Anda di halaman 1dari 4

MONOLOG TOPENG

Karya : Rachman Sabur

Sama seperti manusia yang lainnya, saya sebagai anak panggung, juga mempunyai tugas lain selain
bercerita. Hanya saja tugas saya ini bisa saya lakukan sambil memerankan cerita. sebelumnya saya
mengingatkan, bahwa dua tokoh yang nanti akan saya perankan, mungkin mempunyai
permasalahan yang tidak jauh berbeda dengan permasalahan yang sedang dihadapi
oleh seseorang, atau sekelompok orang, atau oleh siapapun. Mungkin sama, atau
mungkin juga berbeda. Mungkin. Tetapi hal itu tidak menjadi masalah sama sekali.
Yang menjadi pikiran kita sekarang adalah, bagaimana sikap kita dalam menghadapi
situasi itu. Apakah kita harus menjadi marah? Sakit? Menangis? Benci? Kecewa?
Tertawa? Atau kita harus terus membohongi pikiran atau hati nurani kita sendiri?
Kalau saja, kita mau sedikit bijaksana, Tentunya kita akan membicarakan tentang segala
kebohongan yang sudah terjadi dan yang akan terjadi.
Begini, kegelisahan dramatik sedang terjadi pada tokoh tokoh legendaris yang ada
dalam lakon sandiwara Umang-Umang. Dimana dalam lakon itu pengembaraan hidup
seorang Waska yang jahat, sekaligus sebagai seorang yang baik dapat kita rasakan
penderitaannya. Tapi apa benar Waska itu sudah mati? Sedangkan menurut kabar
burung, katanya sekarang ia mengerjakan proyek raksasa yang dananya beratus-ratus
juta milyar dollar. Nah, Untuk lebih jelasnya, Saya akan mencoba menghubungi dia.
Mudah-mudahan dia mau menjawab pertanyaan-pertanyaan yang prinsipil dan sangat
hakiki itu. Saya percaya, Waska mau memenuhi permintaan sahabatnya.
Waska! Waska! Waska! Waska……!

(TERTAWA) Sebelum saya menjawab pertanyaan-pertanyaan sahabat saya, yang


profesinya sebagai anak panggung. Kiranya saya perlu menjelaskan, kalau saya bukan
Waska. saya adalah Semar. He… Siapa yang bilang saya ini sudah mati? Itu kan hanya
dalam lakon sandiwara saja. Karena pengarangnya menghendaki demikian. Sungguh!
Saya ini belum mati. Saya masih mencintai hidup yang begitu luar biasa ini. Saya betul-
betul menikmati kehidupan ini. Setiap detik saya menghirup dan menghembuskan
nafas, bagi saya itu adalah kenikmatan, suatu anugerah. (TERTAWA) Makanya saya
masih tetap muda, dan tetap perkasa. (TERTAWA)
Oh, ya! pertanyaan yang mana, yang belum saya jawab? Oh, Tentang proyek raksasa
saya. Sebetulnya proyek itu adalah proyek kemanusiaan dan beruntung sekali saya
dapat mengkompensasikannya kedalam bentuk proyek kerohanian, yang semata-mata
pengabdian saya terhadap sesama manusia, dan pengabdian saya terhadap Tuhan Yang
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dan saya Beruntung sekali bisa mendapatkan
proyek itu.
(NADA MEMILUKAN)Karena terus terang saja, kehidupan saya sebelumnya tidak
seperti sekarang ini. kalau saya teringat kembali kebelakang, kemasa-masa hidup saya
yang serba sulit, serba berantakan, serba gelap… saya jadi teringat kembali kemasa
masa itu.
Maaf. Sekali lagi… maaf. saya harus segera pergi. Saya harus memimpin rapat para
pemegang saham. Saya harus menggarap proyek baru. Masih fokus dalam proyek
kemanusiaan. Saya pikir, saya sudah menjawab semua pertanyaan. saya harus segera
pergi.

Bagaimana? sudah jelas semua. Bahwa sebenarnya Waska itu ternyata masih hidup,
sehat wal afiat, segar bugar dan masih tetap muda. Kalaupun berganti nama menjadi
seorang Semar, itu hanya untuk kepentingan administrasi dan formalitas saja.
Bagaimana tidak, ia seorang Waska. Sekali Waska tetap Waska! Hidup Waska!
Tapi rasanya saya sungguh tidak bijaksana kalau saya harus terus membicarakan
tentang kesuksesan Waska. Karena sebetulnya, Waska sendiri sudah diberikan
kesempatan secara panjang untuk menjawab semua pertanyaan dan isu-isu yang tersiar
selama ini. Akan lebih bijaksana jika kita memberikan kesempatan bicara kepada
Semar. Siapa tau ia mau menyampaikan sesuatu. Segera akan saya panggil Semar.
Semar! Semar! Semar! Semar……!

Sebelum saya berbicara lebih jauh, terlebih dahulu saya akan meluruskan suatu
kekeliruan. Saya bukanlah Semar. Saya adalah Waska. Saya betul-betul Waska. saya
adalah Waska yang paling Waska. Dunia saya adalah dunia Waska. Penderitaan saya
adalah penderitaan Waska. Borok saya adalah borok Waska. Hati saya adalah hati
Waska. Dendam saya adalah dendam Waska. Kemiskinan saya adalah kemiskinan
Waska. Lapar saya adalah lapar Waska. Sembahyang saya adalah sembahyang Waska.
Dan Tuhan saya adalah Tuhan Waska.
Waska waska waska waskaaaaa…!
IA MENANGIS. SUARANYA MERINTIH MEMILUKAN.
Bagaimana lagi aku harus menjelaskan? Percuma saja aku berteriak, karena semua
orang sudah tidak punya telinga. Percuma saja aku berpikir, karena orang-orang sudah
tidak mau lagi menerima pikiran orang lain. Dan Percuma saja aku berdoa, karena
Tuhan sudah tidak mau mendengar lagi keluhanku. Lebih baik aku melanjutkan
mimpi-mimpiku. Yang memberiku kesunyian yang indah. lebih baik aku diam dalam
mimpi-mimpi itu.
Diam bagai batu. Aku memang batu! Batu hitam yang angkuh! Aku harus menjadi
angkuh, karena semua orang telah menjadi musuh! Akan kubuktikan, bahwa aku adalah
seorang Waska. Seorang manusia berantakan, tapi masih punya pikiran, hati nurani dan
perasaan sakit yang sama dengan kalian semua. Punya dendam yang sama. Dendam
yang Mengepul panas di ubun-ubunku. Dan Membakar sekujur tubuhku yang hitam
berkarat.

(TERTAWA) Sudahlah waska, sudahlah! (TERTAWA) Kau begitu lelah, jadi tidurlah
waska…

Siapa bilang aku lelah? Aku tidak lelah! Dan aku tidak butuh tidur! Yang kubutuhkan
hanya mimpi! Aku butuh mimpi-mimpi itu. Bangsat! (BERGERAK LIAR) Mereka
mengunyah-ngunyah dagingku! Mereka menghisap darahku! Lintah!

Bertahanlah Waska! Kau harus bertahan! Dukamu adalah duka semesta! Jadi ayo
Berdirilah Waska! berdiri di atas kakimu sendiri! buktikan, bahwa kau adalah seorang
Waska… Buktikan bahwa kau adalah batu hitam yang angkuh! Ayo buktikan
Waska! Buktikan!

(IA MERANGKAK) aku masih tetap seorang Waska, aku masih mampu bangkit, aku
masih mampu berdiri, aku masih bisa berjalan. (TUMBANG) Rupa rupanya aku sudah
terlalu tua… Aku sudah terlalu lelah… Ya, Tuhan! Aku sudah terlalu lelah… oh! seluruh
pandanganku menjadi gelap. aku seperti masuk kedalam lorong yang gelap.
(TERTAWA) Bertahanlah Waska! Kau harus bertahan! Semua itu hanya ilusi Waska!
Bukalah matamu! Bukalah pikiranmu! Dan Bukalah pintu hatimu! Ayo Buktikan...
buktikan!

Aku sudah tidak tahan lagi! Aku sudah sangat lelah… dan kini aku sedang sekarat…

(TERTAWA) sudahlah Waska… sudahlah... kau memang kalah…, tapi kau tetap seorang
Waska…
Begitu besar penderitaan Waska. Begitu besar keinginannya untuk bertahan hidup,
untuk tetap bertahan menjadi seorang manusia. Sampai-sampai ia harus menitikkan
air matanya. Begitu indah dan juga menyakitkan.
Nah, sekarang saya akan panggil mereka berdua. (SANG PEMAIN BERGERAK MENCARI-
CARI SEMAR DAN WASKA) Waska…! Semar….? Waska…? Semar…? Tidak seorangpun
yang muncul.
Seorang Waska tidak mau dikatakan lagi sebagai seorang Waska. Karena Ia sudah
menjadi seorang Semar. Tapi Seorang Waska tidak mau dikatakan lagi sebagai seorang
Semar, karena ia adalah seorang Waska. Jadi, Semar adalah Semar. Seorang Waska
adalah seorang Waska. Kedua-duanya bisa ada. Dan kedua-duanya juga bisa tidak ada.
Sedangkan saya, Saya hanyalah seorang anak panggung, yang telah lama
ditinggalkan……

Anda mungkin juga menyukai