Anda di halaman 1dari 95

RESPON MASYARAKAT TERHADAP MENJAMURNYA GELANDANGAN

PSIKOTIK DI KOTA MEDAN


(Studi Kasus: Kecamatan Medan Sunggal, Medan Perjuangan, dan Medan Petisah)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Memperoleh Gelar Sarjana Sosial
Universitas Sumatera Utara

Oleh:

YULIANI MANURUNG
140902094

DEPARTEMEN KESEJAHTERAAN SOSIAL


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019

Universitas Sumatera Utara


RESPON MASYARAKAT TERHADAPMENJAMURNYA GELANDANGAN
PSIKOTIK DI KOTA MEDAN
(Studi Kasus: Kecamatan Medan Sunggal, Medan Perjuangan, dan Medan Petisah)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial
Dalam Program Studi Kesejahteraan Sosial Pada Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu
Politik Universitas Sumatera Utara

Oleh:

YULIANI MANURUNG
140902094

DEPARTEMEN KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2019

Universitas Sumatera Utara


Judul Skripsi : Respon Masyarakat Terhadap Menjamurnya Gelandangan Psikotik

di Kota Medan

(Studi Kasus: Medan Sunggal, Medan Perjuangan, dan Medan

Petisah)

Nama : Yuliani Manurung

Nim : 140902094

Departemen/Prodi : Kesejahteraan Sosial

Menyetujui,
DOSEN PEMBIMBING

Agus Suriadi, S. Sos, M. Si


NIP: 196708081994031004

KETUA DEPARTEMEN

Agus Suriadi, S. Sos, M. Si


NIP: 196708081994031004

DEKAN FISIP USU

Dr. Muryanto Amin, S. Sos, M. Si


NIP: 19740932005011002

Universitas Sumatera Utara


Telah diuji pada
Tanggal:

PANITIA PENGUJI SKRIPSI

Ketua :

Anggota :

Universitas Sumatera Utara


PERNYATAAN

Judul Skripsi

RESPON MASYARAKAT TERHADAP MENJAMURNYA GELANDANGAN

PSIKOTIK DI KOTA MEDAN

(Studi Kasus: Kecamatan Medan Sunggal, Medan Perjuangan, dan Medan Petisah)

Dengan ini penulis menyatakan bahwa skripsi ini disusun sebagai syarat untuk
memperoleh gelar Sarjan Sosial pada Program Studi Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya penulis sendiri.

Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu dari


hasil karya orang lain dalam penulisan skripsi ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara
jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagaian skripsi ini bukan hasil
karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, penulis bersedia
menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanksi-sanksi lainnya
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Medan, Januari 2019

Penulis

Materai

6000

Yuliani Manurung

Universitas Sumatera Utara


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

Nama : Yuliani Manurung

NIM : 140902094

ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui respon masyarakat terhadap Menjamurnya
Gelandangan Psikotik di Kota Medan. Tipe penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan
pendekatan kuantitatif. Teknik penarikan sampel menggunakan teknik aksidental sampling,
maka jumlah sample dalam penelitian ini adalah 100 responden yaitu, responden yang
merupakan masyarakat Kota Medan yang berada di Kecamatan Medan Sunggal, Medan
Perjuangan, dan Medan Petisah, responden yang pernah bertemu dengan gelandangan psikotik,
responden yang berpendidikan minimal SMA/ SMK, responden yang berusia produktif (15-64)
tahun. Teknik pengumpulan data yang digunakan melalui penyebaran kuesioner yang dibagikan
ke 100 responden. Data yang didapat kemudian dianalisis dengan teknik analisa yang
mengunakan pendekatan kuantitatif, melalui pemberian skor dengan mengunakan skala likert.
Data yang didapat kemudian dianalisis dengan teknik analisa yang mengunakan pendekatan
kuantitatif, melalui pemberian skor dengan mengunakan skala likert. Pemberian skor data
dilakukan mulai dari respon negatif dengan nilai batasan -1, respon netral dengan nilai batasan 0,
dan respon positif dengan nilai batasan 1. Untuk mendapatkan hasil respon masyarakat terhadap
menjamurnya gelandangan psikotik di Kota Medan, dilakukan melalui pemberian skor tiga
variabel yakni persepsi, sikap dan partisipasi dengan menentukan interval kelas. Hasil penelitian
yang diperoleh adalah respon masyarakat terhadap menjamurnya Gelandangan Psikotik di Kota
Medan menunjukkan respon negatif. Dengan jelasnya, masyarakat Kota Medan merasa
terganggu/ tidak nyaman dengan menjamurnya Gelandangan Psikotik di Kota Medan. Hasil
perhitungan menunjukan persepsi responden bernilai -0,7, sikap responden bernilai -0,5,
partisipasi responden bernilai -0,44 dan hasil rata-rata skala penilaian adalah -1,88.
Kata Kunci: Respon, Masyarakat, Gelandangan Psikotik

Universitas Sumatera Utara


UNIVERSITY OF NORTHERN SUMATRA

FACULTY OF SOCIAL SCIENCE AND POLITICAL SCIENCE

DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE SCIENCE

Name : Yuliani Manurung

NIM : 140902094

ABSTRACT

The purpose of this study was to determine the response of the community to the mushrooming
of Psychotic Homelessness in the City of Medan. This type of research is descriptive research
with a quantitative approach. The sampling technique used accidental sampling techniques, the
number of samples in this study were 100 respondents, namely respondents who were people of
Medan City in Medan Sunggal District, Medan Perjuangan, and Medan Petisah, respondents who
had met psychotic bums, respondents who were educated minimum high school / vocational
school, respondents in productive age (15-64) years. Data collection techniques used through
distributing questionnaires were distributed to 100 respondents. The data obtained were then
analyzed by analysis techniques using a quantitative approach, through scoring using a Likert
scale. The data obtained were then analyzed by analysis techniques using a quantitative
approach, through scoring using a Likert scale. The data score was started from a negative
response with a limit value of -1, a neutral response with a limit value of 0, and a positive
response with a boundary value 1. To get the results of the public response to the proliferation of
psychotic bums in Medan City, the score was given by three variables namely perceptions ,
attitudes and participation by determining class intervals. The results of the study obtained were
the public response to the mushrooming of Psychotic Homelessness in Medan City showed a
negative response. Clearly, the people of Medan City feel disturbed / uncomfortable with the
mushrooming of Psychotic Homelessness in the City of Medan. The calculation results show the
perception of the respondent is -0.7, the respondent's attitude is -0.5, the respondent's
participation is -0.44 and the average rating scale is -1.88.

Keywords: Response, Society, Psychotic bum

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT, atas segala berkat dan rahmat-Nyalah yang telah

memberikan kesehatan dan hikmat kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

Skripsi ini berjudul “ Respon Masyarakat Terhadap Menjamurnya Gelandangan Psikotik

Di Kota Medan (Studi Kasus: Medan Sunggal, Medan Perjuangan, dan Medan Petisah)”.

Shalawat dan salam tercurah kepada Baginda Rasulullah SAW, keluarga dan para sahabat serta

seluruh generasi setelahnya.

Dalam penulisan skripsi ini penulis tidak terlepas dari hambatan-hambatan dalam

menyelesaikannya. Maka dari itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih

kepada seluruh pihak yang membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, antara lain:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum, selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Muryanto Amin, S.Sos, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Agus Suriadi, S.Sos, M.Si, selaku Ketua Departemen Kesejahteraan Sosial

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Agus Suriadi, S.Sos, M.Si, selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Ibu Hairani Siregar, S.Sos, M.Sp selaku Dosen Penguji atas saran dan kritikan yang

diberikan.

6. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar yang telah mendidik dan membimbing penulis selama

masa perkuliahan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara


7. Seluruh Staf Pegawai Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara terkhusus

Kak Betty dan Kak Deby yang sudah membantu penulis dalam proses administrasi.

8. Teristimewa penulis sampaikan kepada kedua orangtua tercinta, Ayahanda L. Manurung

dan Ibunda Sariati. S yang tidak ada henti-hentinya memberikan doa dan dukungan yang

sangat besar baik itu moril maupun materil kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi

ini.

9. Abangku Putra Zulfikih Arifandi Manurung, kakakku Lenny Yulia Purnama Sari

Manurung dan Tria Armaya Lisa Manurung, keponakan tersayang Tiara Manurung dan

Audri Manurung yang telah memberikan semangat dan motivasi kepada penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

10. Adikku tersayang (Fanny Aisyah dan Yakub Manurung) yang selalu memberi dukungan

kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

11. Tim hore-hore Fenny Yola, Agnes Pasaribu, Stevanny Butar-butar, Ester Dachi, dan

Lasmi Sihombing yang telah banyak membantu dan memberikan semangat yang luar

biasa kepada penulis dari awal perkuliahan sampai sekarang ini, semoga selalu hore-

hore.

12. Keluarga Warna-warni, Kurnia Saragih (Zublin), Bosky Lubis, Nico Armantyo, Hotman

Firnando, Hervan Sitinjak, Louis Joseph, Mario Paulus, Wandy Sitorus, Desika Cristina

Sembiring, dan Tody Krisma yang sudah banyak membantu dan memberikan semangat

kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

13. Keluarga Miteum (KKN USU 2017) yang telah memberikan semangat dan doa kepada

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Universitas Sumatera Utara


14. Teman-teman stambuk 2014 Ilmu Kesejahteraan Sosial (Anhar Setiadi, Veronika, Tiya

Yulinda, Restu Riana) terkhusus kelas B yang tidak bisa disebutkan namanya satu

persatu.

15. Daniel Turnip, S.Sos dan Wardiman Siringoringo, S.Sos yang telah banyak membantu

dalam menyelesaikan skripsi ini.

16. Keluarga kecilku ( Novia Manda, Agung Triadi, Hardiansyah, Rya, Tika) yang selalu

memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

17. Teman setia (Mio) yang selalu menemani penulis dalam keadaan apapun dari awal

perkuliahan sampai sekarang ini.

18. Kepada seluruh Masyarakat Kota Medan dan BALITBANG yang telah banyak

membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

19. Kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi

ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyelesaian skripsi ini.

Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari

pembaca demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dalam

memperkaya khasanah ilmu pengetahuan. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan,

Penulis

Yuliani Manurung

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI
Abstrak................................................................................................................. i
Kata Pengantar ................................................................................................... iii
Daftar Isi .............................................................................................................. vi
Daftar Tabel ...................................................................................................... .viii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1
1.2 Perumusan Masalah ........................................................................................ 4
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................................................... 4
1.3.1 Tujuan Penelitian ................................................................................ 4
1.3.2 Manfaat Penelitian .............................................................................. 4
1.4 Sistematika Penulisan ..................................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Landasan Teori................................................................................................ 8
2.1.1 Respon………………………………………………………………10
2.1.2 Masyarakat ......................................................................................... 10
2.1.2.1 Pengertian Respon.................................................................. 10
2.1.2.2 Ciri-ciri Masyarakat ............................................................... 12
2.1.3 Respon Masyarakat ............................................................................ 15
2.1.3.1 Persepsi .................................................................................. 15
2.1.3.2 Sikap ...................................................................................... 16
2.1.3.3 Partisipasi ............................................................................... 17
2.1.4 Gelandangan Psikotik ......................................................................... 18
2.1.4.1 Pengertian Gelandangann Psikotik ........................................ 18
2.1.4.2 Ciri - ciri Gelandangan Psikotik............................................. 19
2.1.4.3 Kriteria Psikotik ..................................................................... 19
2.1.4.4 Jenis - jenis Psikotik............................................................... 20
2.1.4.5 Penyebab Psikotik .................................................................. 22
2.1.5 Kemiskinan ......................................................................................... 24
2.1.5.1 Pengertian Kemiskinan .......................................................... 24
.2 Penelitian Relevan ............................................................................................ 25
2.3 Karangka Pemikiran........................................................................................ 27
2.4 Defenisi Konsep .............................................................................................. 29
2.5 Defenisi Oprasional ........................................................................................ 30

BAB III METODE PENELITIAN


3.1 Tipe Penelitian ............................................................................................... 32
3.2 Lokasi Penelitian ............................................................................................ 32
3.3 PopulasiPenelitian ........................................................................................... 33
3.3.1 Populasi .............................................................................................. 33
3.3.2 Sampel ................................................................................................ 33
3.4 Teknik Pengumpulan Data ............................................................................. 34
3.4.1 Teknik Pengumpulan Data Primer ..................................................... 34
3.4.2 Teknik Pengumpulan Data Skunder ................................................... 35
3.5 Teknik Analisis Data....................................................................................... 35

Universitas Sumatera Utara


BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIA
4.1 Letak Geografis Lokasi Penelitian .................................................................. 38
4.2 Sejarah Perkembangan Lokasi Penelitian ....................................................... 43
4.3 Profil Lokasi Penelitian................................................................................... 46
4.4 Visi, Misi Dan Tujuan Lokasi Penelitian........................................................ 46
4.4.1 Visi Kota Medan ................................................................................ 46
4.4.2 Misi Kota Medan ................................................................................ 46
4.5 Keadaan Sarana dan Prasarana Lokasi Penelitian .......................................... 47
4.5.1 Sekolah ............................................................................................... 47
4.5.2 Sarana Kesehatan................................................................................ 47
4.5.3 Sarana Mobilitas dan Transportasi ..................................................... 47
4.5.4 Pusat Pembelanjaan ............................................................................ 49

BAB V HASIL PENELITIAN


5.1 Deskripsi Data Penelitian................................................................................ 54
5.1.1 Kharakteristik Responden .................................................................. 54
5.1.1.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia......................... .. 54
5.1.1.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin.............55
5.1.1.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Agama...................... 56
5.1.1.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Suku Bangsa..............56
5.1.1.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakir.....57
5.1.1.6 Karakteristik Responden Berdasarkan Alamat........................58
5.1.1.7 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan .................. 58
5.2.Analisis Persepsi Respon Masyarakat Terhadap Menjamurnya Gelandangan
Psikotik di Kota Medan .................................................................................. 59
5.2.1.Persepsi…………………………………………………………59
5.2.2 Sikap ……………………………………………………………65
5.2.3.Partisipasi ................................................................................. ..68
5.3Analisis Data Kuantitatif Responden Terhadap Menjamurnya Gelandangan
Psikotik di Kota Medan …………………………………………………….....72
5.4 Keterbatasan Hasil Penelitian ......................................................................... . 78

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN


6.1 Kesimpulan ................................................................................................... …79
6.2 Saran ............................................................................................................. …80

DAFTAR PUSTAKA

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR BAGAN DAN TABEL

Bagan 2.4 Alur Pikir………………………………………………………………………28


Tabel 2.6 Definisi Operasional…………………………………………………………....30
Tabel 4.1 Luas Wilayah Kota Medan Berdasarkan Kecamatan…………………………..41
Tabel 5.1 Usia Responden………………………………………………………………...54
Tabel 5.2 Jenis Kelamin Responden………………………………………………………55
Tabel 5.3 Agama Responden……………………………………………………………...56
Tabel 5.4 Suku Responden………………………………………………………………...56
Tabel 5.5 Pendidikan Terakir Responden………………………………………………….57
Tabel 5.6 Pekerjaan Responden…………………………………………………………....58
Tabel 5.7 Pengetahuan Masyarakat Tentang Keberadaan Gelandangan Psikotik
di Kota Medan……………………………………………………………………..60
Tabel 5.8 Pengetahuan Masyarakat Tentang Keberadaan Gelandangan Psikotik
di Tempat Umum…………………………………………………………………..61
Tabel 5.9 Pengetahuan Masyarakat Tentang Kondisi Gelandangan Psikotik
di Kota Medan……………………………………………………………………..62
Tabel 5.10 Pengetahuan Masyarakat Tentang Penyebab Gelandangan Psikotik
di Kota Medan……………………………………………………………………..63
Tabel 5.11 Pengetahuan Masyarakat Tentang Keberadaan Gelandangan Psikotik
di Media Massa ……………………………………………………………..……..64
Tabel 5.12 Penilaian Masyarakat Terhadap Kondisi Fisik Gelandangan Psikotik………...65
Tabel 5.13 Penilaian Responden Tentang Keberadaan Gelandangan Psikotik…………….66
Tabel 5.14 Penilaian Responden Tentang Sikap Gelandangan Psikotik…………………...67
Tabel 5.15 Penilaian Responden Tentang Keberadaan Gelandangan Psikotik……………68
Tabel 5.16 Tanggapan Responden Mengenai Penanganan Gelandangan Psikotik………...69
Tabel 5.17 Tanggapan Responden dalam Menangani Gelandangan Psikotik…………......70
Tabel 5.18 Kepedulian Responden Terhadap Gelandangan Psikotik……………………...71

Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Masalah sosial yang dihadapi oleh setiap manusia tidak sama antara

individu yang satu dengan yang lainnya. Perbedaan - perbedaan itu disebabkan

oleh tingkat perkembangan kebudayaan masyarakat dan keadaan lingkungan

dimana masyarakat itu tinggal. Selain itu masyarakat modern yang kompleks

sebagai produk dari kemajuan teknologi, mekanisasi, industrialisasi dan urbanisasi

memunculkan banyak masalah sosial baru. Kesulitan mengadakan adaptasi

menyebabkan kebingungan, kecemasan dan konfik-konflik baik yang terbuka dan

eksternal sifatnya, maupun yang tersembunyi dan internal dalam batin sendiri.

Sehingga, banyak orang mengembangkan pola tingkahlaku menyimpang dari

norma-norma umum atau berbuat semaunya dan mengganggu serta merugikan

orang lain.

Masalah-masalah tersebut dapat terwujud sebagai masalah sosial, masalah

moral, masalah ekonomi dan masalah lainnya. Diantara problem sosial saat ini

yang menjadi kendala dalam pembangunan nasional adalah Penyandang Masalah

Kesejahteraan Sosial (PMKS). Sebagai salah satu PMKS, gelandangan psikotik

sudah ada sejak dinamika kehidupan kota mulai ada. Dampak modernisasi,

industrialisasi dan kemajuan ilmu pengetahuan serta teknologi telah mengubah

tatanan kehidupan masyarakat. Sehingga, ini dapat berpengaruh langsung

terhadap timbul dan berkembangnya gejala yang disebut gelandangan psikotik itu.

Munculnya, gelandangan psikotik dilingkungan perkotaan merupakan gejala

sosial budaya yang relatif menarik.

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Medan pada Desember 2017

diketahui bahwa warga pengidap gangguan jiwa psikotik di Kota Medan

mencapai 1.170 jiwa. Angka tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan

jumlah penduduk Kota lain di Sumatera Utara. Hal ini memperlihatkan dalam

sebulan saja bertambah 100 lebih orang dengan gangguan psikotik di Kota

Medan. Jika dihitung dari luas Kota Medan, berarti setiap 0,9 per mil dari jumlah

penduduk mengalami gangguan psikotik berat. (Harian Analisa, 2017, 1.157-

ODGJ-terdata-di-kota-medan.html diakses pada tanggal 17 November 2018 pada

pukul 11:16 WIB.

Di Kota Medan sendiri tempat untuk merehabilitasi gelandangan psikotik

secara khusus belum ada namun, tempat untuk penderita gangguan psikotik yaitu,

di Rumah Sakit Sembada yang berada di Padang Bulan. Namun, di kota-kota lain

seperti Bandung sudah ada tempat untuk merehabilitasi gelandangan psikotik.

Sudah seharusnya pemerintah secara merata menyediakan tempat rehabilitsi di

kota-kota yang memang banyak dijumpai gelandangan psikotik guna mengurangi

berkeliarannya gelandangan psikotik dijalanan.

Merehabilitasi kelompok gelandangan psikotik sama halnya mencoba

menangani masalah sosial yang tersulit, ini dilihat dari banyaknya gelandangan

psikotik yang berkeliaran di Kota Medan. Gelandangan psikotik sering kita

jumpai dijalanan, trotoar, dan tempat umum. Dimana Kota Medan dengan jumlah

penduduk sebanyak 2,478,145 juta penduduk dengan 21 kecamatan dan 151

kelurahan. Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan, ada beberapa titik/

tempat yang sering dilewati oleh gelandangan psikotik bahkan ada yang setiap

harinya selalu disana. Adapun tempat yang selalu ada gelandangan psikotik, yaitu

Universitas Sumatera Utara


di Kecamatan Medan Sunggal, Kelurahan Babura Kuala Batuah di Jl. Dr.

Mansyur tepatnya di dekat pajak usu, di Kecamatan Medan Perjuangan,

Kelurahan Pahlawan tepatnya di Jl. Pahlawan dan di Kecamatan Medan Petisah di

Kelurahan Petisah Tengah. Saat ini tidak diketahui secara pasti jumlah

gelandangan psikotk di Kota Medan dikarenakan gelandangan psikotik yang

bersifat nomaden (hidup berpindah-pindah). Berdasarkan hasil observasi yang

peneliti lakukan dilapangan, peneliti menemukan sebanyak 17 orang gelandangan

psikotik di 3 kecamatan di Kota Medan yakni, di Kecamatan Medan Sunggal,

Medan Perjuangan, dan Medan Petisah yang sering terlihat atau menetap di titik

wilayah kecamatan tersebut.

Para gelandangan psikotik mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan

hidup yang lebih baik lagi sama seperti kita. Salah satu penyebab gelandangan

psikotik adalah karena faktor kemiskinan. Berbicara tentang kemiskinan berarti

berbicara tentang harkat dan martabat manusia. Kemiskinan merupakan masalah

pribadi, keluarga, masyarakat, negara bahkan dunia. Sebagai suatu kondisi,

kemiskinan merupakan suatu fakta dimana seseorang atau sekelompok orang

hidup di bawah atau lebih rendah dari kondisi hidup layak sebagai manusia

disebabkan ketidakmapuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.Sementara

sebagai suatu proses, kemiskinan merupakan proses menurunnya daya dukung

terhadap hidup seseorang atau sekelompok orang sehingga pada gilirannya ia atau

kelompok tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya dan tidak pula

mampu mencapai taraf kehidupan yang dianggap layak sesuai dengan harkat dan

martabatnya sebagai manusia (Siagian, 2012:3).

Universitas Sumatera Utara


Mereka para gelandangan psikotik sudah tidak memiliki pola pikir yang

jelas dan mereka sudah tidak lagi mementingkan mengenai norma dan kebiasaan

yang ada dalam masyarakat, tidak heran jika mereka selalu bertindak sesuka

mereka tanpa memiliki rasa malu dan memiliki amarah yang tidak bisa di kontrol

jika sedang marah. Dari sikap para gelandangan psikotik itu yang dianggap

masyarakat tidak wajar dan meresahkan dimana sebagian dari para gelandangan

psikotik ada yang suka meminta - minta makanan ke warung-warung seperti,

warung nasi dan apabila tidak dikasih ada yang marah - marah dan tidak mau

pergi sampai apa yang dimintanya diberikan.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka peneliti

merasa tertarik untuk meneliti Respon Masyarakat Terhadap Menjamurnya

Gelandangan Psikotik di Kota Medan (Studi Kasus 3 Kecamatan di Kota Medan:

Medan Sunggal, Medan Perjuangan, dan Medan Petisah).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka peneliti merumuskan

permasalahan terkait dengan “Bagaimana Respon Masyarakat terhadap

menjamurnya gelandangan psikotik di Kota Medan?”.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui

respon masyarakat terhadap menjamurnya gelandangan psikotik di Kota Medan.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai refrensi dalam

rangka:

Universitas Sumatera Utara


1. Secara teoritis, dapat menambah wawasan dan mengetahui secara umum

seberapa besar respon masyarakat terhadap menjamurnya gelandangan

psikotik di Kota Medan.

2. Secara praktis, menjadi bahan pertimbangan kepada masyarakat untuk

mengetahui dan mengatasi tentang menjamurnya gelandangan psikotik yang

ada di Kota Medan.

3. Secara akademis, bagi Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Universitas

Sumatera Utara untuk memperkaya refrensi dan sumber pengetahuan dalam

rangka meningkatkan konsep -konsep, teori –teori dan bahan kampus pada

umumnya dan Ilmu Kesejahteraan Sosial pada khususnya.

1.4 Sistematika Penulisan

JUDUL PENELITIAN/ SAMPUL

LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI

ABSTRAK

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

2. Rumusan Masalah

3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

4. Sistematika Penulisan

Universitas Sumatera Utara


BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. Landasan Teoritis

2. Penelitian Yang Relevan

3. Kerangka Pemikiran

4. Defenisi Konsep

5. Definisi Operasional

BAB III METODE PENELITIAN

1. Jenis Penelitian

2. Lokasi Penelitian

3. Populasi dan Sampel

4. Teknik Pengumpulan Data

5. Teknik Analisis Data

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

A. Temuan Umum

1. Letak Geografis LokasiPenelitian

2. Sejarah Perkembangan Lokasi Penelitian

3. Profil Lokasi Penelitian

4. Visi, misi, dan tujuan Lokasi Penelitian

5. Keadaan Sarana dan Prasarana Lokasi Penelitian

BAB V HASIL PENELITIAN

1. Deskripsi Data Hasil Penelitian

2. Pembahasan Hasil Penelitian

3. Keterbatasan Penelitian

Universitas Sumatera Utara


BAB VI PENUTUP

1. Kesimpulan

2. Saran

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teoritis

2.1.1 Respon

Respon berasal dari kata response, yang berarti jawaban, balasan atau

tanggapan (reaction). Dalam kamus besar bahasa Indonesia, respon berarti

tanggapan, reaksi danm jawaban. Dalam kamus besar ilmu pengetahuan

disebutkanm bahwa, “respon adalah reaksi psikologis - metabolik terhadap

tibanya suatu rangsang, ada yang bersifat otomatis seperti refleksi dan reaksi

emosional langsung, ada pula yang bersifat terkendali ”. Dalam kamus lengkap

Psikologi disebutkan bahwa, “Response (respon) adalah sebarang proses otot atau

kelenjar yang dimunculkan oleh suatu perangsang, atau berarti satu jawaban,

khususnya jawaban dari pertanyaan tes atau kuesioner, baik yang jelas kelihatan

atau yang lahiriah maupun yang tersembunyi atau yang samar”.

Sedangkan menurut Ahmad Subandi, respon dengan istilah umpan balik

yang memiliki peran atau pengaruh yang besar dalam menentukan baik atau

tidaknya suatu komunikasi. Respon secarapemahaman luas dapat diartikan pula

ketika seseorang memberikan reaksinya melalui pemikiran, sikap, dan perilaku.

Sikap yang ada pada diri seseorang akan memberikan warna pada perilaku atau

perbuatan seseorang. Secara umum respon atau tanggapan dapat diartikan sebagai

hasil atau kesan yang didapat dari sebuah pengamatan. Adapun dalam hal ini yang

dimaksud dengan tanggapan ialah pengamatan

tentang subjek, peristiwa - peristiwa yang diperoleh dengan menyimpulkan

informasi dan menafsirkan pesan. Segala sesuatu yang pernah kita alami akan

8
Universitas Sumatera Utara
selalu meninggalkan jejak atau kesan dalam pikiran kita. Kesan atau jejak itulah

yang dapat timbul kembali dan berperan sebagai sebuah tanggapan atau bisa

disebut respon.Secara umum, tanggapan atau respon merupakan bayangan atau

kesan dari apa yang telah kita amati dan kenali. Selama tanggapan –tanggapan itu

berada dalam bawah sadar, maka disebut dengan tanggapan.

Menurut Louis Thursone, respon merupakan jumlah kecenderungan dan

perasaan, kecurigaan dan prasangka, rasa takut, ancaman dan keyakinan tentang

suatu hal yang khusus. Diketahui bahwa pengungkapan sikap dapat melalui :

1. Pengaruh atau penolakan.

2. Penilaian.

3. Suka atau tidak suka.

4. Kepositifan atau kenegatifan suatu objek psikologis.

Perubahan sikap dapat menggambarkan bagaimana respon seseorang atau

sekelompok orang terhadap objek-objek tertentu seperti perubahan lingkungan

atau situasi lain. Sikap yang muncul dapat yakni cenderung menyenangi,

mendekati dan mengharapkan suatu objek, seseorang disebut mempunyai respon

positif dilihat dari tahap kognisi, afeksi dan psikomotorik. Sebaliknya seseorang

mempunyai respon negatif apabila informasi yang didengarkan atau perubahan

suatu objek tidak mempengaruhi tindakan atau malah menghindar dan membenci

objek tertentu. Terdapat dua jenis variabel yang mempengaruhi respon yaitu:

1. Variabel struktural yakni faktor-faktor yang terkandung dalam

rangsangan fisik.

2. Variabel fungsional yakni faktor-faktor yang terdapat dalam diri

pengamat, misalnya kebutuhan suasana hati, pengalaman masa lalu.

Universitas Sumatera Utara


Menurut Soekanto respon mempunyai 2 bentuk, yaitu:

1. Respon positif

Apabila masyarakat mempunyai tanggapan atau reaksi positif dimana

mereka dengan antusias ikut berpartisipasi menjalankan program atau

kegiatan yang dilakukan sekelompok orang maupun pribadi.

2. Respon Negatif

Apabila masyarakat memberikan tanggapan yang negatif dan kurang

antusias ikut berpartisipasi menjalankan program yang dilakukan pribadi

atau sekelompok orang, yang mana mereka menanggapi dengan skeptic dan

pragmatis (Soekanto, 2003:48).

2.1.2 Respon Masyarakat

2.1.2.1 Pengertian Respon Masyarakat

Secara etimologis kata “masyarakat” berasal dari bahasa Arab,

yaitu“musyarak” yang artinya hubungan (interaksi). Sehingga definisi

masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang hidup bersama - sama di

suatu tempat dan saling berinteraksi dalam komunitas yang teratur. Suatu

masyarakat terbentuk karena setiap manusia menggunakan perasaan,

pikiran, dan hasratnya untuk bereaksi terhadap lingkungannya. Hal tersebut

menunjukkan bahwa manusia adalah mahluk sosial yang secara kodrat

saling membutuhkan satu sama lainnya. Pengertian Masyarakat menurut

beberapa ahli, yaitu:

Universitas Sumatera Utara


1. Paul B. Harton

Menurut Paul B. Harton, pengertian msayarakat adalah sekumpulan

manusia yang relatife mandiri, hidup bersama – sama dalam waktu

relatife cukup lama, mendiami suatu wilayah tertentu, memiliki

kebudayaan yang sama, dan melakukan sebagian besar kegiatan dalam

kelompok manusia tersebut

2. Ralp Linton

Menurut Ralp Linton, pengertian masyarakat adalah sekelompok

manusia yang hidup dan bekerjasama cukup lama sehingga mereka

dapat mengatur diri mereka sdan menganggap diri mereka sebagai

suatu kesatuan sosial dengan batas - batas yang dirumuskan secara

jelas.

3. John J. Macionis

Menurut John J. Macionis, definisi masyarakat adalah orang - orang

yang berinteraksi dalam suatu wilayah tertentu dan memiliki budaya

bersama satuan sosial dengan batas – batas yang dirumuskan secara

jelas.

4. Soerjano Soekanto

Menurut Soerjano Soekanto, definisi masyarakat adalah proses

terjadinya interaksi social, suatu interaksi sosial tidak akan mungkin

terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat yaitu, interaksi social dan

komunikasi.

Universitas Sumatera Utara


5. Selo Sumardjan

Menurut Selo Sumardjan, pengertian masyarakat adalah orang – orang

yang hidup bersama dan menghasilkan suatu kebudayaan

.Banyak deskripsi yang dituliskan oleh para pakar mengenai pengertian

masyarakat. Dalam bahasa Inggris dipakai istilah society yang berasal dari kata

Latin Socius , berarti “kawan”. Istilah masyarakat sendiri berasal dari akar kata

Arab syaraka yang berarti “ikut serta, berpartisipasi”. Masyarakat adalah

sekumpulan manusia saling “bergaul”, atau dengan istilah ilmiah, saling

“berinteraksi” (Koentjaraningrat, 2009: 116). Menurut Phil Astrid S. Susanto

(1999: 6), masyaraka tatau Society merupakan manusia sebagai satuan sosial dan

suatu keteraturan yang ditemukan secara berulang - ulang, sedangkan menurut

Dannerius Sinaga (1988: 143), masyarakat merupakan orang yang menempati

suatu wilayah baik langsung maupun tidak langsung saling berhubungan sebagai

usaha pemenuhan kebutuhan, terkait sebagai satuan sosial melalui perasaan

solidaritas karena latar belakang sejarah, politik ataupun kebudayaan yang sama.

2.1.2.2 Ciri-ciri Masyarakat

Menurut Soerjono Soekanto (2006:166), masyarakat memiliki ciri-ciri

pokok, yaitu:

1. Ciri-ciri masyarakat adalah manusia yang hidup berkelompok

Ciri-ciri masyarakat yang pertama adalah Manusia yang hidup secara

bersama dan membentuk kelompok. Kelompok ini lah yang nantinya

membentuk suatu masyarakat. Mereka mengenali antara yang satu dengan

yang lain dan saling ketergantungan.Kesatuan sosial merupakan perwujudan

Universitas Sumatera Utara


dalam hubungan sesama manusia ini. Seorang manusia tidak mungkin dapat

meneruskan hidupnya tanpa bergantung kepada manusia lain.

2. Ciri-ciri masyarakat ialah yang melahirkan kebudayaan

Ciri -ciri masyarakat yang berikutnya ialah yang melahirkan kebudayaan.

Dalam konsepnya tidak ada masyarakat maka tidak ada budaya, begitupun

sebaliknya. Masyarakatlah yang akan melahirkan kebudayaan dan budaya

itu pula diwarisi dari generasi ke generasi berikutnya dengan berbagai

proses penyesuaian.

3. Masyarakat yaitu yang mengalami perubahan

Ciri-ciri masyarakat yang berikutnya yaitu yang mengalami perubahan.

Sebagaimana yang terjadi dalam budaya, masyarakat juga turut mengalami

perubahan. Suatu perubahan yang terjadi karena faktor-faktor yang berasal

dari dalam masyarakat itu sendiri. Contohnya: dalam suatu penemuan baru

mungkin saja akan mengakibatkan perubahan kepada masyarakat itu.

4. Masyarakat adalah manusia yang berinteraksi

Ciri-ciri masyarakat yang berikutnya adalah manusia yang berinteraksi.

Salah satu syarat perwujudan dari masyarakat ialah terdapatnya hubungan

dan bekerja sama di antara ahli dan ini akan melahirkan interaksi. Interaksi

ini boleh saja berlaku secara lisan maupun tidak dan komunikasi berlaku

apabila masyarakat bertemu di antara satu sama lain.

5. Ciri-ciri masyarakat yaitu terdapat kepemimpinan

Ciri-ciri masyarakat yang berikutnya yaitu terdapat kepemimpinan. Dalam

hal ini pemimpin adalah terdiri daripada ketua keluarga, ketua kampung,

ketua negara dan lain sebagainya. Dalam suatu masyarakat Melayu awal

Universitas Sumatera Utara


kepimpinannya bercorak tertutup, hal ini disebabkan karena pemilihan

berdasarkan keturunan.

6. Ciri-ciri masyarakat yaitu adanya stratifikasi sosial

Ciri-ciri masyarakat yang terakhir ialah adanya stratifikasi sosial.

Stratifikasi sosial yaitu meletakkan seseorang pada kedudukan dan juga

peranan yang harus dimainkannya di dalam masyarakat.

Masyarakat sebenarnya menganut sistem adaptif (mudah menyesuaikan diri

dengan keadaan), oleh karena masyarakat merupakan wadah untuk memenuhi

berbagai kepentingan dan tentunya juga untuk dapat bertahan. Selain itu

masyarakat sendiri juga mempunyai berbagai kebutuhan yang harus dipenuhi agar

masyarakat itu dapat hidup secara terus-menerus. Kebutuhan-kebutuhan

masyarakat tersebut sebagai berikut:

1) Masyarakat membutuhkan adanya populasi (population replacement).

2) Masyarakat membutuhkan informasi.

3) Masyarakat membutuhkan energi.

4) Masyarakat membutuhkan materi.

5) Masyarakat membutuhkan sistem komunikasi.

6) Masyarakat membutuhkan sistem produksi.

7) Masyarakat membutuhkan sistem distribusi.

8) Masyarakat membutuhkan sistem organisasi sosial.

9) Masyarakat membutuhkan sistem pengendalian sosial.

10) Masyarakat membutuhkan perlindungan terhadap ancaman yang

tertuju pada jiwa dan harta bendanya.

Universitas Sumatera Utara


2.1.3 Respon Masyarakat

Titik ukur dalam menentukan respon dalam penelitian ini diambil dari Steven

M. Chaffe. Menurut Steven M. Chaffe respon masyarakat dibedakan menjadi tiga

bagian:

1. Kognitif (Persepsi), yang dimaksud dengan respon kognitif adalah respon

masyarakat yang berkaitan dengan pengetahuan/ persepsi, keterampilan,

dan informasi seseorang mengenai sesuatu. Respon ini timbul apabila

adanya perubahan terhadap yang dipahami oleh khalayak umum.

2. Afektif (Sikap), yang dimaksud dengan respon afektif adalah respon

masyarakat yang berhubungan dengan emosi, sikap, dan menilai seseorang

terhadap sesuatu.

3. Konatif (Partisipasi), yang dimaksud dengan konatif/ partisipasi adalah

respon masyarakat yang berhubungan dengan perilaku nyata yang meliputi

tindakan atau kebiasaan.

2.1.3.1 Persepsi

Persepsi secara etimologi dalam bahasa Inggris perception berasal dari

bahasa Latin perception yang artinya menerima dan mengambil. Menurut Leavie

dalam Sobur, persepsi dalam arti sempit adalah penglihatan, bagaimana cara

seseorang melihat sesuatu sedangkan dalam arti luas ialah pandangan atau

penglihatan, yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu.

Persepsi merupakan suatu penafsiran yang unik terhadap situasi dan bukan suatu

pencatatan yang benar terhadap situasi. Analisis tersebut menunjukkan bahwa

persepsi merupakan pemahaman individu atau masyarakat pada suatu objek yang

masih berada pada pemikirannya (Sobur, 2003:446).

Universitas Sumatera Utara


Proses persepsi terdapat 3 komponen utama yaitu:

a. Seleksi adalah proses penyaringan oleh indera terhadap rangsangan dari

luar, intensitas dan jenisnya dapat banyak atau sedikit.

b. Interpretasi (penafsiran), yaitu proses mengorganisasikan informasi

sehingga mempunyai arti bagi seseorang. Interpretasi dipengaruhi oleh

berbagai faktor seperti pengalaman masa lalu, sistem nilai yang dianut,

motivasi, kepribadian dan kecerdasan. Interpretasi juga bergantung pada

kemampuan seseorang untuk mengadakan pengkategorian informasi yang

diterimanya, yaitu proses mereduksi informasi yang komplek menjadi

sederhana.

c. Interpretasi dan persepsi kemudian diterjemahkan dalam bentuk tingkah

laku sebagai reaksi yaitu bertindak sehubungan dengan apa yang telah

diserap yang terdiri dari rekasi tersembunyi sebagai pendapat/sikap dan

reaksi terbuka sebagai tindakan yang nyata sehubungan dengan yang

tersembunyi.

2.1.3.2 Sikap

Sikap adalah suatu organisasi yang mengandung pendapat, perasaan dan

keyakinan tentang suatu yang bersifat relatif konstan pada perasaan tertentu dan

memberikan dasar untuk berperilaku. Sikap dalam diri seseorang memberikan

kesiapan dalam dirinya untuk merespon hal-hal yang dianggap benar atau salah

terhadap obyek atau situasi tertentu. Pembentukan sikap tidak terjadi dengan

sendirinya atau dengan sembarangan saja. Pembentukan sikap senantiasa

berlangsung dalam interaksi manusia dan berkaitan dengan obyek tertentu

(Walgito, 2007:57).

Universitas Sumatera Utara


Sikap dapat dilihat melalui penilaian,penerimaan/penolakan, mengharapkan/

menghindari suatu obyek tertentu.

a. Penilaian adalah pengetahuan yang dimiliki seseorang tentang obyek

sikapnya. Dari pengetahuan ini kemudian akan terbentuk suatu keyakinan

tertentu tentang bagaimana menilai obyek tersebut.

b. Penerimaan atau penolakan adalah berhubungan dengan rasa senang/tidak

senang. Jadi, sifatnya evaluatif yang berhubungan erat dengan sistem nilai

yang dimiliki.

c. Mengharapkan/menghindari adalah kesiapanseseorang bertingkah laku yang

berhubungan dengan obyek sikapnya.

2.1.3.3 Partisipasi

Partisipasi berasal dari bahasa Inggris yaitu participation yang artinya

mengambil bagian. Partisipasi adalah suatu proses sikap mental dimana orang-

orang atau anggota masyarakat aktif menyumbang aktifitas dan inisiatifnya dalam

usaha meningkatkan kualitas hidupnya (Sobur, 2003:450).

Partisipasi dapat timbul dengan melihat persepsi, sikap dan respon. Adanya

partisipasi merupakan keuntungan yang dapat diperoleh antara lain:

a. Mampu merangsang timbulnya swadaya masyarakat yang merupakan

dukungan penting bagi masyarakat.

b. Mampu meningkatkan motivasi dan keterampilan masyarakat dalam

membangun.

c. Pelaksanaan pembangunan semakin sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan

masyarakat.

Universitas Sumatera Utara


d. Jangkauan pembangunan menjadi lebih luas meskipun dengan dana yang

terbatas.

e. Tidak menciptakan ketergantungan masyarakat pada pemerintahan.

2.1.4 Gelandangan psikotik

2.1.4.1 Pengertian Gelandangan psikotik (Ina, 2017)

Kata gelandangan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki

artian orang yang tidak mempunyai pekerjaan dan tempat tinggal yang tetap.

Mereka hidup di bawah-bawah kolong jembatan dan mereka makan dari hasil

mengemis atau mengais dari sisa-sisa sampah yang bisa untuk dimakan.

Sedangkan kata psikotik adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan

ketidakmampuan individu menilai kenyataan yang terjadi dalam artian seseorang

tersebut sudah tidak bisa membedakan antara kenyataan dan hayalan.

Gelandangan psikotik adalah mereka yang hidup di jalan karena suatu

sebab mengalami gangguan kejiwaan yakni mental dan sosial, sehingga mereka

hidup mengembara, berkeliaran, atau menggelandang di jalanan. Dalam

gelandangan psikotik ini mereka sudah tidak memiliki pola pikir yang jelas dan

mereka sudah tidak lagi mementingkan mengenai norma dan kebiasaan yang ada

dalam masyarakat, selain itu juga mereka sudah tidak memiliki rasa malu dan

memiliki amarah yang tidak bisa di kontrol jika sedang marah (Kartono, 1981:

115).

Psikotik (sakit jiwa) adalah bentuk disorder mental atau kegalauan jiwa

yang dicirikan dengan adanya disintegrasi kepribadian dan terputusnya hubungan

jiwa dengan realitas. Seseorang dikatakan sakit jiwa apabila ia tidak mampu lagi

Universitas Sumatera Utara


berfungsi secara wajar dalam kehidupan sehari-harinya, di rumah, di sekolah, di

tempat kerja, atau di lingkungan sosialnya (Hawari, 1997: 2).

Gelandangan Psikotik dapat memiliki arti seseorang yang hidup dalam

keadaan yang tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam

masyarakat, mempunyai tingkah laku yang aneh, suka berpindah-pindah dan

menyimpang dari norma-norma yang ada atau seseorang bekas penderita penyakit

jiwa yang telah mendapatkan pelayanan medis atau sedang mendapatkan

pelayanan medis.

2.1.4.2 Ciri-ciri gelandangan psikotik (Zania, 2007)

a. Tingkah laku dengan relasi sosialnya selalu asosial, eksentrik (kegilaan-

gilaan dan kronis patologis). Kurang memiliki kesadaran sosial dan

intelegensi sosial,fanatik dan sangat individualistis selalu bertentangan

dengan lingkungan dan norma.

b. Sikapnya masih sering berbuat kasar, kurang ajar dan ganas, marah tanpa

ada sebabnya.

c. Pribadinya tidak stabil, responnya kurang tepat dan tidak dapat untuk

dipercaya.

d. Tidak memiliki kelompok.

2.1.4.3 Kriteria Psikotik (Ina, 2017)

a. Psikotik organik yaitu psikotik yang faktor penyebabnya adalah gangguan

pada pusat susunan syaraf dan psikotik yang di sebabkan oleh kondisi fisik,

gangguan endoktrin, gangguan metabolisme, intoksikasi obat setelah

pembedahan atau setelah melakukan pengobatan.

Universitas Sumatera Utara


b. Psikotik fungsional (psikogenik) yaitu psikotik yang di sebabkan oleh

adanya gangguan pada kepribadian seseorang yang bersifat psikogenitik

yaitu skizofrenia (perpecahan kepribadian), atau seperti psikotik paranoid

atau selalu curiga pada orang lain.

- Faktor-faktor penyebab skizofrenia

a. Tekanan- tekanan kehidupan (emosional).

b. Kekecewaan (frustasi) yang tidak pernah mendapat penyelesaian.

c. Adanya hambatan yang terjadi pada masa tumbuh dan kembang seorang

individu.

d. Kecelakaan yang menimbulkan kerusakan pada gangguan otak.

e. Tidak mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan ataupun masyarakat

sekitar (sosio budaya).

2.1.4.4 Jenis-jenis Psikotik (Ina, 2017)

1. Skizofrenia

Skizofrenia merupakan gangguan mental yang ditandai dengan gangguan

proses pikir dan emosi. Pada umumnya gejala yang muncul adalah halusinasi

dengar, paranoid atau waham, cara berfikir kacau, dan disertai disfungsi sosial.

Gejala yang muncul biasa dalam usia dewasa muda, dengan prevalensi global 0,3

% sampai 0,7%. Diagnosis ditegakkan berdasarkan pengamatan perilaku

danpengalaman yang dilaporkan.

2.Gangguan Delusi

Gangguan delusi merupakan kondisi pikiran yang berisi lebih dari satu

delusi. Delusi diartikan sebagai kepercayaan dalam pikiran seseorang yang

dimunculkan dalam bentuk nyata misalnya pikiran bahwa dirinya dilukai oleh

Universitas Sumatera Utara


orang dan dia merasa benar-benar ketakutan dan nyata. Delusi bisa juga terjadi

pada skizofrenia namun juga bisa berdiri sendiri sebagai diagnosis delusi.

Orang dengan delusi benar-benar menganggap persepsi pada pikirannya itu

nyata, sehingga orang juga akan mempercayai apa yang dikatakan melalui

ekspresinya yang meyakinkan. Kondisi delusi ini tidak tampak abnormal dan

tampak seperti orang pada umumnya. Delusi juga bisa muncul akibat kondisi

medis dan berlangsung beberapa waktu saja. Delusi memiliki macam-macam jenis

yaitu:

a. Delusion of erotomaniac: individu yang memiliki kepercayaan bahwa dirinya

sedang memiliki hubungan percintaan dengan seseorang yang memiliki

kedudukan tinggi.

b. Delusion of grandiose: individu memiliki kepercayaan bahwa dirinya

memiliki kekuatan, bakat, insight, atau memiliki hubungan khusus dengan

Tuhan.

c. Delusion of jealous: memiliki kepercayaan bahwa pasangannya berselingkuh.

d. Delusion of persecutory: individu merasa dirinya telah ditipu, diikuti, difitnah

oleh orang lain, sehingga tidak bisa mempercayai siapapun.

e. Delusion of somatic: individupercaya bahwa tubuhnya merasakan sensasi

bahwa tubuhnya tidak dapat berfungsi seperti biasanya.

f. Delusion of control: individu merasa dirinya dikendalikan oleh orang lain.

g. Delusion of influence: individu merasa dirinya dipengaruhi oleh kekuatan

dari luar.

h. Delusion of passivity: individu berada dalam ketidakberdayaan atau merasa

dirinya paling tidak beruntung di dunia.

Universitas Sumatera Utara


i. Delusion of perception: individu merasa memiliki pengalaman mistik atau

mukjizat.

Selain tipe-tipe diatas, penderita campuran juga ada yaitu penderita yang

memiliki lebih dari satu jenis delusi diatas. Hal itu memungkinkan gejala yang

lebih parah dan perubahan perilaku yang lebih tidak terkontrol.

3.Gangguan Psikotik Singkat

Gangguan psikotik singkat merupakan gangguan yang berlangsung singkat

yaitu dalam satu hari atau satu bulan saja. Ciri-ciri gangguannya hampir sama

yaitu: waham, halusinasi, pembicaraan tidak terorganisasi, perilaku tidak

terorganisasi. Penyebab gangguan singkat ini ada hubungannya dengan faktor

stressor yang signifikan bisa satu atau beberapa misalnya trauma bencana,

kehilangan orang yan disayangi. Gangguan ini juga bisa terjadi pada sindrom

baby blues atau trauma setelah melahirkan.

4.Gangguan Skizofreniform

Gangguan skizofreniform merupakan adanya gangguan yang menyebabkan

perilaku abnormal mirip skizofrenia. Gangguan ini terjadi kurang dari enam bulan

dan belum dapat dikategorikan sebagai skizofrenia. Ciri-ciri gangguan

skizofreniform ini yaitu pikiran aneh, ketidakmampuan emosi, pola bicara yang

abnormal, halusinasi, delusi, kesulitan dalam memahami dan berfikir, tidak

mampu mengekspresikan perasaan dan mempertahankan hubungan sosial.

2.1.4.5 Penyebab Psikotik (Zania, 2007)

1. Skizofrenia, yaitu:

a. Faktor lingkungan bisa menjadi penyebab gangguan ini dan perkembangan

skizofrenia. Faktor genetika juga berperan dalam proses penurunan sifat

Universitas Sumatera Utara


gangguan pada anggota keluarga. Resiko terbesar penyakit skizofrenia ini

adalah 6,5%. Satu teori mengasumsikan keterlibatan genetik dalam evolusi

sifat manusia yaitu alami, namun belum ada teori resminya hingga saat ini.

Selain faktor genetika, faktor lingkungan seperti tempat tinggal, penggunaan

obat, stres juga mampu mempengaruhi.

b. Penderita yang diberikan dukungan oleh orang sekitarnya akan berkembang

lebih baik daripada yang lebih banyak dikritik oleh orang tuanya. Faktor

lainnya yang memiliki peranan penting juga seperti isolasi sosial, disfungsi

keluarga, pengangguran, dankondisi ekonomi yang buruk atau kehidupan

yang penuh tekanan dari orang-orang di sekitar.

2.Gangguan Delusi, yaitu:

Banyak faktor yang bisa menyebabkan delusi misalnya orang dengan

kesulitan ekonomi atau masalah kehidupan, orang yang tidak memiliki

kepercayaan pada Tuhan, berpikiran negatif pada apa yang diamatinya,

misal berfikir kekasihnya selingkuh kemudian cemburu yang berlebihan

yang termasuk dalam tipe persecutory.

3.Gangguan Psikotik Singkat, yaitu:

Penyebab gangguan singkat ini ada hubungannya dengan faktor stressor

yang signifikan bisa satu atau beberapa misalnya trauma bencana,

kehilangan orang yan disayangi. Gangguan ini juga bisa terjadi pada

sindrom baby blues atau trauma setelah melahirkan.

4.Gangguan Skizofreniform,yaitu:

Penyebabnya bisa bermacam macam misalnya faktor biologis, genetika

yaitu adanya keturunan, atau hubungan dengan lingkungan sosial.

Universitas Sumatera Utara


Penanganannya bisa dengan terapi psikologis, pengobatan, konseling, dan

juga dukungan dari orang sekitar akan selalu dibutuhkan.

2.1.5 Kemiskinan

2.1.5.1 Pengertian Kemiskinanan

Untuk memahami masalah kemiskinan perlu memandang kemiskinan dari

dua aspek, yakni kemiskinan sebagai suatu kondisi dan kemiskinan sebagai suatu

proses. Sebagai suatu kondisi, kemiskinan adalah suatu fakta dimana seseorang

atau sekelompok orang hidup dibawah atau lebih rendah dari kondisi hidup layak

sebagai manusia disebabkan ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan

hidupnya. Sedangkan sebagai suatu proses, kemiskinan merupakan proses

menurunnya daya dukung terhadap hidup seseorang atau sekelompok orang

sebagai pada gilirannya ia atau kelompok tersebut tidak mampu meemnuhi

kebutuhan hidupnya dan tidak pula mampu mencapai taraf kehidupan yang

dianggap layak sesuai dengan harkat dan matabatnya sebagai manusia (Siagian,

2012:2-3).

Pendapat beberapa ahli lainnya yang mengemukakan definisi kemiskinan

yaitu, sebagai berikut:

1. Pearce (dalam Siagian, 2012:7) mengemukakan kemiskinan merupakan produk

dari interaksi teknologi, sumber daya alam dan modal, dengan sumber daya

manusia serta kelembagaan.

2.Castells (dalam Siagian, 2012:10) mengemukakan kemiskinan adalah suatu

tingkat kehidupan yang berada di bawah standard kebutuhan hidup minimum agar

manusia dapat bertahan hidup.

Universitas Sumatera Utara


3. Schiller (dalam Suyanto, 2013) mengemukakan kemiskinan adalah

ketidaksanggupan untuk mendapatkan barang-barang dan pelayanan-pelayanan

yang memadai untuk memenuhi kebutuhan sosial yg terbatas.

2.2 Penelitian Yang Relevan

Penelitan yang relevan dengan penelitian ini adalah:

1. Penelitan yang dilakukan oleh Andini Hening Safitri, dkk pada tahun 2017

yang berjudul "Koordinasi Dalam Penanganan Gelandangan Psikotik di

Kota Bandung”. Hasil dari penelitian ini menunjukkan disimpulkan bahwa

koordinasi dalam penanganan gelandangan psikotik di Kota Bandung masih

belum berkaitan dengan dimensi mandat, sistem dan perilaku. Agar

koordinasi dalam penanganan gelandangan psikotik di Kota Bandung dapat

berjalan efektif, diperlukan peningkatan dalam beberapa aspek yang

berkaitan dengan dimensi koordinasi, yaitu dalam hal komitmen pemimpin,

tujuan yang terdefinisikan secara jelas dan disepakati bersama, kerangka

kerja dan akuntabilitas, pengukuran kinerja, ketepatan dan kemampuan

perwakilan dan kepemimpinan dalam tim, serta budaya dan nilai bersama.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Sucipto pada tahun 2013 yang berjudul

“Metode Penjaringan Gangguan Jiwa Psikotik Di Puskesmas Kumun Kota

Sungai Penuh”. Hasil dari penelitian ini menunjukkan dari tahun ke tahun

penyakit gangguan psikotik selalu meningkat. Selain itu stigama negatif

yang membuat para penderita psikotik menderita dan ada yang dipasung dan

keluarga tidak mampu untuk melakukan pengobatan kepada anggota

keluarga yang menderita gangguan psikotik ini.

Universitas Sumatera Utara


3. Penelitian yang dilakukan oleh Karnadi & Sadiman Al Kundarto pada tahun

2013 yang berjudul “Model Rehabilitasi Sosial Gelandangan Psikotik

Berbasis Masyarakat (Studi Kasus di Ponpes/Panti REHSOS Nurussalam

Sayung Demak)”. Hasil dari penelitian ini menunjukkan hasil rehabilitasi

sosial gelandangan psikotik secara komprehensip meliputi: bimbingan

sosial, medik, herbal, fisik, rekreatif dan pemberdayaan di bidang ekonomis

produktif dengan terapi religius model pondok pesantren lebih manusiawi,

karena memandang manusia secara utuh meliputi: fisik, mental maupun

sosial, berdampak positif pada upaya secara langsung menghilangkan

stigma masyarakat, sehingga tingkat kambuh relative kecil

4. Penelitian yang dilakukan oleh Nurul Fadhillah SM padatahun 2017 yang

berjudul “ Konsep Diri dan Self Disclosure Mantan Penderita Skizofrenia di

Kabupaten Wajo (Studi Komunikasi Antar pribadi)”. Hasil dari penelitian

ini menunjukkan bahwa konsep diri yang dimiliki oleh mantan penderita

skizofrenia di Kabupaten Wajo lebih berorientasi negatif. Hal ini sesuai

dengan teori Aprehensi Komunikasi yang mana mereka merasa tidak

nyaman dalam berkomunikasi. Mereka juga merasa bahwa mereka tidak

berarti dan mereka memandang dirinya tidak disukai oleh semua orang.

Meskipun pada kenyataan yang ditemukan di lokasi, masyarakat tidak

melakukan penolakan terhadap mereka. Adapun hubungan skripsi ini

dengan skripsi terdahulu adalah skripsi ini sama - sama memberikan

perhatian dan penilaian terhadap kondisi gelandangan psikotik.

Universitas Sumatera Utara


2.3 Kerangka Pemikiran

Kemiskinan adalah merupakan penyebab dari segala kesengsaran individu.

Ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan membuat setiap individu harus

berusaha dan bekerja keras demi kebutuhan pangan, sandang dan papan. Tidak

hanya itu, akibat dari kemiskinan juga banyak membuat orang stres dan akhirnya

mengalami gangguan jiwa psikotik. Gangguan psikotik ini memiliki jenis-jenis

yang berbeda sesuai dengan tingkat gangguan penderitanya.

Ketidakmampuan keluarga untuk menjaga dan memberikan pertolongan

berupa pengobatan, membuat banyak penderita psikotik yang menggelandang dan

tinggal di jalan-jalandan tempat umum. Tidak hanya itu kondisi mereka yang

tidak layak dan jauh dari kata normal membuat banyak masyarakat yang takut dan

was-was terhadap keberadaan gelandangan psikotik. Tingkah aneh dan perbuatan

kasar yang sering dilakukan gelandangan psikotik membuat banyak masyarakat

yang bersikap diskriminasi dan tak jarang melakukan para gelandangan psikotik

dengan tidak semestinya.

Pada hakekatnya setiap manusia memiliki hak untuk hidup yang lebih baik.

Begitu juga dengan gelandangan psikotik yang seharusnya memiliki perhatian

khusus terutama masyarakat umum yang sering berjumpa langsung dengan

mereka. Memang tak bisa kita pungkiri stigma negatif kita terhadap gelandangan

psikotik selalu membuat kita selalu merasa aneh dengan tindakan yang mereka

lakukan. Dengan demikian, penelitian ini secara spesifik ingin menyoroti

mengenai respon yang diberikan masyarakat terhadap menjamurnya gelandangan

psikotik yang ada di Kota Medan sebagai kota metropolitan dengan segudang

masalah yang ada. Adapun kerangka pemikiran digambarkan sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.3.1 Bagan Alur Pikir

ResponMasyarakatTerhadapMenjam
urnyaGeladanganPsikotik
Di Kota Medan

Persepsi Sikap Partisipasi

• Pengetahuan • Bagaimana • Bagaimana


Masyarakat tentang penilaian masyarakat ikut
keberadaan masyarakat terhadap dalam mengatasi
Gelandangan gelandangan menjamurnya
Psikotik. psikotik. gelandangan
• Pengetahuan • Apakah masyarakat psikotik.
masyarakat menerima atau • Masyarakat
penyebab menolak keberadaan mengambil tindakan
gelandangan gelandangan dalam mengurangi
psikotik. psikotik. gelandangan
• pengetahuan • Apakah masyarakat psikotik.
masyarakat terhadap khawatir dan merasa
informasi was-was dengan
geladangan psikotik keberadaan
yang ada di Kota gelandangan
Medan. psikotik.

Universitas Sumatera Utara


2.4 Defenisi Konsep

Definisi konsep adalah pengertian yang terbatas dari suatu konsep yang

dianut dalam suatu penelitian (Siagian, 2011:138). Dalam hal ini, peneliti ingin

menegaskan dan membatasi makna-makna konsep yang diteliti. Adapun defenisi

konsep yang menjadi batasan-batasan yang dibuat peneliti adalah sebagai berikut:

1. Respon adalah suatu reaksi atau jawaban yang bergantung pada stimulus

atau merupakan hasil stimulus tersebut.Adapun respon dalam penelitian ini

ada dua jenis yaitu respon negatif dan respon positif.

2. Masyarakat adalah proses terjadinya interaksi sosial, suatu interaksi sosial

tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat yaitu kontak

sosial dan komunikasi. Dalam hal ini yaitu masyarakat yang ada di Kota

Medan.

3. Gelandangan Psikotik adalah seseorang yang hidup dalam keadaan yang

tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat,

mempunyai tingkah laku yang aneh, suka berpindah-pindah dan

menyimpang dari norma-norma yang ada atau seseorang bekas penderita

penyakit jiwa yang telah mendapatkan pelayanan medis atau sedang

mendapatkan pelayanan medis.

2.5 Definisi Operasional

Defenisi operasional variabel adalah penegertian variabel (yang diungkap

dalamdefenisi konsep) tersebut, secara operasional, secara praktik, secara nyata

dalam lingkup obyek penelitian/obyek yang diteliti. Variabel yang digunakan

dalam penelitian ini adalah variabel bebas dan variabel terikat.

Universitas Sumatera Utara


a. Variabel Bebas (Independent Variable)

Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi, yang menyebabkan

timbulnya atau berubahnya variabel terikat. Variabel bebas yang digunakan

dalam penelitian ini adalah respon masyarakat yang terdiri dari, persepsi,

sikap dan partisipasi masyarakat.

b. Variabel Terikat (Dependen Vaiable)

Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi karena adanya variabel

bebas. Variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini adalah

gelandangan psikotik.

Tabel 2.5.1 Defenisi Operasional

Jenis Variabel Defenisi Indikator Skala

Respon merupakan suatu Skala

Masyarakat (X) tingkah laku atau Likert

sikap yang berwujud

penolakan, suka atau

tidak suka serta

pemanfaatan pada

suatu fenomena

tertentu

Universitas Sumatera Utara


Gelandangan

psikotik adalah

mereka yang hidup

di jalan karena suatu

sebab 1. Positif

mengalami gangguan 2. Netral


Gelandangan Skala
kejiwaan yakni 3.Negatif
Psikotik (Y) Rikert
mental dan sosial,

sehingga mereka

hidup mengembara,

berkeliaran, atau

menggelandang di

jalanan

Universitas Sumatera Utara


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tipe Penelitian

Metode penelitan yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif

dengan pendekatan kuantitatif. Metode deskriptif merupakan metode penelitian

yang dilakukan dengan tujuan menggambarkan atau mendeskripsikan objek dan

fenomena yang diteliti, termasuk didalamnya bagaimana unsur-unsur yang ada

dalam variabel penelitian itu berinteraksi satu sama lain dan apa pula produk

interaksi yang berlangsung (Siagian, 2011:52). Melalui penelitian ini, peneliti

ingin mengetahui dan membuat gambaran bagaimana respon masyarakat terhadap

menjamurnya gelandangan psikotik di Kota Medan.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kota Medan, tepatnya di Kecamatan Medan

Sunggal, Medan Perjuangan, dan Medan Petisah. Alasan peneliti memilih lokasi

penelitian ini adalah karena Kota Medan merupakan kota terbesar ketiga setelah

Jakarta dan Surabaya, dan Kota Medan memiliki banyak Penyandang Masalah

Kesejahteraan Sosial (PMKS). Dan alasan peneliti memilih 3 dari 21 kecamatan

yang ada di Kota Medan (Medan Sunggal, Medan Perjuangan, dan Medan

Petisah) adalah karena gelandangan psikotik sering terlihat/ dijumpai di 3

kecamatan tersebut.

32
Universitas Sumatera Utara
3.3 Populasi Penelitian

3.3.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,2013:80). Populasi dari

penelitian ini adalah 300 jiwa penduduk Kota Medan dari 3 kecamatan yaitu,

Kecamatan Medan Sunggal, Medan Perjuangan, dan Medan Petisah

3.3.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi

tersebut (Sugiyono, 2013:81). Penelitian ini menggunakan metode aksidental

sampling. Aksidental sampling adalah teknik penentuan sampel berdasarkan

kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan/ incidental bertemu dengan

peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang kebetulan ditemui

itu cocok sebagai sumber data (Sugiyono, 2013:85). Dalam teknik sampling

aksidental, pengambilan sampel tidak ditetapkan lebih dahulu. Peneliti langsung

saja mengumpulkan data dari unit sampling yang ditemui.

Jumlah sampel digunakan dalam penelitian ini yaitu 100 orang masyarakat

Kota Medan, tepatnya masyarakat di Kecamatan Medan Sunggal, Medan

Perjuangan, dan Medan Petisah. Pemilihan sample tersebut ditentukan dengan

kriteria antara lain, responden yang pernah bertemu dengan gelandangan psikotik,

responden dengan tingkat pendidikan minimal SMA/ SMK, dan responden

dengan usia produktif (15-64 tahun).

Universitas Sumatera Utara


Seratus orang disini merupakan mereka yang menjadi sumber data yang tepat

sesuai dengan metode aksidental sampling yang digunakan. Selain itu untuk

mempermudah peneliti dalam menjangkau data dan mengurangi keterbatasan

penelitian kedepannya

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah cara yang dapat digunakan dalam

penelitian untuk mengumpulkan data. Adapun teknik pengumpulan data yang

akan digunakan dalam penelitian ini adalah :

3.4.1 Data Primer

1. Angket (Kuesioner)

Angket (Kuesioner) merupakan teknik pengumpulan data dengan cara

memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden

untuk dijawab (Sugiyono, 2013). Peneliti menggunakan angket yang berisi

pernyataan dengan alternatif jawaban yang disediakan, menggunakan skala

likertyaitu : Setuju (S), Netral (N), Tidak Setuju (TS) dengan masing-masing

kategori memiliki bobot nilai sebesar -1,0,1. Questioner didukung oleh

informasi tambahan berupa wawancara kepada responden berdasarkan

jawaban yang telah diisi pada questioner untuk memperkuat dan memperjelas

alasan dari responden memilih jawaban itu.

2. Observai

Menurut Sutrisno Hadi (Sugiyono, 2013) observasi merupakan suatu

proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari pelbagai proses

biologis dan psikologis. Dua diantara yang terpenting adalah proses-proses

pengamatan dan ingatan. Observasi yang dilakukan oleh peneliti dalam

Universitas Sumatera Utara


rangka pengumpulan data merupakan observasi nonpartisipan, tidak

terlibat langsung dalam kegiatan masyarakat dan hanya sebagai pengamat

independen. Observasi dilakukan dengan mengamati hal yang berkaitan

dengan kegiatan pelaksanaan program e-warong.

3. Dokumentasi

Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data melalui hasil pengamatan

langsung berupa foto/gambar serta rekaman.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder diperoleh denga studi kepustakaan (library research) yaitu

membuka, mencatat dan mengutip data dari buku-buku, laporan-laporan

penelitian, jurnal-jurnal, pendapat para ahli/pakar dan sebagainya yang

berhubungan dengan penelitian ini.

3.5 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan adalah tenik analisis data deskriptif

dengan pendekatan kuantitaif yaitu dengan menjabarkan hasil penelitian untuk

menganalisis data-data yang diperoleh dari hasil penelitian dengan mentabulasi

data yang didapat melalui keterangn responden, kemudian diacari frekuensi dan

persentasenya. Adapun langkah-langkah analisa yang dilakukan adalah:

1. Editing adalah kegiatan yang dilaksanakan setelah peneliti selesai

menghimpun data dilapangan. Kegiatan ini diperlukan karena data yang

dihimpun kadangkala belum memenuhi harapan peneliti, diantaranya

kurang atau terlewatkan, tumpang tindih, berlebihan dan bahkan terlupakan.

2. Pengkodingan adalah pemberian identitas pada data yang sudah diedit

sehingga memiliki arti tertentu pada saat dianalisis.

Universitas Sumatera Utara


3. Tabulasi adalah bagian terakhir dari pengolahan data. Maksud dari tabulasi

adalah memasukkan data pada tabel-tabel tertentu dengan mengatur angka-

angka serta menghitungnya dengan bantuan software SPSS.

Skala pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah modifikasi

dengan skala rikert, yaitu dari 1 sampai 3 (Sugiyono,2013:93). Adapun

penggunaan skala 1 sampai 3 untuk setiap jawaban responden selanjutnya dibagi

kedalam tiga kategori. Pemberian skor data dilakukan mulai respon yang negatif

menuju respon yang positif, yakni:

1. Tidak setuju (negatif) diberi skor -1

2. Netral diberi skor 0

3. Setuju (positif) diberi skor 1

Meningkatnya gelandangan psikotik di Kota Medan dilakukan dengan

pemberian skor dengan tiga variabel, yaitu, persepsi, sikap dan partisipasi dan dari

jawaban responden yang telah dianalisis, kemudian dapat diklasifikasikan apakah

persepsi, sikap dan partisipasi adalah positif atau negatif dengan menentukan

interval kelas seperti dapat di uraikan sebagai berikut:

i = (H-L)/K i = interval kelas

= 1-(-1)/3 H = nilai tertinggi

= 2/3 L = nilai terendah

= 0,66 K = banyak kelas

Maka dapat ditentukan kategori persepsi, sikap dan partisipasi adalah positif

atau negatif dengan adanya batasan lain yang telah diperoleh sebagai berikut:

Respon dengan nilai -1 sampai dengan -0,33 = respon negatif

Respon dengan nilai -0,33 sampai dengan 0,33 = respon netral

Universitas Sumatera Utara


Respon dengan nilai 0,33 sampai dengan 1 = respon positif

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

4.1 Letak Geografis Lokasi Penelitian

Wilayah administratif Kota Medan memiliki luas 29.204,9 ha yang terdiri

dari 21 (dua puluh satu) Kecamatan dengan 151 (seratus lima puluh satu)

kelurahan yang terbagi dalam 2001 (dua ribu satu) lingkungan. Secara

administratif, wilayah Kota Medan hampir keseluruhan wilayahnya berbatasan

dengan daerah Kabupaten Deli Serdang, yaitu sebelah Barat, Timur dan Selatan.

Sepanjang wilayah utaranya berbatasan langsung dengan Selat Malaka,yang

merupakan salah satu jalur lalu lintas laut terpadat di dunia. Adapun mengenai

batas-batas wilayah administratif Kota Medan, dapat diuraikan sebagai berikut:

• Sebelah Utara : Selat Malaka.

• Sebelah Selatan : Kecamatan Deli Tua dan Pancur Batu, Kabupaten Deli

Serdang.

• Sebelah Barat : Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang.

• Sebelah Timur : Kecamatan Percut, Kabupaten Deli Serdang.

Secara geografis Kota Medan terletak diantara koordinat 2o 27’-2o 47’ Lintang

Utara dan 98o 35’-98o 44’ Bujur Timur. Kota Medan terletak di posisi pantai

Timur Sumatera Utara yang bagian Utara merupakan daerah pesisir.Dengan

demikian, Kota Medan termasuk salah satu daerah yang memiliki potensi

ekonomi kemaritiman yang dapat dioptimalkan untuk peningkatan kesejahteraan

masyarakat secara berkelanjutan.-

Kota Medan berada pada ketinggian 2,5-37,5 meter di atas permukaan

laut.Kemiringan lahan kota ini sebahagian besar di dominasi dataran rendah yang

37
Universitas Sumatera Utara
berada di bagian Utara kota dan sebahagian landai atau agak miring yang berada

pada bagian Selatan kota. Wilayah dengan ketinggian dan kemiringan rendah

menyebabkan pada beberapa kawasan cukup sulit untuk membuang air limpasan

hujan dengan cepat, sehingga sering menjadi potensi langganan genangan/ banjir.

Oleh karena itu, salah satu kebutuhan dasar infrastruktur kota yang harus

dioptimalkan dalam 5 (lima) tahun ke depan adalah tersedianya sistem jaringan

sungai dan drainase yang handal.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.1. Peta Kota Medan

Universitas Sumatera Utara


No Kecamatan Luas (Ha) % Kelurahan Lingkungan

1 Medan 2.869,84 9,82 9 75


Tuntungan

2 Medan Johor 1.700,83 5,82 6 81

3 Medan Amplas 1.160,39 3,97 7 77

4 Medan Denai 943,46 3,23 6 82

5 Medan Area 423,64 1,45 12 172

6 Medan Kota 573,48 1,96 12 146

7 Medan Maimun 301,51 1,03 6 66

8 Medan Polonia 876,40 3,00 5 46

9 Medan Baru 542,42 1,85 6 64

10 Medan 1.646,25 5,63 6 63


Selayang

11 Medan Sunggal 1.325,41 4,53 6 88

12 Medan Helvetia 1.314,83 4,50 7 88

13 Medan Petisah 527,64 1,80 7 69

14 Medan Barat 630,81 2,16 6 98

15 Medan Timur 888,76 3,04 11 128

16 Medan 452,76 1,55 9 128


Perjuangan

Universitas Sumatera Utara


17 Medan 779,53 2,66 7 95
Tembung

18 Medan Deli 2.039,98 6,98 6 105

19 Medan 3.722,31 12,74 6 99


Labuhan

20 Medan Marelan 3.321,46 11,37 5 88

21 Medan 3.163,19 10,83 6 143


Belawan
Jumlah 29.204,9 100.000 151 2.001

Universitas Sumatera Utara


4.2 Sejarah Perkembangan Kota Medan

Medan berasal dari kata bahasa Tamil Maidhan atau Maidhanam, yang

berarti tanah lapang atau tempat yang luas, teradopsi ke Bahasa Melayu. Hari jadi

Kota Medan diperingati tiap tahun sejak tahun 1970 dan pada mulanya ditetapkan

jatuh pada tanggal 1 April 1909. Tetapi tanggal ini mendapat bantahan yang

cukup keras dari kalangan pers dan beberapa orang ahli sejarah karena itu, Wali

kota membentuk panitia sejarah hari jadi Kota Medan untuk melakukan penelitian

dan penyelidikan.

Surat Keputusan Walikota madya Kepala Daerah Kotamadya Medan No.

342 tanggal 25 Mei 1971 yang waktu itu dijabat oleh Drs. Sjoerkani dibentuklah

Panitia Peneliti Hari Jadi Kota Medan. Duduk sebagai Ketua adalah Prof. Mahadi,

SH, Sekretaris Syahruddin Siwan, MA, Anggotanya antara lain Ny. Mariam

Darus, SH dan T.Luckman, SH. Untuk lebih mengintensifkan kegiatan

kepanitiaan ini dikeluarkan lagi Surat Keputusan Walikota madya Kepala Daerah

Kotamadya Medan No.618 tanggal 28 Oktober 1971 tentang Pembentukan Panitia

Penyusun Sejarah Kota Medan dengan Ketuanya Prof.Mahadi, SH, Sekretaris

Syahruddin Siwan, MA dan Anggotanya H. Mohammad Said, Dada Meuraxa,

Letkol. Nas Sebayang, Nasir Tim Sutannaga, M.Solly Lubis, SH, Drs.Payung

Bangun, MA dan R. Muslim Akbar.

DPRD Medan sepenuhnya mendukung kegiatan kepanitiaan ini sehingga

merekapun membentuk Pansus yang diketuai M.A. Harahap, dengan Anggotanya

antara lain Drs.M.Hasan Ginting, Ny. Djanius Djamin, SH, Badar Kamil, BA dan

Mas Sutarjo. Untuk sementara disebutlah nama Guru Patimpus sebagai pembuka

sebuah kampung di pertemuan dua sungai babura dan sungai deli, disebuah

Universitas Sumatera Utara


kampung yang bernama Medan Puteri. Walau sangat minim data tentang Guru

Patimpus sebagai pendiri Kota Medan. Jikapun ada, konon pernah ada manuskrip

Pustaha Hamparan Perak yang konon menyebut nama Guru Patimpus, meski

manuskrip itu tidak pernah dilihat keberadaannya oleh tim perumus. Maka

ditetapkan berdasarkan prakiraan bahwa tanggal 1 Juli 1590 diusulkan kepada

Wali kota Medan untuk dijadikan sebagai hari jadi Medan dalam bentuk

perkampungan, yang kemudian dibawa ke Sidang DPRD Tk.II Medan untuk

disahkan. Berdasarkan Sidang DPRD tanggal 10 Januari 1973 ditetapkan bahwa

usul tersebut dapat disempurnakan.

Sesuai dengan hal itu oleh Walikota madya Kepala Daerah Tingkat II

Medan mengeluarkan Surat Keputusan No.74 tanggal 14 Februari 1973 agar

Panitia Penyusun Sejarah Kota Medan melanjutkan kegiatannya untuk

mendapatkan hasil yang lebih sempurna. Berdasarkan perumusan yang dilakukan

oleh Pansus Hari Jadi Kota Medan yang diketuai oleh M.A.Harahap bulan Maret

1975 bahwa tanggal 1 Juli 1590.

Secara resmi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tk.II Medan menetapkan

tanggal 1 Juli 1590 sebagai Hari Jadi Kota Medan dan mencabut Hari Ulang

Tahun Kota Medan yang diperingati tanggal 1 April setiap tahunnya pada waktu-

waktu sebelumnya. Di Kota Medan juga menjadi pusat Kesultanan Melayu Deli,

yang sebelumnya adalah Kerajaan Aru.Kesultanan Deli adalah sebuah kesultanan

Melayu yang didirikan pada tahun 1632 oleh Tuanku Panglima Gocah Pahlawan

di wilayah bernama Tanah Deli (kini Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang,

Indonesia). John Anderson, orang Eropa asal Inggris yang mengunjungi Deli pada

tahun 1833 menemukan sebuah kampung yang bernama Medan. Kampung ini

Universitas Sumatera Utara


berpenduduk 200 orang dan seorang pemimpin bernama Raja Pulau Berayan

sudah sejak beberapa tahun bermukim disana untuk menarik pajak dari sampan-

sampan pengangkut lada yang menuruni sungai.

Pada tahun 1886, Medan secara resmi memperoleh status sebagai kota,

dan tahun berikutnya menjadi ibukota Karesidenan Sumatera Timur sekaligus

ibukota Kesultanan Deli. Tahun 1909, Medan menjadi kota yang penting di luar

Jawa, terutama setelah pemerintah kolonial membuka perusahaan perkebunan

secara besar-besaran. Dewan kota yang pertama terdiri dari 12 anggota orang

Eropa, dua orang bumiputra Melayu, dan seorang Tionghoa.

Di akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 terdapat dua gelombang migrasi

besar ke Medan.Gelombang pertama berupa kedatangan orang Tionghoa dan Jawa

sebagai kuli kontrak perkebunan. Tetapi setelah tahun 1880 perusahaan

perkebunan berhenti mendatangkan orang Tionghoa, karena sebagian besar dari

mereka lari meninggalkan kebun dan sering melakukan kerusuhan.Perusahaan

kemudian sepenuhnya mendatangkan orang Jawa sebagai kuli perkebunan.

Orang-orang Tionghoa bekas buruh perkebunan kemudian didorong untuk

mengembangkan sektor perdagangan. Gelombang kedua ialah kedatangan orang

Minangkabau, Mandailing dan Aceh.Mereka datang ke Medan bukan untuk

bekerja sebagai buruh perkebunan, tetapi untuk berdagang, menjadi guru dan

ulama. Sejak tahun 1950, Medan telah beberapa kali melakukan perluasan areal,

dari 1.853 ha menjadi 26.510 ha pada tahun 1974. Dengan demikian dalam tempo

25 tahun setelah penyerahan kedaulatan, kota Medan telah bertambah luas hampir

delapan belas kali lipat.

Universitas Sumatera Utara


Kota Medan saat ini dipimpin oleh Dzulmi Eldin sebagai Wali kota dan

Akhyar Nasution sebagai Wakil Wali kota.

4.3 Profil Kota Medan

4.3.1 Jumlah Penduduk Kota Medan

Jumlah Penduduk Kota Medan


Tahun 2013-2017(jiwa)

2,943,677
3,000,000
2,763,632
2,800,000
2,468,821 2,477,061 2,478,145
2,600,000

2,400,000

2,200,000
2013 2014 2015 2016 2017

Tahun

4.4 Visi dan Misi Kota Medan

4.4.1 Visi Kota Medan

Menjadi Kota Masa Depan yang Multikultural, Berdaya Saing, Humanis,

Sejahtera, dan Religius.

4.4.2 Misi Kota Medan

a. Menumbuhkembangkan stabilitas, kemitraan, partisipasi, dan kebersamaan

dari seluruh pemangku kepentingan pembangunan kota.

b. Menumbuh kembangkan harmonisasi, kerukunan, solidaritas, persatuan, dan

kesatuan serta keutuhan sosial, berdasarkan kebudayaan daerah dan identitas

lokal multikulturalisme.

c. Meningkatkan efisiensi melalui deregulasi dan debirokratisasi sekaligus

penciptaan iklim investasi yang semakin kondusif termasuk pengembangan

Universitas Sumatera Utara


kreatifitas dan inovasi daerah guna meningkatkan kemampuan kompetitif

serta komparatif daerah.

d. Mewujudkan tata ruang kota yang konsisten serta didukung oleh ketersediaan

infrastruktur dan utilitas kota yang semakin modern dan berkelanjutan.

e. Mendorong peningkatan kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat

melalui peningkatan taraf pendidikan dan kesehatan masyarakat secara

merata dan berkeadilan.

f. Mengembangkan kepribadian masyarakat kota berdasarkan etika dan

moralitas keberagaman agama dalam bingkai kebhinekaan.

4.5 Keadaan Sarana dan Prasarana Kota Medan

4.5.1 Sekolah

Sekolah yang ada di Kota Medan terdiri dari:

1. SD : 827 Sekolah

2. SMP : 337 Sekolah

3. SMA : 288 Sekolah

4. Perguruan Tinggi : 72 Universitas

4.5.2 Sarana Keesehatan

Sarana dan prasarana untuk kesehatan di kota Medan sudah memadai

untuk memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat medan dan luar medan.

Hal itu terlihat dari total jumlah Rumah Sakit yang tersedia sebanyak 130 rumah

sakit negeri dan swasta.

4.5.3 Sarana Mobilitas dan Transportasi

Sarana transportasi udara yang ada di Kota Medan yaitu:

1. Bandar Udara : Internasional Kuala Namu,

Universitas Sumatera Utara


2. Pelabuhan : Internasional Belawan

3. Darat : Stasuin Medan Kota

4. Terminal :Terminal Sambu, Terminal Pinang Baris, dan Terminal

Amplas.

Keunikan Medan terletak pada becak bermotornya (becak mesin/ becak

motor) yang dapat ditemukan hampir di seluruh Medan. Berbeda dengan becak

biasa (becak dayung), becak motor dapat membawa penumpangnya kemana pun

di dalam kota. Selain becak, dalam kota juga tersedia angkutan umum berbentuk

minibus (angkot/oplet) dan taksi. Pengemudi becak berada di samping becak,

bukan di belakang becak seperti halnya di Jawa, yang memudahkan becak Medan

untuk melalui jalan yang berliku-liku dan memungkinkan untuk diproduksi

dengan harga yang minimal, karena hanya diperlukan sedikit modifikasi saja agar

sepeda atau sepeda motor biasa dapat digunakan sebagai penggerak becak. Desain

ini mengambil desain dari sepeda motor gandengan perang Jerman di Perang

Dunia II.

Sebutan paling khas untuk angkutan umum adalah Sudako. Sudako pada

awalnya menggunakan minibus Daihatsu S38 dengan mesin 2 tak kapasitas

500cc. Bentuknya merupakan modifikasi dari mobil pick up. Pada bagian

belakangnya diletakkan dua buah kursi panjang sehingga penumpang duduk

saling berhadapan dan sangat dekat sehingga bersinggungan lutut dengan

penumpang di depannya.

Trayek pertama kali sudako adalah "Lin 01", (Lin sama dengan trayek)

yang menghubungkan antara daerah Pasar Merah (Jl. HM. Joni), Jl. Amaliun dan

terminal Sambu, yang merupakan terminal pusat pertama angkutan penumpang

Universitas Sumatera Utara


ukuran kecil dan sedang. Saat ini "Daihatsu S38 500 cc" sudah tidak digunakan

lagi karena faktor usia, dan berganti dengan mobil-mobil baru seperti Toyota

Kijang, Isuzu Panther, Daihatsu Zebra, dan Daihatsu Espass.

Selain itu, masih ada lagi angkutan lainnya yaitu bemo, yang berasal dari

India.Beroda tiga dan cukup kuat menanjak dengan membawa 11 penumpang.

Bemo kemudian digantikan oleh bajaj yang juga berasal dari India, yang di

Medan dikenal dengan nama "toyoko".

Kereta api juga merupakan transportasi yang ada di Kota Medan. Kereta api

menghubungkan Medan dengan Tanjungpura di sebelah barat laut, Belawan di

sebelah utara, dan Binjai-Tebing Tinggi-Pematang Siantar dan Tebing Tinggi-

Kisaran-Tanjungbalai-Rantau Prapat di tenggara. Jalan Tol Belmera

menghubungkan Medan dengan Belawan dan Tanjung MorawaJalan tol Medan-

Kuala Namu-Tebing Tinggi dan Medan-Binjai juga sedang direncanakan

pembangunannya.

4.5.4 Pusat Perbelanjaan

Kota Medan memiliki pusat perbelanjaan yang sering disebut dengan

Plaza dan Mal, dan ada juga Pasar.

1. Plaza dan Mal yang ada di Kota Medan yaitu:

a. Deli Plaza, Sinar Plaza, Menara Plaza, digabung menjadi satu dengan

nama "Podomoro City Deli Medan".

b. Grand Palladium, terletak di Medan Petisah.

c. Plaza Medan Fair, terletak di Medan Petisah.

d. Medan Mall, terletak di Pusat Pasar.

Universitas Sumatera Utara


e. Medan Plaza Centre, satu di antara plaza tertua di Medan. Plaza ini

berhasil bertahan karena tetap mempertahankan penyewa kios yang

menyediakan beragam barang dan jasa yang ekonomis, namun ditutup

akibat kebakaran pada tahun 2015.

f. Millenium Plaza, pusat penjualan telepon genggam, dulu bernama "Tata

Plaza" sampai dengan tahun 1999.

g. SunPlaza, terletak di dekat KantorGubernur Sumatera Utara di Medan

Petisah.

h. Cambridge City Square, di atasnya terdapat 4-bangunan yang berupa

apartemen.

i. Thamrin Plaza, terletak di Medan Area, Medan.

j. Perisai Plaza, sejak tahun 2006 Perisai Plaza mulai tutup secara perlahan.

k. Olympia Plaza, satu di antara plaza tertua di Medan, bersebelahan dengan

Medan Mall. Namun kini sudah tidak beroperasi sebagai tempat grosir

pakaian, sepatu dan barang pecah belah.

l. Brastagi Mall, awalnya bernama Price Mart. Selanjutnya berganti nama

menjadi The Club Store. Setelah direnovasi, plaza ini berganti nama

menjadi Mall The Club Store. Dan akhirnya berganti nama menjadi

Brastagi Mall.

m. Lotte Mart Wholesale, dulu bernama Makro.

n. Yuki Pasar Raya dan Yuki Simpang Raya

o. Prima City Plaza dikenal sebagai City Plaza adalah plaza pertama di Kota

Medan, berlokasi di Jalan Surabaya dan kini telah berubah menjadi hotel.

Universitas Sumatera Utara


p. Horas Plaza juga di Jalan Surabaya, termasuk sebagai plaza tua dan sudah

lama tutup.

q. Juwita Mall bisa disebut sebagai mall pertama di Kota Medan, berdiri

puluhan tahun sebelum Medan Mall dan bertahun-tahun sebelum City

Plaza. Berlokasi di Jalan Surabaya.

r. Ringroad City Walks terletak di kawasan Jl. Ringroad dan diresmikan pada

tahun 2015.

s. Hermes Palace jl. Wolter mongonsidi

t. Focal point mall

u. Center point mall

v. Ramayana Pringgan, Ramayana Sm. Raja, Ramayana pasar pancing

2. Pasar yang ada di Kota Medan yaitu:

a. Pusat Pasar, salah satu pasar tradisional tua di Medan yang sudah ada

sejak zaman kolonial. Menyediakan beragam kebutuhan pokok dan sayur

mayur.

b. Pasar Petisah. pemerintah kota menggabungkan pasar tradisional dan pasar

modern. Tak heran jika sekarang tampilannya tidak kumuh dan becek

seperti pasar tradisional lainnya.

c. Pasar Beruang, terletak di Jalan Beruang.

d. Pasar Simpang Limun, salah satu pasar tradisonal yang cukup tua dan

menjadi merek dagang kota Medan. Terletak di persimpangan Jalan

Sisingamangaraja dan Jalan Sakti Lubis. Saat ini sedang dalam tahap

penataan untuk mengatasi kemacetan lalu lintas akibat kesibukan pasar ini.

Universitas Sumatera Utara


e. Pasar Ramai, pasar ini terletak di persimpangan Jalan Aksara & Jalan

Thamrin yang bersebelahan dengan Thamrin Plaza.

f. Pasar Timah, merupakan terusan dari Pasar Besi yang lebih akrab disebut

juga Pajak Besi. pasar ini menjulang sepanjang jalan Timah dari jalan Besi

hingga menuju ke depan YangLim Plaza di jalan Emas, Medan.

g. Pasar Sukaramai, pasar ini terletak di Kelurahan Sukaramai, Kecamatan

Medan Area.

h. Pasar Simpang Melati, pasar ini terkenal sebagai tempat perdagangan

pakaian bekas dan menjadi lokasi favorit baru para pemburu pakaian bekas

setelah Pasar Simalingkar dan Jl. Pancing. Pasar Simpang Melati ramai

dikunjungi pada akhir pekan.

i. Pasar Ikan Lama, pasar ini tidak menjual ikan, pasar ini memasarkan

tekstil yang cukup terkenal, bahkan tak jarang dijadikan sebagai objek

kunjungan wisata bagi para turis asing.

j. Pasar Pagi Tanjung Rejo, pasar ini terletak di Jalan Setia Budi

k. Pasar Marelan, Terletak di Jl. Marelan Raya Pasar V. Pasar Ini cukup

ramai dan macet dan jalannya pun banyak yang rusak hingga berlubang.

l. Pasar Pagi Labuhan, letaknya strategi berada di jalan K.L. Yos Sudarso

KM. 17 dan Jl. Syahbuddin Yatim (kalau jalan dari tugu sei nunang).

Letaknya pun berdekatan dengan Masji Raya Al Osmani, Pekong Lima

Medan Labuhan, Puskesmas Medan Labuhan, dan YASPI. Juga termasuk

kota tua di labuhan.

m. Pasar Helvetia,terletak di Perumnas Helvetia dekat dengan MTs N 3

Medan

Universitas Sumatera Utara


n. Pasar Sore Simpang Atap,terletak di Jl. K.L. Yos Sudarso Simpang Atap

Martubung, dekat dengan pabrik Coca Cola

Ada keunikan tersendiri dalam pengucapan Pasar di kalangan masyarakat

di Medan. Orang Medan biasanya menyebut Pasar dengan sebutan Pajak seperti

menyebut Pajak Petisah, Pajak Ikan Lama, Pajak Besi, dll sehingga orang dari

luar daerah Kota Medan kadang bingung dengan mengira merujuk kepada kantor

Dinas Perpajakan.

Universitas Sumatera Utara


BAB V

HASIL PENELITIAN

Pada bab ini akan dibahas data-data yang diperoleh dari hasil penelitian

dengan menyebarkan kuesioner kepada masyarakat Kota Medan yang telah

ditetapkan sebagai responden sebanyak 100 responden, ditambah hasil wawancara

sebagai tambahan analisis dengan beberapa responden dan hasil observasi

dilapangan.Sebelum menganalisa data yang telah diperoleh di lapangan, terlebih

dahulu akan dijelaskan beberapa data mengenai kharakteristik umum responden

antara lain sebagai berikut, usia, jenis kelamin, agama, suku, pendidikan terakhir,

alamat dan pekerjaan guna untuk menjawab permasalahan penelitian yang lebih

akurat.

5.1. Kharakteristik Responden

5.1.1.Kharakteristik Responden Berdasarkan Usia

Tabel 5.1 Usia Responden

No Usia Frekuensi Persen

1 <=30 58 58,0

2 >30 42 42,0

Total 100 100,0

Sumber:Hasil Pengolahan Data SPSS 19

BerdasarkanTabel 5.1 dapat dilihat variasi usia dari responden dari usia

kurang dari 30 tahun sampai lebih dari 30 tahun. Responden yang berusia kurang

dari 30 ada sebanyak 58 orang, sedangkan responden yang berusia lebih dari 30

ada sebanyak 42 orang. Responden dari penelitian ini berdasarkan usia produktif

52
Universitas Sumatera Utara
(15 – 60 tahun ), dan usia dari responden dari penelitian lebih mayoritas kurang

daripada 30 Tahun.

5.1.2 Kharakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 5.2 Jenis Kelamin Responden

No Jenis Kelamin Frekuensi Persen

1 Laki-laki 50 50,0

2 Perempuan 50 50,0

Total 100 100,0

Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS 19

Berdasarkan Tabel 5.2, dapat diketahui bahwa jumlah responden laki-laki

dan responden perempuan sama banyaknya. Pada penelitian ini tidak ditentukan

yang menjadi responden laki-laki ataupun perempuan ini dilihat dari metode

penelitian yang memakai metode aksidental sampling. Dan berdasarkan Sensus

Penduduk Indonesia 2010, penduduk Medan terdiri atas 1.040.680 laki-laki dan

1.068.659 perempuan.

Universitas Sumatera Utara


5.1.3 Kharakteristik Responden Berdasarkan Agama

Tabel 5.3 Agama Responden

No Agama Frekuensi Persen

1 Islam 57 57,0

2 Khatolik 19 19,0

3 Kristen 23 23,0

4 Hindu 1 1,0

Total 100 100,0

Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS 19

Berdasarkan Tabel 5.3, dapat diketahui bahwa mayoritas responden

beragama Islam sebanyak 57 orang dengan (57,0 persen), disusul dengan

beragama Kristen sebanyak 23 orang (23,0 persen), beragama Khatolik sebanyak

19 orang (19,0 persen), dan beragama Hindu sebanyak 1 orang (1,0 persen).

Berdasarkan data sensus Kota Medan tahun 2015 menunjukan bahwa mayoritas

penduduk menganut agama Islam 59.68%, kemudian Kristen Protestan 21.16%,

Buddha 9.90%, Katolik 7.10%, Hindu 2.15% dan Konghucu 0.01%.

5.1.4 Kharakteristik Responden Berdasarkan Suku

Tabel 5.4 Suku Responden

No Suku Bangsa Frekuensi Persen

1 Jawa 30 30,0

2 Batak Toba 33 33,0

3 Simalungun 15 15,0

4 Karo 8 8,0

5 Mandailing 8 8,0

Universitas Sumatera Utara


6 Minang 3 3,0

7 Sunda 1 1,0

8 Melayu 1 1,0

9 Nias 1 1,0

Total 100 100,0

Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS 19

Berdasarkan Tabel 5.4, dapat diketahui bahwa mayoritas respon den

bersuku Batak Toba sebanyak 33 orang (33,0 persen), disusul dengan suku Jawa

sebanyak 30 orang (30,0 persen), suku Simalungun sebanyak 15 orang (15,0

persen), suku Karo sebanyak 8 orang (8,0 persen), suku Mandailing sebanyak 8

orang (8,0 persen), suku Padang sebanyak 3 orang (3,0 persen), suku Sunda

sebanyak 1 orang (1,0 persen), Melayu sebanyak 1 orang (1,0 persen), dan Nias

sebanyak 1 orang (1,0 persen). Diketahui Kota Medan memiliki beragam etnis

dengan mayoritas penduduk beretnis Jawa, Batak, Tionghoa, dan Minangkabau.

Adapun etnis aslinya adalah Melayu. Keanekaragaman etnis di Medan terlihat

dari jumlah masjid, gereja dan vihara Tionghoa yang banyak tersebar di seluruh

kota.

5.1.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir

Tabel 5.5 Pendidikan Terakhir Responden

Pendidikan
No Frekuensi Persen
Terakhir

1 SMA/ SMK 40 40,0

2 Perguruan Tinggi 60 60,0

Universitas Sumatera Utara


Total 100 100,0

Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS 19

Berdasarkan Tabel 5.5, Menunjukkan bahwa tingkat pendidikan responden

lebih mayoritas perguruan tinggi dibandingkan dengan tingkat SMA/ SMK di

Kota Medan. Ini dilihat dari Kota Medan dengan kualitas perguruan tinggi yang

memiliki sarana dan prasarana yang cukup baik di bidangnya. Hal ini dilihat dari

pengetahuan responden terhadap gelandangan psikotik.

5.1.6 Karakteristik Responden Berdasarkan Alamat

Berdasarkan hasil penelitian kharakteristik responden berdasarkan alamat

dapat diketahuibahwa yang menjadi responden adalah masyarakat Kota Medan

yang pernah bertemu dengan gelandangan psikotik dan tepatnya masyarakat Kota

Medan yang berada di Kecamatan Medan Sunggal, Medan Perjuangan, dan

Medan Petisah.

5.1.7 Karakteristik Responden BerdasarkanPekerjaan

Tabel 5.6 Pekerjaan Responden

No Pekerjaan Frekuensi Persen

1 Wiraswasta 15 15,0

2 Iburumahtangga 15 15,0

3 Guru 15 17,0

4 Mahasiswa 17 20,0

5 Pedagang 20 15,0

6 Supir 15 5,0

Universitas Sumatera Utara


7 Karyawan 5 7,0

8 Penjahit 7 3,0

9 Ojek Online 3 3,0

Total 100 100,0

Sumber: Hasil Pengolahan Data SPSS 19

BerdasarkanTabel 5.6 dapat dilihat bahwa responden yang bekerja sebagai

wiraswasta sebanyak 15 orang (15,0 persen), ibu rumah tangga sebanyak 15 orang

(15,0 persen), guru sebanyak 20 orang (20,0 persen), mahasiswa sebanyak 20

orang (20,0 persen), pedagang sebanyak 12 orang (12,0 persen), supir sebanyak 5

orang (5,0 persen), karyawan sebanyak 7 orang (7,0 persen), penjahit sebanyak 3

orang (3,0 persen), dan responden yang bekerja sebagai ojek online sebanyak 8

orang (8,0 persen). Jenis pekerjaan responden dalam penelitian ini minoritas nya

adalah penjahit sebanyak 3 orang, dan Kota Medan memiliki banyak jenis

pekerjaan, tidak jarang kita jumpai masyakarat Kota Medan yang pekerjaannya

bervariasi.

5.2 Analisis Respon Masyarakat Terhadap Menjamurnya Gelandangan

Psikotik Di Kota Medan.

5.2.1 Persepsi

Persepsi pada hakekatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap

orang dalam memahami informasi tentang lingkungannya, melalui penglihatan,

pendengaran, penghayatan, perasaan dan penciuman. Sehingga, terbentuk

tanggapan yang terjadi padadiri individu dan akan segala sesuatu dalam

lingkungannya melalui indera-indera yang dimilikinya.

Universitas Sumatera Utara


Maka, persepsi masyarakat dapat diukur melalui penglihatan dan

pendengaran, atensi dan pengetahuan. Hasil penelitian dari persepsi responden

terhadap menjamurnya gelandangan psikotik di Kota Medan dapat diuraikan

sebagai berikut:

Tabel 5.7 Pengetahuan Masyarakat Tentang keberadaan Gelandangan Psikotik

di Kota Medan

Jawaban
No Frekuensi Persen
Responden

1 Setuju 4 4,0

2 Kurang Setuju 10 10,0

3 Tidak Setuju 86 86,0

Total 100 100,0

Hasil: Pengolahan Data SPSS 19

Tabel 5.7 menunjukkan bahwa 4 orang menyatakan setuju, responden

sebanyak 10 orang menyatakan kurang setuju dan 86 orang menyatakan tidak

setuju. Data tersebut menunjukkan bahwa 4,0 persen responden menyatakan

setuju jika gelandangan psikotik jarang terlihat di Kota Medan, 10,0 persen

responden menyatakan kurang setuju jika gelandangan psikotik jarang terlihat di

Kota Medan dan 86,0 persen responden tidak setuju jika gelandangan psikotik

jarang terlihat di Kota Medan. Ini dilihat dari responden yang tidak setuju dengan

keberadaan gelandangan psikotik yang jarang terlihat di Kota Medan. Faktanya

gelandangan psikotik sering terlihat di Kota Medan.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 5.8 Pengetahuan Masyarakat Tentang keberadaan Gelandangan Psikotik

di Tempat Umum

Jawaban
No Frekuensi Persen
Responden

1 Setuju 1 1,0

2 Kurang Setuju 16 16,0

3 Tidak Setuju 83 83,0

Total 100 100,0

Hasil: Pengolahan Data SPSS 19

Tabel 5.8 menunjukkan bahwa 1 orang menyatakan setuju, 16 orang

menyatakan kurang setuju, dan 83 orang menyatakan tidak setuju. Data tersebut

menunjukkan bahwa 1,0 persen menyetujui bahwa gelandangan psikotik jarang

terlihat di jalanan dan tempat umum. Sedangkan, 16,0 persen menyatakan kurang

setuju jika gelandangan psikotik jarang terlihat di jalanan dan tempat umum, dan

83,0 persen menyatakan tidak setuju jika gelandangan psikotik jarang terlihat di

jalanan dan tempat umum. Masyarakat Kota Medan menyadari bahwa

gelandangan psikotik sering terlihat dijalanan dan tempat umum.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 5.9 Pengetahuan Masyarakat Tentang Kondisi Gelandangan Psikotik

Jawaban
No Frekuensi Persen
Responden

1 Setuju 3 3,0

2 Kurang Setuju 25 25,0

3 Tidak Setuju 72 7,0

Total 100 100,0

Hasil: Pengolahan Data SPSS 19

Tabel 5.9 menunjukkan bahwa 3 orang menyatakan setuju, 25 orang

menyatakan kurang setuju, dan 72 orang menyatakan tidak setuju. Data tersebut

menunjukkan bahwa 3,0 persen menyetujui bahwa kondisi pakaian, fisik, dan

psikis dari gelandangan psikotik disebabkan karena ketidakpedulian dari keluarga.

Sedangkan, 25,0 persen menyatakan kurang setuju jika kondisi pakaian, fisik, dan

psikis dari gelandangan psikotik disebabkan karena ketidakpedulian dari keluarga

dan 72,0 persen setuju jika kondisi pakaian, fisik, dan psikis dari gelandangan

psikotik disebabkan karena ketidakpedulian dari keluarga. Masyarakat

berpendapat bahwa kurangnya perhatian dari keluarga menyebabkan gelandangan

psikotik tidak terawat dengan baik, sehingga menyebabkan kondisi pakaian, fisik

dan sikis dari gelandangan psikotik tidak terlihat wajar secara umumnya.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 5.10 Pengetahuan Masyarakat Tentang Penyebab Gelandangan Psikotik

Jawaban
No Frekuensi Persen
Responden

1 Setuju 3 3,0

2 KurangSetuju 25 25,0

3 TidakSetuju 72 72,0

Total 100 100,0

Hasil: Pengolahan Data SPSS 19

Tabel 5.10 menunjukkan bahwa 3 orang menyatakan setuju, 25 orang

menyatakan kurang setuju, dan 72 orang menyatakan tidak setuju. Data tersebut

menunjukkan bahwa 3,0 persen menyetujui bahwa penyebab dari gelandangan

psikotik adalah faktor genetik. Sedangkan, 25,0 persen menyatakan kurang setuju

jika penyebab dari gelandangan psikotik dikarenakan faktor genetik, dan 72,0

persen menyatakan tidak setuju jika gelandangan psikotik disebabkan karena

faktor genetik. Masyarakat menilai bahwa gelandangan psikotik disebabkan

karena faktor kemiskinan. Kemiskinan yang terjadi pada keluarga gelandangan

psikotik menyebabkan penderita psikotik harus terlantar di jalanan Kota Medan,

karena keluarga tidak mampu secara finansial membawa gelandangan psikotik ke

tempat Rehabilitasi.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 5.11 Pengetahuan Masyarakat Tentang Keberadaan Gelandangan Psikotik

di Media Massa.

Jawaban
No Frekuensi Persen
Responden

1 Setuju 20 20,0

2 Kurang Setuju 30 30,0

3 Tidak Setuju 50 50,0

Total 100 100,0

Hasil: Pengolahan Data SPSS 19

Tebel 5.11 menunjukkan bahwa 20 orang menunjukkan setuju, 30 orang

menunjukkan kurang setuju, dan 50 orang menunjukkan tidak setuju. Data

tersebut menunjukkan bahwa 20,0 persen responden menyatakan setuju, jika

keberadaan gelandangan psikotik di Kota Medan di publikasikan melalui media

massa, seperti majalah, surat kabar, televisi, dan radio. Sedangkan 30,0 persen

responden kurang setuju, jika keberadaan gelandangan psikotik di Kota Medan di

publikasikan melalui media massa, seperti majalah, surat kabar, televisi, dan

radio. Dan 50,0 persen responden tidak setuju, jika keberadaan gelandangan

psikotik di Kota Medan di publikasikan melalui media massa, seperti majalah,

surat kabar, televisi dan radio. Ketidaksetujuan responden di sini disebabkan,

karena responden tidak pernah mengetahui keberadaan gelandangan psikotik di

media massa. Faktanya keberadaan gelandangan psikotik memang jarang di

publikasikan di media massa

Universitas Sumatera Utara


5.2.2 Sikap

5.12 Penilaian Masyarakat Tentang Kondisi Fisik Gelandangan Psikotik

Jawaban
No Frekuensi Persen
Responden

5,0
1 Setuju 5
15,0
2 Kurang Setuju 15
80,0
3 Tidak Setuju 80

Total 100 100,0

Hasil: Pengolahan Data SPSS 19

Tabel 5.12 menunjukkan bahwa 5 orang menyatakan setuju, 15 orang

menyatakan kurang setuju, dan 80 orang menyatakan tidak setuju. Data tersebut

menunjukkan bahwa 5,0 persen responden setuju merasa nyaman dengan kondisi

fisik dan penampilan dari gelandangan psikotik. Sedangkan, 15,0 persen

responden kurang setuju merasa nyaman dengan kondisi fisik dan penampilan dari

gelandangan psikotik dan 80,0 persen responden tidak setuju merasa nyaman

dengan kondisi fisik atau penampilan dari gelandangan psikotik. Responden yang

tidak setuju disini menyatakan bahwa kondisi fisik atau penampilan dari

gelandangan psikotik sangatlah mengganggu kenyamanan masyakarat di Kota

Medan.

Universitas Sumatera Utara


5.13 Penilaian Responden Tentang Keberadaan Gelandangan Psikotik

Jawaban
No Frekuensi Persen
Responden

1 Setuju 15 15,0

2 Kurang Setuju 30 30,0

3 Tidak Setuju 55 55,0

Total 100 100,0

Hasil: Pengolahan Data SPSS 19

Tabel 5.13 menunjukkan bahwa 15 orang setuju, 30 orang kurang setuju,

dan 55 orang tidak setuju. Data tersebut menunjukkan bahwa 15,0 persen

responden setuju jika keberadaan gelandangan psikotik di Kota Medan merupakan

hal yang wajar dan sudah biasa. Sedangkan, 30,0 persen responden kurang setuju

jika keberadaan gelandangan psikotik di Kota Medan merupakan hal yang wajar

dan sudah biasa dan 55,0 persen responden tidak setuju jika keberadaan

gelandangan psikotik di Kota Medan merupakan hal yang wajar dan sudah biasa.

Responden yang tidak setuju akan keberadaan gelandangan psikotik di Kota

Medan merupakan hal yang wajar dan sudah biasa terjadi disebabkan karena

gelandangan psikotik tidak seharusnya menjamur di Kota Medan. Karena

responden menilai bahwasanya gelandangan psikotik dapat di rehabilitasi, jadi

tidak seharusnya keberadaan gelandangan psikotik merupakan hal yang wajar dan

sudah biasa di Kota Medan, seperti yang dikatakan oleh salah satu dari responden

bernama Sri:

Universitas Sumatera Utara


“ gelandangan psikotik yang ada di Kota Medan bukan hal yang wajar

karena, gelandangan psikotik itu dapat direhabilitasi, jadi sudah

seharusnya gelandangan psikotik itu direhabilitasi dan supaya tidak

menggelandang dijalanan dan tidak meresahkan masyarakat”.

5.14 Penilaian Responden Tentang Sikap Gelandangan Psikotik

Jawaban
No Frekuensi Persen
Responden

1 Setuju 0 0

2 Kurang Setuju 5 5,0

3 Tidak Setuju 95 95,0

Total 100 100,0

Hasil: Pengolahan Data SPSS 19

Tabel 5.14 menunjukkan bahwa tidak ada responden yang setuju, 5 orang

menyatakan kurang setuju, dan 95 orang menyatakan tidak setuju. Data tersebut

menunjukatakan bahwa 0,0 persen responden setuju tidak merasa terganggu

dengan tindakan yang dilakukan gelandangan psikotik seperti, mengganggu,

mencuri, dan merusak. Sedangkan 5,0 persen responden kurang setuju tidak

merasa terganggu dengan tindakan yang dilakukan gelandangan psikotik seperti,

mengganggu, mencuri, dan merusak dan 95,0 persen responden tidak setuju tidak

merasa terganggu dengan tindakan yang dilakukan gelandangan psikotik seperti,

mengganggu, mencuri, dan merusak. Responden yang tidak setuju disini

menyatakan bahwa tindakan yang dilakukan para gelandangan psikotik seperti

mengganggu, merusak, dan mencuri sangatlah meresahkan masyarakat di Kota

Medan, hal ini disampaikan oleh beberapa responden:

Universitas Sumatera Utara


“ gelandangan psikotik pernah membuat kegaduhan, misalnya marah -

marah saat tidak dipenuhi maunya seperti, meminta nasi maupun uang.

Sampai kemauan gelandangan psikotik itu dituruti barulah gelandangan

psikotik tersebut pergi”.

5.15 Tanggapan Responden Tentang Keberadaan Gelandangan Psikotik

Jawaban
No Frekuensi Persen
Responden

1 Setuju 30 30,0

2 Kurang Setuju 20 20,0

3 Tidak Setuju 50 50,0

Total 100 100,0

Hasil: Pengolahan Data SPSS 19

Tabel 5.15 menunjukkan bahwa 30 orang responden setuju, 20 orang

responden kurang setuju,dan 50 orang responden tidak setuju. Data tersebut

menunjukkan bahwa 30,0 persen responden setuju jika keberadaan gelandangan

psikotik di Kota Medan tidak membuat masyarakat merasa was - was atau takut.

Sedangkan 20,0 persen responden kurang setuju jika keberadaan gelandangan

psikotik di Kota Medan tidak membuat masyarakat merasa was - was atau takut

dan 50,0 persen responden tidak setuju jika keberadaan gelandangan psikotik di

Kota Medan tidak membuat masyarakat merasa was-was atau takut. Responden

yang tidak setuju disini disebabkan karena responden pernah merasa terganggu

oleh gelandangan psikotik di Kota Medan. Ini di buktikan dari pengalaman

responden dengan gelandangan psikotik bernama Agus:

Universitas Sumatera Utara


“ keberadaan gelandangan psikotik di Kota Medan membuat masyarakat

merasa was - was atau takut, beberapa orang dari responden mengaku

pernah diganggu oleh gelandangan psikotik saat hendak berjalan”.

5.2.3 Partisipasi

5.16 Tanggapan Responden Tentang Penanganan Gelandangan Psikotik

Jawaban
No Frekuensi Persen
Responden

1 Setuju 5 5,0

2 Kurang Setuju 10 10,0

3 Tidak Setuju 85 85,0

Total 100 100,0

Hasil: Pengolahan Data SPSS 19

Tabel 5.16 menunjukkan bahwa 5 orang responden menyatakan setuju, 10

orang responden menyatakan kurang setuju, dan 85 orang responden menyatakan

tidak setuju. Data tersebut menunjukkan bahwa 5,0 persen responden setuju jika

menjamurnya gelandangan psikotik di Kota Medan disebabkan karena

gelandangan psikotik tidak dapat direhabilitasi. Sedangkan 10,0 persen responden

kurang setuju jika menjamurnya gelandangan psikotik di Kota Medan disebabkan

karena gelandangan psikotik tidak dapat direhabilitasi dan 85,0 persen responden

tidak setuju jika menjamurnya gelandangan psikotik di Kota Medan disebabkan

karena gelandangan psikotik tidak dapat direhabilitasi. Responden yang

menyatakan tidak setuju disini, melihat bahwa gelandangan psikotik itu dapat

direhabilitasi. Responden menyatakan bahwa Kota Medan mempunyai tempat

Universitas Sumatera Utara


rehabilitasi untuk para penderita gangguan psikotik yaitu di Rumah Sakit

Sembada Medan yang ada di Jalan Padang Bulan.

5.17 Tanggapan Responden dalam Menangani Gelandangan Psikotik

Jawaban
No Frekuensi Persen
Responden

1 Setuju 0 0

2 Kurang Setuju 10 10,0

3 Tidak Setuju 90 90.0

Total 100 100,0

Hasil: Pengolahan Data SPSS 19

Tabel 5.17 menunjukkan bahwa responden tidak ada yang setuju, 10 orang

responden menyatakan kurang setuju, dan 90 orang menyatakan tidak setuju. Data

tersebut menunjukkan bahwa 10,0 persen responden kurang setuju, jika responden

bertemu dengan gelandangan psikotik di Kota Medan, responden akan

mengantarkan gelandangan psikotik ke tempat rehabilitasi. Sedangkan 90,0 persen

responden tidak setuju, jika responden bertemu dengan gelandangan psikotik di

Kota Medan, responden akan mengantarkan gelandangan psikotik ke tempat

rehabilitasi. Faktanya tidak ada responden yang mengantarkan gelandangan

psikotik ke tempat rehabilitasi.

Universitas Sumatera Utara


5.18 Kepedulian Responden Terhadap Gelandangan Psikotik

Jawaban
No Frekuensi Persen
Responden

1 Setuju 10 10,0

2 Kurang Setuju 20 20,0

3 Tidak Setuju 70 70,0

Total 100 100,0

Hasil: Pengolahan Data SPSS 19

Tabel 5.18 menunjukkan bahwa 10 orang responden setuju, 20 orang

responden kurang setuju, dan 70 orang responden tidak setuju. Data tersebut

menunjukkan bahwa 10,0 persen responden setuju jika responden bertemu dengan

gelandangan psikotik dijalanan, maka responden merasa empati dan juga

responden ada yang memberi makanan kepada gelandangan psikotik. Sedangkan,

20,0 persen responden kurang setuju jika responden bertemu dengan gelandangan

psikotik dijalanan, maka responden merasa empati dan memberi makanan dan

70,0 persen responden tidak setuju jika responden bertemu dengan gelandangan

psikotik dijalanan, responden merasa empati dan juga responden memberi

makanan kepada gelandangan psikotik tersebut. Ini dilihat dari responden yang

tidak setuju disebabkan karena kurangnya rasa empati responden terhadap

gelandangan psikotik di Kota Medan

Universitas Sumatera Utara


5.3 Analisis Data Kuantitatif Responden Terhadap Menjamurnya

Gelandangan Psikotik Di Kota Medan.

Setelah dianalisis dari hasil respon masyarakat terhadap menjamurnya

gelandangan psikotik di Kota Medan, yang diperoleh dari kuesioner yang

telah di jawab oleh responden maka, pada bagian ini variable yang sama akan

dianalisis secara kuantitatif melalui pemberian skor dengan menggunakan

skalalikert. Pemberian skor data dilakukan mulai dari respon negatife menuju

responpositif, yakni:

1. Skor tidak setuju (negatif) adalah -1.

2. Skor kurangsetuju (netral) adalah 0.

3. Skor tidaksetuju (positif) adalah 1.

Untuk mendapatkan hasil Respon Masyarakat Terhadap Menjamurnya

Gelandangan Psikotik Di Kota Medan dilakukan pemberian skor berdasarkan

tiga variable, yaitu: persepsi, sikap dan partisipasi. Dari jawaban responden

yang telah dianalisis, kemudian dapat diklarifikasi apakah persepsi, sikap, dan

partisipasinya positif, netral, atau negatife dengan menentukan interval

kelasseperti yang terlihat pada uraian dibawah ini:

H–L

i=

1 – (-1)

i=

Universitas Sumatera Utara


2

i=

= 0,66

Keterangan:

i = Interval Kelas

H = Nilai Tertinggi

L = Nilai Terendah

K = Banyak Kelas

Negatif Netral Positif

-1 -0,6 -0,33 0 0,33 0,66 1

Maka untuk menentukan kategori responden positif, respon netral atau

respon negatif dapat dilihat dengan adanya nilai batasan sebagai berikut:

Respon dengan nilai -1 sampai dengan -0,33 = respon negatif

Respon dengan nilai -0,33 sampai dengan 0,33 = respon netral

Respon dengan nilai 0,33 sampai dengan 1 = respon positif

Universitas Sumatera Utara


5.3.1. Persepsi Masyarakat Terhadap Menjamurnya Gelandangan Psikotik di Kota

Medan

Pemberian skor variabel persepsi terhadap menjamurnya gelandangan

psikotik merupakan variabel awal dalam mengukur respon. Hasil skor variabel

persepsi (VI) merupakan hasil rata-rata VI = ∑ skor variabel: (hasil jumlah sub

variabel dikali jumlah responden). Jumlah sub variabel persepsi ada 5 sub variabel

(lihat lampiran). Sehingga rata-rata VI = ∑ skor variabel : (6 x 100).

Untuk mengetahui apakah persepsi terhadap menjamurnya gelandangan

psikotik termasuk respon negatif, netral dan positif, maka dilakukan analisis

dengan memberikan skor -1 pada respon negatif, skor 0 untuk respon netral dan

skor 1 untuk respon positif, lalu dibagi dengan jumlah total responden. Hasil akhir

dapat dilihat apakah persepsi negatif, netral dan positif dengan batasan nilai pada

skala likert.

= -342:(5X100)

-342:500

= -0,7

(Persepsi negtaif karena berada diantara -1 sampai dengan -0,33)

Keterangan:

∑ skor variabel persepsi = -342

Jumlah sub variabel persepsi =5

Jumlah responden = 100

Hasil skor variabel persepsi (VI) = -0,7

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan hasil skala likert tersebut, dapat diketahui bahwa responden

memiliki persepsi negatif terhadap menjamurnya gelandangan psikotik di Kota

Medan. Hal ini menunjukkan bahwa responden tidak setuju jika gelandangan

psikotik jarang terlihat di jalanan dan responden tidak setuju jika kondisi fisik

dari gelandangan psikotik disebabkan karena ketidak pedulian dari keluarga.

5.3.2 Sikap Masyarakat Terhadap Menjamurnya Gelandangan Psikotik di Kota

Medan

Pemberian skor variabel sikap terhadap menjamurnya gelandangan psikotik

ini merupakan variabel awal dalam mengukur respon. Hasil skor variabel sikap

(V2) merupakan hasil rata-rata V2 = ∑ skor variabel : (hasil jumlah sub variabel

dikali jumlah responden). Jumlah sub variabel sikap ada 4 sub variabel (lihat

lampiran). Sehingga rata-rata V2 = ∑ skor variabel : (4 x 100).

Untuk mengetahui apakah sikap terhadap menjamurnya gelandangan

psikotik termasuk respon negatif, respon netral dan respon positif, maka dilakukan

analisis dengan memberikan skor -1 pada respon negatif, skor 0 untuk respon

netral dan skor 1 untuk respon pisitif. Hasil akhir dapat dilihat apakah sikap

negatif, netral atau positif dengan batas nilai pada skala likert.

= -187: (4x100)

= -187:400

= -0,5

(Sikap negatif karena berada diantara-1 sampai -0,33)

Keterangan:

∑ skor variabel sikap = -187

Jumlah sub variabel sikap =4

Universitas Sumatera Utara


Jumlah responden = 100

Hasil skor variabel sikap (V2) = -0,5

Berdasarkan hasil skala likert tersebut, dapat diketahui bahwa responden

memiliki sikap negatif terhadap keberadaan gelandangan psikotik di Kota Medan

yang membuat masyarakat merasa terganggu.

5.3.3. Partisipasi Masyarakat Terhadap Menjamurnya Gelandangan Psikotik di

Kota Medan

Pemberian skor variabel partisipasi terhadap menjamurnya gelandangan

psikotik ini merupakan variabel awal dalam mengukur respon. Hasil skor variabel

partisipasi (V3) merupakan hasil rata-rata V3 = ∑ skor variabel : (hasil jumlah

sub variabel dikali jumlah responden). Sehingga rata-rata V3 = ∑ skor variabel :

(3 x 100).

Untuk mengetahui apakah partisipasi terhadap menjamurnya gelandangan

psikotik termasuk respon negatif, respon netral dan respon positif, maka dilakukan

analisis dengan memberikan skor -1 pada responden negatif, skor 0 untuk respon

netral dan skor 1 untuk respon positif, lalu dibagi dengan jumlah total responden.

Hasil akhir dapat dilihat apakah sikap negatif, netral atau positif dengan batasan

nilai pada skala likert.

= -132 : (3 x 100)

= -132 : 300

= -0,44

(Partisipasi negatif karena berada diantara -1 sampai dengan -0,33)

Keterangan:

∑ skor variabel partisipasi = -132

Universitas Sumatera Utara


Jumlah sub variabel partisipasi =3

Jumlah responden = 100

Hasil sub variabel partisipasi = -0,44

Berdasarkan hasil skala likert tersebut, dapat diketahui bahwa responden

memiliki partisipasi negatif terhadap gelandangan psikotik di Kota Medan. Hal ini

menunjukkan bahwa responden tidak memiliki rasa empati terhadap gelandangan

psikotik di Kota Medan.

Jika kuantifikasi data dilakukan secara menyeluruh dengan menggunakan

skala likert, maka dapat dilihat rata-rata respon masyarakat terhadap menjamurnya

gelandangan psikotik di Kota Medan adalah negatif dengan nilai sebagai berikut:

Jadi, hasil persepsi + hasil sikap + hasil partisipasi dibagi dengan banyak kelas,

diuraikan dibawah ini:

〱𝟏𝟏+𝑽𝑽𝟐𝟐+𝑽𝑽𝟑𝟑
= 𝟑𝟑

−𝟎𝟎,𝟕𝟕+−𝟎𝟎,𝟓𝟓+−𝟎𝟎,𝟒𝟒𝟒𝟒
=
𝟑𝟑

_𝟏𝟏,𝟔𝟔𝟒𝟒
= 𝟑𝟑
= -0,54

Jadi, respon masyarakat terhadap menjamurnya gelandangan psikotik di

Kota Medan adalalah negatif karena, berada diantara -1 sampai dengan -0,33.

Universitas Sumatera Utara


5.4 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini telah diusahakan sesuai dengan prosedur ilmiah, namun

demikian masih memiliki keterbatasan yaitu:

1. Penelitian ini, dalam mengukur respon masyarakat hanya menggunakan

tiga variable yaitu Persepsi, Sikap, dan Partisipasi.

2. Adanya keterbatasan penelitian dengan menggunakan kuesioner yaitu

terkadang jawaban yang diberikan oleh sampel tidak menunjukkan

keadaan sesungguhnya atau sampel kurang memahami mengenai

gelandangan psikotik.

3. Penelitian ini hanya dilakukan di tiga kecamatan saja yaitu, Kecamatan

Medan Sunggal, Medan Perjuangan, dan Medan Petisah.

Universitas Sumatera Utara


BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa data, dapat disimpulkan bahwa respon

masyarakat terhadap Menjamurnya Gelandangan Psikotik di Kota Medan,maka

dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Persepsi

Berdasarkan analisa data yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa

persepsi masyarakat terhadap Menjamurnya Gelandangan Psikotik di Kota

Medan adalah

2. Sikap

Berdasarkan analisa data yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa sikap

masyarakat terhadap Menjamurnya Gelandangan Psikotik di Kota Medan

adalah

3. Berdasarkan analisa data yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa

partisipasi masyarakat terhadap Menjamurnya Gelandangan Psikotik di

Kota Medan adalah

Jika, dilakukan kuantifikasi data secara menyeluruh dengan menggunakan

skala likert, maka dapat dilihat secara rata-rata respon masyarakat terhadap

Menjamurnya Gelandangan Psikotik di Kota Medan adalah negatif dengan

nilai:

𝑯𝑯𝒂𝒂𝒔𝒔𝒊𝒊𝒊𝒊 𝑷𝑷𝒆𝒆𝒓𝒓
=

Universitas Sumatera Utara


= -0,54(Berada diantara-1 sampai dengan -033)

6.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan yang dikemukakan sebelumnya, maka dapat

dirangkum beberapa saran sebagai berikut:

1. Disarankan kepada masyarakat Kota Medan untuk lebih memerhatikan

gelandangan psikotik yang ada di Kota Medan, dengan tidak memberikan

stigma negatif kepada gelandangan psikotik. Masyarakat Kota Medan juga

seharusnya memiliki rasa empati terhadap gelandangan psikotik, karena

gelandangan psikotik juga mempunyai hak yang sama untuk memiliki

hidup yang lebih baik.

2. Disarankan kepada keluarga gelandangan psikotik untuk menjaga dan

memberikan pertolongan berupa pengobatan, misalnya, mengantarkan

gelandangan psikotik ke tempat rehabilitasi guna menghindari

menggelandangnya penderita psikotik di jalananan serta tempat umum.

3. Disarankan kepada pemerintah untuk bisa secara merata menyediakan

tempat rehabilitasi di kota - kota yang memang banyak dijumpai

gelandangan psikotik, guna mengurangi menjamurnya gelandangan

psikotik terkhusus di Kota Medan.

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Arief, Rahman. (2009).Memahami Pendidikan dan Ilmu Pendidikan.Yogyakarta:


Laksbang Mediatama.

Baihagi, dkk.(2005). Psiksatri( Konsep Dasar dan Gangguan-gangguan). Bandung:


Refika Aditami.

Davidson, G, dkk. (2002). Psikologi Abnormal. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Hawai, Dadang. (2001). Manajemen Stress, Cemas dan Depresi. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

Kartono, Kartini. (1981). Patalogi Sosial. Bandung: PT. Raja Grafindo Persada.

Siagian, Matias. (2011). Kemiskinan dan Solusi. Medan: PT. Grasindo Monoratama.

Soekanto, Soerjano. (2003). Sosiologi Suatu Pengetahuan. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.

Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:


Alfabeta.

Walgito, Bimo. (2007). Psikologi Sosial (Suatu Pengantar).Yogyakarta: C.V Andi


Offset.

Walgito, Bimo. (2002). Pengantar Patalogi Umum. Yogyakarta: Andi Offest.

SumberJurnal:

Hening, Andini, dkk (2017). “KoordinasiDalamPenangananGelandanganPsikotik di


Kota Bandung” dapatdilihat di
jurnal.unpad.ac.id/jane/article/download/13678/6517.

Karnadi, dkk. (2016). “Model


RehabilitasiSosialGelandanganPsikotikBerbasisMasyarakat (StudiKasus di
Ponpes/Panti REHSOS NurussslamSayungDemak)” dapatdilihat di
download.portalgaruda.org/article.php?...MODEL%20%20REHABILITASI
%20SOSI...

Sucito, (2013).“MetodePenjaringanGangguanJiwaPsikotik di PuskesmasKumunKota


SungaiPenuh” dapatdilihat di repository.unand.ac.id/21668/1/sampul.pdf.

Universitas Sumatera Utara


Sumber Internet:

Fransiska Irma, 2013. Mengenal Skizofrenia.www.kompasiana.com. Diunduh pada


tanggal 17 Maret 2018.

Harian Analisa, 2017, 1.157-ODGJ-terdata-di-kota-medan.html diakses pada tanggal


17 Maret 2018 pada pukul 11:16 WIB.

Ina (2017), Macam-macam Gangguan jiwa pada manusia . Dapat diakses di


https:/dosenpsikologi.com> Gangguan psikolog. Dilihat pada tanggal 28
April 2018 pada pukul 16:55 WIB.

Price (2008), Asuhan Keperawatan dapat akses di


https:/perawatpskiatri.blogspot.com/2008/11/psikotik-psychotic.html.
Dilihat pada tanggal 24 Maret 2018 pada pukul 10:11 WIB.

Sandra (2011). Afektif Kognitif Psikomotor dan Respon. Dapat diakses di


https//pratamasandra.wordpress.com/2011/05/11/pengertian-
respon/perpustakaan.bppksyogyakarta.com:2009. Dilihat pada tanggal 17
Mei 2018 pada pukul 11.43 WIB.

Zania (2007), Faktor Pentyebab dan Proses Terjadinya Gangguan Mental, Dapat
diakses di https://syzania wordpress.com/2017/08/30/faktor-penyebab-dan-
proses-terjadinya-gangguan-mental/. Dilihat pada tanggal10 Mei 2018 pada
pukul 12:16 WIB.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai