Anda di halaman 1dari 29

MODUL 2

REGULASI PETERNAKAN DI INDONESIA DAN PRINSIP-PRINSIP


DASAR PENGEMBANGAN TERNAK
( KESESUAIAN IKLIM DENGAN ASPEK ZOOTEKNIS)

2.1. PENDAHULUAN.
Usaha peternakan selalu berpedoman pada segi tiga produksi peternakan yang
meliputi bibit, pakan dan manajemen pemeliharaan. Ketiga faktor tersebut harus dalam
keadaan yang seimbang agar produktifitas yang diperoleh dapat seoptimal mungkin.
Berdasarkan konsep segi tiga produksi peternakan dalam upaya mendukung peningkatan
populasi, maka ketersediaan bahan pakan memegang peranan penting untuk dapat hidup,
melakukan produksi dan bereproduksi dengan baik.
Lingkungan yang mempengaruhi ternak itu adalah sesuatu benda yang tampak
maupun yang tidak tampak yang ada di sekitar, yang tampak dapat berupa pakan, ternak
lain dan sebagainya sedangkan yang tidak tampak dapat berupa udara, angin,
kelembaban, suhu dan sebagainya.
Hewan ternak akan hidup dengan nyaman apabila berada di daerah yang memiliki
iklim ideal yang sesuai dengan spesies mereka. Apabila hewan hidup di lingkungan yang
bersuhu kritis (suhu diatas atau dibawah normal) maka hewan akan dipaksa untuk
beradaptasi. Akibatnya, hewan akan mengalami stress, yang akhirnya kembali kepada
tingkat pertumbuhan dari hewan ternak tersebut. Faktor lingkungan yang langsung
berpengaruh pada kehidupan ternak adalah iklim.
Pembangunan dan pengembangan peternakan sebagai satu sub sektor dari sektor
pertanian dalam arti luas, memerlukan dasar hukum untuk mendukung keterlaksanaan
(enforcement) dari berbagai peraturan yang pada gilirannya menjamin tercapainya
berbagai tujuan pembangunan yang telah dan akan direncanakan. Dalam sejarah
perkembangan peternakan yang bermula dari zaman penjajahan Belanda sampai saat ini
dapat dicatat berbagai peraturan/perundang-undangan yang merupakan tonggak-tonggak
sejarah yang penting dalam menentukan arah pengembangan peternakan di Indonesia.
Beberapa peraturan lama tersebut ada yang masih perlu dipertahankan setelah mengalami
beberapa perubahan, antaranya ada yang diganti dengan peratueran yang lebih sesuai
dengan perkembangan dan kemajuan peternakan.
Topik ini bermanfaat bagi mahasiswa yakni sebagai informasi awal dalam
mempelajari mata kuliah manajemen lingkungan ternak, manajemen tanaman pakan,

28
sumberdaya genetik dan pengembangan ternak lokal, Undang-undang dan Kebijakan
Pembangunan Peternakan dan beberapa mata kuliah lainnya, setelah mempelajari modul
ini mahasiswa akan dapat menjelaskan prinsip-prinsip dasar pengembangan ternak
(kesesuaian iklim dengan aspek zooteknis) dan regulasi peternakan di Indonesia,
selanjutnya mahasiswa diberikan materi lanjutan berupa taksonomi bangsa /jenis ternak
yang didomestikasi.

2.2. PENYAJIAN
2.2.1. Arti, Asas dan Tujuan Peternakan.
Sejak awal Pembangunan Jangka Panjang Tahap I (PJPT I) tahun 1969 – 1993,
dtetapkan dalam strategi pembangunan nasional bahwa sektor pertanian adalah sebagai
penggerak pembangunan nasional (Agriculture Led Development Strategy) dan telah
mengahasilkan (1) pertumbuhan perekonomian nasional lebih dari 5 % setiap tahun, (2)
menurunnya jumlah orang miskin (absolut maupun persentase), (3) perubahan struktur
perekonomian nasional ( dari pertanian menuju industri ) dan yang paling penting adalah
meningkatnya tarap hidup masyarakat Indonesia secara keseluruhan yang bisa dilihat
dari berbagai indikator kesejahteraan. Dengan landasan yang diciptakan pada PJPT I
maka pada PJPT II, agroindustri ditetapkan sebagai sebagai unsur penarik dan pendorong
pembangunan (Agroindustry Led Development Strategy).
Adapun tujuan pembangunan peternakan adalah sebagai berikut : (1)
meningkatkan kesejateraan peternak, lewat peningkatan pendapatan yang diperoleh
melalui peningkatan kualitas dan produktivitas sumberdaya masyarakat peternak, (2)
meningkatkan produksi ternak untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri yang
terjangkau masyarakat, pemnyediaan bahan indutri dan ekspor, (3) meningkatkan
kualitas bahan pangan dan gizi masyarakat lewat diversifikasi produk bahan pangan
hewani asal ternak, (4)mengembangkan agribisnis peternakan untuk mendorong
peningkatan pendapatan dan perluasan kesempatan kerja dan berusaha di pedesaan, (5)
optimalisasi pemanfaatan sumberdaya alam untuk memperoleh manfaat bagi
peningkatan produksi ternak dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan.
Dalam kaitan menuju era industrialisasi berbasis peternakan maka harus ada
kesadaran dari (1) konsumen lokal/domestik/internasional, sebagai penarik yang
menimbulkan permintaan, (2) dari aparat birokrasi (sebagai pencipta-pendorong iklim
berkembangnya budidaya industri sekaligus sebagai pengawas untuk mencapainya), dan
(3) peternak dan produsen input peternakan (sebagai pelaku yang harus senantiasa

29
memenuhi kebutuhan konsumen yang selalu meningkat/beragam baik dari kuantitas
maupun kualitas).
Dibidang peternakan prasyarat mengenai keteratuan, keseragaman, kesinam
bungan serta ketepatan waktu penyediaan produk harus dipenuhi pada setiap
subsistemnya. Dengan kata lain, subsistem(1) budidaya/production, (2) pengadaan sarana
produksi ternak (sapronak)/ input factor, (3) industri pengolahan / proccesing, (4)
pemasaran /marketing dan (5) jasa-jasa kelembagaan /supporting institution harus
mampu memenuhi prasyarat tersebut. Kelima subsistem ini harus dipandang sebagai satu
kesatuan yang harus ditangani serta dibina secara simultan dan komprehensif sehingga
pada akhirnya akan diperoleh produk peternakan yang teratur, seragam,
berkesinambungan serta tepat waktu, hal ini akan terwujud jika setiap subsistem
memenuhi prasyarat industrialisasi. Khusus menyangkut sub sektor peternakan ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menuju era industrialisasi, dibidang
budidaya (on farm) hal tersebut menyangkut (1) penyediaan bibit, (2) pakan dan (3)
sistim pengelolaan. Pada beberapa jenis komoditi produk asal ternak ( telur, dan daging
ayam ras, susu, serta daging sapi asal bibit impor) sudah mengarah pada era
industrialisasi. Faktor lain yang perlu diperhatikan adalah penentuan adanya jenis produk
yang menjadi unggulan, yang tidak hanya kompetitif dipasar domestik tetapi juga dipasar
internasional.
Sesuai dengan hakekat pembangunan yaitu “ menggerakkan sumberdaya aktif
(manusia) dengan akhlak, akal (teknologi) dan pengorganisasian yang baik, maka akan
mampu memanfaatkan dan mengubah sumberdaya pasif (lahan, sarana produksi, modal)
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat “ maka dipandang perlu untuk memperluas
pengertian/pemahaman tentang hewan.
Menurut Undang-Undang nomor 6 tahun 1967 tentang ketentuan- ketentuan
pokok peternakan dijelaskan beberapa istilah sebagai berikut:
1. Hewan adalah semua binatang yang hidup di darat, baik yang dipelihara atau
yang masih liar.
2. Hewan piara adalah hewan yang cara hidupnya sebagian ditentukan oleh manusia
untuk maksud tertentu.
3. Ternak adalah hewan piara yang tempatnya, reproduksinya, pemeliharaannya dan
hasilnya telah dikelola oleh manusia.
• Berdasarkan golongan hewan, ternak dibagi menjadi:
1. Ternak besar yaitu lembu/sapi, kerbau dan kuda.
2. Ternak kecil yaitu kambing, biri-biri dan babi.
3. Ternak unggas yaitu ayam, bebek, angsa dan kalkun.

30
• Berdasarkan output, ternak dibagi menjadi:
1. Ternak perah/susu yaitu sapi, kerbau, kambing, biri-biri.
2. Ternak daging yaitu semua ternak besar+ternak kecil dan ayam broiler.

Ada pula istilah ternak dwi guna misalnya ternak sapi potong yang berguna
sebagai sumber daging dan sumber tenaga kerja (dalam pengolahan lahan dan
transportasi). Ayam dwiguna artinya dia sebagai ayam petelur dan sebagai sumber
daging. Berdasarkan sumber gizi makanan manusia maka ternak dibagi menjadi ternak
penghasil daging, penghasil susu dan telur. Akhir-akhir ini dalam pertanian rakyat, hasil
ikutan ternak yakni pupuk kandang sangat berperan dalam menaikkan produksi.
Hewan sebagai makhluk Tuhan YME mempunyai fungsi ganda yaitu sebagai
sumberdaya alam dan sebagai sumberdaya pembangunan. Sebagai sumberdaya alam,
hewan merupakan makhluk karunia Tuhan YME yang wajib dimanfaatkan untuk
sebesar-besarnya kesejahteraan manusia lahir dan batin, karenanya diperlukan
perlindungan dan dijamin kelestarian pemanfaatannya.
Sebagai sumberdaya pembangunan, hewan yang kehidupannya diatur oleh
manusia untuk tujuan produktif ( bahan pangan asal ternak, tenaga kerja dan bahan
sandang ) disebut ternak. Segala aktifitas manusia yang berkaitan dengan pengelolaan
ternak disebut peternakan, dan mengatisipasi tuntutan yang semakin meningkat,
peternakan dapat dipandang sebagai industri biologis, sehingga dalam membangun
peternakan pada hakekatnya adalah menggerakkan empat aspek utama yaitu : peternak,
ternak, lahan dan teknologi.
Menurut Undang-Undang No.6 Tahun 1967 Tentang Peternakan dan Kesehatan
Hewan Pasal 8, Tujuan peternakan adalah sebagai berikut Peternakan diselenggarakan
dengan tujuan untuk:
a) Mencukupi kebutuhan rakyat akan protein-hewani dan lain-lain bahan, yang berasal
dari ternak yang bermutu tinggi;
b) Mewujudkan terbentuknya dan perkembangannya industri dan perdagangan bahan-
bahan, yang berasal dari ternak;
c) Mempertinggi penghasilan dan taraf hidup rakyat terutama rakyat petani-peternak;
d) Mencukupi kebutuhan akan tenaga pembantu bagi usaha pertanian dan
pengangkutan;
e) Mempertinggi daya-guna tanah.

Peraturan Pemerintah No: 16 tahun 1977 tentang usaha peternakan, BAB II


tentang wilayah usaha dan jenis peternakan pasal 3ayat (1) maka, jenis peternakan dapat
digolongkan menjadi:

31
a. Peternakan Unggas, yang terdiri dari bidang:
a.1. Peternakan ayam telur;
a.2. Peternakan ayam daging;
a.3. Peternakan ayam bibit;
a.4. Peternakan unggas lainnya.
b. Peternakan kambing dan domba;
c. Peternakan babi;
d. Peternakan sapi potong;
e. Peternakan kerbau potong;
f. Peternakan sapi perah;
g. Peternakan kerbau perah;
h. Peternakan kuda.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2009 Tentang


Peternakan Dan Kesehatan Hewan, Bab II Asas dan Tujuan, pasal 3 bahwa Pengaturan
penyelenggaraan peternakan dan kesehatan hewan bertujuan untuk:
1. Mengelola sumber daya hewan secara bermartabat, bertanggung jawab, dan
berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat;
2. Mencukupi kebutuhan pangan, barang, dan jasa asal hewan secara mandiri,
berdaya saing, dan berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan peternak dan
masyarakat menuju pencapaian ketahanan pangan nasional;
3. Melindungi, mengamankan, dan/atau menjamin wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia dari ancaman yang dapat mengganggu kesehatan atau
kehidupan manusia, hewan, tumbuhan, dan lingkungan;
4. Mengembangkan sumber daya hewan bagi kesejahteraan peternak dan
masyarakat;
5. Memberi kepastian hukum dan kepastian berusaha dalam bidang peternakan dan
kesehatan hewan.

Selanjutnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009, Peternakan dan


Kesehatan Hewan, Bab II, Asas dan Tujuan.,Pasal 2, bahwa
(1) Peternakan dan kesehatan hewan dapat diselenggarakan di seluruh wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dilaksanakan secara tersendiri
dan/atau melalui integrasi dengan budi daya tanaman pangan, hortikultura,
perkebunan, perikanan, kehutanan, atau bidang lainnya yang terkait.
(2) Penyelenggaraan peternakan dan kesehatan hewan berasaskan kemanfaatan dan
keberlanjutan, keamanan dan kesehatan, kerakyatan dan keadilan, keterbukaan
dan keterpaduan, kemandirian, kemitraan, dan keprofesionalan.

2.2.2. Syarat-syarat peternak


Menurut Undang-undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan, Bab I Ketentuan Umum, pasal 1e. Peternak
ialah orang atau badan hukum dan atau buruh peternakan, yang matapencahariannya
sebagian atau seluruhnya bersumber kepada peternakan; dan menurut UU Nomor 18
tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Bab I, Ketentuan Umum, Pasal 1 ayat 14,

32
Peternak adalah perorangan warga negara Indonesia atau korporasi yang melakukan
usaha Peternakan.Untuk menjadi peternak diperlukan hal-hal sebagai berikut :
2.2.2.1. Bakat
Setiap orang pasti mempunyai bakat yang berbeda. Ada orang yang punya bakat
bertani, beternak, berdagang, menulis, melukis dan lain sebagainya. Bakat atau minat
sangat dibutuhkan dalam menekuni suatu bidang pekerjaan terutama dunia ternak.
Mengapa? Karena yang diurusi bukanlah jasa atau barang mati melainkan benda hidup
yang mudah stress dan lainnya. Dengan modal bakat akan membuat seseorang lebih ulet
dan sabar dengan bidang pekerjaan yang ditekuninya.
2.2.2.2. Dukungan keluarga dan masyarakat.
Sangat diperlukan dukungan baik dari pihak keluarga atau masyarakat sekitar.
Karena beternak akan menimbulkan polusi berupa bau amoniak yang mengganggu
lingkungan sekitar. Jangan asal usaha tanpa memperdulikan lingkungan sekitar sehingga
jangan pula disalahkan kalau suatu saat terjadi protes warga sekitar. Di samping itu juga
kita perlu meminimalkan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan seperti sering
kehilangan ternak, ternak diracuni, ternak diganggu yang pada intinya akan merugikan
diri kita sendiri.
2.2.2.3. Modal
Hampir semua sektor usaha membutuhkan modal. Namun untuk memulai
beternak itik janganlah kendala modal menjadi penghalang utama. Sekarang sudah
banyak bentuk usaha peminjaman modal dalam bentuk kemitraan atau lainnya. Anda bisa
mencari informasi tentang model kemitraan itik di sekitar tempat tinggal anda. Tetapi
ingat, jangan sekali-kali mencari modal dengan berhutang kepada seseorang atau
lembaga yang berbuntut riba. Karena walaupun anda yakin usaha anda nantinya akan
berhasil tapi keadaan yang akan datang diluar kehendak kita. Maka untuk lebih hati-hati,
apabila telah ada bakat dan keinginan kuat untuk memulai beternak cobalah mencari
informasi tentang permodalan.
2.2.2.4. Pengalaman
Peternak yang dengan segenap kemampuan usaha dan waktunya akan
mempunyai pengalaman yang berbeda dengan peternak yang hanya memikirkan
keuntungan belaka. Seorang peternak yang berpengalaman akan mengetahui dengan teliti
karakteristik ternak yang dipeliharanya. Apa makanan kesukaannya (palatability),
perilaku yang disukai ternak, dan kenyamanan ternak. Dengan memperhatikan kebutuhan

33
ternak dengan seksama diharapkan ternak tersebut mampu menampilkan produksi
terbaiknya buat kita dan tentu keuntungan kita akan bertambah.
2.2.2.5. Sayang dengan ternak
Jangan anggap hewan itu tidak mempunyai perasaan dan lain sebagainya.
Ungkapan yang ada selama ini di masyarakat sepertinya hewan itu hanya mempunyai
nafsu. Kalau anda tidak percaya derngan hal ini cobalah membuat suatu percobaan
dengan ternak anda, misal anda yang akan beternak itik, cobalah perlakukan satu
kandang itik dengan lemah lembut dan yang satu dengan acuh tak acuh. Kami yakin hasil
produksi yang didapat akan sangat nyata berbeda.
2.2.2.6. Informasi sebelum beternak
Tidak ada salahnya kalau anda yang punya tekad untuk memulai usaha baru
dengan beternak atau apa saja untuk bertanya kepada yang sudah berhasil tentang cara
mencapai kesuksesan. Informasi sebelum beternak bisa anda dapatkan baik melalui
diskusi atau konsultasi. Tetapi perlu diingat dalam mencari informasi, carilah informasi
kepada pihak-pihak yang tepat. Suatu contoh, anda memutuskan bertanya kepada
tetangga anda yang sudah beternak bertahun-tahun sedang anda tahu bahwa tetangga
anda tidak senang kalau ada peternak baru diwilayahnya.

2.2.3. Terminologi dalam Peternakan


Berdasarkan Permentan Nomor 54 tahun 2006 dan UU nomor 18 tahun 2009
tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, BAB 1 pasal 1, ketentuan umum adalah
sebagai berikut :
1. Alat dan mesin kesehatan hewan adalah peralatan kedokteran hewan yang
disiapkan dan digunakan untuk hewan sebagai alat bantu dalam pelayanan
kesehatan hewan.
2. Alat dan mesin peternakan adalah semua peralatan yang digunakan berkaitan
dengan kegiatan peternakan dan kesehatan hewan, baik yang dioperasikan
dengan motor penggerak maupun tanpa motor penggerak.
3. Bahan pakan adalah bahan hasil pertanian, perikanan, peternakan, atau bahan
lainnya yang layak dipergunakan sebagai pakan, baik yang telah diolah maupun
yang belum diolah.
4. Bakalan hewan yang selanjutnya disebut bakalan adalah hewan bukan bibit yang
mempunyai sifat unggul untuk dipelihara guna tujuan produksi.
5. Benih hewan yang selanjutnya disebut benih adalah bahan reproduksi hewan
yang dapat berupa semen, sperma, ova, telur tertunas, dan embrio.
6. Benih jasad renik adalah mikroba yang dapat digunakan untuk kepentingan
industri pakan dan/atau industri biomedik veteriner.

34
7. Bibit hewan yang selanjutnya disebut bibit adalah hewan yang mempunyai
sifatunggul dan mewariskan serta memenuhi persyaratan tertentu untuk
dikembangbiakkan.
8. Bibit sapi Bali adalah sapi potong bibit yang memenuhi persyaratan klasifikasi,
spesifikasi dan persyaratan mutu tertentu yang dibudidayakan untuk bibit dan
memiliki daya produksi dan reproduksi yang baik
9. Bibit dasar (foundation stock = FS) adalah bibit hasil dari suatu proses
pemuliaan dengan spesifikasi bibit yang mempunyai silsilah dan telah melalui
uji performans dan uji zuriat
10. Bibit induk (breeding stock = BS) adalah bibit yang mempunyai silsilah untuk
menghasilkan bibit sebar
11. Bibit sebar(comersial stock = CS) adalah bibit untuk digunakan dalam proses
produks.
12. Bibit niaga (final stock) ayam ras tipe pedaging adalah bibit ayam ras hasil
produksi pembibitan ayam bibit induk (parent stock) yang memenuhi
persyaratan sesuai ketentuan yang berlaku untuk tipe pedaging.
13. Biomedik adalah penyelenggaraan medik veteriner di bidang biologi farmasi,
pengembangan sains kedokteran, atau industri biologi untuk kesehatan dan
kesejahteraan manusia.
14. Dokter Hewan adalah orang yang memiliki profesi di bidang kedokteran hewan,
sertifikat kompetensi, dan kewenangan medik veteriner dalam melaksanakan
pelayanan kesehatan hewan.
15. Dokter hewan berwenang adalah dokter hewan yang ditunjuk oleh Menteri,
gubernur, atau bupati atau walikota sesuai dengan kewenangannya berdasarkan
jangkauan tugas pelayanannya dalam rangka penyelenggaraan kesehatan hewan
16. Galur adalah sekelompok individu ternak dalam satu rumpun yang
dikembangkan untuk tujuan pemuliaan dan/atau karakteristik tertentu..
17. Hewan adalah binatang atau satwa yang seluruh atau sebagian dari siklus
hidupnya berada di darat, air, dan/atau udara, baik yang dipelihara maupun yang
di habitatnya.
18. Hewan peliharaan adalah hewan yang kehidupannya untuk sebagian atau
seluruhnya bergantung pada manusia untuk maksud tertentu.
19. Inseminasi buatan adalah teknik memasukkan mani atau semen ke dalam alat
reproduksi ternak betina sehat untuk dapat membuahi sel telur dengan
menggunakan alat inseminasi dengan tujuan agar ternak bunting.
20. Kastrasi adalah tindakan mencegah berfungsinya testis dengan jalan
menghilangkan atau menghambat fungsinya.
21. Kawasan penggembalaan umum adalah lahan negara atau yang disediakan
Pemerintah atau yang dihibahkan oleh perseorangan atau perusahaan yang
diperuntukkan bagi penggembalaan ternak masyarakat skala kecil sehingga
ternak dapat leluasa berkembang biak.
22. Kawasan sumber bibit adalah wilayah yang mempunyai kemampuan dalam
pengembangan bibit ternak dari rumpun tertentu baik murni maupun
persilangan secara terkonsentrasi sesuai denganagroekosistem, pasar, dukungan

35
sarana dan prasarana yang tersedia.
23. Kesehatan hewan adalah segala urusan yang berkaitan dengan perawatan
hewan, pengobatan hewan, pelayanan kesehatan hewan, pengendalian dan
penanggulangan penyakit hewan, penolakan penyakit, medik reproduksi, medik
konservasi, obat hewan dan peralatan kesehatan hewan, serta keamanan pakan.
24. Kesehatan masyarakat veteriner adalah segala urusan yang berhubungan dengan
hewan dan produk hewan yang secara langsung atau tidak langsung
memengaruhi kesehatan manusia.
25. Kesejahteraan hewan adalah segala urusan yang berhubungan dengan keadaan
fisik dan mental hewan menurut ukuran perilaku alami hewan yang perlu
diterapkan dan ditegakkan untuk melindungi hewan dari perlakuan setiap orang
yang tidak layak terhadap hewan yang dimanfaatkan manusia.
26. Medik konservasi adalah penerapan medik veteriner dalam penyelenggaraan
kesehatan hewan di bidang konservasi satwa liar.
27. Medik reproduksi adalah penerapan medik veteriner dalam penyelenggaraan
kesehatan hewan di bidang reproduksi hewan.
28. Medik veteriner adalah penyelenggaraan kegiatan praktik kedokteran hewan.
29. Menteri adalah menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang
peternakan dan kesehatan hewan.
30. Obat hewan adalah sediaan yang dapat digunakan untuk mengobati hewan,
membebaskan gejala, atau memodifikasi proses kimia dalam tubuh yang
meliputi sediaan biologik, farmakoseutika, premiks, dan sediaan alami.
31. Pakan adalah bahan makanan tunggal atau campuran, baik yang diolah maupun
yang tidak diolah, yang diberikan kepada hewan untuk kelangsungan hidup,
berproduksi, dan berkembang biak.
32. Pembibitan adalah kegiatan budidaya menghasilkan bibit ternak untuk
keperluan sendiri atau untuk diperjualbelikan.
33. Otoritas veteriner adalah kelembagaan Pemerintah dan/atau kelembagaan yang
dibentuk Pemerintah dalam pengambilan keputusan tertinggi yang bersifat
teknis kesehatan hewan dengan melibatkan keprofesionalan dokter hewan dan
dengan mengerahkan semua lini kemampuan profesi mulai dari
mengindentifikasikan masalah, menentukan kebijakan, mengoordinasikan
pelaksana kebijakan, sampai dengan mengendalikan teknis operasional di
lapangan.
34. Pemuliaan ternak adalah rangkaian kegiatan untuk mengubah komposisi genetik
pada sekelompok ternak dari status rumpun atau galur guna mencapai tujuan
tertentu.
35. Pemurnian adalah upaya untuk mempertahankan rumpun dari jenis (spesies)
ternak tertentu.
36. Penyakit hewan adalah gangguan kesehatan pada hewan yang antara lain,
disebabkan oleh cacat genetik, proses degeneratif, gangguan metabolisme,
trauma, keracunan, infestasi parasit, dan infeksi mikroorganisme patogen
seperti virus, bakteri, cendawan, dan ricketsia.

36
37. Penyakit hewan menular adalah penyakit yang ditularkan antara hewan dan
hewan; hewan dan manusia; serta hewan dan media pembawa penyakit hewan
lainnya melalui kontak langsung atau tidak langsung dengan media perantara
mekanis seperti air, udara, tanah, pakan,peralatan, dan manusia; atau dengan
media perantara biologis seperti virus, bakteri, amuba, atau jamur.
38. Penyakit hewan strategis adalah penyakit hewan yang dapat menimbulkan
kerugian ekonomi, keresahan masyarakat, dan/atau kematian hewan yang
tinggi.
39. Persilangan adalah cara perkawinan, dimana perkembangbiakan ternaknya
dilakukan dengan jalan perkawinan antara hewan-hewan dari satu spesies tetapi
berlainan rumpun.
40. Perusahaan peternakan adalah orang perorangan atau korporasi, baik yang
berbentuk badan hukum maupun yang bukan badan hukum, yang didirikan dan
berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
mengelola usaha peternakan dengan kriteria danskala tertentu.
41. Peternakan adalah segala urusan yang berkaitan dengan sumber daya fisik,
benih, bibit dan/atau bakalan, pakan, alat dan mesin peternakan, budi daya
ternak, panen, pascapanen, pengolahan, pemasaran, dan pengusahaannya.
42. Petugas berwenang adalah dokter hewan pemerintah yang diberi kewenangan
oleh gubernur/bupati/walikota untuk melaksanakan tindakan kesehatan hewan
dan menerbitkan surat keterangan kesehatan hewan
43. Produk hewan adalah semua bahan yang berasal dari hewan yang masih segar
dan/atau telah diolah atau diproses untuk keperluan konsumsi, farmakoseutika,
pertanian, dan/atau kegunaan lain bagi pemenuhan kebutuhan dan kemaslahatan
manusia.
44. Rumpun adalah sekelompok ternak yang mempunyai ciri dan karakteristik luar
serta sifat keturunan yang sama dari satu spesies.
45. Rumpun hewan yang selanjutnya disebut rumpun adalah segolongan hewan dari
suatu spesies yang mempunyai ciri-ciri fenotipe yang khas dan dapat diwariskan
pada keturunannya.
46. Satwa liar adalah semua binatang yang hidup di darat, air, dan/atau udara yang
masih mempunyai sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara
oleh manusia.
47. Seleksi adalah kegiatan memilih tetua untuk menghasilkan keturunan melalui
pemeriksaan dan/atau pengujian berdasarkan kriteria dan tujuan tertentu dengan
menggunakan metoda atau teknologi tertentu.
48. Sertifikasi bibit adalah proses penerbitan sertifikat bibit setelah melalui
pemeriksaan, pengujian dan pengawasan serta memenuhi semua persyaratan
untuk diedarkan.
49. Silsilah adalah catatan mengenai asal-usul keturunan ternak yang meliputi
nama, nomor dan performan dari ternak dan tetua penurunnya.
50. Sistem kesehatan hewan nasional yang selanjutnya disebut Siskeswanas adalah
tatanan unsur kesehatan hewan yang secara teratur saling berkaitan sehingga
membentuk totalitas yang berlaku secara nasional.

37
51. Spesies adalah sekelompok ternak yang memiliki sifat-sifat genetik sama,
dalam kondisi alami dapat melakukan perkawinan danmenghasilkan keturunan
yang subur.
52. Sumber daya genetik adalah material tumbuhan, binatang, atau jasad renik yang
mengandung unit-unit yang berfungsi sebagai pembawa sifat keturunan, baik
yang bernilai aktual maupun potensial untuk menciptakan galur, rumpun, atau
spesies baru.
53. Teknologi kesehatan hewan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan
pengembangan dan penerapan ilmu, teknik, rekayasa, dan industri di bidang
kesehatan hewan.
54. Tenaga kesehatan hewan adalah orang yang menjalankan aktivitas di bidang
kesehatan hewan berdasarkan kompetensi dan kewenangan medik veteriner
yang hierarkis sesuai dengan pendidikan formal dan/atau pelatihan kesehatan
hewan bersertifikat.
55. Ternak adalah hewan peliharaan yang produknya diperuntukan sebagai
penghasil pangan, bahan baku industri, jasa, dan/atau hasil ikutannya yang
terkait dengan pertanian.
56. Ternak lokal adalah ternak hasil persilangan atau introduksi dari luar yang telah
dikembangbiakkan di Indonesia sampai generasi kelima atau lebih yang
teradaptasi pada lingkungan dan/atau manajemen setempat.
57. Uji performan adalah pengujian untuk memilih ternak bibit berdasarkan sifat
kualitatif dan kuantitatif meliputi pengukuran, penimbangan dan penilaian.
58. Uji zuriat (progeny testing) adalah metoda pengujian untuk mengetahui mutu
genetik calon pejantan berdasarkan anak keturunannya.
59. Unit pembibitan ternak adalah wilayah sumber bibit dasar (foundation stock) dan
bibit induk (breeding stock) yang dilengkapi dengan stasiun uji performan.
60. Usaha di bidang kesehatan hewan adalah kegiatan yang menghasilkan produk
dan jasa yang menunjang upaya dalam mewujudkan kesehatan hewan.
61. Usaha di bidang peternakan adalah kegiatan yang menghasilkan produk dan jasa
yang menunjang usaha budi daya ternak.
62. Veteriner adalah segala urusan yang berkaitan dengan hewan dan penyakit
hewan.
63. Village Breeding Center yang selanjutnya disingkat VBC adalah suatu kawasan
pengembangan peternakan yang berbasis pada usaha pembibitan ternak rakyat
yang tergabung dalam kelompok peternak pembibit.
64. Wilayah Sumber Bibit Ternak adalah suatu agroekosistem yang tidak dibatasi
oleh administrasi pemerintahan dan mempunyai potensi untuk pengembangan
bibit ternak dari spesies atau rumpun tertentu.
65. Zoonosis adalah penyakit yang dapat menular dari hewan kepada manusia atau
sebaliknya

38
2.2.4. Iklim
Iklim merupakan faktor penentu ciri khas dan pola hidup dari suatu ternak.
Misalnya, ternak pada daerah tropik tidak sama dengan ternak yang berada di daerah
subtropis. Namun, pada saat ini hal tersebut telah mampu di atasi dengan penyesuaian
pengaturan suhu tubuh secara langsung yakni menggunakan Air Condition (AC) untuk
beternak. Hal ini ditempuh karena panasnya iklim yang tidak memungkinkan ternak sub-
tropis berproduksi secara normal. Dengan mengambil metode penyesuaian suhu tersebut
maka didapati bahwa dengan penyesuain suhu lingkungan ternak dapat dihasilkan
produksi yang maksimal bahkan dapat melebihi hasil yang diperoleh di daerah asal.
Iklim sangat berpengaruh terhadap hewan ternak. Beberapa ahli mempelajari
pengaruh iklim terhadap objek yang spesifik, diantaranya iklim berpengaruh terhadap
bentuk tubuh (Hukum Bergmann), insulasi pelindung atau kulit dan bulu (Hukum
Wilson), warna (Hukum Gloger), tubuh bagian dalam/internal (Hukum Claude Bernard),
dan kesehatan dan produksi ternak. Radiasi sinar matahari terhadap hewan ternak dapat
menimbulkan dua bentuk gangguan umum, yaitu mutasi gen oleh radiasi kosmik dan
kerusakan sel kulit oleh sinar ultra violet pada proses 'sunburn'. Hewan ternak
mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan iklim.
Penelitian pada pengaruh langsung iklim pada ternak telah didapatkan dari 2
sumber: pengamatan yang langsung ternak di lapangan dan pengamatan tehadap ternak
yang dipelihara di laboratorium atau di kamar psychrometric. Kerugian pengamatan
langsung di lapangan adalah sukar menyelenggarakan percobaan lapangan yang cukup
terkontrol, sedangkan kerugian pengamatan dengan memakai kamar psychrometric yaitu
tidak banyak ternak yang dapat diselidiki pada waktu tertentu padahal sudah diketahui
bahwa ada perbedaan-perbedaan yang besar antar spesies (Findlay, 1954), di antara
bangsa atau tipe, bahkan di antara species (Worstell dan Brody, 1953) dan juga antara
individu dalam satu breed (Payne dan Hancock, 1953) dan terhadap kemampuan mereka
bertahan pada pengaruh langsung iklim.
Semua ternak domestik termasuk hewan berdarah panas (homeotherm) yang
berarti ternak yang selalu berusaha mempertahankan suhu tubuhnya pada kisaran yang
paling cocok untuk terjadinya aktivitas biologis yang optimum. Kisaran yang normal
pada jenis mamalia adalah 37-39oC, sedangkan pada burung adalah 30-40oC dengan
beberapa pengecualian. Untuk mempertahankan suhu tubuhnya terhadap suhu
lingkungan yang sangat bervariasi, ternak domestik harus mempertahankan kese-

39
imbangan panas antara panas yang diproduksi oleh tubuh atau panas yang didapat dari
lingkungannya dengan panas yang hilang ke lingkungannya.
Pengaruh iklim yang tidak langsung pada ternak terutama pada kuantitas dan
kualitas makanan yang tersedia bagi ternak. Data dari hasil penelitian mengenai hal ini
telah disimpulkan oleh Payne (1969). Pengaruh tidak langsung dari iklim adalah penyakit
dan parasit, juga pengaruhnya pada penyimpanan hasil ternak.
Iklim di Indonesia pada umumnya tergolong panas dan lembab, dengan curah
hujan rata-rata diatas 1.800mm/tahun, kelembaban udara diatas 60%, serta perbedaan
suhu udara antara siang dan malam sekitar 2–5oC. Akan tetapi sesungguhnya ada
beberapa tipe iklim yang ada di Indonesia yaitu :
Tipe Iklim basah. Daerah dengan tipe ini memiliki suhu sedang dengan curah hujan
yang sangat tinggi yang menyebabkan kelembaban udara pun menjadi sangat tinggi.
Daerah ini biasanya memiliki hutan lebat dengan pepohonan dan semak-semak yang
tumbuh rapat. Di daerah ini pepohonan dapat tumbuh dengan cepat termasuk hijauan
pakan ternak. Oleh sebab itu daerah ini ketersediaan hijauan pakan ternak terjamin
sepanjang tahun. Akan tetapi, daerah seperti ini juga memiliki beberapa kekurangan
seperti : produk-produk hasil peternakan yang berkadar protein tinggi cepat membusuk
karena bakteri dan parasit hidup subur di daerah seperti ini.
Tipe Iklim Setengah Basah. Daerah ini memiliki suhu yang relatip tinggi pada musim
panas dan kelembaban yang rendah pada musim hujan. Umumnya merupakan padang
rumput dengan pepohonan lebat yang biasa disebut sebagai “Savana”. Contohnya adalah
daerah Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Nusa Tenggara Barat (NTB). Kekurangan dari
daerah ini untuk pemeliharaan ternak adalah tidak ada jaminan kontinuitas hijauan pakan
ternak.
Tipe Iklim Setengah Kering. Daerah ini ditandai dengan kelembaban yang rendah
karena matahari yang selalu bersinar cerah dengan curah hujan sedikit serta perbedaan
suhu antar siang dan malam cukup terasa. Umumnya berupa padang rumput berukuran
kecil diselingi dengan pepohonan yang terpencar-pencar atau biasa disebut sebagai
“Stepa”. Walaupun di daerah beriklim seperti ini, bakteri dan parasit tidak terlalu
mengganggu karena mudah diberantas, usaha peternakan tidak dapat berjalan dengan
baik karena ketersediaan air selalu menjadi masalah.
Tipe Iklim Kering. Pada tipe iklim ini, curah hujan sangat rendah sehingga tumbuhan
pun sangat jarang. Daerahnya ditandai dengan padang pasir. Daerah ini tidak
direkomendasikan untuk peternakan karena hijauan dan air sulit diperoleh.

40
Kondisi iklim di Indonesia berdasarkan gambaran curah hujan, Mohr (1933)
membagi daerah-daerah di Indonesia ke dalam 5 golongan, yaitu sebagai berikut :
1. Daerah basah, yakni daerah yang hampir setiap bulannya mempunyai curah hujan
minimal 60mm.
2. Daerah agak basah, yakni daerah dengan periode kering yang lemah dan terdapat
satu bulan kering.
3. Daerah agak kering, yaitu daerah-daerah yang mengalami bulan-bulan kering sekitar
3-4 bulan setiap tahunnya.
4. Daerah kering, yakni daerah yang mengalami bulan-bulan kering yang lamanya
mencapai 6 bulan.
5. Daerah sangat kering, yakni daerah dengan masa kekeringan yang panjang dan
parah.
Sementara Schmidt dan Ferguson (1951) membagi iklim di Indonesia menjadi 8
golongan, yaitu golongan A (sangat basah), golongan B (basah), golongan C (agak
basah), golongan D (sedang), golongan E (agak kering), golongan F (kering), golongan
G (sangat kering), dan golongan H (luar biasa kering).
Klasifikasi lingkungan berdasarkan tumbuhan dan hewan yang hidup dominan di
dalamnya, lingkungan hidup dapat digolongkan menjadi enam, yaitu kawasan tundra,
hutan berdaun jarum, hutan bermusim, hutan tropik basah, padang rumput dan padang
pasir. Secara umum, ada dua komponen lingkungan, yaitu abiotik dan biotik. Komponen
abiotik adalah semua unsur lingkungan yang tidak bernyawa yang bersifat fisik, kimia,
dan sosial, misalnya lahan, air, kandang dan nilai-nilai sosial budaya dan agama;
sedangkan komponen biotik adalah semua unsur hayati yang ada dalam kehidupan,
misalnya musim, tumbuh-tumbuhan, dan hewan lain.
Pada dasarnya faktor utama yang mempengaruhi tingkat produktivitas ternak atau
performance adalah lingkungan dan genetik. Sehingga lingkungan yang berhubungan
langsung dengan performance pada ternak merupakan faktor terpenting dalam penentuan
karakter atau sifat dari ternak. Pada umumnya lingkungan memiliki persentase yang lebih
tinggi dibanding genetik, yaitu 70% untuk lingkungan sedang genetik 30%. Sehingga
lingkungan mengambil bagian yang sangat penting dalam membentuk karakter ternak.
Iklim sendiri merupakan bagian terpenting dari penentuan status faali dari ternak.
Pengaruh langsung iklim terhadap ternak adalah pada produktivitasnya. Penentuan status
faali dari ternak sangat penting untuk diketahui karena dengan mengetahui status faali
pada ternak, kita dapat menentukan dan menemukan pengaruh lingkungan pada ternak.
Karena pada dasarnya dengan mengetahui temperatur lingkungan, kelembaban,
temperatur kulit, suhu tubuh, suhu rektal, respirasi dan denyut jantung, peternak akan
dapat mengetahui cara dan pengaruh buruk faktor-faktor iklim terhadap ternak serta

41
untuk mengetahui pada temperatur dan kelembaban berapa ternak memiliki produktivitas
yang baik dan efisien, maka oleh karena itu perlu adanya pengelolaan yang lebih lanjut
dan intensif.
Ternak merupakan hewan yang selalu berupaya mempertahankan temperatur
tubuhnya pada kisaran yang normal. Mount (1979) menyatakan apabila sapi diekspose
pada temperatur 45°C selama 5 jam sehari dalam 21 hari terus-menerus maka mulai hari
ke 10 sapi tersebut sudah dapat menyesuaikan diri dengan temperatur panas sehingga
temperatur tubuhnya akan sama seperti sebelum diekspose pada panas. Proses
mempertahankan temperatur tubuh tersebut tidak berjalan secara langsung tetapi melalui
proses yang bertahap.
Kelembaban udara dari suatu lingkungan kehidupan ternak merupakan salah satu
unsur iklim. Dimana kelembaban lingkungan mempengaruhi kesehatan ternak.
Kelembaban yang terlalu tinggi akan mempertinggi kejadian penyakit saluran pernapasan
yang pada gilirannya memakan biaya perawatan kesehatan yang tinggi pada usaha
produksi ternak. Kelembaban udara yang tinggi disertai suhu udara yang tinggi
menyebabkan meningkatnya frekuensi respirasi.
Di lingkungannya masing-masing jenis mahluk hidup itu tidaklah merupakan
kesatuan yang seragam (contohnya manusia), ada perbedaan ukuran tubuh, warna kulit,
sifatnya. Begitu juga ternak, seperti sifat unggul dari suatu hewan ternak kita dapat
menjumpai sifat ketahanan atau kepekaan nya dari suatu serangan penyakit. Perbedaan-
perbedaan sifat yang dimiliki oleh ternak dikarenakan oleh faktor bawaan.
Faktor lingkungan juga berpengaruh terhadap tingkah laku ternak. Bila suhu
lingkungan berada di atas atau di bawah comfort zone maka untuk mempertahankan suhu
tubuhnya ternak akan mengurangi atau atau meningkatkan laju metabolisme. Williamson
dan Payne (1968) menjelaskan, pada sapi tropik yang dipelihara pada suhu lingkungan di
atas 27°C mekanisme pengaturan panas aktif dan laju pernafasan dan penguapan
meningkat. Dan pada akhirnya dari serangkaian faktor lingkungan yang mempengaruhi
lingkungan ternak maka ternak akan menyesuaikan dirinya. Salah satunya yaitu toleransi
terhadap panas. Namun ternak juga memiliki batas toleransi terhadap panas tersebut atau
dengan kata lain bahwa daya tahan ternak terhadap panas itu terbatas
Produktivitas ternak dicerminkan oleh penampilannya (performance), sedangkan
penampilan ternak merupakan manifestasi pengaruh genetik dan lingkungan ternak
secara bersama. Penampilan ternak dalam setiap waktu adalah perpaduan dari sifat
genetik dan lingkungan yang diterimanya. Ternak dengan sifat genetik baik tidak akan

42
mengekspresikan potensi genetiknya tanpa didukung oleh lingkungan yang menunjang.
Bahkan telah diketahui bahwa dalam membentuk penampilan, lingkungan berpengaruh
lebih besar dari pada sifat genetik ternak.
Iklim, yang merupakan salah satu faktor lingkungan, selain berpengaruh langsung
terhadap ternak juga berpengaruh tidak langsung melalui pengaruhnya terhadap faktor
lingkungan yang lain. Selain itu berbeda dengan faktor lingkungan yang lain seperti
pakan dan kesehatan, iklim tidak dapat diatur atau dikuasai sepenuhnya oleh manusia.
Untuk memperoleh produktivitas ternak yang efisien, manusia harus “menyesuaikan“
dengan iklim setempat. Iklim yang cocok untuk daerah peternakan adalah pada klimat
semi-arid. Daerah dengan klimat ini ditandai dengan kondisi musim yang ekstrim,
dengan curah hujan rendah secara relatif dan musim kering yang panjang. Fluktuasi
temperatur di awal dan musim sangat besar, lengas udara sepanjang tahun kebanyakan
sangat rendah dan terdapat intensitas radiasi solar yang tinggi karena atmosfir yang
kering dan lagit yang cerah. Meskipun curah hujan keseluruhan berkisar antara 254
sampai 508mm, dapat terjadi lebat bila turun hujan tetapi kejadiannya sangat jarang.
Ternak sebagai mahluk hidup dalam mengarungi kehidupan ini tidak terlepas dari
pengaruh lingkungan sekitarnya, baik itu dalam kondisi lingkungan yang ramah maupun
yang tidak ramah. Kondisi lingkungan yang ramah, artinya nyaman dan serasi dapat
memberikan pengaruh positif terhadap produktivitas ternak, sedangkan bila kondisi yang
tidak nyaman maka poduktivitas ternak akan terganggu.
Produktivitas ternak pada dasarnya dipengaruhi oleh keadaan lingkungan dan
ternak itu sendiri. Kedua faktor tersebut dapat dimanipulasi oleh peternak dengan
meminimalkan kendala seoptimal mungkin. Lingkungan manusia dan ternak mempunyai
arti untuk kehidupan dan memproduksi hasil yang dikendalikan oleh beberapa faktor
seperti fisik, biologi, sosial-ekonomi, politik, dan agama.
2.2.5. Iklim dan Aspek Makanan.
Pakan merupakan aspek penting dalam usaha ternak selain bibit. Pada peternakan
ayam ras pedaging biaya pakan merupakan 55,6 – 66,6 persen dari total biaya produksi
(Saptana dan Rusastra, 2001). Peningkatan produksi ternak khususnya ternak ruminansia
akan berhasil dengan baik jika ketersediaan pakan hijauan sebagai sumber pakan dapat
dipenuhi secara kualitas dan kuantitas dan tersedia secara kontinyu. Hijauan makanan
ternak bersumber dari padang rumput alam atau dengan melakukan penanaman hijauan
makanan ternak. Jenis dan kualitas hijauan dipengaruhi oleh kondisi ekologi dan iklim di

43
suatu wilayah. Ketersediaan hijauan pakan ternak di Indonesia tidak tersedia sepanjang
tahun, dan hal ini merupakan suatu kendala yang perlu dipecahkan.
Ternak ruminansia sebagai penghasil daging dan susu dengan pakan utamanya
hijauan memiliki kendala dalam penyediaannya disebabkan oleh semakin berkurangnya
lahan/padang penggembalaan dan ketersediaan pakan hijauan sangat dipengaruhi oleh
musim. Musim kemarau jumlahnya kurang dan sebaliknya pada musim hujan melimpah
sehingga ketersediaan tidak kontinyu sepanjang tahun. Kecukupan pakan bagi ternak
yang dipelihara merupakan tantangan yang cukup serius dalam pengembangan
peternakan di Indonesia. Indikasi kekurangan pasokan pakan dan nutrisi ialah masih
rendahnya tingkat produksi ternak yang dihasilkan.
Persediaan makanan., faktor-faktor yang penting yang membatasi pertumbuhan
tanaman sehingga mengurangi kuantitas makanan yang tersedia adalah: suhu lingkungan,
curah hujan, panjangnya hari dan idenditas radiasi cahaya. Perbedaan yang paling nyata
dari pengaruh iklim ada pada daerah basah, kering dan agak kering yang menyebabkan
masalah besar pada makanan ternak, meskipun terdapat banyak pengecualian-
pengecualian sehingga perbedaan-perbedaan itu menjadi kabur pada daerah-daerah yang
beriklim sedang. Temperatur lingkungan mempengaruhi penggunaan energi yang
diperoleh ternak dari makanan, produksi panas, dan disipasi panas hewan ternak ke
lingkungannya.
Ketersediaan pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya suhu harian,
iklim, dan ketersediaan air tanah. Faktor tersebut sangat mempengaruhi ketersediaan
hijauan pakan ternak yang diharapkan kontinyu sepanjang tahun (Ridwan dan
Widyastuti, 2001). Dalam hal kualitas bahan baku pakan, iklim yang menyebabkan suhu
panas dan dingin yang berfluktuasi secara ektrem, menyebabkan penurunan kualitas
bahan baku pakan. Kontaminasi virus, bakteri dan jamur semakin pun semakin besar.
Karena pakan ternak merupakan bagian yang sangat penting dari usaha
peternakan (Umar, dkk., 1992) sehingga dalam usaha meningkatkan produktivitas ternak
maka salah satu upaya lain selain iklim adalah perbaikan mutu makanan ternak.
Pembuatan silase merupakan salah satu cara yang sangat berguna untuk tetap
menggunakan materi tanaman dengan kualitas nutrisi yang tinggi sebagai pakan ternak di
sepanjang waktu, tidak hanya untuk musim kemarau. Pengawetan hijauan segar atau
yang disebut silase diharapkan dapat mengatasi permasalahan kekurangan hijauan segar
terutama pada musim kemarau yang selanjutnya dapat memperbaiki produktivitas ternak.
Produktivitas ternak merupakan fungsi dari ketersediaan pakan dan kualitasnya.

44
Ketersediaan pakan dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya suhu harian, iklim,
dan ketersediaan air tanah.
Kekurangan hijauan segar sebagai pakan ternak sudah lama dirasakan oleh
peternak di Indonesia. Seringkali peternak menanggulanginya dengan cara memberikan
pakan seadanya yang diperoleh dengan mudah dari lingkungan di sekitarnya. Pemberian
pakan ternak yang seadanya sangat mempengaruhi produktivitas ternak,terlihat dari
lambatnya pertumbuhan atau minimnya peningkatan berat badan (BB) bahkan sampai
mengalami sakit. Pembuatan silase merupakan salah satu cara yang sangat berguna untuk
tetap menggunakan materi tanaman dengan kualitas nutrisi yang tinggi sebagai pakan
ternak di sepanjang waktu, tidak hanya untuk musim kemarau (Ohmomo et al., 2002a).
Pengawetan hijauan segar atau yang disebut silase diharapkan dapat mengatasi
permasalahan kekurangan hijauan segar terutama pada musim kemarau yang selanjutnya
dapat memperbaiki produktivitas ternak. Produktivitas ternak merupakan fungsi dari
ketersediaan pakan dan kualitasnya.
2.2.6. Iklim dan Manajemen / Pengelolaan.
Aspek manajemen antara lain meliputi pola kelembagaan usaha peternakan, skala
pengusahaan, dan lokasi usaha. Aspek ini tidak berkaitan langsung dengan teknik
produksi ternak, namun berpengaruh terhadap efisiensi usaha ternak yang dilakukan.
Keragaman aspek manajemen yang tinggi pada usaha peternakan rakyat merupakan
potensi untuk meningkatkan efisiensi usaha peternakan di Indonesia.
Aspek Pola Usaha: Pola usaha juga menentukan tingkat manajemen usaha. Peternak
yang mengikuti pola kemitraan manajemen usahanya akan lebih baik, karena peternak
tidak terlalu memikirkan bagaimana harus mengadakan sarana produksi peternakan dan
memasarkan hasil produksi dan juga lebih akses terhadap teknologi yang diterima
melalui mitranya. Sebaliknya pada pola mandiri, peternak harus memperhatikan semua
aspek agribisnis usahanya, sehingga peluang risiko yang diterima semakin tinggi. Pada
usaha ternak pola kemitraan ini banyak diaplikasikan dan sudah berkembang, misalnya
pada ternak ayam ras. Adanya krisis ekonomi pertengahan 1997 menyebabkan
terganggunya usaha ternak ayam ras akibat banyaknya komponen impor yang digunakan
pada usaha ini. Namur demikian menurut Saptana dan Rusastra (2000), usaha ternak
ayam ras dengan pola kemitraan masih layak untuk dikembangkan walaupun dengan
tingkat profitabilitas yang menurun akibat dari krisis tersebut. Pola mandiri sudah tidak
layak untuk dikembangkan kecuali pada usaha ayam ras petelur. Kasus pada usaha sapi
perah, banyak studi menyatakan bahwa rataan skala pengusahaan sapi perah induk di

45
berbagai sentra produksi susu segar berkisar 2 – 3 ekor tiap peternak. Padahal tingkat
efisiensi tertinggi dicapai pada skala pengusahaan 5 – 7 ekor (Swastika et al., 2000).
Untuk meningkatkan efisiensi tersebut diperlukan tambahan sapi induk yang dipelihara.
Selain disebabkan keterbatasan modal, kendala peningkatan skala usaha adalah
terbatasnya pemilikan lahan untuk kandang dan kebun rumput. Untuk mengatasi kendala
ini pada beberapa daerah dikembangkan konsep Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK)
dimana di dalam kawasan tersebut terdapat kandang, kebun rumput dan fasilitas lain
yang memadai.
Aspek Fisik: Bionomika ternak adalah ilmu yang mempelajari mengenai interaksi ternak
dengan lingkungannya yang menguntungkan ditinjau dari segi ekonomi bagi kehidupan
manusia/peternak. Aspek bionomika ternak sifatnya khusus, mengingat pada bionomika
ternak tidak hanya dilihat kesesuaian ternak dengan lingkungannya, namun dilihat pula
bagaimana aspek eknominya bagi peternak/manusia. Untuk lebih jelas dapat diartikan,
apabila peternak memelihara ternak pada kondisi lingkungan yang cocok bagi ternak,
juga harus diikuti dengan keuntungan ekonomi bagi peternak tersebut.
Lingkungan mempunyai pengaruh besar terhadap fungsi dari ternak yaitu
produksi. Banyak definisi yang dikemukakan bagaimana reaksi ternak jika terdapat
perubahan dalam lingkungan dan umumnya istilah adaptasi sering digunakan.
Iklim dan perkandangan dapat mempengaruhi proses pemeliharaan tubuh ternak,
proses reproduksi, dan proses produksi ternak yang tergantung pada kondisi satu atau
beberapa proses dapat dipengaruhinya. Jika lingkungan menjadi beban (stress) bagi
ternak maka yang pertama-tama dipengaruhi adalah proses pemeliharaan.
Pengaruh iklim secara langsung dan tidak langsung terhadap ternak dan produksinya
ialah sebagai berikut :
LANGSUNG ( panas dan dingin )

IKLIM
*Tumbuhan
TIDAK LANSUNG *Ternak
*Penyakit
Gambar 2.1. Skema pengaruh ikilim secara langsung atau tidak langsung pada ternak

Iklim adalah komposisi dari beberapa faktor yaitu suhu, radiasi matahari,
kelembaban udara, curah hujan, vesolitas udara, dan tekanan udara. Faktor ini akan
membedakan fungsi tubuh ternak seperti suhu tubuh, kecepatan berkeringat, karakteristik

46
penutup tubuh, komposisi darah, hormon dan aktivitas enzim, produksi panas, produksi
dan reproduksi.
Salah satu cara yang perlu diketahui dalam memenuhi kebutuhan perkembangan
ternak adalah hubungan iklim dan lingkungan. Sangat sulit untuk menentukan secara
mutlak dalam penempatan ternak sebab tergantung pada beberapa faktor antara lain
spesies, umur, berat badan, tingkat pengambilan pakan, aklimatisasi dan sistem
pemeliharaan. Sulit sekali secara ekonomis memelihara ternak dengan kondisi
lingkungan yang berada dalam thermocomfort zone sepanjang waktu, meskipun dapat
diatur dengan perencanaan kandang yang baik. Diluar daerah ini antara titik kritis
terendah dengan tertinggi disebut thermoneutral zone seperti pada ilustrasi di bawah ini;
upper lethal temperature
upper critical temp.
thermocomfort zone thermoneutral zone
lowe critical temp.
lower lethal temperature

Gambar 2.2. Skema zona thermonetral bagi ternak.

Dari ilustrasi diatas dapat ditentukan kebutuhan untuk menempatkan ternak pada
daerah yang cocok dengan kondisi tubuhnya.
Kecocokan lingkungan daerah yang ditempati oleh ternak begitupun sebaliknya,
tidak terlepas dari faktor ketersediaan pakan di daerah tersebut. Faktor pakan
berpengaruh terhadap podukivitas ternak, menurut para ahli bahwa produktivitas ternak
di suatu daerah dapat dilihat dari ketersediaan pakan di daerah tersebut. Apabila ternak
di daerah tersebut produktivitasnya rendah maka kualitas dan kuantitas pakan yang
tersedia keadaannya rendah pula. Dan perlu diperhatikan pula faktor pakanpun
dipengaruhi oleh keadaan lingkungan.
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa antara daerah yang ditempati
oleh ternak harus ada kecocokan satu sama lainnya, yang kemudian ditunjang dengan
ketersediaan pakan yang cukup baik kualitas maupun kuantitasnya untuk memenuhi
kebutuhan hidup ternak. Dengan adanya saling ketergantungan satu sama lain dan
masing-masing saling membantu, maka produktivitas ternak di daerah tersebut akan
menampilkan performans yang baik.
Selain faktor fisik, faktor pengelolaan tidak lepas dari peran peternak dalam
memelihara ternak. Tingkah laku dalam produksi, reproduksi, dan nutrisi serta yang
lainnya perlu diperhatikan secara cermat dan teliti oleh peternak. Salah satu kebutuhan
hidup ternak yang perlu diperhatikan adalah kebutuhan akan tempat tinggalnya. Antara

47
ternak dengan tempat tinggalnya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan,
bila situasi tempat tinggal dan kondisinya tidak sesuai dengan yang dibutuhkan maka
akan berpengaruh negatif terhadap hidup dan kehidupan ternak. Menurut Yumiarti
(1981) bahwa tata laksana yang intensif biasanya selalu diartikan sejalan dengan usaha
perbaikan lingkungan hidup, antara lain perkandangan .
Hal yang perlu diperhatikan dalam menyelaraskan ternak dengan per-
kandangannya adalah pembatasan jumlah ternak yang dipelihara. Dalam memelihara
ternak perlu adanya pembatasan jumlah yang dipelihara, hal ini perlu diperhatikan oleh
karena bila jumlah yang dipelihara dalam satu satuan luas besar maka akan berpengaruh
terhadap produksi ternak. Seperti yang dikemukakan oleh Salisbury dan Salisbury (1979)
bahwa semakin besar jumlah ternak yang dipelihara, maka bobot tubuh yang dihasilkan
akan semakin kecil, yang sebagian besar disebabkan insiden penyakit. Apabila dilihat
dari segi produksi energi maka semakin besar jumlah pemeliharaan ternak maka semakin
besar panas lingkungan sekitarnya sehingga ternak lebih terkonsentrasi untuk menghalau
panas dari luar tubuh, akibatnya pertumbuhannya akan terganggu.
Pemeliharaan ternak dengan skala yang besar bisa saja dilaksanakan apabila tidak
ada masalah yang khusus mengenai penyakit atau manajemen dan di bawah pengontrolan
terhadap lingkungan dengan baik. Pembatasan dalam jumlah pemeliharaan harus dilihat
dari berbagai segi terutama dari faktor lingkungan sekitar. Memang pada kenyataannya
bila pemeliharaan dalam skala yang besar akan menghasilkan produksi dan keuntungan
yang besar, namun hal ini tidak terlepas dari efisiensi beberapa faktor produksi seperti
tenaga kerja, pemberian pakan, pencegahan penyakit dan lain-lain.
Parasit dan penyakit; panas dan kelembaban yang tinggi merupakan lingkungan
yang baik bagi parasit internal dan eksternal, jamur dan vector penyakit. Parasit internal
tidak tidak terlalu mengganggu pada iklim agak kering tetapi parasit eksternal adalah
penting meskipun parasit ini tidak begitu banyak di daerah iklim kering oleh karena jenis
vegetasi di daerah ini mempengaruhi adanya insekta pembawa penyakit maka iklim
mempunyai pengaruh tidak langsung yang besar terhadap produksi ternak. Pada daerah-
daerah tropik afrika dimana curah hujan cukup untuk mendukung pertumbuhan semak-
semak menyebabkan ternak. juga iklim yang mendukung perkembangan Stomoxys spp.
Penyimpangan dan penanganan hasil ternak; semua iklim tropik baik lembab
maupun kering mendukung cepat rusaknya bahan hasil ternak yang di simpan sehingga
menaikkan ongkos prosesing dan penanganannya. Hal ini mempengaruhi produksi ternak
secara tidak langsung oleh karena meningkatnya biaya prosesing penanganan dan

48
penyimpanan seperti penambahan kapasitas kamar pendinginan akan menaikkan
produksi bahan tertentu secara tidak ekonomis padahal tempat tersebut sebenarnya cocok
untuk perkembangan industri peternakan
Aspek Sosio-ekonomi: Salah satu kelebihan dari aspek bionomika ternak ialah
memperhatikan masalah sosio-ekonomi atau yang lebih khusus ialah bagaimana
interaksi ternak dengan lingkungannya mempunyai keuntungan ekonomi bagi peternak
yang memeliharanya.
Pendistribusian ternak harus melihat faktor sosio-ekonomi, mengingat setelah
ternak dimasukan di suatu tempat maka peran selanjutnya adalah kemampuan dari
peternak yang akan mengelolanya. Apabila pengelolaannya berjalan dengan baik,
perkembangan ternak di daerah tersebut akan memperlihatkan kondisi yang terus
meningkat. Dengan terjadinya perkembangan yang baik maka perlu dipikirkan
bagaimana situasi sosio-ekonomi mengingat populasi ternak berada di daerah yang baru
sehingga diperlukan sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan pemasaran ternak,
yang apabila hal ini dapat dipenuhi maka ekonomi pasar akan memberikan keuntungan
bagi peternak.
Antara faktor fisik, faktor pengelolaaan, dan faktor sosio-ekonomi satu sama lain
saling ketergantungan. Sehingga dalam pelaksanaannya pentransmigrasian ternak, ketiga
faktor tersebut perlu diperhatikan secara seksama sehingga apa yang menjadi tujuan dari
pentransmigrasian ternak dapat tercapai.
2.2.7. Iklim dan Breeding Ternak.
Pemuliabiakan adalah tindakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan bibit ternak
yang potensi genetiknya unggul, sehingga mampu menghasilkan poduksi terbaik setelah
diberi lingkungan yang optimal sesuai kebutuhannya.
Pada usaha ternak, bibit merupakan komponen biaya yang relatif besar,
disamping itu sebagai unit industri biologis yang mampu merubah material relatif kurang
bernilai (pakan) menjadi material yang sangat bernilai bagi kehidupan manusia (daging,
telur, dan susu), kualitas bibit sangat menentukan tingkat produksi. Bibit ternak yang
berkualitas baik dapat dilihat dari tingkat produktivitasnya,antara lain berupa
pertambahan berat badan per hari pada ternak potong, produksi susu per ekor per laktasi,
dan produksi telur per siklus usaha. Untuk mencapai produktivitas yang tinggi diperlukan
kondisi lingkungan yang sesuai dengan kemampuan genetis ternak tersebut, dalam hal ini
antara lain jumlah dan kualitas pakan serta lokasi usaha yang sesuai dengan adaptasi
hidup ternak. Bibit ternak merupakan salah satu sarana produksi yang memiliki peran

49
yang sangat penting dan strategis dalam upaya meningkatkan jumlah dan mutu produksi
ternak, dan sebagai salah satu faktor dalam penyediaan pangan asal ternak yang berdaya
saing tinggi. Untuk dapat menghasilkan bibit ternak yang unggul dan bermutu tinggi
diperlukan proses manajemen dan pemuliabiakan (breeding) ternak yang terarah dan
berkesinambungan.
Hasil studi pada usaha sapi potong di Wonosobo dan Grobogan menunjukkan
bahwa usaha penggemukan dan pembibitan dengan menggunakan bibit bangsa turunan
sapi FH dan Simenthal memberikan keuntungan yang lebih baik dibandingkan
menggunakan bangsa sapi turunan PO dan Simental. Perbedaan tersebut antara lain
disebabkan kemampuan sapi tersebut mengkonversi pakan menjadi daging yang
diturunkan secara genetik dan didukung oleh manajemen pemeliharaan yang baik
sehingga mampu menghasilkan performa produksi yang baik pula. Pada ternak ayam ras
potensi genetik bibit ini telah dimanfaatkan dengan baik, namun pada ternak lainnya
masih potensial untuk dikembangkan sebagai sumber pertumbuhan subsektor peternakan.
Misalnya menurut Mason dan Buvanendran (1982) ada tiga cara untuk memperbaiki
produksi dan kualitas daging domba di daerah tropis yang berhubungan dengan
lingkungan/iklim dan manajemennya, yaitu :
a) Pada daerah tropis basah panas, seleksi domba lokal tipe rambut, atau
menyilangkan dengan domba tipe rambut tropis lainnya, terutama yang prolifik
untuk menghasilkan bangsa baru.
b) Pada daerah tropis kering, seleksi dari bangsa domba tipe wol kasar, atau
menyilangkan dengan tipe wol kasar lainnya dari daerah yang mempunyai iklim
serupa.
c) Pada daerah tropis basah atau sub tropis, grading domba lokal dengan bangsa
pejantan persilangan (unggul x lokal) atau dengan bangsa baru dari komposisi
genetik tersebut.

Di Indonesia, khususnya Sumatera yang daerahnya termasuk beriklim tropis


basah panas, dengan potensi domba lokalnya bertipe wol kasar, cara yang dianggap
paling baik adalah persilangan dengan bangsa tipe rambut tropis lainnya. Menurut
Subandryo dkk. (1996) dasar pertimbangan persilangan ini adalah :
a) Sebagai cara terbaik untuk menghilangkan wol yang dapat menyebabkan
cekaman panas dan lambatnya pertumbuhan pada domba lokal.
b) Untuk mencapai bobot potong 40-45 kg.
c) Pembentukan domba komposit untuk mempertahankan heterosis sifat
pertumbuhan.

50
2.3. PENUTUP
2.3.1. Ringkasan.
Usaha pengembangan peternakan selalu berpedoman pada segi tiga produksi
peternakan yang meliputi bibit, pakan dan manajemen pemeliharaan. Ketiga faktor
tersebut harus dalam keadaan yang seimbang agar produktifitas yang diperoleh dapat
seoptimal mungkin. Berdasarkan konsep segi tiga produksi peternakan dalam upaya
mendukung peningkatan populasi, maka ketersediaan bahan pakan memegang peranan
penting untuk dapat hidup, melakukan produksi dan bereproduksi dengan baik.
Pemuliabiakan adalah tindakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan bibit ternak
yang potensi genetiknya unggul, sehingga mampu menghasilkan poduksi terbaik setelah
diberi lingkungan yang optimal sesuai kebutuhannya.
Pakan merupakan aspek penting dalam usaha ternak selain bibit. Pada peternakan
ayam ras pedaging biaya pakan merupakan 55,6 – 66,6% dari total biaya produksi
(Saptana dan Rusastra, 2001). Peningkatan produksi ternak khususnya ternak ruminansia
akan berhasil dengan baik jika ketersediaan pakan hijauan sebagai sumber pakan dapat
dipenuhi secara kualitas dan kuantitas dan tersedia secara kontinyu. Hijauan makanan
ternak bersumber dari padang rumput alam atau dengan melakukan penanaman hijauan
makanan ternak. Jenis dan kualitas hijauan dipengaruhi oleh kondisi ekologi dan iklim di
suatu wilayah. Ketersediaan hijauan pakan ternak di Indonesia tidak tersedia sepanjang
tahun, dan hal ini merupakan suatu kendala yang perlu dipecahkan.
Aspek manajemen antara lain meliputi pola kelembagaan usaha peternakan, skala
pengusahaan, dan lokasi usaha. Aspek ini tidak berkaitan langsung dengan teknik
produksi ternak, namun berpengaruh terhadap efisiensi usaha ternak yang dilakukan.
Keragaman aspek manajemen yang tinggi pada usaha peternakan rakyat merupakan
potensi untuk meningkatkan efisiensi usaha peternakan di Indonesia.
Sejak awal Pembangunan Jangka Panjang Tahap I (PJPT I) tahun 1969 – 1993,
dtetapkan dalam strategi pembangunan nasional bahwa sektor pertanian adalah sebagai
penggerak pembangunan nasional (Agriculture Led Development Strategy) dengan
landasan yang diciptakan pada PJPT I maka pada PJPT II, agroindustri ditetapkan
sebagai sebagai unsur penarik dan pendorong pembangunan (Agroindustry Led
Development Strategy ).
Hewan sebagai makhluk Tuhan YME mempunyai fungsi ganda yaitu sebagai
sumberdaya alam dan sebagai sumberdaya pembangunan. Sebagai sumberdaya alam,
hewan merupakan makhluk karunia Tuhan YMY yang wajib dimanfaatkan untuk

51
sebesar-besarnya kesejahteraan manusia lahir dan batin, karenanya diperlukan
perlindungan dan dijamin kelestarian pemanfaatannya dan sebagai sumberdaya
pembangunan, hewan yang kehidupannya diatur oleh manusia untuk tujuan produktif
sebagai penghasil bahan pangan, tenaga kerja dan bahan sandang. Untuk mengarahkan
pemerdayaan sumber daya alam ini /ternak maka dibuat Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Peternak adalah perorangan warga negara Indonesia atau korporasi yang
melakukan usaha Peternakan. Untuk menjadi peternak diperlukan hal-hal sebagai berikut
: bakat, dukungan keluarga dan masyarakat, modal, pengalaman, sayang dengan ternak
dan informasi sebelum beternak

2.3.2. Evaluasi
2.3.2.1. Soal Latihan.
1. Jelaskan kesesuaian breeding / bangsa dengan iklim ?.
2. Jelaskan kesesuaian feeding/ makanan dengan iklim ?.
3. Jelaskan kesesuaian mana-jemen dengan iklim ?.
4. Jelaskan arti dan Peran Peternakan di Indonesia ?
5. Jelaskan Syarat - Syarat Peternak ?
6. Jelaskan 10 Istilah / Terminologi dalam bidang Peternakan Di Indonesia ?

2.3.2.2. Test Formatif.


1. Usaha pengembangan sub sektor peternakan selalu berpedoman pada segi tiga
produksi peternakan yaitu :
a. bibit, pakan dan lingkungan pemeliharaan.
b. bibit, pakan dan kandang pemeliharaan
c. bibit, pakan dan pengalaman pemeliharaan
d. bibit, pakan dan manajemen pemeliharaan

2. Ketiga faktor tersebut harus dalam keadaan yang


a. seimbang agar profitabilitas yang diperoleh dapat seoptimal mungkin.
b. seimbang agar produktifitas yang diperoleh dapat seoptimal mungkin
c. seimbang agar probabilitas yang diperoleh dapat seoptimal mungkin
d. seimbang agar palatabilitas yang diperoleh dapat seoptimal mungkin

3. Berdasarkan konsep segi tiga produksi peternakan dalam upaya mendukung


peningkatan populasi, maka ketersediaan bahan pakan memegang peranan penting
untuk :
a. dapat hidup dan melakukan produksi
b. dapat hidup dan bereproduksi dengan baik
c. produksi dan bereproduksi dengan baik
d. dapat hidup, melakukan produksi dan bereproduksi dengan baik.

52
4. Pakan merupakan aspek penting dalam usaha ternak selain bibit. Pada peternakan
ayam ras pedaging biaya pakan adalah :
a. merupakan 55,6 – 66,6 persen dari total biaya pakan.
b. merupakan 55,6 – 66,6 persen dari total biaya reproduksi.
c. merupakan 55,6 – 66,6 persen dari total biaya produksi.
d. merupakan 55,6 – 66,6 persen dari total penghasilan.

5. Faktor-faktor penting yang membatasi pertumbuhan tanaman sehingga mengurangi


kuantitas makanan yang tersedia adalah:
a. suhu lingkungan, panjangnya hari dan idenditas radiasi cahaya
b. suhu lingkungan, curah hujan dan idenditas radiasi cahaya
c. suhu lingkungan
d. suhu lingkungan, curah hujan, panjangnya hari dan idenditas radiasi cahaya

6. Pakan ternak merupakan bagian yang sangat penting dari usaha peternakan sehingga
dalam usaha meningkatkan produktivitas ternak maka salah satu upaya lain selain
iklim adalah :
a. perbaikan mutu makanan ternak
b. perbaikan jumlah makanan ternak
c. perbaikan lingkungan ternak
d. perbaikan mutu genetik ternak

7. Hal yang perlu diperhatikan dalam menyelaraskan ternak dengan perkandangan nya
adalah :
a. pembatasan jumlah anak yang dipelihara
b. pembatasan jumlah ternak yang dipelihara
c. pembatasan jumlah air. yang diberikan
d. pembatasan jumlah makanan yang diberikan

8. Panas dan kelembaban yang tinggi merupakan lingkungan yang baik bagi
a. parasit internalis
b. parasit eksternalis
c. parasit internal dan eksternal
d. parasit internalis dan eksternalis

9. Pemuliabiakan adalah tindakan yang dibutuhkan untuk menghasilkan bibit ternak


yang potensi genetiknya unggul, sehingga mampu menghasilkan poduksi terbaik
setelah diberi :
a. bibit yang optimal sesuai kebutuhannya
b. makanan yang optimal sesuai kebutuhannya
c. kandang yang optimal sesuai kebutuhannya
d. lingkungan yang optimal sesuai kebutuhannya

10. Untuk mencapai produktivitas yang tinggi diperlukan kondisi lingkungan yang
sesuai dengan :
a. kemampuan genetis
b. makanan yang optimal sesuai kebutuhannya
c. kandang yang optimal sesuai kebutuhannya
d. makanan dan kandang yang optimal sesuai kebutuhannya

53
11. Undang-undang no.6 tahun 1967 tentang peternakan dan kesehatan hewan telah
direvisi menjadi :
a) Undang-undang 18 tahun 2008, peternakan dan kesehatan hewan
b) Undang-undang 18 tahun 2009, peternakan dan kesehatan hewan
c) Undang-undang 19 tahun 2010, peternakan dan kesehatan hewan
d) Undang-undang 19 tahun 2009, peternakan dan kesehatan hewan
12. Hewan yang mempunyai sifat unggul dan mewariskan serta memenuhi persyaratan
tertentu untuk dikembangbiakkan disebut :
a) Bibit hewan b). Bibit dasar (foundation stock = FS)
b) Bibit induk (breeding stock = BS). c). a,b dan c salah.

13. Penyelenggaraan peternakan dan kesehatan hewan berasaskan pada kemanfaatan dan
keberlanjutan, keamanan dan kesehatan, kerakyatan dan keadilan, keterbukaan dan :
a) keterpaduan, kemandirian, kemitraan, dan asas kekeluargaan
b) keterpaduan, kemandirian, kemitraan, dan keprofesionalan
c) keterpaduan, kemandirian, wiraswasta, dan keprofesionalan
d) keterpaduan, kemandirian, pembinaan, dan keprofesionalan

14. Ternak adalah:


a) hewan yang produknya diperuntukan sebagai penghasil pangan, bahan baku
industri, jasa, dan/atau hasil ikutannya yang terkait dengan pertanian
b) ternak hasil introduksi dari luar yang telah dikembangbiakkan di Indonesia
sampai generasi kelima atau lebih yang teradaptasi pada lingkungan dan/atau
manajemen setempat
c) hewan yang peliharaan yang produknya diperuntukan sebagai penghasil
pangan, bahan baku industri, jasa, dan/atau hasil ikutannya yang terkait
dengan pertanian
d) ternak hasil persilangan atau introduksi dari luar yang telah
dikembangbiakkan di Indonesia sampai generasi keenam atau lebih yang
teradaptasi pada lingkungan dan/atau manajemen setempat

15. Bibit dasar (foundation stock = FS) adalah:


a) bibit hasil dari suatu proses pemuliaan dengan spesifikasi bibit yang
mempunyai silsilah dan telah melalui uji performans dan uji zuriat
b) bibit yang mempunyai silsilah untuk menghasilkan bibit sebar
c) bibit yang mempunyai silsilah untuk menghasilkan bibit sebar
d) bibit untuk digunakan dalam proses produks.

16. Bibit yang mempunyai silsilah untuk menghasilkan bibit sebar adalah :
a) Bibit dasar (foundation stock = FS) c).Bibit sebar(comersial stock = CS)
b) Bibit niaga (final stock) d).Bibit induk (breeding stock = BS)

17. Pakan adalah :


a. Bahan makanan tunggal atau campuran, baik yang diolah maupun yang tidak
diolah, yang diberikan kepada hewan untuk kelangsungan hidup, dan berkembang
biak.
b. Bahan makanan tunggal atau campuran, baik yang diolah maupun yang tidak
diolah, yang diberikan kepada hewan untuk kelangsungan hidup, berproduksi, dan
berkembang biak.

54
c. Bahan makanan tunggal atau campuran, baik yang diolah maupun yang tidak
diolah, yang diberikan kepada hewan untuk kelangsungan hidup.
d. a, b dan c salah

18. Material tumbuhan, binatang, atau jasad renik yang mengandung unit-unit yang
berfungsi sebagai pembawa sifat keturunan, baik yang bernilai aktual maupun
potensial untuk menciptakan galur, rumpun, atau spesies baru disebut:
a). Sumber daya genetik b). Bibit dasar (foundation stock = FS)
c). Sumber bibit d). Bibit induk (breeding stock = BS)
19. Veteriner adalah :
a) Segala urusan yang berkaitan dengan hewan.
b) Segala urusan yang berkaitan dengan penyakit hewan.
c) Segala urusan yang berkaitan dengan hewan dan penyakit hewan.
d) a, b dan c benar

20. Ternak lokal adalah :


a) Ternak hasil persilangan atau introduksi dari luar yang telah dikembangbiakkan di
Indonesia sampai generasi ketiga atau lebih yang teradaptasi pada lingkungan
dan/atau manajemen setempat.
b) Ternak hasil persilangan atau introduksi dari luar yang telah dikembangbiakkan di
Indonesia sampai generasi kedelapan atau lebih yang teradaptasi pada lingkungan
dan/atau manajemen setempat.
c) Ternak hasil persilangan atau introduksi dari luar yang telah dikembangbiakkan di
Indonesia sampai generasi keempat atau lebih yang teradaptasi pada lingkungan
dan/atau manajemen setempat.
d) Ternak hasil persilangan atau introduksi dari luar yang telah dikembangbiakkan di
Indonesia sampai generasi kelima atau lebih yang teradaptasi pada lingkungan
dan/atau manajemen setempat.

2.3.2.3. Umpan balik dan Tindak lanjut.


Pada saat mengerjakan latihan soal-soal terformatif usahakan mahasiswa
mengerjakan tanpa melihat buku acuan ataupun bahan ajar. Hal ini sangat penting untuk
mengetahui pemahaman mahasiswa pada topik yang diberikan tersebut. Apabila
mahasiswa tidak dapat menjawab lebih dari 50% soal-soal tersebut sebaiknya mahasiswa
mengulang belajar lagi dan mahasiswa tidak melanjutkan pada topik pembelajaran pada
minggu berikutnya. Demikian seterusnya hingga mahasiswa dapat menjawab lebih dari
75% dari latihan soal-soal tersebut. Apabila mahasiswa, dapat menjawab pertanyaan
soal-soal tersebut diatas dengan bahan-bahan penunjang lainnya di luar yang diberikan
dalam kuliah ataupun bahan ajar maka mahasiswa akan mendapatkan nilai bonus.
Mahasiswa diperkenan untuk mempelajari topik pembelajaran berikutnya apabila
sudah menguasai minimal 75% topik pembelajaran ini. Mahasiswa juga diperbolehkan
membaca informasi yang berkaitan dengan topik ini lewat internet untuk kemudian kita
bahas bersama-sama pada saat diskusi di kelas. Apabila mahasiswa menginginkan

55
informasi yang lebih mendetail tentang kajian yang lebih baru mahasiswa dipersilahkan
membaca dari berbagai jurnal.
2.3.2.4. Kunci Test Formatif.
1. D 6. A 11. B 16. D
2. B 7. B 12. B 17. B
3. D 8. C 13. C 18. A
4. C 9. D 14. A 19. C
5. D 10. A 15. A 20. D

2.4. Daftar Pustaka.


Bonsma, J.C.(1949) Breeding Cattle for Increased Adaptability to Tropical and
Subtropical Environments.J.Agric. Sci.(Camb), 39, 204-21.
http://anang-pasi.blogspot.com/2010/10/breeding-feeding-dan-management.html
http://ditjennak.go.id/regulasi%5CPerdirjen122_2006.pdf
http://silase.blogspot.com/
http://www.rudyct.com/PPS702-ipb/02201/hudiana.htm.: Pentransmigrasian Ternak
Ditinjau Dari Aspek Bionomika.
http://www.rudyct.com/PPS702-ipb/06223/jerry_salamena.htm. Strategi Pemuliaan
Ternak Domba Pedaging Di Indonesia
http://www.sentralternak.com /.../syarat-syarat-menjadi-peternak-yang-sukses/ )
Jasmal A. Syamsu , 2007. Padang Penggembalaan Sebagai Penyedia Hijauan Makanan
Ternak Ruminansia Di Sulawesi Selatan. Makalah Disampaikan Pada Sosialisasi
Pengelolaan Lahan Dan Air. Dinas Peternakan Provinsi Sulawesi Selatan, Hotel
Delta Makassar, 4 Juni 2007
Oki Kurniawan., Abstract. Analisis Ketersediaan Pakan Hijauan Dari Hasil Samping
Pertanian Untuk Pengembangan Ternak Potong (Studi Di Kecamatan Turen
Kabupaten Malang Propinsi Jawa Timur).
Pambudy R, 1995. Industrialisasi peternakan dan peranan undang-undang / peraturan
sebagai instrumen kebijakan. Prosiding Seminar Nasional. Fakultas Peternakan
IPB, 27 September 1995 Bogor.
Peraturan Pemerintah No: 16 tahun 1977 tentang Usaha Peternakan
Permentan Nomor 54 Tahun 2006 tentang Pedoman Pembibitan Sapi Potong Yang
Baik (Good Breeding Practice )
Ridwan. R dan Y. Widyastuti, 2001. Membuat Silase: Upaya Mengawetkan Dan
Mempertahankan Nilai Nutrisi Hijauan Pakan Ternak. Warta Biotek-LIPI 15
(1): 9-14.
Shanti Ratnakomala, Roni Ridwan, Gina Kartina, Yantyati Widyastuti , 2006.
Pengaruh Inokulum Lactobacillus plantarum 1a-2 dan 1bl-2 Terhadap Kualitas
Silase Rumput Gajah (Pennisetum purpureum). BIODIVERSITAS ISSN: 1412-
033x Volume 7, Nomor 2 April 2006 Halaman: 131-134 Pusat Penelitian
Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia,Cibinong-Bogor 16911.
Soehadji, 1995. Tinjauan Aspek perundang-undangan dalam pembangunan agribisnis
peternakan yang tangguh menghadapi era perdagangan bebas. Prosiding Seminar
Nasional. Fakultas Peternakan IPB, 27 September 1995 Bogor.
Sudarmono, AS. dan Bambang Sugeng, 2008 Sapi Potong (Revisi). ISBN:
9790022123. Penerbit Penebar Swadaya.
Undang-undang No.18 Tahun 2009, tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan
Undang-Undang No.6 Tahun 1967, tentang Peternakan dan Kesehatan

56

Anda mungkin juga menyukai