Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun Oleh :
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat tuntunan-Nya
kami dapat menyelesaikan resume mata kuliah Manajemen Keselamatan yang membahas tentang
“Marine Pollution” ini tepat pada waktunya.
Adapun makalah ini disusun guna memenuhi tugas pengganti Ujian Tengah Semester mata
kuliah Manajemen Keselamatan. Selain itu penyusunan makalah ini bertujuan untuk menambah
wawasan penulis dan bagi para pembaca mengenai materi marine pollution ini.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Kami menyadari, resume ini masih jauh dari
kata sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan 2
BAB II PEMBAHASAN 3
2.1 Sejarah Marpol 73/78 3
2.2 Peraturan Marpol 73/78 3
2.3 Cara-Cara Untuk Memenuhi Kewajiban Dalam Marpol 73/78 10
2.4 Yurisdiksi Pemberlakuan Marpol 73/78 13
2.5 Implementasi Peraturan Marpol 73/78 14
2.6 Definisi Bahan Pencemar Menurut Marpol 16
2.7 Usaha Untuk Mencegah Serta Menanggulangi Pencemaran Laut
Menurut Marpol 16
BAB III PENUTUP 20
3.1 Kesimpulan 20
DAFTAR PUSTAKA 22
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
2
1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui sejarah dari Konvensi Marpol.
b. Untuk mengetahui isi dari peraturan marpol.
c. Mengetahui cara dalam memenuhi kewajiban negara anggota Marpol 73/78.
d. Untuk mengetahui yurisdiksi pemberlakuan dari Marpol.
e. Untuk mengetahui implementasi dari international convention for the prevention of
pollution from ships 1973/1978 (MARPOL).
f. Mengetahui apa yang dikategorikan sebagai bahan pencemar menurut marpol.
g. Untuk mengetahui cara pencegahan dan penganggulangan pencemaran laut
BAB 2
PEMBAHASAN
3
4
12. Pemasangan yang dimaksud adalah suatu mesin diesel yang dipasang
pada suatu kapal, termasuk tambahan mesin diesel portabel, hanya jika
bahan bakarnya, pendinginan, atau sistem pembuangannya merupakan
bagian utuh dari kapal. Suatu sistem bahan bakar dianggap bagian utuh dari
kapal apabila secara permanen dipasang di kapal. Definisi ini mencakup
mesin diesel yang digunakan untuk melengkapi atau menambah kapasitas
daya dari kapal dan diperuntukan menjadi bagian utuh dari kapal.
13. Strategi kontrol emisi yang Irasional adalah setiap strategi atau ukuran
ketika kapal dioperasikan dalam kondisi normal, sehingga mengurangi
efektivitas dari sistem kontrol emisi sampai pada suatu tingkat dibawah
yang diharapkan sesuai dengan pengujian emisi yang dapat diterapkan.
14. Mesin diesel kapal adalah setiap mesin pembakaran dalam yang
menggunakan bahan bakar cair atau dua jenis bahan bakar, yang
diberlakukan berdasarkan peraturan 13 Lampiran ini, termasuk sistem
booster / senyawa jika digunakan.
15. Koda teknis nox adalah Koda Teknis Pengendalian Emisi Nitrogen
Oksida dari Mesin Diesel Kapal, sebagaimana telah diterima oleh
Konferensi, resoIusi 2 Konferensi MARPOL 1997, sebagaimana telah
diubah oleh Organisasi, dengan syarat bahwa perubahan perubahan tersebut
telah diterima dan berlaku sesuai dengan ketentuan pasal 16 dari Konvensi
ini.
16. Bahan-bahan perusak lapisan ozon adalah bahan-bahan yang diatur
dalam ayat 4 pasal 1 dari Protokol Montreal mengenai Bahan-Bahan yang
Merusak Lapisan Ozon, 1987, tercantum dalam Lampiran A, B, C atau E
dari Protokol tersebut yang berlaku pada saat yang sama dari penerapan atau
penafsiran Lampiran ini.
17. Pembakaran di atas kapal adalah pembakaran limbah atau bahan lain di
atas kapal, apabila Limbah atau bahan Iain dimaksud dihasilkan selama
kapal beroperasi normal.
18. Incenerator kapal adalah fasilitas kapal yang dirancang dengan tujuan
utama untuk pembakaran limbah.
7
19. Pembangunan kapal adalah pada saat peletakan lunas kapal atau tahapan
konstruksi yang setara.
20 Minyak kotor adalah endapan dari bahan bakar atau minyak pelumas,
limbah minyak pelumas dari mesin utama atau bantu, atau limbah minyak
hasil pemisahan air bilga kapal, peralatan penyaringan minyak atau sisa
minyak yang ditampung.
21. Kapal tangki minyak adalah kapal tangki minyak sebagaimana
didefinisikan dalam peraturan 1 dari Lampiran I atau kapal tangki yang
mengangkut bahan kimia sebagaimana dimaksud dalam peraturan 1 dari
Lampiran II Konvensi ini.
Peraturan 3
Pengecualian dan Pembebasan
Pada peraturan ini membahas mengenai pengecualian dan pembebasan peraturan
setiap emisi yang diperlukan untuk maksud mengamankan keselamatan suatu kapal atau
penyelamatan jiwa di laut atau setiap emisi yang dihasilkan dari kerusakan suatu kapal
maupun peralatannya dengan syarat bahwa semua tindakan pencegahan telah diambil
setelah terjadinya kerusakan atau ditemukannya emisi untuk maksud pencegahan atau
pengurangan emisi; dan kecuali apabila pemilik atau nakhoda bertindak secara sengaja
menimbulkan kerusakan, atau dengan sengaja melakukan kecerobohan yang
mengakibatkan kerusakan.
Peraturan 4
Persamaan
1. Otoritas Pemerintah yang berwenang dari suatu Pihak dapat mengizinkan setiap
pemasangan, bahan, peralatan atau perlengkapan untuk dipasang di kapal atau
prosedur lainnya, bahan bakar alternatif atau metode yang disetujui sesuai yang
dipersyaratkan oleh Lampiran ini apabila efektif untuk penurunan emisi seperti
yang dipersyaratkan Lampiran ini termasuk setiap standar sebagaimana tercantum
dalam peraturan 13 dan 14.
2. Otoritas Pemerintah yang berwenang dari suatu Pihak yang mengizinkan suatu
pemasangan, bahan, peralatan atau perlengkapan atau prosedur lainnya, bahan
bakar alternatif, metode-metode pelengkap yang digunakan sebagai alternatif
8
5. Apabila suatu kecelakaan terjadi pada suatu kapal atau suatu kekurangan
ditemukan secara substansial mempengaruhi efisiensi atau kelengkapan
dari peralatan yang tercakup dalam Lampiran ini, Nahkoda atau pemilik
kapal wajib melaporkan pada kesempatan pertama kepada Otoritas
Pemerintah yang berwenang, seorang surveyor yang diusulkan atau
Organisasi yang diakui bertanggung jawab untuk mengeluarkan sertifikat
yang relevan.
Peraturan 6
Penerbitan atau Pengesahan Sertifikat
1. Suatu Sertifikat Internasional Pencegahan Pencemaran Udara wajib diterbitkan
setelah suatu survei awal atau survei pembaharuan sesuai dengan ketentuan
peraturan.
2. Suatu kapal yang dibangun sebelum tanggal mulai berlakunya Lampiran VI bagi
Otoritas Pemerintah yang berwenang wajib dari kapal dimaksud wajib diterbitkan
suatu Sertifikat Internasional Pencegahan Pencemaran Udara sesuai dengan ayat 1
dari peraturan ini tidak lebih dari jadwal dok kering pertama setelah tanggal mulai
berlakunya, tetapi tidak lebih dari tiga tahun setelah tanggal ini.
3. Sertifikat tersebut wajib diterbitkan atau disahkan baik oleh Otoritas Pemerintah
yang berwenang atau setiap pihak atau organisasi yang diberi kewenangan untuk
melakukannya. Dalam semua hal otoritas pemerintah yang berwenang diasumsikan
bertanggung jawab sepenuhnya terhadap sertifikat tersebut.
Peraturan 7
Penerbitan Sertifikat oleh Pihak lainnya
Peraturan ini mengenai :
1. Suatu Pihak, atas permintaan Otoritas Pemerintah yang berwenang, dapat meminta
suatu kapal untuk disurvei, dan, apabila dinyatakan bahwa ketentuan-ketentuan dari
Lampiran ini telah terpenuhi, wajib menerbitkan atau memberikan ijin penerbitan
Sertifikat Internasional Pencegahan Pencemaran Udara untuk kapal tersebut, dan
apabila sesuai, mengesahkan atau memberikan ijin pengesahan atas sertifikat
tersebut untuk kapal dimaksud sesuai dengan Lampiran ini.
10
2. Suatu salinan sertifikat dan suatu salinan laporan survei wajib dikirimkan sesegera
mungkin kepada Otoritas Pemerintah yang berwenang yang meminta.
3. Suatu Sertifikat yang diterbitkan demikian wajib memuat suatu pernyataan yang
menyatakan bahwa telah diterbitkan atas permintaan Otoritas Pemerintah yang
berwenang dimaksud dan wajib mempunyai kekuatan hukum yang sama dan
menerima pengakuan yang sama sebagai suatu sertifikat yang diterbitkan
berdasarkan peraturan 6.
4. Tidak satupun dari Sertifikat Internasional Pencegahan Pencemaran Udara wajib
diterbitkan untuk suatu kapal yang berhak mengibarkan bendera dari suatu negara
yang bukan merupakan suatu Pihak.
Peraturan 8
Bentuk Sertifikat
Sertifikat Internasional Pencegahan Pencemaran Udara wajib dituangkan dalam
suatu bentuk yang sesuai dengan model sebagaimana diberikan pada apendik 1 pada
Lampiran ini dan wajib setidak-tidaknya dibuat dalam bahasa Inggris, Perancis, atau
Spanyol. Apabila bahasa resmi dari negara penerbit juga digunakan, bahasa negara
dimaksud wajib berlaku dalam hal terjadi sengketa atau perbedaan.
Dalam konteks ini harus diakui bahwa Negara anggota MARPOL 73/78 menerima tanggung
jawab tidak membuang bahan pencemar ke laut, namun demikian di lain pihak mendapatkan
hak istimewa, perairannya tidak boleh dicemari oleh Kapal Negara anggota lain. Kalau terjadi
pencemaran di dalam teritorial mereka, mereka dapat menuntun dan meminta ganti rugi.
Negara yang bukan anggota tidak menerima tanggung jawab untuk melaksanakan peraturan
atas kapal-kapal mereka, jadi kapal-kapal-kapal mereka tidak dapat dituntut karena tidak
memenuhi peraturan (kecuali bila berada di dalam daerah teritorial Negara anggota).
Namun demikian harus diketahui pula bahwa Negara yang tidak menjadi anggota berarti
kalau pantainya sendiri dicemari, tidak dapat memperoleh jaminan sesuai MARPOL 73.78
untuk menuntut kapal yang mencemarinya.
b. Administrasi hukum
Tugas utama dari Administrasi hukum adalah bertanggung jawab memberlakukan
peraturan yang dapat digunakan untuk melaksanakan peraturan MARPOL 73/78. Untuk
memudahkan pekerjaan Administrasi hukum sebaiknya ditempatkan dalam satu badan
dengan Administrasi maritim yang diberikan kewenangan meratifikasi, membuat peraturan
dan melaksanakannya. Agar peraturan dalam MARPOL 73/78 mempunyai dasar hukum
untuk dilaksanakan, maka peraturan tersebut harus diintegrasikan ke dalam sistim
perundang-undangan Nasional. Cara pelaksanaannya sesuai yang digambarkan dalam
diagram berikut.
c. Administrasi maritim
Administrasi maritim yang dibentuk pemerintah bertanggung jawab melaksanakan tugas
administrasi pemberlakuan peraturan MARPOL 73/78 dan konvensi-konvensi maritim
lainnya yang sudah diratifikasi. Badan ini akan memberikan masukan pada Administrasi
hukum dan Pemerintah di satu pihak dan membina industri perkapalan dari Syahbandar
dipihak lain. Tugas dari Administrasi maritim ini adalah melaksanakan MARPOL 73/78
bersama-sama dengan beberapa konvensi maritim lainnya. Disarankan untuk meneliti
tugas-tugas tersebut guna identifikasi peraturan-peraturan yang sesuai dan memutuskan
bagaimana memberlakukannya.
12
d. Pemilik Kapal
Pemilik kapal berkewajiban membangun dan melengkapi kapal-kapalnya dan mendiidk
pelautnya, perwira laut untuk memenuhi peraturan MARPOL 73/78. Konpetensi dan
ketrampilan pelaut harus memenuhi standar minimun yang dimuat dalam STCW-95
Convention.
e. Syahbandar (Port Authorities)
Tugas utama dari Syahbandar adalah menyediakan tempat penampungan buangan yang
memadai sisa-sisa bahan pencemar dari kapal yang memadai. Syahbandar juga bertugas
untuk memantau dan mengawasi pembuangan bahan pencemar yang asalnya dari kapal
berdasarkan peraturan Annexes I, II, IV dan V MARPOL.
Selain hal tersebut, negara anggota marpol 73/78 mempunyai tugas dan tanggung jawab,
diantaranya :
1. Menyetujui MARPOL 73/78 – Pemerintah suatu negara
2. Memberlakukan Annexexes I dan II – Administrasi hukum / maritim
3. Memberlakukan optimal Annexes dan melaksanakan – Administrasi hukum / maritim.
4. Melarang pelanggaran – Administrasi hukum / maritim
5. Membuat sanksi – Administrasi hukum / maritim
6. Membuat petunjuk untuk bekerja – administrasi maritim
7. Memberitahu Negara-negara yang bersangkutan – administrasi maritim.
8. Memberitahu IMO – Administration maritim
9. Memeriksa kapal – Administrasi maritim
10.Memonitor pelaksanaan – Administrasi maritim
11.Menghindari penahanan kapal – Administrasi kapal
12.Laporan kecelakaan – Administrasi maritim / hukum
13.Menyediakan laporan dokumen ke IMO (Article 11) – Administrasi maritim
14.Memeriksa kerusakan kapal yang menyebabkan pencemaran dan melaporkannya –
Administrasi maritim.
15.Menyediakan fasilitas penampungan yang sesuai peraturan – Administrasi maritim.
13
Garis besar tugas surveyor dan inspektor melakukan pemeriksaan adalah sebagai berikut :
1. Memeriksa kapal untuk penyetujuan rancang bangun. Tugas ini hendaknya dilakukan
oleh petugas yang berkualifikasi dan berkualitas sesuai yang ditentukan oleh kantor pusat
Administrasi maritim.
2. Inspeksi yang dilakukan oleh Syahbandar adalah bertujuan untuk mengetahui apakah
prosedur operasi sudah sesuai dengan peraturan.
3. Investigasi dan penuntunan. Surveyor dan Inspector pelabuhan harus mampu melakukan
pemeriksaan kasus yang tidak memenuhi peraturan konstruksi, peralatan dan pelanggaran
yang terjadi. Berdasarkan petunjuk dari pusat Administrasi maritim, petugas tersebut
harus dapat menuntut pihak-pihak yang melanggar.
15
Bahan kimia dimaksud dibagi dalam 4 kategori (A,B,C, dan D) berdasarkan derajad toxic dan
kadar bahayanya.
Kategori A : Sangat berbahaya (major hazard). Karena itu muatan termasuk bekas pencuci
tanki muatan dan air balas dari tanki muatan tidak boleh dibuang ke laut.
Kategori B : Cukup berbahaya. Kalau sampai tumpah ke laut memerlukan penanganan khusus
(special anti pollution measures).
Kategori C : Kurang berbahaya (minor hazard) memerlukan bantuan yang agak khusus.
Kategori D : Tidak membahayakan, membutuhkan sedikit perhatian dalam menanganinya.
1. “Hamfull substances” Adalah barang-barang yang dikemas dalam dan
membahayakan lingkungan kalau sampai jatuh ke laut.
2. Sewage”. Adalah kotoran-kotoran dari toilet, WC, urinals, ruangan perawatan,
kotoran hewan serta campuran dari buangan tersebut.
3. “Garbage” Adalah tempat sampah-sampah dalam bentuk sisa barang atau material
hasil dari kegiatan di atas kapal atau kegiatan normal lainnya di atas kapal.
Peraturan pencegahan pencemaran laut diakui sangat kompleks dan sulit dilaksanakan
secara serentak, karena itu marpol Convention diberlakukan secara bertahap. Tanggal 2
16
Oktober 1983 untuk Annex I (oil). Disusul dengan Annex II (Noxious Liquid Substances in
Bulk) tanggal 6 April 1987. Disusul kemudian Annex V (Sewage), tanggal 31 31 Desember
1988, dan Annex III (Hamful Substances in Package) tanggal 1 juli 1982. Sisa Annex IV
(Garbage) yang belum berlaku Internasional sampai saat ini.
Annex I MARPOL 73/78 yang memuat peraturan untuk mencegah pencemaran oleh
tumpahan minyak dari kapal sampai 6 Juli 1993 sudah terdiri dari 23 Regulation. Peraturan
dalam Annex I menjelaskan mengenai konstruksi dan kelengkapan kapal untuk mencegah
pencemaran oleh minyak yang bersumber dari kapal, dan kalau terjadi juga tumpahan minyak
bagaimana cara supaya tumpahan bisa dibatasi dan bagaimana usaha terbaik untuk
menanggulanginya.
Untuk menjamin agar usaha mencegah pencemaran minyak telah dilaksanakan dengan
sebaik-baiknya oleh awak kapal, maka kapal-kapal diwajibkan untuk mengisi buku laporan
(Oil Record Book) yang sudah disediakan menjelaskan bagaimana cara awak kapal
menangani muatan minyak, bahan bakar minyak, kotoran minyak dan campuran sisa-sisa
minyak dengan cairan lain seperti air, sebagai bahan laporan dan pemeriksaan yang berwajib
melakukan kontrol pencegahan pencemaran laut.
Kewajiban untuk menigisi “Oli Record Book” dijelaskan di dalam Reg. 20.
Appendix I Daftar dari jenis minyak (list of oil) sesuai yang dimaksud dalam MARPOL
73/78 yang akan mencemari apabila tumpahan ke laut.
Appendix II, Bentuk sertifikat pencegahan pencemaran oleh minyak atau “IOPP Certificate”
dan suplemen mengenai data konstruksi dan kelengkapan kapal tanker dan kapal selain tanker.
Sertifikat ini membuktikan bahwa kapal telah diperiksa dan memenuhi peraturan dalam reg.
4. “Survey and inspection” dimana struktur dan konstruksi kapal, kelengkapannya serta
kondisinya memenuhi semua ketentuan dalam Annex I MARPOL 73/78.
Appendix III, Bentuk “Oil Record Book” untuk bagian mesin dan bagian dek yang wajib
diisi oleh awak kapal sebagai kelengkapan laporan dan bahan pemeriksaan oleh yang berwajib
di Pelabuhan.
2.7 Usaha Untuk Mencegah Serta Menanggulangi Pencemaran Laut Menurut Marpol
Pada permulaan tahun 1970-an cara pendekatan yang dilakukan oleh IMO dalam membuat
peraturan untuk mencegah dan menanggulangi pencemaran laut pada dasarnya sama dengan
17
yang dilakukan sekarang, yakni melakukan kontrol yang ketat pada struktur kapal untuk
mencegah jangan sampai terjadi tumpahan minyak atau pembuangan campuran minyak ke
laut. Dengan pendekatan demikian MARPOL 73/78 memuat peraturan untuk mencegah
seminimum mungkin minyak yang mencemari laut.
Tetapi kemudian pada tahun 1984 dilakukan perubahan penekanan dengan menitik
beratkan pencegahan pencemaran pada kegiatan operasi kapal seperti yang dimuat didalam
Annex I terutama keharusan kapal untuk dilengkapi dengan “Oily Water Separating
Equipment dan Oil Discharge Monitoring Systems”.
Karena itu MARPOL 73/78 Consolidated Edition 1997 dibagi dalam 3 (tiga) kategori dengan
garis besarnya sebagai berikut :
Kapal dibangun, dilengkapi dengan konstruksi dan peralatan berdasarkan peraturan yang diyakini
akan dapat mencegah pencemaran terjadi dari muatan yang diangkut, bahan bakar yang digunakan
maupun hasil kegiatan operasi lainnya di atas kapal seperti sampah-sampah dan segala bentuk
kotoran.
Kalau sampai terjadi juga pencemaran akibat kecelakaan atau kecerobohan maka diperlukan
peraturan untuk usaha mengurangi sekecil mungkin dampak pencemaran, mulai dari
penyempurnaan konstruksi dan kelengkapan kapal guna mencegah dan membatasi tumpahan
sampai kepada prosedur dari petunjuk yang harus dilaksanakan oleh semua pihak dalam
menaggulangi pencemaran yang telah terjadi.
Peraturan prosedur dan petunjuk yang sudah dikeluarkan dan sudah menjadi peraturan Nasional
negara anggota wajib ditaati dan dilaksanakan oleh semua pihak yang terlibat dalam membangun,
memelihara dan mengoperasikan kapal. Pelanggaran terhadap peraturan, prosedur dan petunjuk
tersebut harus mendapat hukuman atau denda sesuai peraturan yang berlaku.
18
Khusus bahan pencemaram minyak bumi, pencegahan dan penanggulanganya secara garis besar
dibahas sebagai berikut :
1. Regulation 13, Segregated Ballast Tanks, Dedicated Clean Tanks Ballast and Crude Oil
Washing (SRT, CBT dan COW)
Menurut hasil evaluasi IMO cara terbaik untuk mengurangi sesedikit mungkin pembuangan
minyak karena kegiatan operasi adalah melengkapi tanker yang paling tidak salah satu dari
ketiga sistem pencegahan :
- Segregated Ballast Tanks (SBT)
Tanki khusus air balas yang sama sekali terpisah dari tanki muatan minyak maupun tanki
bahan bakar minyak. Sistem pipa juga harus terpisah, pipa air balas tidak boleh melewati tanki
muatan minyak.
- Dedicated Clean Ballast Tanks (CBT)
Tanki bekas muatan dibersihkan untuk diisi dengan air balas. Air balas dari tanki tersebut, bila
dibuang ke laut tidak akan tampak bekas minyak di atas permukaan air dan apabila dibuang
melalui alat pengontrol minyak (Oil Dischane Monitoring), minyak dalam air tidak boleh lebih
dari 13 ppm.
- Crude Oil Washing (COW)
Muatan minyak mentah (Crude Oil) yang disirkulasikan kembali sebagai media pencuci tanki
yang sedang dibongkar muatnnya untuk mengurangi endapan minyak tersisa dalam tanki.
MARPOL 73/78 juga masih melanjutkan ketentuan hasil Konvensi 1954 mengenai Oil
Pollution 1954 dengan memperluas pengertian minyak dalam semua bentuk termasuk minyak
mentah, minyak hasil olahan, sludge atau campuran minyak dengan kotorn lain dan fuel oil,
tetapi tidak termasuk produk petrokimia (Annex II)
Ketentuan Annex I Reg.9. “Control Discharge of Oil” menyebutkan bahwa pembuangan
minyak atau campuran minyak hanya dibolehkan apabila :
- Tidak di dalam “Special Area” seperti Laut Mediteranean, Laut Baltic, Laut Hitam,
Laut Merah dan daerah Teluk.
- Lokasi pembuangan lebih dari 50 mil laut dari daratan
- Pembuangan Dilakukan Waktu Kapal sedang berlayar
- Tidak membuang minyak lebih dari 30 liter /natical mile
19
- Tidak membuang minyak lebih besar dari 1 : 30.000 dari jumlah muatan.
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan, sebagai berikut:
1. Konvensi MARPOL merupakan konvensi internasional untuk mencegah pencemaran
dari kapal yang terdiri dari 6 Annex yang dimana Annex I merupakan peraturan untuk
mencegah pencemaran dari minyak, yang memuat 39 peraturan dalam 7 bab untuk
mengatur pencemaran minyak dari kapal tidak hanya tanker. Sehingga dalam
pelaksanaanya terdiri dari tiga kategori. Pertama, peraturan untuk mencegah erjadinya
pencemaran yang terdiri dari pembatasan pembuangan minyak, monitoring dan kontrol
pembuangan. Kedua, dalam hal pencemaran telah terjadi terdapat pengaturan untuk
menanggulangi pencemaran oleh minyak melalui Shipboard Oil Pollution Emergency
Plan/SOPEP dan adanya ketentuan untuk wajib melaporkan serta pengaturan mengenai
arbitration. Ketiga, Peraturan pelasanaan dan ketentuan pencegahan dan
penanggulangan pencemaran yang datangnya dari kapal tanker, yang perlu dikontrol
melalui pemeriksaan dokumen-dokumen yang ditetapkan dalam konvensi. Jadi dapat
disimpulkan MARPOL sudah mengatur secara lengkap dan tegas mengenai
perlindungan laut dari ancaman pencemaran terutama yang berasal dari tumpahan
minyak dari kapal, terutama dalam hal mencegah terjadinya pencemaran. Namun dalam
hal penanggulangan tidak diatur secara rinci tindakan-tindakan apa yang harus
dilakukan oleh nahkoda atau petugas yang ada di kapal jika terjadi kecelakaan yang
menyebabkan tumpahnya minyak ke laut.
2. Indonesia telah mengeluarkan beberapa peraturan perundang-undangan yang
menyangkut masalah perlindungan lingungan laut. Undang-Undang No.32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang mengatur secara umum
mengenai upaya melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan,
pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hokum,
merupakan payung hukum dari hukum lingkungan untuk melahirkan undang-undang
lainnya yg lebih khusus. Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran yang
20
21
DAFTAR PUSTAKA
Jmol. 2019. MARPOL, Komitmen Industri Pelayaran Melindungi Laut, Darat, dan
Udara. https://jurnalmaritim.com/marpol-komitmen-industri-pelayaran-
melindungi-laut-darat-dan-udara. (diakses tanggal 15 April 2021)
Yuni, Neneng. 2020. Marine Pollution Ditinjau Dari Perbandingan Praktik Negara
Terhadap Instrumen Hukum Internasional. SIGn Jurnal Hukum, 2(1), 1-17