Anda di halaman 1dari 34

TINJAUAN PUSTAKA

FISIOLOGI VENTILASI DAN PERTUKARAN GAS

Oleh :
dr. Kadek Agus Heryana Putra, Sp.An
Made Elshinta Jayanti Astara

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


DI SMF/BAGIAN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
RSUP SANGLAH DENPASAR
2016
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i

KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ v

BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................... 1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 3

2.1 Anatomi Organ Pernapasan Fungsional ........................................................ 3

2.1.1 Dinding Dada dan Otot-otot Pernapasan........................................ 3

2.1.2 Rongga Pleura ................................................................................ 5

2.1.3 Saluran Pernapasan ........................................................................ 6

2.1.4 Sirkulasi Pulmoner ......................................................................... 11

2.1.5 Pengaturan Ventilasi ...................................................................... 12

2.2 Pergerakan Udara ....................................................................................... 16

2.2.1 Hukum Boyle ................................................................................. 16

2.2.2 Tekanan dan Aliran Udara Ke Paru-Paru....................................... 16

2.2.3 Sifat Elastik Paru ............................................................................ 18

2.2.4 Tegangan Permukaan Alveoli dan Surfaktan ................................. 18

2.3 Mekanika Ventilasi Paru ............................................................................. 19

2.4 Volume Paru dan Kapasitas Paru ................................................................. 21

2.4.1 Volume Paru .................................................................................. 21

2.4.2 Kapasitas Paru ................................................................................ 23

2.5 Ventilasi Alveolar ....................................................................................... 24

2.6 Pertukaran Gas ........................................................................................... 24

2.6.1 Hukum Dalton Tentang Tekanan Parsial Gas ................................ 25

iii
2.6.2 Tekanan Parsial O2 dan CO2 Di Alveolus ...................................... 25

2.6.3 Gradien PO2 dan PCO2 Menembus Kapiler Paru ............................. 26

BAB III. PENUTUP ......................................................................................... 29

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 30

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Otot-otot inspirasi ............................................................................... 4

Gambar 2. Otot-otot inspirasi maupun ekspirasi pada pernapasan tenang maupun


pernapasan paksa .................................................................................................. 5

Gambar 3. Pohon Tracheobronchial ..................................................................... 8

Gambar 4. Generasi divisi dikotom pada jalur napas ........................................... 9

Gambar 5. Ruang interstitial paru, dengan kapiler paru diantara dua alveoli ...... 10

Gambar 6. Komponen pengontrol pernapasan ..................................................... 15

Gambar 7. Perubahan tekanan intrapulmonal, tekanan intrapleura, dan volume


tidal selama inspirasi dan ekspirasi ..................................................................... 21

Gambar 8. Gambaran volume dan kapasitas paru ................................................ 23

Gambar 9. Gradien Difusi Oksigen dan Karbondioksida ..................................... 29

v
BAB I
PENDAHULUAN

Sistem respirasi pada manusia terdiri dari jaringan dan organ tubuh yang
merupakan parameter kesehatan manusia. Pemakaian oksigen (O2) dan pengeluaran
karbondioksida (CO2) diperlukan untuk menjalankan fungsi normal sel dalam tubuh,
akan tetapi sebagian besar sel-sel tubuh tidak dapat melakukan pertukaran gas-gas
langsung dengan udara, hal ini disebabkan oleh sel-sel yang letaknya sangat jauh dari
tempat pertukaran gas tersebut. Dengan demikian, sel-sel tersebut memerlukan
struktur tertentu untuk menukar maupun untuk mengangkut gas-gas tersebut. Proses
memperoleh O2 untuk digunakan oleh sel tubuh dan mengeluarkan CO2 yang
diproduksi oleh sel tersebut disebut sebagai proses respirasi atau pernapasan.1
Proses respirasi secara umum dapat dibagi menjadi respirasi eksternal dan
respirasi internal. Respirasi eksternal adalah semua proses menyangkut pertukaran O2
dan CO2 antara lingkungan luar dan cairan interstitial tubuh sedangkan respirasi
internal atau respirasi sel adalah proses metabolik intraselyang terjadi pada
mitokondria yang menggunakan O2 dan melepaskan CO2 sebagai hasil buangan oleh
sel tubuh selagi mengambil energi dari molekul nutrient.1,2
Respirasi Eksternal meliputi empat tahapan, yaitu: (1) ventilasi paru yang
berarti masuk dan keluarnya udara antara atmosfir dan alveoli paru, (2) distribusi
molekul - molekul gas intrapulmoner, (3) difusi oksigen dan karbon dioksida antara
alveoli dan darah, (4) perfusi yang berarti pengambilan gas - gas oleh aliran darah
kapiler paru yang adekuat.2
Pada pembahasan disini terfokus pada respirasi eksternal yang meliputi dua
tahapan. Pertama, ventilasi paru atau pernafasan yang menyangkut pergerakan udara
masuk dan keluar paru. Kedua yaitu difusi gas melewati membran respirasi antara
udara di ruang alveoli dan kapiler alveoli serta melalui dinding kapiler antara darah
dan jaringan. Abnormalitas yang mempengaruhi setiap tahapan dari respirasi
eksternal pada akhirnya akan mempengaruhi konsentrasi gas di cairan interstitial dan

1
aktivitas dari sel itu sendiri. Jika kandungan O2 menurun maka jaringan yang
terpengaruh akan menjadi hipoksia atau kadar O2 jaringan rendah yang kemudian
akan membatasi aktivitas metabolik jaringan. Bila suplai O2 ke jaringan berhenti total
disebut anoksia yang dapat“membunuh” sel dengan sangat cepat.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Organ Pernapasan

2.1.1 Dinding Dada dan Otot-otot Pernapasan

Dinding dada atau dinding thoraks dibentuk oleh tulang, otot, serta kulit.
Tulang pembentuk dinding thoraks antara lain costae(12 buah), vertebra thoracalis
(12 buah), sternum, clavicula dan scapula. Bagian apeks dada berbentuk kecil yang
memungkinkan hanya sebagai jalan masuk trakea, esophagus, dan pembuluh darah,
dengan bagian dasarnya dibentuk oleh diafragma. Gerakan diafragma menyebabkan
perubahan volume intratoraks sebesar 75% selama inspirasi tenang. Otot diafragma
melekat di sekeliling bagian dasar rongga toraks, yang membentuk kubah diatas
hepar dan bergerak ke arah bawah seperti piston pada saat berkontraksi. Jarak
pergerakan diafragma berkisar antara 1,5 cm sampai 7 cm saat inspirasi dalam. 3,4
Otot inspirasi utama lainnya adalah musculus interkostalis eksternus, yang
berjalan dari iga ke iga secara miring ke arah bawah dan ke depan. Poros iga bersendi
pada vertebra sehingga ketika musculus intercostalis eksternus berkontraksi, iga - iga
dibawahnya akan terangkat. Gerakan ini akan mendorong sternum ke luar dan
memperbesar diameter anteroposterior rongga dada. Diameter transversal juga
meningkat, tetapi dengan derajat yang lebih kecil. Musculus interkostalis eksternus
dan diafragma dapat mempertahankan ventilasi yang adekuat pada keadaan istirahat.
Musculus scalenus dan musculus sternocleidomastoideus merupakan otot inspirasi
tambahan yang ikut membantu mengangkat rongga dada pada pernapasan yang sukar
dan dalam. 1,4
Ekspirasi umumnya terjadi secara pasif pada posisi supinasi, namun dapat
terjadi secara aktif pada posisi berdiri tegak dan dengan upaya paksa ekspirasi
(ekspirasi paksa). Otot ekspirasi akan berkontraksi jika terjadi ekspirasi kuat dan
menyebabkan volume intratoraks berkurang. Musculus intercostalis internus

3
bertugasuntuk melakukan hal tersebut karena otot-otot ini berjalan miring ke arah
bawah dan belakang dari iga ke iga sehingga ketika berkontraksi, otot-otot ini akan
menarik rongga dada ke bawah. Kontraksi otot dinding abdomen anterior juga
membantu proses ekspirasi dengan cara menarik iga - iga ke bawah dan ke dalam
serta dengan meningkatkan tekanan intra- abdomen yang akan mendorong diafragma
ke atas. Meskipun tidak digolongkan sebagai otot pernapasan, beberapa otot faring
juga dikatakan membantu dengan menjaga jalur napas tetap paten. Tonus dan refleks
inspirasi otot genioglossus menjaga lidah menjauh dari dinding faring posterior.
Tonus dari otot-otot levator palati, tensor palati, palatofaring dan palatoglossus
mencegah palatum molle jatuh ke belakang menuju faring posterior, terutama pada
posisi supinasi.4

Gambar 1. Otot-otot inspirasi dan ekspirasi pada pernapasan tenang maupun pernapasan paksa

4
Gambar 2. Kontraksi diafragma akan mendatarkan dasar rongga dada sehingga meningkatkan volume
dada, kontraksi otot intercostalis eksterna akan mengangkat rangka iga.

2.1.2 Rongga Pleura

Pleura merupakan membran serosa yang melingkupi parenkim paru,


mediastinum, diafragma serta tulang iga; terdiri dari pleura viseral dan pleura parietal.
Rongga pleura terisi sejumlah tertentu cairan yang memisahkan kedua pleura tersebut
sehingga memungkinkan pergerakan kedua pleura tanpa hambatan selama proses
respirasi. Cairan pada rongga pleura juga berfungsi mengurangi gesekan/friction
antara pleura parietalis dan viseralis serta menjaga paru - paru dari tekanan dinding
dada. Cairan pleura berasal dari pembuluh-pembuluh kapiler pleura, ruang interstitial
paru, kelenjar getah bening intratoraks, pembuluh darah intratoraks dan rongga
peritoneum.2,4
Jumlah cairan pleura dipengaruhi oleh perbedaan tekanan antara pembuluh-
pembuluh kapiler pleura dengan rongga pleura sesuai hukum Starling serta
kemampuan eliminasi cairan oleh sistem penyaliran limfatik pleura parietal. Pada
keadaan normal jumlah cairan pleura sangat sedikit (0,1 - 0,2 mL/kgBB). Tekanan
pleura merupakan cermin tekanan di dalam rongga toraks. Perbedaan tekanan yang
ditimbulkan oleh pleura berperan penting dalam proses respirasi.4

5
2.1.3. Saluran Pernapasan

Secara fungsional (faal) saluran pernafasan dapat dibagi menjadi dua bagian,
4
yaitu :

1. Zona Konduksi
Zona konduksi berperan sebagai saluran tempat lewatnya udara pernapasan,
serta membersihkan, melembabkan dan menyamakan suhu udara pernapasan
dengan suhu tubuh. Disamping itu zona konduksi juga berperan pada proses
pembentukan suara. Zona konduksi terdiri dari hidung, faring, trakea, bronkus,
serta bronkioli terminalis.
a. Hidung
Rambut, zat mucus serta silia yang bergerak kearah faring berperan sebagai
system pembersih pada hidung. Fungsi pembersih udara ini juga ditunjang oleh
konka nasalis yang menimbulkan turbulensi aliran udara sehingga dapat
mengendapkan partikel-partikel dari udara yang seterusnya akan diikat oleh zat
mucus. System turbulensi udara ini dapat mengendapkan partikel-partikel yang
berukuran lebih besar dari 4 mikron.
b. Faring
Faring merupakan bagian kedua dan terakhir dari saluran pernapasan bagian
atas. Faring terbagi atas tiga bagian yaitu nasofaring, orofaring, serta
laringofaring.
c. Pohon Trakeobronkhial
Trakea berarti pipa udara. Trakea dapat juga dijuluki sebagai eskalator-
muko-siliaris karena silia pada trakea dapat mendorong benda asing yang
terikat zat mucus kearah faring yang kemudian dapat ditelan atau dikeluarkan.
Silia dapat dirusak oleh bahan-bahan beracun yang terkandung dalam asap
rokok. Trakea berperan sebagai saluran pada proses ventilasi dan sebagai jalur
pengeluaran sekret trakea atau bronkus. Trakea bermula pada batas bawah
kartilago krikoid memanjang hingga setinggi carina dengan panjang rata-rata
10-13 cm. Dibentuk dari cincin-cincin tulang rawan berbentuk huruf C yang
kemudian membentuk dinding anterior dan lateral dari trakea serta terhubung

6
secara posterior oleh dinding membran dari trakea. Diameter luar trakea sekitar
2,5 cm dari potongan coronal dan 1,8 cm dari potongan sagital laki-laki,
sedangkan pada perempuan secara berturut-turut dari potongan coronal dan
sagital yaitu 2 cm dan 1,4 cm. Kartilago krikoid merupakan bagian paling
sempit dari trakea dengan diameter sekitar 17 mm pada laki-laki dan 13 mm
pada perempuan.
Semakin ke arah carina lumen trakea semakin sempit, kemudian terbagi
menjadi dua cabang utama pada carina setinggi angulus sternum yaitu cabang
bronchus principalis dexter dan cabang bronchus principalis sinister. Cabang
bronchus principalis dexter berbentuk relative lebih vertikal terhadap trakea,
sedangkan cabang bronchus principalis sinister berbentuk lebih horizontal.
Cabang bronchus principalis dexter kemudian berlanjut menjadi bronchus
intermedius dan bronchus lobaris superior dexter.3 Jarak antara carina dan
bronchus lobaris superior dexter sekitar 2 cm pada laki-laki dan sekitar 1,5 cm
pada perempuan. Bronchus intermedius kemudian bercabang menjadi
bronchus lobaris medius dexter dan bronchus lobaris inferior dexter. Cabang
bronchus principalis sinister lebih panjang dibandingkan cabang bronchus
principalis dexter, berukuran panjang rata-rata 5 cm pada laki-laki dan 4,5 cm
pada perempuan. Cabang bronchus principalis sinister bercabang menjadi dua
yaitu bronchus lobaris superior sinister dan bronchus lobaris inferior sinister.

7
Gambar 3. Organ Pernapasan Manusia dan Pohon Trakeobronkhial

Fungsi dari saluran napas atas (hidung, mulut dan faring) adalah humidifikasi
dan menyaring udara yang diinspirasi. Fungsi dari pohon tracheobronchial yaitu
untuk memfasilitasi aliran udara masuk dan keluar dari alveoli. Pembagian menjadi
dua cabang (divisi dikotom), setiap cabang terbagi menjadi dua cabang yang lebih
kecil, yang dimulai dari trachea dan berakhir pada sacus alveoli diperkirakan terjadi
sebanyak 23 kali atau 23 generasi (gambar 4). Pada setiap generasi, jumlah jalur
udara diperkirakan berganda. Setiap sacus alveoli berisi rata-rata 17 alveoli dan
diperkirakan pada rata-rata orang dewasa terdapat 300 juta alveoli sebagai membran
yang sangat luas (50-100 m2) sebagai tempat pertukaran gas.1,3,4

8
Gambar 4. A: Generasi divisi dikotom pada jalur napas. B: Bronchus segmental

Dengan pembagian yang terus menerus tersebut, epitel mukosa dan struktur
penyokong jalan napas secara berasngsur-angsur berubah. Lapisan mukosa secara
gradual mengalami perubahan dari epitel kolumnar bersilia menjadi kuboid dan
akhirnya menjadi epitel alveolar yang pipih. Pertukaran gas dapat terjadi hanya
melewati epitel pipih yang mulai terdapat pada bronchioles respirasi (generasi 17-
19).3 Dinding jalur napas secara gradual kehilangan struktur tulang rawan yang
menyokong (pada bronchiolus) dan kemudian otot polosnya. Kehilangan struktur
tulang rawan penyokong mengakibatkan keutuhan struktur jalur napas yang lebih
kecil bergantung pada daya tarikan radial dari elastic recoil jaringan sekitarnya, maka
dari itu diameter jalan napas tergantung dari volume paru total.Silia pada epitel
kolumnar dan kuboid secara normal memiliki bentukan yang serupa dan sama-sama
berfungsi memproduksi cairan mucus dari kelenjar sekresinya yang melapisi jalan
napas (termasuk bakteri yang tertangkap dan debris) keatas hingga sampai mulut.1,4

2. Zona Respiratorik

Zona respiratorik terdiri dari alveoli, dan struktur yang berhubungan.


Pertukaran gas antara udara dan darah terjadi dalam alveoli. Ukuran alveolus

9
memiliki fungsi terkait gravitasi dan volume paru. Diameter rata-rata pada suatu
alveolus diperkirakan sebesar 0.05-0.33 mm. Pada posisi tegak, alveoli terbesar
adalah pada apekspulmoner, dan yang terkecil cenderung berada pada bagian basal.
Dengan inspirasi, perbedaan ukuran alveolus menghilang.1,5

Masing-masing alveolus berhubungan dekat dengan suatu jaringan kapiler


pulmoner. Dinding pada masing-masing alveolus tersusun secara asimetrik (Gambar
5). Pada sisi yang tipis, di mana pertukaran gas terjadi, epitel alveolus dan endotel
kapiler hanya dipisahkan oleh membran selular dan basalis masing-masing; pada sisi
yang tebal, di mana pertukaran cairan dan zat terlarut terjadi, ruang interstisial
pulmoner memisahkan epitel alveolus dari endotel kapiler. Ruang interstisial
pulmoner terutama terdiri atas elastin, kolagen, dan kemungkinan serabut saraf.
Pertukaran gas terutama terjadi pada sisi tipis pada membran alveolokapiler, yang
ketebalannya kurang dari 0.4 µm. Sisi yang tebal (1-2 µm) memberikan dukungan
struktural terhadap alveolus.4,5

Gambar 5. Ruang interstitial paru, dengan kapiler paru diantara dua alveoli. Kapiler paru tergabung ke
dalam sisi tipis dari alveolus di kanan. Ruang interstitial berada pada sisi tebal di kanan.

10
Epitel pulmoner terdiri atas setidaknya dua tipe sel. Pneumosit tipe I
berbentuk datar dan membentuk suatu sambungan yang erat (1nm) antara satu sama
lain. Sambungan yang erat ini memiliki peran penting dalam mencegah terbentuknya
jalur molekul onkotik aktif besar seperti albumin memasuki alveolus. Pneumosit tipe
II, yang jumlahnya lebih banyak dibandingkan pneumosit tipe I (tetapi karena
bentuknya hanya menempati kurang dari 10% rongga alveolar), merupakan sel bulat
yang terutama berisi badan inklusi sitoplasmik (badan lamelar).5 Inklusi ini berisi
surfaktan, suatu zat yang diperlukan untuk mekanisme pulmoner normal. Tidak
seperti sel tipe I, pneumosit tipe II mampu melakukan pembelahan sel dan dapat
membentuk pneumosit tipe I jika sel tersebut dihancurkan. Sel pneumosit tipe II juga
resisten terhadap toksisitas O2.4,5

2.1.4 Sirkulasi Pulmoner


Paru mendapat darah dari dua sistem arteri yaitu arteri pulmonalis dan arteri
bronkialis. Sirkulasi pulmoner menerima output total melalui arteri pulmonal yang
berasal dari jantung kanan. Arteri pulmonal bercabang ke kiri dan ke kanan untuk
menyuplai kedua paru yang membawa darah ter-deoksigenasi melewati kapiler
pulmoner, dimana O2 diambil dan CO2 dieliminasi. Darah teroksigenasi kemudian
kembali ke jantung kiri melalui empat vena pulmoner utama (dua dari masing-masing
paru). Resistensi vaskuler pulmoner yang lebih rendah menyebabkan tekanan
vaskuler pulmoner sebesar 1/6 kali dari sirkulasi sistemik walaupun aliran yang
melalu sirkulasi sistemik dan pulmoner setara; sehingga, baik arteri maupun vena
pulmonalis normalnya memiliki dinding yang lebih tipis dibandingkan pembuluh
sistemik dengan otot polos yang lebih sedikit.1,3,4
Kapiler pulmoner tergabung ke dalam dinding alveolus. Diameter rata-rata
kapiler ini (sekitar 10 µm) hanya cukup untuk memungkinkan lewatnya satu sel darah
merah. Karena masing-masing jaringan kapiler menyuplai lebih dari satu alveolus,
darah dapat melewati beberapa alveoli sebelum mencapai vena pulmonalis. Karena
tekanan yang relatif rendah pada sirkulasi pulmoner, jumlah darah yang mengalir

11
melalui jaringan kapiler tersebut dipengaruhi oleh gravitasi dan ukuran alveoli.
Alveoli besar memiliki area cross-sectional kapiler yang lebih kecil dan
menyebabkan peningkatan resistansi terhadap aliran darah. Pada posisi tegak, kapiler
apikal cenderung memiliki penurunan aliran, sedangkan kapiler basal memiliki aliran
yang lebih tinggi.4,5
Endotel kapiler pulmoner memiliki sambungan yang relatif besar (selebar 5
nm), memungkinkan lewatnya molekul besar seperti albumin. Sehingga, cairan
interstisial pulmoner relatif lebih kaya albumin. Makrofag dan netrofil yang
bersirkulasi dapat melewati endotel, dan juga sambungan epitel alveolus yang lebih
kecil, dengan relatif lebih mudah. Makrofag pulmoner seringkali ditemukan pada
ruang interstisial dan di dalam alveoli, makrofag ini bekerja untuk mencegah infeksi
bakteri dan untuk menghancurkan partikel asing.4,5

2.1.5 Pengaturan Ventilasi


Pengaturan ventilasi (peningkatan atau penagaturan ventilasi) unruk
memenuhi kebutuhan metabolic dilakukan dengan mengupayakan keseimbangan
antara volume tidal dan frekuensi peernapasan. Pengaturan ini dilakukan melalui tiga
komponen sistem pengontrol pernapasan yaitu:1,4
1. Pusat control respirasi respiratory control centers)
Terletak berpencar di berberapa level, yaitu di batang otak (pons dan
medulla oblongata) serta korteks. Sentrum pernapasan di korteks berperan
untuk pernapasan yang disadari (voluntary) pusat pernapasan yang disadari
ini penting untuk mengatur pernapasan selagi bicara, ,menyanyi dan
mengedan. Sentrum pernapasan di batang otak merupakan kelompok neuron
luas terletak bilateral di medulla di substansia retikuler medulla oblongata dan
pons yang berperan dalam pernapasan spontan (involuntary). Daerah ini
dibagi menjadi tiga kelompok neuron utama yaitu kelompok pernapasan
dorsal yang menyebabkan inspirasi, kelompok pernasapan ventral yang

12
menyebabkan ekspirasi dan pusat pneumotaksik yang mengatur kecepatan dan
kedalaman napas.
Area inspiratorik pada kelompok pernapasan dorsal memegang
peranan paling mendasar dalam mengatur pernapasan dimana sebagian besa
neuronnya terletak di dalam nucleus traktus solitaries. Nukleus ini merupakan
akhir sensoris dari nervus vagus (N.X) dan nervus glossofaringeus (N.IX)
yang mentransmisikan sinyal sensoris ke dalam pusat pernapasan dari
kemoreseptor perifer, baroreseptor dan berbagai macar reseptor dalam paru.
Pusat pneumotaksik mentransmisikan sinyal ke area inspiratorik untuk
mengatur titik ”penghentian” inspirasi landai dengan demikian mengatur
lamanya fase pengisian pada siklus paru. Fungsi pusat pneumotaksik yang
utama adalah membatasi inspirasi dan memiliki efek sekunder terhadap
peningkatan kecepatan pernapasan, karena pembatasan inspirasi juga
memperpendek inspirasi dan seluruh periode pernapasan.
Area ekspiratotik pada kelompok pernapasan ventral hampir
seluruhnya tetap inaktif selama pernpasan tenang yang normal. Bila rangsang
pernapasan guna meningkatkan ventilasi paru menjadi lebih besar dari
normal, sinyal respirasi yang dari area inspiratorik (dorsal) akan akan tercurah
ke area ekspiratorik (ventral) sehingga area ekspiratorik akan turut membantu
merangsang pernapsan ekstra. Neuron - neuron pada area pernapasan ventral
tersebut akan menghasilkan sinyal ekspirasi yang kuat ke otot - otot abdomen
selama ekspirasi yang sangat sulit. Dengan demikian area ini lebih berperan
sebagai suatu mekanisme pendorong bila dibutuhkan ventilasi paru yang
besar, khususnya selama latihan fisik yang berat.

2. Efektor pernapasan (respiratory effectors)


Transmisi impuls dari pusat napas ke otot pernapasan berjalan melalui
Nervus frenikus yang menuju diafragma, yang berasal dari radix saraf C3-C5.
Blokade atau paralisis nervus frenikus unilateral hanya sedikit mengurangi
fungsi pulmoner (sekitar 25%) pada orang normal. Walaupun paralisis pada

13
nervus frenikus bilateral menyebabkan gangguan yang lebih berat, aktivitas
otot penyokong pernapasan mempertahankan ventilasi yang adekuat pada
sebagian pasien. Otot-otot intercostal disarafi oleh radix saraf thoraks masing-
masing. Cedera kordaservikal di atas C5 tidak sesuai dengan ventilasi spontan
karena baik nervusfrenikus maupun interkostalis sama-sama dikenai. Nervus
aksesorius menuju ke muskulus sternokledomastoideus, serta nervus
servikalis inferior ke muskulus skalenus1,4
Nervus vagus memberikan inervasi sensorik pada percabangan
tracheobronchial. Terdapat inervasi autonomik simpatik maupun parasimpatik
pada otot polos bronchial dan kelenjar sekretorik. Aktivitas vagal memediasi
bronkokonstriksi dan meningkatkan sekresi bronchial melalui reseptor
muskarinik. Aktivitas simpatik (T1-T4) memediasi bronkodilasi dan juga
menurunkan sekresi melalui reseptor β2 adrenergik.4 Reseptor α- dan β-
adrenergik terdapat pada vaskular paru, terapi sistem simpatik normalnya
memiliki efek yang kecil pada tonus vaskuler paru. Aktivitas α1-
menyebabkan vasokonstriksi; aktivitas β2 memediasi vasodilatasi. Aktivitas
vasodilatasi parasimpatik tampak dimediasi melalui pelepasan nitricoxide.4,5

3. Sensor pernapasan (respiratory sensors)


Sensor pernapasan terdiri dari kemoreseptor sentral, kemoreseptor
perifer, reseptor sensoris di dinding dada, serta reseptor sensoris didalam paru.
Kemoreseptor sentral terletak pada area kemosensitif yang terletak
sepersekian millimeter dibawah permukaan ventral medulla oblongata. Area
ini merespon dengan cepat setiap peningkatan konsentrasi CO2 ataupun
peningkatan konsentrasi ion H+ dengan menambah ventilasi. Hipoksia tidak
berperan sebagai stimulant terhadap kemoreseptor sentral, melainkan
menekan kemoreseptor ini. Sebaliknya kemoreseptor perifer yang terletak di
bifurkasio arteri karotis dan sepanjang arkus aorta diaktifkan oleh hipoksia
dan oleh CO2 dan ion H+. Pada suasana normal, reseptor ini sangat peka dan
menjaga PaCO2 tetap konstan walaupn ada peubahan produksi CO2. Sensor

14
pernapasan juga peka terhadap penurunan tekanan darah seperti yang
didapatkan pada shock yang mengakibatkan terjadinya hiperventilasi.
Kemoreseptor sentral hanya berperan linier terhadap PaO2, sedangkan
kemoreseptor perifer hanya menyebabkan kenaikan ventilasi bila terjadi
hipoksemia yang signifikan (PaO2 <60 mmHg). Mekanoreseptor pada
dindiing dada bereaksi terhadap penegangan otot dinding interkostal yang
secara reflex mengatur irama pernapasan dan dalamnya tarikan napas. 4,5

Gambar 6. Komponen pengontrol pernapasan

15
2.2 Pergerakan Udara

2.2.1 Hukum Boyle

Pergerakan udara mengikuti gradient penurunan tekanan, yaitu mengalir dari


tekanan tinggi ke tekanan rendah. Oleh karena itu agar udara dapat masuk ke alveoli
tekanan intra-alveolus harus lebih kecil dari tekanan atmosfer sehingga udara dapat
mengalir masuk sewaktu inspirasi. Sama halnya sewaktu ekspirasi, tekanan intra-
alveolus harus lebih besar dari tekanan atmosfer agar udara dapat mengalir keluar.
Tekanan intra-alveolus dapat diubah dengan mengubah volume paru-paru, sesuai
dengan Hukum Boyle.2

Hukum Boyle menyatakan bahwa pada suhu konstan, tekanan yang


ditimbulkan oleh suatu gas berbanding terbalik dengan volume. Sewaktu volume gas
meningkat, tekanan yang ditimbulkan oleh gas berkurang secara proporsional.
Demikian sebaliknya bila tekanan meningkat secara proporsional sewaktu volume gas
berkurang, maka secara matematis Hukum Boyle dapat dituliskan sebagai P = 1/V.
Perubahan volume paru-paru, dan karenanya tekanan intra-alveolus, ditimbulkan
secara tidak langsung oleh aktivitas otot-otot pernapasan.2

2.2.2 Tekanan dan Aliran Udara Ke Paru-Paru

Terdapat tiga tekanan yang berperan penting dalam proses ventilasi


pernapasan yaitu tekanan atmosfer (barometrik), tekanan intrapleura dan tekanan
intra-alveolus.2
Tekanan atmosfer adalah tekanan yang ditimbulkan oleh udara di atmosfer
pada benda di permukaan bumi, termasuk tubuh manusia. Pada ketinggian permukaan
laut, tekanan atmosfer sama adengan 760 mmHg atau 1 atm. Tekanan atmosfer akan
berkurang seiring dengan penambahan ketinggian di atas permukaan laut.2,4
Tekanan intrapleura atau dikenal juga sebagai tekanan intrathoraks adalah
tekanan cairan di dalam kantung pleura (ruang antara pleura parietalis dan pleura
visceralis). Tekanan intrapleura lebih rendah dari tekanan atmosfer, rerata tekanan

16
intrapleura yaitu 756 mmHg pada saat instirahat. Tekanan udara pernapasan
menggunakan tekanan atmosfer sebagai titik referensi.2 Hal tersebut berarti tekanan
sebesar 756 mmHg pada intrapleura saat istirahat dapat pula disebut sebagai tekanan -
4 mmHg. Meskipun sebenarnya tidak ada tekanan negatif absolut, tekanan 756
mmHg pada ruang tertutup kantung pleura menjadi tekanan – 4 mmHg karena lebih
rendah 4 mmHg dibandingkan tekanan atmosfer. Selama inspirasinormal
pengembangan rangka dada akan menarik paru kea rah luar sehingga tekanan
intrapleura menjadi semakin negative, menjadi rata - rata 6 mmHg. Peningkatan
negativitas tekanan intrapleura dari -4 menjadi -6 mmHg selama inspirasi
meningkatkan volume paru sebanyak 0,5 liter. Tekanan intrapleura dapat mencapai -
18mmHg selama inspirasi kuat. Pada kantung pleura, tekanan tidak menyeimbangkan
dengan tekanan atmosfer maupun intra-alveolus karena tidak ada komunikasi
langsung dengan atmosfer atau alveolus.2,6
Tekanan intra-alveolus atau tekanan intrapulmonal adalah tekanan di dalam
alveolus. Arah dari aliran udara ditentukan oleh hubungan antara tekanan atmosfer
dan tekanan intra-alveolus. Ketika glottis terbuka, dan tidak ada udara yang mengalir
ke dalam atau ke luar paru maka tekanan pada semua saluran napas sampai alveoli
sama dengan tekanan atmosfer, yang dianggap sebagai tekanan acuan 0 dalam jalan
napas yaitu 0 mmHg.2 Saat tubuh relaksasi dan bernafas tenang, perbedaan tekanan
intra-alveolus dan tekanan atmosfer relatif kecil. Saat inspirasi paru-paru
mengembang dan tekanan intra-alveolus turun menjadi 759 mmHg atau dapat
dinyatakan sebagai -1 mmHg. Tekanan yang sedikit negative ini cukup untuk
menarik sekitar 0,5 liter udara kedalam paru dalam waktu 2 detik. Saat ekspirasi paru-
paru kembali ke ukuran semula dan tekanan intra pulmonal meningkat menjadi 761
mmHg atau +1 mmHg, tekanan ini mendorong sekitar 0,5 liter udara inspirasi keluar
paru saat ekspirasi selama 2 sampai 3 detik. Udara berhenti mengalir pada saat
tekanan intra-alveolus sama dengan tekanan atmosfer.6
Terdapat perbedaan antara tekanan alveolus dan tekanan pleura. Perbedaan ini
disebut tekanan transpulmonal yang merupakan perbedaan antara tekanan alveoli dan
tekanan pada permukaan luar paru. Perbedaan tekanan menerminkan nilai daya

17
elastic dalam paru yang cenderung mengempiskan paru pada setiap pernapasan atau
disebut juga tekanan daya lenting paru.

2.2.3 Sifat Elastik Paru


Elastisitas paru berkaitan dengan dua konsep, yaitu compliance paru dan
elastic recoil. Compliance paru adalah luasnya pengembangan paru untuk setiap
peningkatan tekanan transpulmonal atau seberapa besar upaya yang dibutuhkan
untuk mengembangkan atau meregangkan paru, dianalogikan sebagai seberapa keras
kerja yang dibutuhkan untuk meniup sebuah balon. Secara spesifik, compliance paru
adalah ukuran seberapa banyak perubahan dalam volume paru yang terjadi akibat
perubahan tertentu dari gradien tekanan antara alveoli dan intrapleura yang membuat
dinding paru-paru meregang mengisi dinding thoraks, atau disebut gradien tekanan
transmural/transpulmonal. Hal ini berarti, semakin rendah compliance paru maka
semakin besar gradien tekanan transmural yang harus diciptakan selama inspirasi
agar menghasilkan ekspansi paru normal.2,7
Istilah elastic recoil merupakan seberapa mudah paru-paru kembali ke
bentuknya semula setelah diregangkan. Hal ini berperan mengembalikan paru-paru
kembali ke volume sebelum inspirasi ketika otot-otot pernapasan relaksasi di akhir
inspirasi.2 Sifat elastic recoil paru dipengaruhi oleh kandungan tinggi serat elastin
pada jaringan paru, dan yang lebih penting lagi yaitu tegangan permukaan alveolus
yang bekerja di pertemuan udara – air pada alveolus.2,4

2.2.4 Tegangan Permukaan Alveoli dan Surfaktan


Tegangan permukaan alveoli diciptakan oleh tidak seimbangnya kuat gaya
tarik antara molekul-molekul air di permukaan alveolus dan molekul-molekul udara
di atasnya dimana air memiliki tegangan lebih kuat dibandingkan dengan udara.
Tegangan permukaan alveolus memiliki dua dampak, pertama yaitu lapisan molekul
air di permukaan alveolus akan menahan setiap gaya yang meningkatkan luas
permukaan alveolus, karena itu semakin besar tegangan permukaan alveolus maka
compliance paru akan semakin rendah. Kedua, molekul – molekul air di permukaan

18
alveolus dapat mengurangi ukuran alveolus karena luas permukaan cairan cenderung
menciut sekecil mungkin akibat sifat molekulnya yang cenderung saling menarik,
sehingga ada kecenderungan alveolus untuk kolaps.4,6
Terdapat dua faktor yang melawan kecenderungan alveolus untuk kolaps
sehingga stabilitas alveolus dapat dipertahankan dan kerja bernapas berkurang, yaitu
surfaktan paru dan interdependensi alveolus.4,5
Surfaktan merupakan bahan aktif permukaan alveolus yang dibentuk oleh
campuran kompleks fosfolipid (fosfolipid dipalmitoilfosfatidilkolin), protein
(surfaktan apoprotein), dan ion kalsium.4,5,6 Campuran ini terselip di antara molekul-
molekul air di cairan yang melapisi bagian dalam tiap alveoli. Zat-zat yang
terkandung dalam surfaktan tidak terlarut dalam air, melainkan dapat menyebar dan
melapisi seluruh permukaan alveoli. Salah satu bagian dari tiap molekul fosfolipid
bersifat hidrofilik dan terlarut dalam air yang melapisi alveoli, sedangkan bagian lipid
dari molekul ini bersifat hidrofobik dan lebih mengarah ke udara. Permukaan lipid ini
memiliki bear tegangan seperduabelas sampai setengah jumlah tegangan permukaan
air. Dengan demikian keberadaan surfaktan membantu menstabilkan ukuran alveolus
serta membantu alveolus tetap terbuka pada saat pertukaran udara.2,5
Interdependensi alveolus (alveolar interdependence) dapat dikatakan sebagai
suatu fenomena “saling ketergantungan” antara alveolus-alveolus yang berdekatan.
Setiap alveolus dikelilingi oleh alveolus lain dan saling berhubungan melalaui
jaringan ikat.2 Ketika sebuah alveolus mulai kolaps maka alveolus lain di sekitar akan
teregang karena dindingnya tertarik ke arah alveolus yang mulai kolaps, kemudian
akan terjadi resistensi dari peregangan pada alveolus yang tertarik tersebut dengan
sifat recoil-nya. Hasilnya adalah alveolus yang mulai kolaps akan terregang kembali
dan terbantu menjadi tetap terbuka.2,5

2.3 Mekanika Ventilasi Paru


Seperti telah diketahui pergerakan udara masuk dan keluar paru-paru dengan
merubah volume paru-paru. Perubahan volume paru-paru terjadi melalui kontraksi

19
otot-otot skeletal, khususnya yang berinsersi pada tulang rangka iga, dan otot
diafragma pada saat inspirasi. Selain hal tersebut, sifat paru-paru yang elastis (elastic
recoil) sehingga dapat diregangkan dan dapat kembali ke posisi semula pada saat
ekspirasi juga turut berperan dalam siklus pernapasan.4,6
Paru - paru dapat dikembangkan melalui dua cara: (1) dengan gerakan naik
turun diafragma unruk mempersar atau memperkecil rongga dada, dan (2) dengan
depresi dan elevasi tulang iga untuk memperbesar atau memperkecil diameter
anteroposterior rongga dada.
Siklus respirasi terdiri dari satu siklus inspirasi dan ekspirasi. Pada awal siklus
respirasi tekanan intrapulmonal (intra-alveolus) dan tekanan atmosfer adalah sama
dan tidak ada pergerakan udara (gradien tekanan 0). Inspirasi adalah proses aktif dan
melibatkan satu atau lebih otot diafragma dan intercostalis eksterna. Kontraksi
diafragma akan mendatarkan dasar rongga dada, meningkatkan volume dada dan
turunnya tekanan intrapleura secara bertahap tekanan ini turun menjadi sekitar -4
sampai -6 mmHg. Selama periode tersebut tekanan intrapulmonal turun menjadi -1
mmHg yang diikuti dengan masuknya udara ke paru-paru.6,7
Ekspirasi umumnya adalah proses pasif, namun dapat menjadi aktif
tergantung dari tingkat aktifitas pernafasan. Pada pernapasan tenang, diafragma
mengalami relaksasi dan sifat elastic daya lenting paru (elastic recoil), dinding dada
dan struktur abdomen akan menekan paru sehingga saat ekspirasi dimulai, tekanan
intrapleura dan tekanan intrapulmonal meningkat dengan cepat mendorong udara
keluar paru-paru. Saat akhir ekspirasi, tidak ada lagi pergerakan udara saat tidak ada
lagi perbedaan tekanan intrapulmonal dengan tekanan atmosfer. Jumlah udara yang
masuk sama dengan yang keluar paru-paru, ini disebut volume tidal.7 Selama siklus
pernapasan, terdapat suatu tekanan transpulmonal yaitu selisih antara tekanan
intrapulmonal dengan tekanan intrapleura, yang biasanya digunakan untuk
mengkalkulasi area potensial paru paru. Secara matematis tekanan transpulmonal
dapat dituliskan menjadi Ptranpulmonal = Pintrapulmonal – Pintrapleura.4,7

20
Gambar 7. Perubahan tekanan intrapulmonal, tekanan intrapleura, dan volume tidal selama inspirasi
dan ekspirasi

Kecepatan napas atau frekuensi napas adalah jumlah napas dalam 1 menit.
Kecepatan napas normal untuk dewasa tenang adalah 12 – 18 x /menit atau kira-kira
1 kali setiap 4 kali denyut jantung. Anak-anak bernafas lebih cepat sekitar 18 – 20 x
/menit.6

2.4 Volume Paru dan Kapasitas Paru

Volume dan kapasitas seluruh paru tiap orang berbeda - beda, pada wanita
kira - kira 20 sampai 25 persen lebih kecil dibandingkan pria, dan lebih besar lagi
pada orang yang bertubuh atletis dan bertubuh besar dibandingkan orang yang astenis
dan bertubuh kecil.

2.4.1 Volume Paru

Terdapat empat volume paru yang didefinisikan dan bila keempatnya


dijumlahkan akan menghasilkan volume maksimal paru yang mengembang. Secara
umum, nilai - nilai volume untuk wanita sedikit lebih rendah dibandingkan laki-laki.
Volume paru yang dapat diukur adalah sebagai berikut:4,6

21
1. Volume alun napas atau volume tidal (tidal volume)
Adalah volume udara yang masuk atau keluar aru selama satu kali bernapas
normal, besarnya yaitu 6-7 ml/kgBB atau rerata sekitar 500 ml pada orang
dewasa.
2. Volume cadangan inspirasi (inspiratory reserve volume)
Adalah volume udara cadangan tambahan yang masih dapat secara maksimal
dihirup diatas volume tidal. IRV dicapai dengan inspirasi paksa. Nilai IRV
biasanya mencapai 3000 ml.
3. Volume cadangan ekspirasi (expiratory reserve volume)
Adalah volume udara cadangan tambahan yang secara aktif dapat dihembuskan
dengan mengkontraksikan otot-otot ekspirasi (ekspirasi paksa) melebihi udara
yang secara normal dihembuskan secara pasif. Nilai ERV rerata adalah 1000 ml.
4. Volume residu atau volume sisa (residual volume)
Volume udara yang tetap tersisa dalam paru meskipun telah dilakukan ekspirasi
maksimal,  1200 ml pada laki-laki dan  1100 ml pada perempuan.
Volume minimal adalah komponen dari volume residu yaitu volume udara
yang tetap tersisa di paru meskipun paru kolaps, jumlahnya  30-120 ml. volume
minimal tidak dapat diperiksa pada orang sehat. Volume minimal terjadi karena
adanya surfactan yang melapisi alveoli.6
Volume respirasi semenit yaitu jumlah total udara baru yang masuk ke dalam
saluran napas tiap menit, disimbolkan dengan VE, didapat dengan mengalikan
frekuensi napas (f) dengan volume tidal (VT). Volume tidal normal kira - kira 500 ml
dan frekuensi napas normal kira - kira 12 kali permenit. Oleh karena itu rata - rata
volume respirasi semenit dalam keadaan tenang yaitu sekitar 6 liter per menit.6

22
2.4.2 Kapasitas Paru2

1. Kapasitas Inspirasi (inspiratory capacity)


Volume maksimal udara yang dapat diinspirasi setelah selesainya suatu siklus
nafas tenang. Kapasitas inspirasi adalah jumlah dari volume tidal dan volume
cadangan inspirasi.
2. Kapasitas Sisa Fungsional (functional residual capacity)
Volume udara yang tersisa di paru pada akhir siklus nafas tenang, merupakan
jumlah dari volume cadangan ekspirasi dan volume residu.
3. Kapasitas Vital (vital capacity)
Volume udara yang dapat diinspirasi maksimal dan diekspirasi maksimal pada
satu siklus nafas, merupakan penjumlahan dari volume cadangan ekspirasi,
volume tidal, dan volume cadangan inspirasi. volumenya  4500 ml pada laki-
laki dan  3500 ml pada perempuan.
4. Kapasitas Paru Total (total lung capacity)
Volume paru total yang dihitung dari jumlah kapasitas vital dan volume sisa.
Kapasitas paru total pada laki-laki  6000 ml dan pada perempuan  4500 ml.

Gambar 8. Gambaran volume dan kapasitas paru4

23
2.5 Ventilasi Alveolar
Tidak semua udara inspirasi masuk ke dalam alveoli. Dari sekitar 500 ml
udara yang masuk (Volume tidal atau VT), sekitar 350 ml dapat mencapai alveoli dan
150 ml hanya sampai saluran nafas dan tidak pernah mencapai alveoli sehingga tidak
ikut dalam pertukaran udara dengan darah. Hal ini disebut dengan anatomic dead
space, disimbolkan dengan VD.2,4,6
Ventilasi alveolar (VA) adalah jumlah volume udara yang masuk alveoli per
menit. Ventilasi alveolar lebih kecil dari pada volume respirasi semenit karena
adanya udara yang tidak mencapai alveoli tapi tetap berada di dead space paru-paru.
Ventilasi alveolar dapat dituliskan secara matematis yaitu VA = f x (VT – VD).
Dalam keadaan tenang ventilasi alveolar (VA) sekitar 4200ml per menit, didapatkan
dari frekuensi napas tenang (12 kali per menit) dikalikan selisih volume tidal dengan
volume dead spaceparu (350 ml).2,6

2.6 Pertukaran Gas

Pertukaran gas di tingkat kapiler paru dan kapiler jaringan berlangsung secara
difusi pasif sederhana O2 dan CO2 menuruni gradien tekanan parsial. Peristiwa difusi
merupakan peristiwa pasif yang tidak memerlukan energi ekstra. Tidak terdapat
mekanisme transport aktif dalam pertukaran gas-gas ini. Suatu tekanan yang
ditimbulkan secara independen atau tersendiri oleh masing-masing gas dalam suatu
campuran gas disebut tekanan parsial gas.6,7

2.6.1 Hukum Dalton Tentang Tekanan Parsial Gas

Dalam Hukum Dalton disebutkan bahwa total tekanan suatu campuran gas
adalah sama dengan jumlah tekanan parsial dari masing-masing bagian gas.6 Sebagai
contoh, udara yang kita hirup merupakan campuran gas, terdiri dari Nitrogen (N2)
79%, Oksigen (O2) 21%, dan 1% terdiri dariuap air (H2O), karbondioksida (CO2) dan
gas lain-lain. Berdasarkan hal tersebut maka 79% dari tekanan atmosfer 760 mmHg
(sekitar 600 mmHg) ditimbulkan oleh molekul N2, begitu juga dengan oksigen yaitu

24
21% dari tekanan atmosfer (sekitar 160 mmHg) ditimbulkan oleh molekul O2 di
udara. Untuk tekanan udara atmosfer dapat dituliskan sebagai PN2 + PO2 + PH2O +
PCO2 + Pgaslain = 760 mmHg.2,6

2.6.2 Tekanan Parsial O2 dan CO2Di Alveolus

Saat udara melewati rongga hidung, udara difiltrasi, dihangatkan dan


dilembabkan. Filtrasi dan pelembaban udara berlanjut selama udara melalui faring,
trachea, dan bronkus. Semua hal tadi akan merubah karakteristik udara atmosfer
ketika memasuki jalan napas.4 Saat mencapai alveoli, udara yang baru masuk akan
bercampur dengan udara residu alveoli dari siklus napas sebelumnya. Udara alveoli
mengandung lebih banyak CO2 dan lebih sedikit O2 dibanding udara atmosfer.
Selama ekspirasi, udara yang keluar dari alveoli bercampur dengan 150 ml udara di
dead space menghasilkan campuran udara yang berbeda dengan udara atmosfer dan
udara alveoli.4,6,7
Saat udara atmosfer memasuki jalan napas yang lembab, maka segera udara
tersebut akan jenuh oleh H2O. Pada suhu tubuh tekanan parsial H2O sekitar 47
mmHg. Sehingga masing-masing gas dalam campuran gas udara atmosfer akan
“diencerkan” oleh tekanan uap air kemudian tekanannya akan menurun, dengan kata
lain tekanan campuran gas berubah menjadi 713 mmHg dalam saluran napas. Maka
dapat diperkirakan dalam udara lembab PN2 sekitar 563 mmHg dan PO2 150
mmHg.2,7Pada akhir inspirasi, kurang 15% udara di alveolus adalah udara segar
karena udara yang masuk selain mengalami pelembaban juga bercampur dengan
udara sisa ekspirasi sebelumnya dan udara di dead space paru. Akibat dari
pelembaban dan pertukaran udara alveolus yang rendah maka PO2 di alveolus rerata
adalah 100 mmHg.2,6
Pada CO2 terjadi situasi serupa tetapi berkebalikan dengan O2 pada jalur
napas. Alveoli mengandung lebih banyak CO2 dan lebih sedikit O2 dibanding udara
atmosfer akibat produksi CO2 sebagai sisa metabolisme. Di kapiler paru CO2
berdifusi menuruni gradien tekanannya dari darah ke alveoli, maka sewaktu di alveoli
konsentrasi CO2 di alveoli ditambahkan dengan konsentrasi CO2 yang terkandung

25
dalam udara inspirasi sehingga tekanannya pun meningkat. Seperti halnya PO2, PCO2
di alveoli juga relatif tetap tetapi dengan nilai yang berbeda yaitu 40 mmHg.2

Tabel 1. Tekanan Parsial Gas Pernapasan4


Tekanan Parsial Gas Pernapasan (mmHg)
Macam Atmosfer Trakea Udara Alveoli Darah Kapiler Jaringan
gas ekshalasi paru
O2 158 149 116 100 95 40 ≤40
CO2 0.3 0.3 32 40 40 46 ≥46
H2 O 5.7 47 47 47 47 47 47
N2 596 563.7 565 573 573 573 573
Total 760 760 760 760 755 706 ≤766

2.6.3Gradien PO2 dan PCO2 Menembus Kapiler Paru

Kelarutan gas dalam cairan dijelaskan dalam Hukum Henry. Dalam Hukum
Henry disebutkan bahwa, pada temperatur konstansemakin besar tekanan parsial
suatu gas dan semakin besar tingkat kelarutanya maka semakin banyak gas yang
terlarut dalam cairan tubuh. Ini berarti perbedaan tekanan parsial yang tinggi akan
memudahkan kelarutan suatu gas.7
Ventilasi secara terus-menerus mengganti O2 alveolus dan mengeluarkan CO2
sehingga gradien parsial antara darah dan alveolus dipertahankan. Darah yang masuk
ke kapiler paru berasal dari vena sistemik yang relatif kekurangan O2 (PO2 40mmHg)
dan relatif kaya CO2 (PCO2 46mmHg). Karena PO2 di alveolus lebih tinggi
dibandingkan PO2 di kapiler paru yaitu 100 mmHg, maka O2 berdifusi menuruni
gradien memasuki kapiler paru hingga tidak ada lagi gradien tekanan parsial.
Sehingga sewaktu meninggalkan kapiler kembali ke sirkulasi, darah memiliki PO2
sama dengan alveolus yaitu 100 mmHg.2,6
Gradien PCO2 memiliki arah yang berlawanan, yaitu darah yang memasuki
kapiler paru memiliki PCO2 lebih tinggi (46 mmHg) dibandingkan PCO2 di alveolus (40
mmHg), sehingga terjadi difusi CO2 dari darah ke dalam alveolus sampai tidak ada
lagi gradien tekanan parsial. Setelah meninggalkan kapiler kembali ke sirkulasi, darah

26
kini memiliki PCO2 sebesar 40 mmHg.2,6Secara sistemik dapat dikatakan bahwa pada
darah arteri terdapat PO2 sebesar 100 mmHg dan PCO2 sebesar 40 mmHg, sedangkan
pada vena terdapat PO2 sebesar 40 mmHg dan PCO2 sebesar 46 mmHg.4

Gambar 9. Gradien Difusi Oksigen dan Karbondioksida

Proses difusi melewati membrane pembatas alveoli dengan kapiler pembuluh


darah meliputi proses difusi gas dan proses difusi cairan. Udara atmosfer masuk ke
dalam paru dengan aliran cepat, ketika dekat alveoli kecepatannya berkurang sampa
terhenti. Udara atau gas yang baru masuk dengan cepat berdifusi atau bercampur
dengan gas yang telah ada dalam alveoli. Kecepatan gas berdifusi berbanding terbalik
dengan berat molekulnya. O2 mempunya berat molekul 32 sedangkan berat molekul
CO2 adalah 44. Gerak molekul gas O2 lebih cepat dibandingkan gerak molekul gas
CO2 sehingga kecepatan difusi O2 juga lebih cepat. Sedangkan kecepatan difusi gas
pada fase cairan tergantung kelarutan gas dalam cairan. Kelarutan CO2 lebih besar
dibandingkan O2 sehingga kecepatan difusi CO2 didalam fase cairan 20 kali lipat
kecepatan difusi O2. Semakin besar membran pembatas, halangan bagi proses difusi

27
semakin besar. Dalam hal ini pembatas - pembatasnya adalah dinding alveoli, dinding
kapiler endotel, lapisan plasma kapiler dan dinding eritrosit.2,4,6

28
BAB III
PENUTUP

Proses memperoleh O2 untuk digunakan oleh sel tubuh dan mengeluarkan


CO2 yang diproduksi oleh sel tersebut disebut sebagai proses respirasi atau
pernapasan. Proses respirasi secara umum dapat dibagi menjadi respirasi eksternal
dan respirasi internal. Respirasi eksternal adalah semua proses menyangkut
pertukaran O2 dan CO2 antara lingkungan luar dan cairan interstitial tubuh, sedangkan
respirasi internal atau respirasi sel adalah proses metabolik intraselyang terjadi pada
mitokondria yang menggunakan O2 dan melepaskan CO2sebagai sisa metabolisme.
Respirasi Eksternal meliputi empat tahapan, yaitu: (1) ventilasi, (2) distribusi,
(3) difusi, dan (4) perfusi. Pembahasan disini meliputi dua tahapan yaitu ventilasi
paru dan pertukaran gas. Ventilasi paru yang berarti masuk dan keluarnya udara
antara atmosfir dan alveoli paru. Ventilasi alveolar mencegah bertambahnya CO2 di
alveoli dan memastikan suplai O2 secara kontinyu yang akan diserap oleh aliran
darah. Proses difusi melewati membrane pembatas alveoli dengan kapiler pembuluh
darah meliputi proses difusi gas dan proses difusi cairan.
Pemahaman mengenai proses ventilasi dan pertukaran gas di paru - paru
memerlukan pemahaman mengenai anatomi pernapasan, pergerakan udara melalui
gradien tekanan, mekanika pernapasan, tekanan parsial gas yang terlibat dan proses
difusi gas dan difusi cairan..

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Snell R.S. (2011). Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Alih Bahasa: Liliana
Sugiharto. Editor Edisi Bahasa Indonesia: Ardy Suwahjo, Yohanes Antoni,
Liestyawan. Jakarta: EGC, 2011; 67-69, 83-87.
2. Sherwood L. (2011). Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem. Edisi keenam.
Alih Bahasa: Brahm Pendit. Editor Edisi Bahasa Indonesia: Nella Yesdelita.
Jakarta: EGC, 2011; 487-526.
3. Agur A.M., Moore K.L. (2002). Anatomi Klinis Dasar. Edisi pertama. Alih
Bahasa: Hendra Laksman. Editor Edisi Bahasa Indonesia: Virgi Saputra, Vivi
Sadikin. Jakarta: Hipokrates, 2002; 45-52.
4. Butterworth J.F., Mackey D.C., Wasnick J.D. Clinical Anesthesiology. 5th(ed).
New York. McGraw-Hill Companies, 2013; p488-96.
5. Mescher A.L. Histologi Dasar Jonqueira Teks dan Atlas. Edisi ke-12. Alih
Bahasa: Frans Dany. Editor Edisi Bahasa Indonesia: Huriawati Hartanto.
Jakarta: EGC. 2011; 299-304.
6. Guyton A.C., Hall J.E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-11.
Alih Bahasa: Irawati, Ramadani D, Indriyani. Editor Bahasa Indonesia:
Setiawati. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2006; 597-607, 627-
631.
7. Petersson J., Glenny R.W. Gas Exchange And Ventilation–Perfusion
Relationships In The Lung. European Respiratory Journal, 2014; 44: 1023–
1041.

30

Anda mungkin juga menyukai