurang lebih 425 nm. Lakukan pengukuran blangko dengan cara yang
sama, tanpa penambahan aluminium klorida. Hitung kadar flavonoid total sebagai
kuersetin dalam serbuk simplisia dengan kurva baku atau dengan rumus:

3) Pola kromatografi
Lakukan kromatografi lapis tipis dengan parameter sebagai berikut:
Fase gerak : Kloroform P-aseton P-asam format P (7:3:0,4)
Fase diam : Silika gel 60 F254
Larutan uji : 2% dalam metanol P
Larutan Pembanding : Kuersetin 0,1% dalam metanol P
Volume penotolan : 30 μL larutan uji dan 3 μL pembanding
Deteksi : sitroborat LP, panaskan lempeng pada suhu 100⁰C selama 5-
10 menit dan UV 366

Prosedur KLT
Totolkan larutan uji, larutan pembanding, serta campuran larutan uji dan larutan
pembanding dengan jarak 1,5-2 cm dari tepi bawah lempeng, dan biarkan mengering.
Tempatkan lempeng pada rak penyangga, hingga tempat penotolan terletak di sebelah
bawah, dan masukkan rak ke dalam bejana kromatografi. Fase gerak dalam bejana
harus mencapai tepi bawah lapisan penjerap, totolan jangan sampai terendam.
Letakkan tutup bejana pada tempatnya dan biarkan fase gerak merambat sampai batas
jarak rambat. Keluarkan lempeng dan keringkan di udara, dan amati bercak dengan
sinar tampak, UV gelombang pendek (254 nm) kemudian UV gelombang panjang
(366 nm). Ukur dan catat jarak tiap bercak dari titik penotolan serta catat panjang
gelombang untuk tiap bercak yang diamati, dihitung harga Rf. Jika diperlukan,
semprot bercak dengan pereaksi penampak bercak, amati dan bandingkan
kromatogram bahan uji dengan kromatogram pembanding.

Hasil uji KLT senyawa kuersetin (Kemenkes RI, 2017)


DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Kesehatan RI. 2011. Pedoman Panen dan Pascapanen Tanaman Obat.
Tawangmangu. Kementerian Kesehatan Badan Litbang Kesehatan.
Kemenkes RI. 2015. Pedoman Budidaya, Panen dan Pascapanen Tanaman
Obat. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Kemenkes RI. 2017. Farmakope Herbal Indonesia. Edisi II. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Krisyanella, N. Susilawati, dan H. Rivai. 2013. Pembuatan dan Karakterisasi serta
Penentuan Kadar Flavonoid sari Ekstrak Kering Herba Meniran (Phyllanthus
niruri L.). Jurnal Farmasi Higea. 5(1): 9-21.

Anda mungkin juga menyukai