Anda di halaman 1dari 21

“PERUBAHAN DALAM PARADIGMA PENDIDIKAN”

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 11
DaniellaPrecylia(16-050)
PebyOctora (16-085)
CahayaMendrofa (16-090)
RH Debora S (16-097)
Brian Tarigan (16-159)
Megawati (16-179)
PSIKOLOGI SEKOLAH
KELAS B

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


FAKULTAS PSIKOLOGI
2017
KATA PENGANTAR

PujisyukurkehadiratTuhan Yang
MahaEsaatassegalarahmatNyasehinggamakalahinidapattersusunhinggaselesai.Harapan kami
semogamakalahinidapatmenambahpengetahuanbagiparapembaca,
untukkedepannyadapatmemperbaikibentukmaupunmenambahisimakalah agar
menjadilebihbaiklagi.Karenaketerbatasanpengetahuanmaupunpengalaman kami, kami
yakinmasihbanyakkekurangandalammakalahini, Olehkarenaitu kami sangatmengharapkan saran
dankritik yang membangundaripembaca demi kesempurnaanmakalahini.

Medan,September 2017

Kelompok 11
DAFTAR ISI

BAB I.........................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.....................................................................................................................................4
1.1. Latar Belakang Masalah..................................................................................................................4
1.2. Rumusan masalah............................................................................................................................4
1.3. Tujuan..............................................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................................5
2.1 Filosofi Dasar Pendidikan ...............................................................................................................5
2.2 Standar Proses Pendidikan...............................................................................................................7
2.3 Perencanaan Dan Instruksi Pelajaran Teacher Centered dan Paradigmanya...................................7
2.4 Strategi Instruksional Teacher-Centered .........................................................................................9
2.5 Prinsip Learer-Centered.................................................................................................................11
BAB III....................................................................................................................................................15
PENUTUP................................................................................................................................................15
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................................15
3.2 Daftar Pustaka................................................................................................................................15
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Dalam dunia pendidikan,bagaimana proses pembelajaran agar dapat diikuti oleh peserta
didik maupun pengajar adalah hal utama yang harus dicapai. terutama pada perencanaan dan
pengarahan anak didik dalam menapaki jenjang pendidikan. Hal ini terkait dengan tuntutan
masyarakat modern yang senantiasa mengikuti arah kemajuan. Salah satu komponen dalam
usaha melayani tuntutan masyarakat tersebut adalah metode pengajaran yang sesuai dengan
iklim kehidupan masyarakat konsumen pendidikan.dalam makalah ini akan disampaikan
bagaimana metode pengajaran dan juga komponen-komponen yang harus diperhatikan dalam
proses pendidikan.
Dalam makalah ini juga akan dibahas tentang alat-alat dan pendekatan yang biasa dipakai
untuk dalam pemberian instruksi pembelajaran.dimana pendekatan dan alat ini dijadikan sebagai
pusat-pusat pembelajaran seperti komputer,studi sosial,sains,seni dan sebagainya.tidak hanya
berpatok pada metode dan alat juga guru yang digunakan sebagai proses pendidikan,makalah ini
juga akan membahas berdasarkan sudut pandang murid itu sendiri.apa saja faktor yang
mempengaruhi proses pembelajaran mereka baik itu faktor motivasi atau emosional ataupun
faktor kognitif dan sebagainya.
1.2 Rumusan Masalah
1.Mengapa diperlukan Standar Proses Pendidikan?
2.Apa Fungsi Standar Pendidikan?
3.Bagaimana Metode mengajar teacher-centered dan student –centered mempengaruhi proses
pembelajaran?
1.3 Tujuan
1.Mengetahui Filosofi dasar pendidikan
2.Mengetahui Standar Proses Pendidikan
3.Mengetahui metode yang digunakan dalam metode mengajar teacher-centered dan student-
centered
4.MengetahuiTujuan Proses Pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Filosofi Dasar Pendidikan
Meski bukan satu-satunya determinan, filsafat dan kebijakan dasar pendidikan nasional
suatu Negara sangat menentukan kinerja pendidikan negara yang bersangkutan. Demikian juga
akan halnya dengan filsafat dan kebijakan dasar pendidikan nasional Indonesia,kejelasan filsafat
dan ketetapan kebijakan pendidikan nasional amat menentukan kinerja pendidikan nasional
Indonesia. Selanjutnya oleh karena sistem pendidikan nasional Indonesia terbangun atas dua
jenis pendidikan sekaligus,yaitu pendidikan negeri yang manifestasi kelembagaannya
dislenggarakan pemerintah serta pendidikan swasta yang manifestasi kelembagaannya
diselenggarakan masyarakat, maka filsafat pendidikan negeri serta filsafat pendidikan swasta
secara tidak langsung sangat menentukan kinerja pendidikan nasional serta kebijakan dasar
pendidikan swasta sangat menentukan kinerja pendidikan nasional Indonesia.
Jadi, filsafat dan kebijakan dasar pendidikan swasta sebagai bagian dati filsafat dan
kebijakan dasar pendidikan nasional secara tidak langsung menentukan kinerja pendidikan
nasional Indonesia. Kiranya tidak dapat dipungkiri bahwa sampai hari ini kinerja pendidikan
nasional Indonesia masih belum memuaskan. Pada kahir tahun 1998 yang lalu, Bank Dunia
dalam publikasinya “Education in Indonesia : From Crisis to Recovery” secara jelas dan
transparan telah menggambarkan kegagalan pelaksanaan pendidikan di Indonesia. Tingkat drop-
out yang tinggi, angka melanjutkan yang kurang maksimal, angka partisipasi pendidikan yang
tidak optimal, prestasi belajar siswa yang rendah, dsb, adalah bagian dari indikator belum
memuaskannya kinerja pendidikan nasional Indonesia. Dari laporan setebal 174 halaman yang
dibagi di dalam tujuh bab tersebut hanya ada satu kata kuncinya:unsatisfactory.Beberapa bulan
kemudian muncul dua publikasi yang banyak diacu oleh para pakar pendidikan dan pemimpin
negara. Yang pertama, UNDP menerbitkan satu laporan berjudul “Human Development Report
1999” dan yang kedua WEF menerbitkan laporan yang bertitel “Global Competitiveness report
1999”.Kedua laporan tersebut memang tidak secara eksplisit
menulis mengenai kegagalan pendidikan di Indonesia; akan tetapi secara tidak langsung memang
menyatakan hal yang demikian. Dari laporan UNDP diketahui bahwa Indonesia hanya ada di
urutan ke-105 dari 174 negara dalam hal pembangunan manusianya; dan kita berada di bawah
Singapura (22), Brunai (25), malaysia (56), dsb. Sementara itu dari laporan WEF dikatahui
bahwa Indonesia hanya berada pada ranking
ke-37 dari 59 negara dalam hal daya saing; dan kita ada di bawah Singapura (1), Malaysia (16),
Thailand(30), dsb.Berbagai laporan tersebut sesungguhnya hanya merupakan sebagian kecil dari
informasi atau data yang menunjukkan kebelumberhasilan pelaksanaan dan sekaligus hasil
pendidikan di Indonesia. Memang
harus diakui bahwa kinerja pendidikan nasional Indonesia sampai saat ini belum memuaskan;
dan belum memuaskannya kinerja pendidikan nasional ini bisa dirunut penyebabnya sampai ke
filsafat pendidikan, yaitu filsafat pendidikan nasional pada umumnya serta filsafat pendidikan
swasta pada khususnya.
2.2 Standar Proses Pendidikan

A.Perlunya Standar Proses Pendidikan

    Salah satu masalah yang dihadapi di dunia pendidikan kita adalah masalah lemahnya proses
pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, siswa kurandg didorong untuk mengembangkan
kemampuan mereka untuk berpikir. Proses pembelajaran di kelas lebih menekankan siswa untuk
menghafal informasi sehingga otak anak dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai
informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi  yang diingatnya itu agar menghubungkan
dengan kehidupan sehari-hari.  Akibatnya? Ketika anak didik lulus dari sekolah,mereka pintar
secara teoritis,tetapi mereka miskan aplikasi.

    Seharusnya, dalam memberi pengajaran kepada siswa, seorang guru harus berupaya
mengaktifkan siswa belajar dan memberi pengajaran cara mengaplikasikan apa yang dipelajari di
kelas dapat dilakukan di dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, di dalam proses
pembelajaran, guru menggunakan strategi dan media apapun, semata-mata supaya siswa belajar.
Seperti diungkapkan oleh Gagne (1984), bahwa belajar adalah suatu proses di mana suatu
organisma berubah perilakunya sebagai akibat dari pengalaman. Dari pengertian belajar tersebut,
terdapat tiga atribut pokok (ciri utama) belajar, yaitu : proses,perubahan perilaku, dan
pengalaman (Drs. H. Udin S. Winataputra, M.A.,dkk., 2001). Belajar sebagai proses mental dan
emosional,proses berfikir dan merasakan. Hasil belajar berupa perubahan perilaku atau tingkah
laku. Seseorang yang belajar akan berubah atau bertambah perilakunya ,baik yang berupa
pengetahuan, keterampilan motoric, atau penguasaan nilai-nilai (sikap). Dan yang terakhir,
belajar adalah mengalami, dalam arti belajar terjadi di dalam interaksi antara individu dengan
lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan social.
Standar proses pendidikan sangat perlu agar arti belajar yang sesungguhnya
dapat diterima siswa dengan baik. Undang-undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual,keagamaan,pengendalian diri,kepribadian,kecerdasan,akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya,masyarakat,bangsa dan Negara.

Terdapat beberapa hal yang sangat penting untuk kita kritisi dari konsep
pendidikan menurut undang- undang tersebut ( (Dr. Wina Sanjaya, 2014).

1. Pendidikan adalah usaha sadar yang terencana, hal ini berarti proses pendidikan di
sekolah bukanlah proses yang dilaksanakan secara asal-asalan dan untung-
untungan, akan tetapi proses yang bertujuan sehingga segala sesuatu yang
dilakukan guru dan siswa diarahkan pada pencapaian tujuan.
2. Proses pendidikan yang terencana itu diarahkan untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran, hal ini berarti pendidikan tidak
mengesampingkan proes belajar. Pendidikan tidak semata-semata berusah untuk
mencapai hasil belajar, akan tetapi bagaimana memperoleh hasil atau proses
belajar yang terjadi pada diri anak. Dengan demikian, dalam pendidikan antara
proses dan hasil belajar harus berjalan seimbang. Pendidikan yang hanya
mementingkan salah satu diantaranya tidak akan dapat membentuk manusia
yang berkembang secara utuh.
3. Suasana belajar dan pembelajaran itu diarahkan agar peserta didik dapat
mengembangkan potensi dirinya, ini berarti proses pendidikan itu harus
berorientasi kepada siswa (student active learning). Pendidikan adalah upaya
pengembangan potensi anak didik. Dengan demikian, anak harus dipandang
sebagai organisme yang sedang berkembang dan memiliki potensi. Tugas
pendidikan adalah mengembangkan potensi yang dimiliki anak didik, bukan
menjejalkan materi pelajaran atau memaksa anak agar dapat menghafal data dan
fakta.
4. Akhir dari proses pendidikan adalah kemampuan anak memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Hal
ini berarti proses pendidikan berujung pada pembentukan sikap, pengembangan
kecerdasan atau intelektual,serta pengembangan keterampilan anak sesuai
dengan kebutuhan.

Tetapi, tampaknya pelaksanaan pendidikan kita belum sesuai dengan harapan diatas. Para
guru belum memberikan kontribusi yang maksimal dalam pengajaran yang sesuai standar. Para
guru di sekolah masih bekerja sendiri-sendiri sesuai sesuai dengan mata pelajaran yang
diberikannya, seakan-akan mata pelajaran satu terlepas dari mata pelajaran lainnya. Mengapa
demikian? Karena selama ini belum ada standar yang mengatur pelaksanaan proses pendidikan.
Artinya, belum ada pedoman yang bisa dijadikan rujukan bagaimana seharusnya proses
pendidikan berlangsung. Sehingga, inilah mengapa standar proses pendidikan itu perlu.

B. Pengertian Standar Proses Pendidikan

Standar proses pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan
pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi
lulusan ( Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 2005 Bab 1 Pasal 1 Ayat 6).Ada beberapa hal yang
perlu digarisbawahi. Pertama, standar proses pendidikan adalah standar nasional pendidikan,
yang berarti standar proses pendidikan dimaksud berlaku untuk setiap lembaga pendidikan
formal pada jenjang pendidikan tertentu di mana pun lembaga pendidikan itu berada secara
nasional. Kedua, standar proses pendidikan berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran, yang
berarti dalam standar proses pendidikan berisi tentang bagaimana seharusnya prosses
pembelajaran berlangsung. Dengan demikian, standar proses pendidikan dimaksud dapat
dijadikan pedoman bagi guru dalam pengelolaan pembelajaran. Ketiga, standar proses
pendidikan diarahkan untuk mencapai standar kompetensi lulusan. Dengan demikian, standar
kompetensi lulusan merupakan sumber atau rujukan utama dalam menentukan standar proses
pendidikan. Karena itu, sebenarnya standar proses pendidikan bias dirumuskan dan diterapkan
manakala telah tersusun standar kompetensi lulusan.

Lemahnya, proses pembelajaran yang dikembangkan guru dewasa ini seperti yang telah
dijelaskan , merupakan salah satu msalah yang dihadapi dunia pendidikan kita. Proses
pembelajaran yang terjadi di dalam kelas dilaksanakan sesuai dengan kemampuan dan selera
guru. Padahal pada kenyataannya kemampuan guru dalam pengolahan pembelajaran tidak
merata sesuai dengan latar belakang pendidikan guru serta motivasi dan kecintaan mereka
terhadap profesinya. Melalui standar proes pendidikan setiap guru dapat mengembangkan proses
pembelajaran sesuai dengan rambu-rambu yang ditentukan.

D. Keterkaitan Standar Proses Pendidikan dengan Standar Lainnya

Dalam peraturan pemerintahan Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005 tentang Standar
Pendidikan Nasional diatakan bahwa standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang
sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum NKRI ( PP NO. 19 TAHUN 2005 bab 1 pasal 1
ayat 1 ). Selanjutnya, selain standar proses pendidikan ada beberapa standar lain yang di tetapkan
dalam standar nasional itu, yaitu :

 Standar kompetensi lulusan


 Standar isi
 Standar pendidik dan tenaga kependidikan
 Standar sarana dan prasarana
 Standar pengelolaan
 Standar pembiayaan
 Dan standar penilaian

Standar kompetensi lulusan (SKL) menurut PP No.19 tahun 2005 ayat 4 adalah kualifikasi
kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Standar kompetensi
lulusan meliputi semua jenjang pendidikan. SKL merupakan sumber perumusan standar-standar
lainnya, sebab apa yang harus di lakukan, bagaimana cara melakukannya, akan sangat tergantung
kepada lulusan yang bagaimana yang harus di ciptakan.

Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang di tuangkan dalam kriteria
tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus
pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu
(PP No.19 Tahun 2005 bab 1 pasal 1 ayat 5). Standar isi disusun sesuai SKL.

Standar proses adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan
pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan (PP
No.19 tahun 2005 Bab 1 Pasal 1 Ayat 6). Melalui standar proses inilah setiap satuan pendidikan
di atur bagaimana seharusnya proses pendidikan ini berlangsung. Standar proses dijadikan
pedoman guru dalam melaksakan tugas mengajarnya.

Standar pendidik dan tenaga kependidikan adalah kriteria pendidikan pra jabatan dan kelayakan
fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan (PP No. 19 tahun 2005 Bab 1 Pasal 1 Ayat
7). Standar pendidik akan menentukan kualifikasi setiap guru sebagai tenaga profesional yang
dapat menujang keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan.

Standar sarana dan prasarana adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan kriteria
minimal tentang ruang blajar, tempat berolahraga, beribadah, perpustakaan, laboratorium,
bengkel kerja, tempat bermain, tempat berekreasi, serta sumber belajar lain untuk menunjang
proses pembelajaran, termasuk tegnologi informasi dan komunikasi ( PP No.19 tahun 2005 Bab
1 Pasal 1 Ayat 8). Standa sarana merupakan standar yang penting karna hanya dapat dilakukan
manakala ada standar sarana yang memaadai.

Standar pengelolaan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan kabupaten
atau kota, provinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan
pendidikan( PP No. 19 Tahun 2005 Bab 1 Pasal 1 Ayat 9).

Standar pembiayaan adalah standar nasional yang mengatur komponen dan besarnya biaya
operasi satuan pendidikan yang berlaku selama 1 tahun ( PP no.19 Tahun 2005 Bab 1 Pasal 1
Ayat 10).

Standar penilaian pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan
mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik (PP no.19 tahun 2005
Bab 1 Pasal 1 Ayat 11).

Standar proses pendidikan sebagai standar pelaksanaan pembelajaran dapat dipengaruhi dan
berhubungan dengan standar-standar lainnya. Hubungan standar proses dengan standar lainnya
digambarkan pada bagan 1/1

Gambar

Satandar Standar
Standa Pengelolaan Pendidikan
r & Tenaga
Kualita Kependidk
s STANDA an
Lulusa R Standa
n PROSES r
PENDIDI Penilai
KAN Standar an
Sarana
Standar Isi
dan
Prasaran
a
Standar
  Pembiayaan
 Dari uraian di atas, maka tampak standar proses pendidikan (SPP) merupakan jantungnya dalam
sistem pendidikan. Bagaimana pun bagus dan idealnya standar kompetensi lulusan serta
lengkapnya standar isi, namun tanpa di implementasikan ke dalam proses pendidikan, maka
semuanya tidak akan berarti apa apa.

2.3 Perencanaan Dan Instruksi Pelajaran Teacher Centered dan Paradigmanya


Paradigma Teacher Centered Dan Student Centered
paradigma dalam proses pembelajaran yang awalnya berpusat pada guru (teacher centred)
menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa (learning centred) diiharapkan mampu
mendorong siswa untuk terlibat secara aktif dalam membangun pengetahuan, sikap dan prilaku.
Melalui proses pembelajaran dengan keterlibatan aktif siswa ini berarti guru tidak mengambil
hak anak untuk belajar dalam arti yang sesungguhnya. Dalam proses pembelajaran yang berpusat
pada siswa, maka siswa memperoleh kesempatan dan fasilitasi untuk membangun sendiri
pengetahuannya sehingga mereka akan memperoleh pemahaman yang mendalam (deep
learning), dan pada akhirnya dapat meningkatkan mutu kualitas siswa.
Pergeseran Paradigma pembelajaran dari Teacher-Centred ke Student-Centred Learning
sekiranya dapat merubah kualitas pendidikan kita saat ini. Perubahan paradikma ini bukan lagi
bagaimana guru mengajar dengan baik tetapi bagaimana siswa dapat belajar dengan baik.
Perencanaan Pelajaran Teacher-Centered
Tiga alat umum dalam perencanaan teacher-cent adalah menciptakan sasaran behavioral
(perilaku), menganalisis dan tugas,me nyusun taksonomi (klasifikasi) instruksional.
Menciptakan Sasaran Behavioral.
Sasaran behavioral (behavioral objectives) adalah pernyataan tentang perubahan yang
diharapkan oleh guru akan terjadi da kinerja murid. Menurut Robert Mager (1962), sasaran
behavioral harus spesifik.Mager percaya bahwa sasaran behavioral harus mengandung tiga
bagian:
1. Perilaku murid. Fokus pada apa yang akan dipelajari atau dilakukan murid.
2. Kondisi di mana perilaku terjadi. Menyatakan bagaimana perilaku akan evaluasi atau dites.
3. Kriteria kineria. Menentukan level kineria yang dapat diterima.
Menganalisis Tugas.
Alat lain dalam perencanaan teacher-centered yang dipelajari tugas, yang difokuskan pada
pemecahan suatu tugas kompleks.Analisis ini murid menjadi komponen-komponen (Alberto &
Troutman, 1999). Dapat melalui tiga langkah dasar (Moyer & Dardig, 1978) :
1. Menentukan keahlian atau konsep yang diperlukan murid untuk mempelajari tugas.
2. Mendaftar materi yang dibutuhkan untuk melakukan tugas seperti kertas, pensil, kalkulator,
dan sebagainya.
3. Mendaftar semua komponen tugas yang harus dilakukan
Menyusun Taksonomi
Instruksional Taksonomi instruksional juga membantu pendekatan teacher-centered. Taksonomi
adalah sistem klasifikasi. Taksonomi Bloom dikembangkan oleh Benjamin Bloom dan kawan-
kawannya (1956). Taksonomi ini mengklasifikasikan sasaran pendidikan menjadi tiga domain:
kognitif, afektif dan psikomotor.
Domain Kognitif
1 Pengetahuan. Murid punya kemampuan untuk mengingat informasi.Misalnya sasarannya
adalah mendaftar atau mendeskripsikan empat keuntungan utama dari penggunaan komputer
untuk pengolahan kata.
2. Pemahaman. Murid memahami informasi dan dapat menerangkannya dengan menggunakan
kalimat mereka sendiri. Misalnya, sasarannya adalah menjelaskan atau mendiskusikan
bagaimana komputer dapat dipakai secara efektif untuk pengolahan kata.
3. Aplikasi. Murid menggunakan pengetahuan untuk memecahkan problem ke hidupan nyata.
Misalnya, sasarannya adalah mengaplikasikan apa yang telah dipelajari tentang penggunaan
komputer pengolah kata untuk dimanfaatkan dalam berbagai pekerjaan
4. Analisis. Murid memecah informasi yang kompleks menjadi bagian kecil-kecil dan
mengaitkan informasi dengan informasi lain. Misalnya, sasarannya adalah membandingkan satu
tipe program pengolah kata dengan program lain untuk mengerjakan tugas membuat paper.
5.Sintesis. Murid mengombinasikan elemen-elemen dan menciptakan informasi baru. Misalnya,
sasarannya adalah menata semua hal yang telah dipelajari tentang penggunaan komputer untuk
penulisan
6.Evaluasi.Murid membuat penilaian dan keputusan yang baik.Misalnya,sasarannya adalah
murid mengkritik program pengolah kata atau menilai kekuatan dan kelemahan masing-masing
program.
Bloom pertama kali menyajikan taksonomi ini, dia mendeskripsikan enam sasaran kognitif dari
level rendah (pengetahuan dan pemahaman)) ke level tinggi (aplikasi, analisis, sintesis, evaluasi),
dengan sasaran kali dibangun di atas sasaran level rendah. tetapi, para pendidik mengabaikan
level ini dan hanya menggunakannya sebagai cara komprehensif untuk mengkaji tujuan kognitif
yang berbeda. Sasaran kognitif Bloom dapat dipakai saat penilaian perencanaan. Soal benar
salah, pilihan berganda, dan jawaban singkat sering kali dipakai untuk menilai pe- ngetahuan dan
pemahaman. Pertanyaan esai diskusi kelas, proyek, dan portofolio adalah cara yang bagus untuk
menilai aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.
Domain Afektif
Taksonomi afektif terdiri dari lima sasaran yang berhubungan dengan respons emosional
terhadap tugas (Krathwohl, Bloom, & Masia, 1964).Masing-masing dari lima sasaran itu
mensyaratkan agar murid menunjukkan komitmen atau intensitas emosional tertentu:
Penerimaan. Murid mengetahui atau memerhatikan sesuatu di lingkungan. Misalnya, tamu
datang ke kelas untuk bicara dengan murid tentang membaca.Sasarannya murid mendengarkan
Respons. Murid termotivasi untuk belajar dan menunjukkan perilaku sebagai hasil dari
pengalamannya. Sasarannya murid termotivasi untuk menjadi pembaca yang lebih baik setelah
mendengarkan presentasi dari si tamu.
Menghargai. Murid terlibat atau berkomitmen pada beberapa pengalaman. Sasarannya
adalah murid menghargai kemampuan membaca sebagai salah satu kemampuan yang penting.
Pengorganisasian. Murid mengintegrasikan nilai baru ke perangkat nilai yang sudah ada dan
memberi prioritas yang tepat. Sasarannya adalah meminta murid berpartisipasi dalam klub buku.
Menghargai karakterisasi. Murid bertindak sesuai dengan nilai tersebut dan berkomitmen
pada nilai tersebut. Sasarannya adalah murid semakin menghargai manfaat membaca selama satu
tahun ajaran.
Domain Psikomotor
Kebanyakan dari kita menghubungkan aktivitas motor dengan pendidikan fisik dan atletik, tetapi
banyak subjek lain, seperti menulis dengan tangan dan pengolahan kata, juga membutuhkan
gerakan. Dalam sains,murid harus menggunakan peralatan yang kompleks; seni visual dan pahat
membutuhkan koordinasi mata dan tangan.Sasaran psikomotor menurut Bloom adalah:
Gerak refleks. Murid merespons suatu stimulus secara refleks tanpa perlu banyak berpikir.
Misalnya, murid berkedip ketika ada benda yang tiba-tiba melintas di depan matanya.
Gerak fundamental dasar. Murid melakukan gerakan dasar untuk tujuan tertentu. Misalnya murid
memegang mikrofon untuk menyalakannya.
Kemampuan perseptual. Murid menggunakan indra, seperti penglihatan, pendengaran atau
sentuhan untuk melakukan sesuatu.
Kemampuan fisik. Murid mengembangkan daya tahan, kekuatan dan kegesitan. Misalnya, murid
menunjukkan kemampuan lari jarak jauh atau menendang bola.
Gerakan terlatih. Murid melakukan keterampilan fisik yang kompleks dengan lancar. Misalnya,
murid bisa melukis dengan baik.
Periiaku nondiskusif. Murid mengomunikasikan perasaan dan emosinya melalui gerak tubuh.
Misalnya, murid melakukan pantomim atau tarian dengan musik.

2.4 Strategi Instruksional Teacher-Centered


Banyak Strategi teacher-centered merefleksikan instruksi langsung.di sini kita akan berbicara
tentang mengorientasikan murid pada materi baru;mengajar;menjelaskan dan
mendemonstrasikan;menanyakan dan diskusi;penguasaan pembelajaran;tugas di kelas;dan
pekerjaan rumah.
 Mengorientasikan.sebelum menyajikan dan menjelaskan materi baru,susunlah kerangka
pelajaran dan orientasikan murid ke materi baru tersebut.yang pertama dapat dilakukan
adalah dengan mereview aktivitas sehari sebelumnya.yang kedua diskusikan sasaran
pelajaran.yang ketiga beri instruksi yang jelas dan eksplisit tentang tugas yang harus
dilakukan.dan yang keempat beri ulasan atas pelajaran untuk hari ini.orientasi dan
strukturisasi pada awal pelajaran itu mempengaruhi perbaikan prestasi murid.
 Advance Organizer adalah aktivitas dan teknik pengajaran dengan membuat kerangka
pelajaran dan mengorientasikan murid pada materi sebelum materi itu diajarkan.Anda
dapat menggunakan advance organizer saat anda memulai pelajaran untuk membantu
siswa melihat “gambaran besar” dari apa yang akan diajarkan dan bagaimana makna dari
informasi yang terkait.advance organizer sendiri terdiri dari dua bentuk : expository dan
comparative.expository advance organizer memberi murid pengetahuan baru yang akan
mengorientasikan mereka ke pelajaran yang akan datang.garis besar dan tujuan
pembelajaran di setiap awal makalah ini termasuk expository advance organizer.cara
lainnya adalah mendeskripsikan tema pelajaran dan mengapa tema itu penting untuk
mempelajari suatu topik.misalnya,untuk mengorientasikan murid pada pada topik tentang
eksplorasi peradaban Aztec,guru mengatakan bahwa mereka akan mempelajari invasi
spanyol ke mexico,siapa suku aztec,seperti apa kehidupan mereka,dan artefak-
artefaknya.untuk menambah minat murid,guru juga mengatakan bahwa mereka akan
mempelajari keadaan dunia saat para penakluk spanyol terpesona oleh peradaban
barat.jika ada murid Mexico-Amerika dikelas,dan guru lalu mengatakan bahwa pelajaran
ini bisa membantu semua orang di kelas untuk memahami identitas kultural dan personal
dari murid itu.
Comparative advance organizer memperkenalkan materi baru dengan mengaitkannya
dengan apa yang sudah diketahui murid.misalnya,dalam pelajaran sejarah yang
disebutkan tadi,guru mengatakan bahwa invasi spanyol ke mexico membuka jalur trans-
atlantik dan mengubah dunia;Eropa dan Amerika.Dia meminta murid untuk memikirkan
bagaimana diskusi aztec ini berhubungan dengan perjalanan colombus,yang telah
dipelajari sebelumnya.
 Pengajaran,Penjelasan,danDemonstrasi.
Pengajaran dengan paparan/ceramah(lecturing),penjelasan dan demonstrasi adalah
aktivitas yang biasa dilakukan guru dalam pendekatan instruksi langsung.Periset telah
menemukan bahwa guru yang efektif telah banyak menghabiskan waktu untuk
menerangkan dan mendemonstrasikan materi baru.meskipun terkadang kita bosan diberi
penjelasan,tetapi kita dapat tertarik dengan suatu penjelasan guru dan banyak belajar dari
penjelasan itu.
 Pertanyaan dan diskusi.diskusi dan pertanyaan perlu diintegrasikan ke dalam
pendekatan instruksi teacher-centered.dalam menggunakan strategi ini adalah penting
untuk merespons setiap kebutuhan pembelajaran murid sembari menjaga minat dan
perhatian kelompok.juga,penting untuk mendistribusikan partisipasi luas sembari
mempertahankan semangat belajar.tantangan lainnya adalah mengajak murid memberi
kontribusi sambil mempertahankan fokus pada pelajaran. Yang menjadi persoalan adalah
murid lelaki biasanya lebih mendominasi diskusi ketimbang murid perempuan.dalam
sebuah studi terhadap pelajaran geometri di sepuluh sekolah menengah atas,murid pria
menjawab pertanyaan guru dua kali lipat lebih banyak ketimbang murid perempuan.hasil
yang sama juga ditemukan dalam studi terhadap pelajaran fisika dan kimia di enam puluh
kelas.perhatikan pola gender ini dan pastikan bahwa siswa perempuan mendapat
kesempatan yang sama dalam diskusi.
 Mastery Learning (Pembelajaran penguasaan materi).Mastery Learning adalah
pembelajaran satu konsep atau topik secara menyeluruh sebelum pindah ke topik yang
lebih sulit.Pendekatan pembelajaran penguasaan materi yang baik harus mengikuti
prosedur sebagai berikut :
1.Menyebutkan tugas dan pelajaran.kembangkan sasaran instruksional yang tepat.Buat
standar penguasaan (misalnya standar murid kategori “A”)
2.Bagilah pelajaran menjadi unit-unit pembelajaran yang berhubungan dengan sasaran
instruksional.
3.Rancanglah prosedur instruksional dengan memasukkan umpan balik korektif ke murid
jika mereka gagal menguasai materi pada level yang dapat diterima,misalnya 90 persen
benar.umpan balik korektif bisa diberikan melalui materi pelengkap,tutoring,atau
instruksi kelompok kecil.
4.Beri tes pada akhir unit pelajaran dan akhir pelajaran untuk mengevaluasi apakah
murid sudah menguasai semua materi pada level yang dapat diterima.
Mastery Learning telah mendapatkan banyak perhatian.beberapa riset
menunjukkan bahwa mastery learning efektif dalam meningkatkan waktu yang
dihabiskan murid untuk mempelajari suatu tugas,tetapi peniliti lain tidak banyak
mendapat bukti untuk mendukung pendekatan mastery learning ini.Hasil dari mastery
learning tergantung pada keahlian guru dalam merencanakan dan melaksanakan
strateginya.salah satu konteks di mana mastery learning bisa bermanfaat adalah dalam
pelajaran remedial reading.Program mastery learning yang rapi untuk remedial reading
akan membuat murid bisa melangkah maju berdasarkan keahlian mereka,motivasi
mereka,dan waktu mereka.
 Seatwork.Seatwork (“tugas dibangku kelas”) adalah menyuruh semua murid atau
sebagian besar murid untuk belajar sendiri-sendiri di bangku mereka.guru berbeda-beda
dalam menggunakan pendekatan ini.beberapa guru menggunakannya setiap hari,tetapi
ada juga yang jarang.pusat-pusat pembelajaran adalah alternatif yang baik selain belajar
dikelas.pusat komputer misalnya bisa menjadi pusat pembelajaran yang
baik.misalnya,dalam suatu kelas guru menggunakan komputer ketimbang menyuruh
murid belajar di bangku masing-masing.murid mengidentifikasi pola hujan asam di dunia
melalui jaringa komputer National Geographic Society,berlatih navigasi dan
penyelamatan dengan Voyage of the mimi dan belajar tentang lingkungan laut dengan
bantuan A field trip into the sea.dua atau tiga murid bekerja di satu komputer,dan ini akan
membantu mereka untuk belajar secara kolaboratif.
 Pekerjaan Rumah.Keputusan instruksional penting lainnya adalah seberapa banyak dan
apa jenis pekerjaan rumah yang harus diberikan kepada murid.Dalam riset lintas-kultural
yang didiskusikan pada poin sebelumnya,yang difokuskan kepada murid asia dan
amerika,dilakukan peneltian terhadap waktu yang dihabiskan untuk pekerjaan
rumah.murid asia lebih banyak menghabiskan waktu mengerjakan pekerjaan rumah
ketimbang murid amerika.misalnya,pada akhir pekan murid grade pertama di jepang
menghabiskan rata-rata 66 menit untuk pekerjaan rumah,sedangkan amerikan hanya 18
menit.nurid asia juga lebih bersikap positif terhadap pekerjaan rumah ketimbang murid
amerika.dan orang tua asia jauh lebih suka membantu anaknya dalam mengerjakan
pekerjaan rumah ketimbang orang tua amerika.Harris Cooper menganalisis lebih dari 100
studi riset tentang pekerjaan rumah di sekolah amerika.Dia menyimpulkan bahwa untuk
murid sekolah dasar,efek dari pekerjaan rumah terhadap prestasi sangatlah kecil,jika tidak
bisa dikatakan tidak ada sama sekali.Apakah murid mengerjakan tugasnya dengan baik
karena motivasi dan pandai dalam pelajaran,ataukan murid menyelesaikan tugas
menyebabkannya lebih berprestasi?Bagi anak kecil,jangan diberi tugas yang panjang atau
tugas yang membuat mereka menangis,stress atau tegang.sering kali guru memberi
pekerjaan rumah tanpa mempertimbangkan kegunaanya untuk menambah pengetahuan
yang dipelajari dikelas.

2.5 Prinsip Learner-Centered

Intruksi dan perencanaan pada Learner centered pada siswa,bukan guru.berikut faktor yang
dikalsifikasikan menurut APA :

Faktor kognitif dan Metakognitif

1. Sifat proses pembelajaran. Pembelajaran subjek materi yang kompleks akan sangat
efektif jika dilakukan dengan melalui proses pengkontruksian makna dari informasi dan
pengalaman.
2. Tujuan proses pembelajaran. Pelajar yang sukses, dengan bantuan dan pedoman
instruksional, dapat enciptakan representasi pengetahuan yang bermakna dan koheren.
3. Kontruksi pengetahuan. Pelajar yang sukses bias menghubungkan inormasi baru engan
pengetahuan yang sudah dimilikinya dengan cara yang mengandung makna tertentu.
4. Pemikiran strategis. Pelajar yang sukse dapat menciptakan dan menggunakan berbagai
strategi pemikiran dan penalaran untuk mencapai tujuan pembelajaran.
5. Memikirkan tentang pemikiran. Pelajar yang sukses adalah pelajar metakognitif. Mereka
merenungkan cara mereka belajar dan berfikir, menentukan tujuan pembelajaran yang
reaspnable, memilih strategi yang tepat, dan memantau kemajuan mereka menuju tujuan
pembelajaran.
6. Konteks pembelajaran. Pembelajaran tidak terjadi di ruang hampa. Pembelajaran
dipengaruhi oleh factor-faktor lingkungan seperti kultur, teknologi, dan praktik
intruksional.

Faktor Motivasi dan Emosional

Motivasi dan emosi adalah aspek penting dari pembelajaran, yang akan kita deskripsikan dalam
dua prinsip learner-centered

7. Pengaruh motivasi dan emosi terhadap pembelajaran. Keyakinan dan ekspektasi pelajar dapat
memperkuat atau melemahkan kualitas pemikiran dan pemrosesan imformasi pelajar. Emosi
positif, seperti rasa ingin tahu, biasanya akan membantu melancarkan proses belajar. Kecemasan
yang moderat sering kali bias memperbaiki pembelajaran. Namun, emosi negative yang parah,
seperti kecemasan yang besar, panic, kemarahan, dan pemikiran yang terkait dengan emosi
negative, seperti takut berlebihan, takut gagal, dan takut hukuman, dapat melemahkan
pembelajaran.

8. Motivasi intristik untuk belajar. Motivasi intristik adalah motivasi dari diri sendiri. Rasa ingin
tahu, pemikiran mendalam, dan kreativitas adalah indicator yang baik dari motivasi intristik anak
untuk belajar. Motivasi intristik dapat menguat jika anak menganggap tugas sebagai suatu yang
menarik, relevan secara personal, bermakna dan pada level yang sesuai dengan kemampuan anak
sehingga mereka beranggapan dapat berhasil dalam menyelesaikan tugas ini. Motivasi intristik
juga menguat jika tugas dihubungkan dengan dunia nyata dan anak punya pilihan dan kendali
atas tugas itu. Guru mendukung motivasi intristik ank dengan mendukung rasa ingin tahu mereka
dan peka terhadap perbedaan individual dalam motivasi anak-anak.

9. Efek motivasi terhadap usaha. Usaha adalah aspek penting dari motivasi untuk belajar.

Faktor Sosial dan Developmental

10. Pengaruh perkembangan pada pembelajaran. Individu akan belajar dengan baik apabila
pembelajarannya sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Karena perkembangan fisik,
kognitif dan domain sosioemosional individu itu bervariasi, maka prestasi dalam domain ini juga
bervariasi.

11. Pengaruh social terhadap pembelajaran. Pembelajaran dipengaruhi oleh interaksi social,
hubungan interpersonal, dan komunikasi dengan orang lain. Pembelajaran sering kali membaik
bila anak punya kesempatan untuk berinteraksi dan bekerja sama dengan orang lain dalam
menangani tugas-tugas instruksional.
Faktor Perbedaan Individual

12. Perbedaan individual dalam pembelajaran. Perbedaan ini adalah akibat dari pengalaman dan
hereditas. Anak dilahirkan dengan kemampuan dan bakat yang bias dikembangkan. Dan, melalui
pengalaman, mereka akan memilih sendiri cara untuk belajar dan langkah yang diambil dalam
belajar. Akan tetapi, preferensi ini tidak selalu bermanfaat bagi anak untuk mencapai tujuan
pembelajaraan mereka.

13. Pembelajaraan dan diversitas. Pembelajaran akan lebih efektif jika perbedaan bahasa,
kultural, dan latar belakang social murid ikut depertimbangkan. Prinsip dasar yang sama dari
pembelajaran, motivasi, dan instruksi berlaku untuk semua anak.

14. Standard an Penilaian. Menentukan standar yang tinggi dan menantang, dan menilai
kemajuan pembelajaran dan siswa, adalah bagian integral dari proses pembelajaran.
Pembelajaran yang efektif terjadi ketika murid ditantang untuk bekerja meraih tujuan yang tinggi
dan tepat. Jadi, penilaian kekuatan dan kelemahan kognitif anak, dan pengetahuan serta
keterampilannya, adalah aspek penting dalam memilih materi instruksional yang optimal.

Pembelajaran Penemuan
Pembelajaran penemuan (discovery learning) adalah pembelajaran dimana murid menyusun pemahaman
sendiri. Pembelajaran penemuan berbeda dengan pendekatan instruksi langsung, dimana guru menjelaskan
secara langsung informasi kepada murid. Dalam pembelajaran penemuan, murid harus mencari tau sendiri.
Pembelajaran penemuan ini berhubungan dengan ide Piaget yang pernah mengatakan bahwa setiap kali anda
memberi tahu murid, maka murid tidak akan belajar.

Pertanyaan Esensial
Pertanyaan esensial merupakan pertanyaan yang merefleksikan kurikulum, hal paling penting yang harus di
eksplorasikan dan dipelajari oleh murid. Misalnya, dalam suatu pelajaran pertanyaan esensial adalah “apa arti
dari terbang?” Murid mengeksplorasikan pertanyaan ini dengan memeriksa hewan dari mulai burung, tawon,
ikan, dan pesawat bahkan sampai gagasan bahwa waktu itu “terbang” dan ide juga bisa “terbang”.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Wina Sanjaya, M. (2014). Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media.

Drs. H. Udin S. Winataputra, M.A.,dkk. (2001). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:


Pusat Penerbitan Universitas Terbuka

Parsons, R. D. (2001). EDUCATIONAL PSYCHOLOGY. Canada: Wadsworth.

W.Santrock, J. (2004). Psikologi Pendidikan. Jakarta: PRENAMEDIA GROUP.

Anda mungkin juga menyukai