Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Kebiri adalah tindakan memandulkan makhluk hidup baik jantan ataupun

betina dengan cara pembedahan secara fisik atau menggunakan zat kimia. Pada

jantan dihilangkan fungsi testisnya dan pada betina dihilangkan fungsi

ovariumnya. Pengebirian dapat dilakukan baik pada hewan ataupun manusia.

Dalam arti sederhananya, pengertian dikebiri sama saja dengan dihilangkannya

keturunannya secara permanen. Sedangkan dalam istilah ungkapan konotasi,

pengertian mengebiri adalah mematikan sesuatu.

Tindakan mengebiri biasanya dilakukan dengan cara pembedahan secara fisik,

yaitu dengan cara memotong alat genital secara permanen. Hal ini menyebabkan

orang atau hewan tersebut mandul secara permanen. Seiring bertambahnya ilmu

pengetahuan, tindakan kebiri dilakukan dengan menyuntikan zat kimia, yaitu

antiandrogen ke tubuh seseorang atau dengan meminum pil. Zat antiandrogen ini

akan mengurangi hormon testosteron pada pria yang menyebabkan hilangnya

nafsu seksual seseorang.

Tindakan kebiri ini lebih meminimalkan resiko kematian bagi objek yang

dikebiri. Efeknya pun tidak permanen, setelah beberapa waktu efeknya akan

hilang dan objek harus mengkonsumsi pil atau disuntik kembali.

1
Kebiri sebenarnya sudah dilakukan jauh sejak zaman dahulu dan dilakukan di

banyak negara seperti negara-negara Eropa, Timur Tengah, Asia Timur, Afrika,

dan Asia Selatan. Alasannya pun beragam, ada yang dilakukan oleh orang yang

memenangkan suatu pertempuran terhadap lawan yang mati sebagai tanda bahwa

ia menghabisi keperkasaan lawan. Ada juga karena alasan agama. Atau bisa juga

dilakukan kepada laki-laki yang akan bekerja atau menjadi pegawai istana.

Belum lama ini gencar terdengar rencana hukuman kebiri bagi pelaku

kejahatan seksual. Hal ini dipicu banyaknya kasus kejahatan seksual bahkan yang

melibatkan anak-anak baik sebagai korban maupun pelaku. Hukuman ini

dianggap dapat memberi efek jera dan meminimalkan terjadinya kejahatan

seksual.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana hukuman kebiri kimia terhadap tindakan pidana pedofilia?

2. Apa yang menjadi landasan pengaturan hukuman kebiri dalam hukum

pidana Indonesia?

3. Apa dampak kekerasan seksual terhadap psikologis korban?

1.3 Tujuan

2. Mengetahui bagaimana hukuman kebiri kimia terhadap tindakan pidana

pedofilia.

2
3. Mengetahui apa yang menjadi landasan pengaturan hukuman kebiri dalam

hukum pidana Indonesia.

4. Mengetahui dampak adanya hukuman kebiri terhadap pelaku kekerasan

seksual pada korban.

1.4 Manfaat

Dengan melakukan penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

kepada masyarakat bahwa pelaku pelecehan seksual pantas mendapat hukuman

kebiri.

3
BAB II

KAJIAN TEORI
2.1 Pengertian Kebijakan Pemerintah

Istilah dalam bahasa inggris, kebijakan dikenal dengan policy yang

mempunyai arti sebagai pilihan terbaik dalam batas-batas kompetensi aktor dan

lembaga yang bersangkutan dan secara formal. Dalam kamus besar bahasa

Indonesia, kebijkaan diartikan sebagi rangkaian konsep dan asas yang menjadi

garis besar dan dasar rencana dalam pelaksaan suatu pekerjaan, kepemimpinan

dan cara bertindak (tentang pemerintahan, organisasi, dan sebagainya);

pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip, dan garis pedoman untuk manajemen dalam

usaha mencapai sasaran.

Menurut Carl J. Federick, kebijakan di definisikan sebagai serangkaian

tindakan atau kegiatan yang diusulkan seseorang, kelompok, atau pemerintah

dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan-hambatan atau

kesulitan-kesulitan dan kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan usulan

kebijaksanaan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu.

Pendapat ini juga menunjukkan bahwa ide kebijakan melibatkan perilaku

yang dilakukan oleh pelaku-pelaku pemangku kebijakan untuk merumuskan

tindakan atau kegiatan apa yang harus dikerjakan dalam rangka pencapaian

tujuan. Sedangkan, pemerintahan menurut SF. Marbun sebagaimaan dikutip oleh

Ridwan HR diartikan sebagai kelompok badan atau pejabat TUN yang

4
menyelenggarakan urusan, fungsi atau tugas pemerintahan. Disini ada konsep

bahwa pemerintah memiliki wewenang untuk melakukan tindakan hukum dengan

menghasilkan produk kebijakan peraturan yang berorientasi pada kepentingan

rakyat demi terwujudnya negara kesejahteraan (welfare state). Sehingga, untuk

konteks Indonesia, yang dapat diterima secara luas sebagai suatu kebijkan

pemerintah adalah yang termuat secara legal formal dalam bentuk peraturan

perundang-undangan.

2.2 Konsep Hukuman Kebiri bagi Pelaku Pedofilia

Hukuman kebiri secara harfiah dinamakan kastrasi. Kebiri itu sendiri

dibedakan menjadi kebiri fisik dan kebiri kimia. Kebiri fisik dilakukan dengan

cara mengamputasi testis pelaku pedofilia sehingga membuat pelaku kekurangan

hormon testosteron yang mempengaruhi dorongan seksualnya. Sementara itu

kebiri kimia, berbeda dengan kebiri fisik, tidak dilakukan dengan mengamputasi

testis. Pihak eksekutor akan memasukkan zat kimia antiandrogen yang dapat

memperlemah hormon testosteron, sehingga kemampuan ereksi, libido atau hasrat

seksual seseorang akan berkurang bahkan hilang sama sekali. Efek zat kimia ini

akan merusak dan menganggu fungsi organ tubuh lain, seperti otot yang

mengecil, tulang yang keropos, sel darah merah berkurang, dan fungsi kognitif

terganggu.

5
2.3 Dampak Kekerasan Seksual terhadap Psikologis Korban

Secara umum kekerasan seksual pada anak adalah keterlibatan seseorang

dalam segala bentuk aktifitas seksual yang terjadi sebelum korban mencapai

batasan umur tertentu yang ditetapkan oleh hukum negara yang bersangkutan

dimana orang dewasa atau orang lain yang usianya lebih tua atau orang yang

dianggap memiliki pengetahuan lebih dari anak di bawah umur memanfaatkannya

untuk kesenangan seksual atau aktifitas seksual.

Korban yang mengalami kekerasan seksual tentunya akan mengalami dampak

baik secara fisik maupun emosional. Secara fisik korban akan mengalami

penurunan nafsu makan, sulit tidur, sakit kepala, tidak nyaman di sekitar vagina

atau alat kelamin, beresiko tertular penyakit menular seksual, luka di tubuh akibat

perkosaan dengan kekerasan, kehamilan yang tidak diinginkan dan lainnya.

Sedangkan secara emosional korban mengalami stress, depresi, adanya perasaan

bersalah dan menyalahkan diri, goncangan jiwa, bayangan akan kejadian dimana

korban mengalami kekerasan seksual, rasa ketakutan berhubungan dengan orang

lain, dan mimpi buruk. Selain itu muncul gangguan-gangguan psikologis seperti

gangguan identitas disosiatif, kecenderungan untuk reviktimasi di masa dewasa,

bulimia nervosa, bahkan adanya cedera fisik pada korban.

6
BAB III

PEMBAHASAN
3.1 Pembahasan

Kasus kekerasan seksual semakin banyak terjadi membuat orang disekitar

mereka seperti keluarga harus ekstra melindungi dari pelaku kekerasan seksual.

Apabila perilaku demikian tidak dilakukan oleh keluarga maka ada kemungkinan

bahwa anak mereka dapat menjadi korban kekerasan seksual. Jika anak sudah

menjadi korban kekerasan seksual, dampak yang terjadi pada anak tidak hanya

luka pada vagina, melainkan terdapat banyak dampak lain yang dapat merusak

kehidupan anak, seperti dampak secara emosional yang mengakibatkan timbulnya

gangguan secara psikis. Secara fisik korban akan mengalami penurunan nafsu

makan, sulit tidur, sakit kepala, tidak nyaman di sekitar vagina atau alat kelamin,

beresiko tertular penyakit menular seksual, luka di tubuh akibat perkosaan dengan

kekerasan, kehamilan yang tidak diinginkan dan lainnya. Sedangkan secara

emosional korban mengalami stress, depresi, adanya perasaan bersalah dan

menyalahkan diri, goncangan jiwa, bayangan akan kejadian dimana korban

mengalami kekerasan seksual, rasa ketakutan berhubungan dengan orang lain,

dan mimpi buruk.

Dipandang dari efektivitasnya menurunkan hasrat seksual, tindakan

pengebirian telah dilakukan sejak bertahun-tahun lamanya di banyak negara,

termasuk Amerika Serikat dan Republik Cekoslovakia, sebagai pilihan ‘terapi’

7
bagi para pelanggar kejahatan seksual atau mereka yang memiliki penyimpangan

seksual untuk memungkinkan mereka bisa kembali aktif berperan sebagai bagian

dari anggota masyarakat yang fungsional setelah menjalani masa hukuman.

Obat-obatan hormon estrogen, seperti medroxyprogesterone acetate dan obat-

obatan kanker prostat, telah digunakan secara meluas di Amerika Serikat,

Kanada, dan Eropa untuk tindakan pengebirian kimiawi pada narapidana yang

tersangkut kasus pedofilia dan kekerasan seksual lainnya. Secara umum, terapi

hormon tampak sukses untuk beberapa pelaku kejatan seksual dan kelompok

orang yang menderita hasrat seksual menyimpang. Obat-obatan ini

memungkinkan para pasien untuk mengelola hasrat seksual mereka dengan

memanipulasi cara kerja otak untuk menekan produksi testosteron sehingga

memungkinkan mereka untuk memfokuskan terapi perilaku untuk ‘meluruskan’

penyimpangan mereka.

Pengebirian lewat prosedur bedah telah dibuktikan bisa menekan dorongan

seksual, termasuk pada banyak pelaku kejahatan seksual. Dilansir dari ABC

News, sebuah penelitian dari Jerman menunjukkan rata-rata tingkat pengulangan

kembali (terhadap aksi kekerasan seksual) bagi narapidana yang telah menerima

tindakan kebiri hanya sebanyak tiga persen jika dibandingkan dengan mereka

yang tidak dikebiri, yaitu risiko 46% lebih tinggi untuk mengulangi tindak

kejahatannya.

8
Dikutip dari Medical Daily, kurang dari 10 persen dari 626 pasien yang

menerima kebiri kimiawi melaporkan kembali melakukan kejahatan seks lima

tahun sejak menerima prosedur tersebut. Selain itu, dua studi terpisah dari Korea

Selatan menyatakan bahwa 38 pasien penerima kebiri kimiawi melaporkan

penurunan dalam frekuensi dan intensitas dorongan seksual, frekuensi melakukan

masturbasi dan fantasi seksual.

Setiap orang mempunyai hak atas keberlangsungan hidupnya untuk mendapat

perlindungan dan perkembangan yang optimal dari orang tua, keluarga,

masyarakat, bangsa dan negara. Keterkaitannya dalam kehidupan berbangsa dan

bernegara, anak sebagai generasi penerus bangsa memiliki peran strategis dalam

menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan agar

kelak mereka mampu berpartisipasi aktif dalam membangun bangsa dengan

penuh tanggung jawab, maka dari itu perlu mendapat kesempatan yang seluas-

luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun

sosial. Hal ini merupakan konsekuensi Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak

Anak pada tahun 1989, sebagaimana dinyatakan dalam pasal 6, yaitu :

(1) Negara mengakui bahwa setiap anak memiliki hak yang melekat atas

kehidupan

(2) Negara menjamin akan batas maksimal kelangsungan hidup dan

pengembangan anak

9
Tentunya, ketentuan tersebut berimplikasi bahwa negara dapat mengakomodasi

perkembangan anak secara optimal melalui adanya pengakuan hak-hak anak yang

dijamin secara konstitusional dalam UUD 1945 hasil perubahan pada pasal 28 B

ayat (2) tentang hak anak untuk hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas

perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Selain itu, negara dituntut untuk

memberikan perlindungan yang layak terhadap segala bentuk kekerasan dan

diskriminasi yang dialami oleh anak, termasuk kekerasan yang dilakukan oleh

pedofilia harus dipahami sebagai pelanggaran terhadap hak anak terkait

perkembangan anak secara fisik, mental, spiritual, moral, psikologis, dan sosial,

maka dari itu diperlukan hukuman tambahan diantaranya kebiri supaya

menimbulkan efek jera.

10
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN


4.1 Kesimpulan

Pada penelitian ini dapat kita simpulkan bahwa pelaku kekerasan seksual

harus dikebiri, karena tidak sesuai dengan UUD 1945 pasal 28 B ayat (2) tentang

hak anak untuk hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan

dari kekerasan dan diskriminasi. Pelecehan seksual dapat menyebabkan

terganggunya perkembangan anak secara fisik, mental, spiritual, moral,

psikologis, dan sosial. Hukuman dikebiri dilakukan agar menimbulkan efek jera

atas perbuatan pelaku kekerasan seksual.

4.2 Saran

1. Diharapkan kepada aparat penegak hukum dapat merealisasikan hukuman

kebiri terhadap pelaku kekerasan seksual, sehingga dapat menekan angka

kriminalitas kekerasan seksual.

sejak dalam kandungan


sampai

11
dilahirkan sehingga
mempunyai hak atas
keberlangsungan hidupnya
untuk mendapat
perlindungan dan
perkembangan yang
optimal dari orang tua,
keluarga, masyarakat,
bangsa dan negara.
Keterkaitannya dalam
kehidupan berbangsa dan
bernegara, anak
sebegai generasi penerus
bangsa memiliki peran
12
strategis dalam menjamin
kelangsunagn
eksistensi bangsa dan
negara pada masa depan
agar kelak mereka mampu
berpartisipasi
aktif dalam membangun
bangsa dengan penuh
tanggung jawab, maka
dari itu perlu
mendapat kesemapatan
yang sekuas-luasnya
untuk tumbuh dan
berkembang secara
13
optimal, baik fisik,
mental maupun sosial,
dan berakhlak mulia. Hal
ini merupakan
konsekuensi Indonesia
telah meratifikasi
Konvensi Hak Anak
pada tahun 1989,
sebagaimana dinyatakan
dalam pasal 6, yaitu:
(1) negara mengakui bahwa
setiap anak memiliki hak
yang melekat atas
kehidupan;
14
(2) negara menjamin akan
batas maksimal
kelangsungan hidup dan
pengembangan anak

DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu

http://www.definisimenurutparaahli.com

https://www.researchgate.net

https://hellosehat.com

15

Anda mungkin juga menyukai