1. PARADIGMA FUNGSIONALISME/POSITIVISTIK
Paradigma fungsionalisme/positivistik adalah paradigma yang muncul paling awal dalam
dunia ilmu penegtahuan. Paradigma fungsionalisme sering disebut fungsional struktural
(structural functionalist) atau konjensi rasional (rational ckontigency). Secara ontologi,
paradigma utama ini sangat dipengaruhi oleh realitas fisik yang menganggap bahwa realitas
objektif berada secara bebas dan terpisah di luar diri manusia. Realitas diukur, dianalisis, dan
digambarkan secara objektif.
Paradigma ini memiliki pendekatan yang berusaha untuk menjelaskan hubungan sosial
dengan pemikiran yang rasional, dengan orientasi yang pragmatik berkaitan dengan
pengetahuan tepat guna dan mengedapankan regulasi yang efektif serta pengendalian
hubungan sosial.
Pemahaman tentang realitas akan mempengaruhi cara memperoleh ilmu pengetahuan
yang benar. Secara epistemologi, akuntansi utama melihat realitas sebagai realitas materi
yang mempunyai suatu keyakinan bahwa ilmu pengetahuan akuntansi dapat dibangun dengan
rasio dan dunia empiris. Berdasarkan keyakinan tersebut, peneliti akuntansi utama sangat
yakin bahwa satu-satunya metode yang dapat digunakan untuk membangun ilmu
pengetahuan akuntansi adalah metode ilmiah. Suatu penjelasan dikatakan ilmiah apabila
memenuhi tiga komponen berikut:
1. Memasukkan satu atau lebih prinsip-prinsip atau hukum umum.
2. Mengandung prakondisi yang biasanya diwujudkan dalam bentuk pernyataan-
pernyataan hasil observasi.
3. Memiliki satu pernyataan yang menggambarkan sesuatu yang dijelaskan.
a. Dalam aliran positivisme ada teori dan seperangkat pernyataan hasil observasi
independen yang digunakan untuk membernarkan atau memverifikasi kebenaran teori
(pendekatan hypothetico-deductive).
b. Dalam pandangan Popperian, karena pernyataan hasil observasi merupakan teori yang
dependen dan dapat dipalsukan, maka teori-teori ilmiah tidak dapat dibuktikan
kebenarannya, tetapi memungkinkan untuk ditolak.
2. PARADIGMA INTERPRETIF
Paradigma interpretif juga disebut interaksionis sebjektif (subjective interactionist).
Pendekatan alternatif ini berasal dari filsuf Jerman yang menitikberatkan pada peranan
bahasa, interpretasi, dan pemahaman dalam ilmu sosial. Bagi paradigma interpretif ini, ilmu
pengetahuan tidak digunakan untuk menjelaskan dan memprediksi, tetapi untuk memahami.
Perbedaan paradigma fungsionalisme dengan interpretif ada dua yaitu:
a. Paradigma interpretif tidak hanya memusatkan perhatian pada cara membuat
perusahaan berjalan dengan baik, tetapi juga cara menghasilkan pemahaman yang
luas dan mendalam mengenai cara manajer dan karyawan dalam organisasi
memahami akuntansi, berpikir tentang akuntansi, serta berinteraksi dan menggunakan
akuntansi.
b. Para interaksionis tidak percaya pada kepercayaan realitas organisasi yang tunggal
dan konkret, melainkan pada situasi yang ditafsirkan organisasi dengan caranya
masing-masing.
5. PARADIGMA POSMODERNISME
Paradigme posmodernisme muncul karena adanya kelemahan dari beberapa paradigma
yang ada. Posmodernisme menolak pendapat modernisme yang meyakini bahwa manusia
mempunyai kapasitas untuk maju, untuk memperbaiki dirinya sensiri dan berpikir secara
rasional. Bagi seorang postmodern tidak ada keadaan yang lebih baik, tidak ada dunia yang
lebih baik, tidak ada yang disebut kemajuan atau pengendalian alam.
Jean Francois Lyotard seorang pencetus istilah “postmodernisme” secara khas
menyebutkan bahwa dalam postmodernisme, segala grand narrative yang merupakan jalur
strategi intelektual yang mengklaim bahwa ada prinsip kebenaran, kesejahteraan, makna
kehidupan dan moral yang bersifat universal, ditolak kemudian diganti dengan narasi kecil
dengan segala nilai mitos, spiritual, dan ideologi yang lebih spesifik. Posmodernisme
menyajikan suatu wacana sosial yang yang sedang muncul dan meletakkan dirinya diluar
paradigma modern.