Oleh: Nama : Puspa Hanaya Latifah Erjandsa NIM : F1C221004 Dosen Pembimbing : Aulia Farida, S.P., M.Si.
PROGRAM STUDI MATEMATIKA FAKULTAS SAINS
DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS JAMBI 2021/2022 Nama Pemateri : Prof. Dr. H. Dasom Budimansyah, S.Pd., M.Si. (UPI) Tema : Kepemimpinan dan Wawasan Kebangsaan
1) Pendahuluan : Cinta Negeri
Betapa alam kita itu sangat indah, oleh karena itu patut kita cintai negeri kita ini. Itulah sebabnya kita sebagai generasi muda harus sering-sering menjelajah wilayah nusantara ini. Barangkali kita bisa mengungkapkan perasaan cinta kepada negeri kita dengan bermacam-macam. Bisa saja satu ungkapan lewat puisi jadi ada ada juga nanti boleh misalnya nanti di bawah bimbingan dari para pembimbing. Setelah mempelajari konsep karakter nasionalisme ini diharapkan kita akan mengungkapkan isi hati. Yang pandai menggambar silakan bikin gambar, yang pandai berpuisi silakan bikin puisi, yang pandai monolog silakan bikin karya monolog, kemudian nanti bisa dipamerkan di websitenya. Kalau kalian pengen langsung ungkapannya itu ditampilkan boleh divideokan . Ungkapan perasaan bahwa memang itulah yang minta negeri itulah yang terus digelorakan di dalam hati sanubari kita. Jadi bukan justru jadi menjual tanah air gitu ya sebagai generasi muda harus mulai merintis bagaimana ungkapan perasaan cinta negeri ini. Kita bisa melakukan dengan tenaga, bisa dengan harta kekayaan, bisa dengan pikiran-pikiran disampaikan, dan bisa dengan perasaan-perasaan. Coba ungkapkan dan kalau tidak bisa semuanya dengan doa. Jadi doakanlah negara kita agar negara kita menjadi negara yang maju, adil, makmur, dan sejahtera.
2) Resonansi “Cinta Negeri”
Setiap orang tentu memiliki rasa kebangsaan atau wawasan kebangsaan dalam perasaan atau pikiran, paling tidak di dalam hati nuraninya. Dalam realitas, rasa kebangsaan itu seperti sesuatu yang dapat dirasakan tetapi sulit dipahami. Namun ada getaran atau resonansi dan pikiran ketika rasa kebangsaan tersentuh. Jika hadir dalam hati nurani Anda, maka itulah panggilan batin untuk mengkonstruksi wawasan kebangsaan.
3) Wawasan Kebangsaan Itu Apa?
Definisi : Cara pandang bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya, mengutamakan kesatuan dan persatuan wilayah dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dalam tataran ini, wawasan kebangsaan di pandang sebagai ‘way of life” / merupakan kerangka/peta pengetahuan yang mendorong terwujudnya tingkah laku dan digunakan sebagai acuan bagi seseorag untuk menghadapi dan menginterpretasi lingkungannya. Dengan demikian, wawasan kebangsaan itu tumbuh sesuai pengalaman yang dialami oleh seseorang, dan pengalaman merupakan akumulasi dari proses tataran sistem kehidupan. 4) Poros Kemajuan Peradaban Abad ke-21 ditengarai sebagai abad Asia. Poros kemajuan peradaban perlahan bergeser dari Trans-Atlantik ke Trans- Pacific, ditandai dengan kemunculan sentra-sentra pertumbuhan ekonomi baru di Asia. Dalam dinamika perkembangan itu, Indonesia sebagai negara dengan penduduk terbesar ketiga di Asia mestinya peran menentukan. Namun, kebesaran penduduk dan keluasan wilayah negara tak selalu sepadan dengan kebesaran harkat bangsanya.
5) Apa Kata Bung Karno ?
Bung Karno meminjam pernyataan retoris H.G.Wells. “Apa yang menetukan besar kecilnya suatu bangsa?’ Lantas ia simpulkan sendiri : “Anasir terpenting yang menentukan nasib suatu bangsa adalah kualitas dan kuantitas tekadnya.” Tekad sebagai state of mind, yang mencerminkan kuat-lemahnya jiwa bangsa.
6) Apa Kata Bung Hatta?
Bung Hatta merisaukan masa depan kemerdekaan Indonesia yang mungkin diliumpuhkan oleh kekerdilan jiwa bangsa sendiri. Mengutip puisi Schiller, ia pun bernurbuat; “Sebuah abad besar telah lahir/tetap ia menemukan generasi yang kerdil.” Menurutnya, suatu bangsa tidaklah eksis sendirinya, melainkan tumbuh di atas landasan keyakinan dan sikap batin yang perlu dibina dan dipupuk sepanjang masa.
7) Senjata Baru, Pengucapan Baru, dan Kharisma Pengubah Sejarah Baru
Untuk menjadi bangsa besar di milenium baru, kita perlu senjata baru, pengucapan baru, dan kharisma pengubah sejarah baru. Iptek, semangat inovasi, dan daya etos-etis (karakter) yang mewujud ke dalam manusia unggul dengan tata kelola yang baik adalah senjata, bahasa, dan kharisma baru kita untuk memenangkan masa depan. Dalam konteks ini diperlukan kepemimpinan yang berwawasan kebangsaan, yakni kepempinan yang “sepi ing pamrih ing gawe” ketika Ibu Pertiwi memanggilnya.
8) Kompas Etis Kepemimpinan
George Washington menjadi presiden Amerika pertama karena panggilan sejarah Republik muda dirundung konflik elit kekuasaan, memaksa Washington menjabat yang kedua kalinya Namun, keberlangsungan negara tak boleh tergantung pada seseorang, tunas baru harus meneruskan estafeta kepemimpinan Praktik kekuasan Washington menjadi standard etis masa bakti kepresidenan di Amerika Serikat
9) Warisan Terhebat Pemimpinan
Sumbangsih kepemimpinan tidak ditentukan oleh seberapa lama ia berkuasa, tetapi nilai apa yang dibudayakannya dalam berkuasa Pemimpin itu merupakan pusat teladan, ibarat mata air yang darinya mengalir sungai-sungai kehidupan yang memasok air ke hilir
10) Basis Moral Kepemimpinan
Dalam demokrasi luhur adab, hukum berenang di lautan etika; maka deficit institusi dan peraturan dapat ditutupi oleh kedalaman moralitas para pemimpin. Dalam demokrasi rendah adab, surplus pasal konstitusi dan undang-undang tak membuat kepastian dan tertib hukum; tetapi dicari celahnya untuk disiasati demi kepentingan sesaat. Tak ada konstitusi yang dipenuhi imperatifnya tanpa basis moral. Seperti kata John Adam (2nd US President) : “Konstitusi kita buat hanya bagi orang- orang religious dan bermoral." Prof. Dr. Soepomo dalam Sidang BPUPK mengingatkan: "Paduka Tuan Ketua, yang sangat penting dalam pemerintahan dan dalam hidul negara ialah semangat penyelenggara negara, semangat oemimpin pemerintahan. Meskipun kita membikin undang-undang yang menurut kata-katanya bersifat kekeluargaan apabila semangat penyelenggara negara, pemimpin pemerintahan bersifat perseorangan, undang-undang tadi tentu taka da artinya dalam praktik"
11) Tugas Terberat Pemimpin
Tugas terberat seorang pemimpin bukanlah mengerjakan apa yang benar, melainkan mengetahui yang benar. Untuk mengetahui apa yang benar seorang pemimpin harus menemukan panduan dari norma-norma fundamental. Setelah tahu yang benar, pemimpin harus bertindak benar dengan integrasi moral tak mudah goyah.
12) Belajar dari Local Wisdom Melayu
Beginilah kerja seorang pemimpin: Yang berbonggol ditarahnya Yang kesat diampelasnya Yang menjungkat diratakannya Yang miang dikikisnya Yang melintang diluruskannya Yang menyalah dibetulkannya Yang tidur dijagakannya Yang lupa diingatkannya Yang sesat diurutkannya Yang hilang disawangnya
Pemimpin itu ibarat pokok kayu di tengah padang
Tempat beramu besar dan kecil Rimbun daun tempat berteduh Kuatnya dahan tempat bergantung Besar batang tempat bersandar Kokoh uratnya tempat bersilang