Anda di halaman 1dari 42

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kondisi Klinis yang Meningkatkan Resistensi Pernafasan ...................... 5


Tabel 2. Kondisi Klinis Compliance Statis dan Dinamis........................................ 5
Tabel 3. Kondisi Kinis pada Meningkatnya Gangguan Fisiologis ......................... 6
Tabel 4. Temuan Mekanisme Kegagalan Ventilasi ................................................ 7
Tabel 5. Interpretasi Persentase Shunt Paru ............................................................ 7
Tabel 6. Kondisi Klinis pada Kelainan Difusi ........................................................ 8
Tabel 7. Status Hipoksemia dengan PaO2 ............................................................... 8
Tabel 8. Kriteria Pontoppidan untuk Menentukan Gagal Nafas ............................. 9
Tabel 9. Pengaturan awal untuk HPOV dan APRV .............................................. 22

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Sistem Respirasi Manusia Normal ........................................................ 2


Gambar 2. Proses pertukaran gas dalam darah ...... Error! Bookmark not defined.
Gambar 3. Mekanisme Inspirasi Normal ............... Error! Bookmark not defined.
Gambar 4. Mekanisme Ekspirasi Normal .............. Error! Bookmark not defined.
Gambar 5. Kapasitas dan Volume Respirasi ........................................................... 4
Gambar 6. Deadspace fisiologis ............................................................................. 6
Gambar 7. Bentuk gelombang pada Ventilasi Tekanan Positif ............................ 10
Gambar 8. Profil tekanan jalan nafas untuk aliran paru-paru yang konstan ......... 11
Gambar 9. Tekanan jalan nafas akhir ekspirasi .................................................... 11
Gambar 10. Perubahan tekanan dan aliran pada volume inflasi ........................... 14
Gambar 11. Pola tekanan jalan nafas ACV dan SIMV ......................................... 16
Gambar 12. Osilasi tekanan jalan nafas selama HFOV ........................................ 21
Gambar 13. Mode terkait ventilasi spontan yang diatur oleh tekanan .................. 21
Gambar 14. Mode terkait ventilasi spontan yang diatur tekanan .......................... 24
Gambar 15. Pengaruh mekanik paru-paru terhadap transmisi tekanan intratorakal
............................................................................................................................... 25
Gambar 16. Mekanisme Penurunan Preload karena Ventilasi Tekanan Positif
................................................................................ Error! Bookmark not defined.

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i


HALAMAN PENGESAHAN .................................. Error! Bookmark not defined.
DAFTAR TABEL ................................................................................................. ii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
BAB II FISIOLOGI RESPIRASI NORMAL ....................................................... 2
2.1. Mekanisme Pernapasan Normal .................. Error! Bookmark not defined.
2.2. Volume Paru ................................................................................................. 3
BAB III VENTILASI MEKANIK ............................ Error! Bookmark not defined.
3.1 Indikasi Ventilasi Mekanik ........................................................................... 4
3.1.1 Gangguan Saluran Napas ...................... Error! Bookmark not defined.
3.1.2 Compliance Paru ( Gangguan Paru) ..... Error! Bookmark not defined.
3.1.3 Ventilation Dead Space (Gangguan Vemtilasi) .. Error! Bookmark not
defined.
3.1.4 Kegagalan Ventilasi .............................. Error! Bookmark not defined.
3.1.5 Kegagalan Oksigenasi........................... Error! Bookmark not defined.
3.2 Mode Ventilasi Mekanik ............................................................................... 9
3.2.1. Ventilasi Tekanan Positif ....................................................................... 9
3.2.2. Model Ventilasi Konvensional ............................................................ 14
3.2.3. Alternate Mode of Ventilation ............................................................. 19
3.3 Pemantauan Ventilasi Mekanik ................................................................... 25
3.3.1 Pemantauan Sistem Kardiovaskuler ..... Error! Bookmark not defined.
3.3.2 Pemantauan Tekanan Intrakranial dan Perfusi Serebral ...................... 26
3.3.3 Pemantauan Fungsi Ginjal ................................................................... 27
3.3.4 Pengaruh Fungsi Hepar dan Gastrointestinal........................................ 27
3.3.5. Pemantauan Sistem Respirasi .............................................................. 28
3.4 Weaning (Penyapihan) dan Pengakhiran Ventilasi Mekanik ...................... 29

iii
BAB IV KESIMPULAN .................................................................................... 36
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 37

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Guedel (1934) memperkenalkan napas terkendali (controlled respiration)


dalam dunia anestesi. Masalah pneumotoraks pada kasus-kasus torakotomi yang
berpuluh tahun menjadi momok bagi ahli bedah dan anestesi kini dapat diatasi
dengan pernapasan terkendali.1 Penggunaan pernapasan terkendali untuk
menciptakan kondisi operasi yang optimal, bersamaan dengan penggunaan obat
pelemas otot, sangat banyak membantu ahli bedah dan anestesi memperpendek
masa operasi, menghemat penggunaan darah dan obat anestesi, serta mempercepat
masa pemulihan.2,3 Setelah itu, ventilasi mekanik dikembangkan untuk mencegah
atau mengatasi kegagalan pernapasan di unit perawatan intensif. Pernapasan
mekanis memiliki banyak keunggulan, tetapi juga beberapa masalah.4,5
Ventilasi mekanik merupakan alat yang digunakan untuk membantu fungsi
pernapasan. Penggunaannya diindikasikan untuk pasien dengan hipoksemia,
hiperkapnia berat, dan gagal napas. Ventilasi mekanik merupakan salah satu aspek
yang penting dan banyak digunakan bagi perawatan pasien yang kritis di Intensive
Care Unit (ICU), dengan penggunaan di Amerika Serikat mencapai 1,5 juta per
tahun.6,7
Ventilasi mekanik (VM) merupakan alat bantu pernapasan bertekanan positif
atau negatif yang menghasilkan aliran udara terkontrol pada jalan napas pasien
sehingga mampu mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen dalam jangka
waktu lama. Tujuan pemasangan VM adalah mempertahankan ventilasi alveolar
secara optimal dalam rangka memenuhi kebutuhan metabolik, memperbaiki
hipoksemia, dan memaksimalkan transpor oksigen. Indikasi penggunaan ventilasi
mekanik diantaranya adalah gangguan saluran napas, compliance paru, dead space
ventilasi, kegagalan ventilasi, dan kegagalan oksigenasi.6,8

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sistem Pernafasan

2.1.1. Fisiologi Pernafasan

Sistem respirasi dibagi menjadi dua menurut fungsinya: pars konduktoria


(saluran napas) dan pars respiratoria. Pars konduktoria berfungsi menghantarkan
udara napas dari lingkungan sekitar masuk ke saluran napas.9,10

Gambar 1. Sistem Respirasi Manusia Normal10

Pars konduktoria terdiri dari cavum nasi, laring, trachea, bronchus primer,
bronchi sekunder, bronchi tersier, bronchiolus, dan alveolus di bronchiolus
terminalis. Pars respiratoria adalah bagian sistem respirasi yang mampu melakukan
proses difusi O2-CO2, di mulai dari bronkhiolus respiratorius, ductus alveolaris,
saccus alveolaris, dan berakhir di alveolus.9,10 Sistem respirasi dapat dilihat pada
Gambar 1.
Oksigen diambil pada waktu kita menarik napas (inspirasi), tetapi udara napas
yang kita ambil tidak hanya mengandung oksigen, tetapi partikel lain yang terbawa
udara napas. Ada tiga komponen dasar dalam pernapasan, antara lain: ventilasi,
difusi, dan perfusi.9,10

2
Ventilasi ditandai dengan proses masuk dan keluarnya udara melalui saluran
napas ke dalam paru meliputi inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi adalah proses yang
aktif dimana otot pernapasan berkontraksi yang akan meningkatkan volume
intratorakal. Ekspirasi adalah proses pasif dimana tidak didapatkan kontaksi otot
untuk menurunkan volume intratorakal.9,10
Difusi ditandai dengan perpindahan molekul gas secara pasif dari area dengan
tekanan parsial tinggi ke area dengan tekanan parsial rendah sampai kedua area
memiliki tekanan parsial sama. Perpindahan O2 dari alveoli ke dalam darah dan
CO2 dari darah ke alveoli, Proses pertukaran gas terjadi karena perbedaan tekanan
parsial O2 dan CO2 antara alveoli dan kapiler paru. Distribusi darah yang telah
teroksigenasi di dalam paru untuk diedarkan ke seluruh tubuh disebut perfusi.9,10
Mekanisme pernapasan normal terdiri dari Inspirasi dan Ekspirasi. Otot
diafragma berkontraksi sehingga tulang rusung naik, kemudian terjadi peningkatan
volume cavum thoraks, peregangan paru-paru, peningkatan volum intrapulmonar,
penurunan tekanan intrapulmonar hingga 1mmHg, sehingga mendorong udara
masuk ke paru-paru pada saat inspirasi. Pada saat ekspirasi, otot-otot diafragma
mengalami relaksasi mendorong kembali tulang rusuk ke posisi semula, terjadi
penurunan volume intrapumonar, meningkatkan tekanan intrapulmonar hingga
1mmHg, sehingga udara keluar dari paru-paru.9,10
2.1.2. Volume Paru

Sistem respirasi manusia memiliki empat jenis volume respirasi, yaitu


volume tidal (Tidal Volume/VT), volume inspirasi cadangan (Inspiratory Reserve
Volume/IRV), volume ekspirasi cadangan (Expiratory Reserve Volume/ERV ), dan
volume residual (Residual Volume/RV). Disamping itu terdapat empat jenis
kapasitas respirasi yaitu kapasitas vital (Vital Capasity/VC), kapasitas paru-paru
total (Total Lung Capacity/TLC), kapasitas inspirasi (Inspiratory Capacity/IC), dan
kapasitas residual fungsional (Functional Residual Capacity/FRC).11,12 Skema
kapasitas dan volume respirasi dapat dilihat pada Gambar 2.

3
Gambar 2. Kapasitas dan Volume Respirasi13

Kapasitas vital adalah volume udara yang dapat dicapai masuk dan keluar
paru pada insirasi dan ekspirasi maksimal yaitu 4800mL. Kapasitas total paruparu
adalah daya muat udara dalam paru-paru yaitu 4500-5000 mL. Volume tidal adalah
volume udara yang dihirup dan dihembuskan keluar pada pernapasan normal yaitu
500mL.13
Volume residual adalah volume gas yang tersisa di paru-paru pada akhir
respirasi maksimal yaitu 1200mL. Dead Space Anatomy (DSA) adalah volume
jalan nafas yang terisi udara tetapi tidak berperan dalam pertukaran gas yaitu
150mL. Volume DSA bertambah bila alveoli tidak berfungsi dalam pertukaran gas
dan berkontribusi menjadi Dead Space total.13
Ventilasi per menit merupakan volume pertukaran gas dalam 1menit
dinyatakan sebagai: Volume Tidal x Respiratory Rate. Ventilasi alveolar adalah
volue gas yang tersedia untuk permukaan alveol per menit dinyatakan sebagai
(Volume tidal – Dead space) x Respiratory Rate.13
2.2. Ventilasi Mekanik
2.2.1. Indikasi Ventilasi Mekanik

Ventilasi mekanik (VM) merupakan alat bantu pernapasan bertekanan positif


atau negatif yang menghasilkan aliran udara terkontrol pada jalan napas pasien
sehingga mampu mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen dalam jangka
waktu lama. Tujuan pemasangan VM adalah mempertahankan ventilasi alveolar
secara optimal dalam rangka memenuhi kebutuhan metabolik, memperbaiki
hipoksemia, dan memaksimalkan transpor oksigen. Indikasi penggunaan ventilasi

4
mekanik diantaranya adalah gangguan saluran napas, compliance paru, dead space
ventilasi, kegagalan ventilasi, dan kegagalan oksigenasi.6,8

Tabel 1. Kondisi Klinis yang Meningkatkan Resistensi Pernafasan13


Tipe Klinis Kondisi Klinis
Penyakit Paru Obstruktif Kronis Emfisema,
Bronkitis kronik
Asma
Bronkiektasis
Obstruksi Mekanis Obstruksi post operasi
Aspirasi benda asing
Tabung endotrakeal
Kondensasi sirkuit ventilator
Infeksi Laringotracheobronkitis
Epiglotitis
Bronkiolitis

Gangguan saluran napas adalah hambatan aliran udara di saluran udara.


Gangguan saluran napas menghambat aliran udara di saluran udara. Obstruksi
aliran udara dapat disebabkan oleh: perubahan di dalam jalan napas, perubahan
pada dinding jalan napas, atau perubahan di luar jalan napas.6,8 Kondisi klinis yang
meningkatkan gangguan saluran napas dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 2. Kondisi Klinis Compliance Statis dan Dinamis13


Tipe Compliance Kondisi Klinis
Compliance statis ARDS
Atelektasis
Tension pneumothoraks
Obesitas
Compliance dinamis Bronkospasme
“Kinking”tabung ETT
Obstruksi jalan napas

Compliance adalah perubahan volume (ekspansi paru). Penurunan


Compliance biasanya membuat ekspansi paru menjadi sulit. Compliance yang
tinggi menyebabkan ekshalasi inkomplit, trapped air, dan eliminasi CO2 berkurang.
Kelainan ini sering menyuebabkan kebutuhan akan VM.5,8 Kondisi klinis
Compliance Statis dan Dinamis dapat dilihat pada Tabel 2. Compliance pada pasien
kritis adalah antara 30 dan 40 mL/cmH2O untuk dinamis dan compliance statis
adalah antara 40 dan 60 mL/cmH2O.7,8

5
Gangguan ventilasi merupakan ventilasi terbuang atau kondisi dimana
ventilasi melebihi perfusi. Ada tiga jenis ruang rugi: anatomi, alveolar, dan
fisiologis.6,8 Konduksi pernapasan idealnya berkontribusi sekitar 30% terhadap
gangguan ventilasi, untuk volume tidal 500 mL, sekitar 150 mL volume ini
terbuang karena tidak ikut andil dalam pertukaran gas. Volume yang tidak ikut
dalam konduksi pernapasan disebut anatomi dead space dan dapat diperkirakan 1
mL/lb berat badan ideal.5,7,8
Penurunan volume tidal menyebabkan persentase dead space anatomi relatif
lebih tinggi. Misalnya, jika volume tidal berkurang dari 500 menjadi 300 mL, dead
space anatomi akan meningkat dari 30% menjadi 50%.8 Alveolar deadspace dapat
terjadi pada beberapa kondisi klinis. Alveolar deadspace berkontribusi terhadap
ventilasi yang tidak terpakai, dan terjadi bila alveoli berventilasi tidak diserap
dengan baik oleh sirkulasi paru. Perfusi paru mungkin tidak ada atau rendah karena
penurunan curah jantung, atau karena penyumbatan pembuluh darah paru.6–8

Kontribusi eksresi karbon dioksida alveoli Subdivisi Ventilasi Total

Dead
Penurunan space
Perfusi anatomis
Perfusi
Alveoli Normal
Tanpa
Perfusi

Dead space
Alveoli ventilasi
alveoli

Gambar 3. Deadspace fisiologis8

Tabel 3. Kondisi Kinis pada Meningkatnya Gangguan Fisiologis13


Jenis Perubahan Kondisi Klinis
Penurunan volume tidal Overdosis obat
Penyakit neuromuskular
Peningkatan Alveolar Deadspace Penurunan Cardiac Output ( DHF, Kehilangan Darah)
Obstruksi pembuluh darah paru (vasokontriksi paru,
emboli paru)

Deadspace fisiologis adalah jumlah volume deadspace anatomi dan alveolar.


Dalam kondisi normal, volume deadspace fisiologis hampir mendekati anatomic

6
deadspace.13 Saat terjadi peningkatan alveolar deadspace, jarak fisiologis menjadi
lebih tinggi dari pada anatomic deadspace.6,8 Deadspace fisiologis dapat dilihat
pada Gambar 3. Macam-macam kondisi klinis yang dapat terjadi pada peningkatan
fisiologi dead space dapat dilihat pada Tabel 3.
Kegagalan ventilasi adalah ketidakmampuan sistem pulmonal untuk menjaga
pembuangan karbon dioksida dengan benar. Hiperkapnia (peningkatan PaCO2)
adalah fitur kunci dari kegagalan ventilasi. Lima mekanisme yang menyebabkan
kegagalan ventilasi adalah: hipoventilasi, gangguan persisten ventilasi/perfusi
(V/Q), shunting intrapulmoner persisten, defek difusi persisten, dan pengurangan
tekanan oksigen terinspirasi yang berulang (PIO2).8,14 Temuan klinis kegagalan
ventilasi dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Temuan Mekanisme Kegagalan Ventilasi8


Mekanisme Temuan Klinis
Hipoventilasi PaCO2 lebih dari 45mmHg (>50 mmHg untuk
pasien dengan PPOK
Ketidakcocokan V/Q persisten Hipoksemia yang berespon baik dengan terapi
oksigen
Shunt intrapulmonary persisten Qsf/Q1 lebih dari 20% (>30% pada critical shunt)
Kegagalan difusi persisten Difusi gas kurang dari 75% dari prediksi normal
Penurunan P1O2 persisten Tekanan barometrik rendah seperti pada ketinggian

Ventilasi Alveolar semenit (ṼA) adalah fungsi volume tidal, volume


deadspace, dan frekuensi pernafasan per menit. Rasio ventilasi/perfusi (V/Q) adalah
representasi numerik ventilasi sehubungan dengan jumlah aliran darah paru. Karena
aliran darah bergantung pada gravitasi, rasio V/Q berkisar antara 0,4 di zona paru
lebih rendah sampai 3,0 di zona paru bagian atas.5,6,8 Pada ventilasi mekanis,
hipoksemia yang disebabkan oleh ketidakcocokan V/Q dapat dikompensasi dengan
meningkatkan frekuensi, volume tidal, atau FiO2 pada ventilator.7,8

Tabel 5. Interpretasi Persentase Shunt Paru13


Shunt fisiologi Interpretasi
<10% Normal
10% – 20 % Shunt ringan
20% – 30% Shunt signifikan
>30% Shunt berat

Aliran darah pulmonal shunting tidak efektif dalam pertukaran gas karena
tidak bersentuhan dengan alveoli berventilasi dan beroksigen. Intrapulmonary

7
shunting menyebabkan hipoksemia refrakter.8,15 Bila shunt terlalu tinggi,
oksigenasi menjadi tugas yang sangat sulit bagi sistem kardiopulmoner untuk
mendukungnya. Interpretasi persentase shunt paru dapat dilihat pada Tabel 5.
Seiring waktu, otot-otot pernapasan kelelahan, berakibat pada kegagalan ventilasi.
Hal ini biasanya diikuti oleh kegagalan oksigenasi jika intervensi ventilasi tidak
berhasil.8,16
Difusi gas di membran alveolar dan kapiler (A-C) terutama bergantung pada
gradien tekanan gas. Oksigen berdifusi dari alveoli (PaO2 109 mmHg) ke kapiler
arteri paru (PvO2 40 mmHg) melalui gradien tekanan 69 mmHg. Karbon dioksida
berdifusi dari kapiler arteri pulmonal (PvCO2 46 mmHg) ke alveoli (PaCO2 40
mmHg) melalui gradien tekanan bersih 6 mm Hg. Hal ini dimungkinkan karena
koefisien difusi gas untuk karbon dioksida adalah 19 kali lebih besar dari pada
oksigen.5,8,14,16 Kondisi klinis pada kelainan difusi dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Kondisi Klinis pada Kelainan Difusi8


Jenis kelainan difusi Kondisi klinis
Penurunan pada gradien P(A-a)O2 Pada kondisi ketinggian, pembakaran
Penipisan membrane A-C Edema paru, sekresi yang dipertahankan
Penurunan permukaan membrane A-C Empisema, fibrosis paru
Waktu yang tidak mencukupi untuk difusi Takikardi

Kegagalan oksigenasi didefinisikan sebagai hipoksemia berat yang tidak


berespon terhadap kadar oksigen suplementasi sedang sampai tinggi. Hal ini
mungkin disebabkan oleh hipoventilasi, perfusion/ventilation mismatch, atau
shunting intrapulmoner. Terlepas dari etiologi kegagalan oksigenasi, ventilasi
mekanis mungkin diperlukan untuk meminimalkan kerja napas dan memberikan
dukungan oksigenasi.8,14,15 Tanda klinis penting dari kegagalan oksigenasi dan
hipoksia meliputi hipoksemia, dispnea, takipnea, takikardia, dan sianosis.8,15 Status
hipoksemia dengan PaO2 dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Status Hipoksemia dengan PaO213


Status hipoksemia PaO2 (P8 = 760mmHg) PaO2 (P8 = 630mmHg)
Normal 80 – 100 mmHg 60 – 79 mmHg
Ringan 60 – 79 mmHg 50 – 59 mmHg
Sedang 40 – 59 mmHg 40 – 49 mmHg
Berat <40 mmHg < 40 mmHg

8
Tabel 8. Kriteria Pontoppidan untuk Menentukan Gagal Nafas8
Kriteria Normal Monitor ketat, Intubasi, ventilasi,
terapi oksigen trakeostomi
Mekanis:
Respirasi per menit 12 -25 25 – 35 >35, <10
Kapasitas vital mL/kg 70 – 30 30 – 15 < 15
Tekanan inspirasi cmH2o 100 – 50 50 – 25 < 25
Oksigenasi:
A – a DO2 mmHg 50 – 200 200 – 350 > 350
PaO2 mmHg 100 – 75 200 – 70 < 70
(udara) (sungkup O2) (sungkup O2)
Ventilasi:
VD/VT 0,3 – 0,4 0,4 – 0,6 > 0,6
PaCO2 mmHg 35 – 45 45 – 60 > 60

Ventilasi mekanis sering digunakan sebagai support pada kegagalan ventilasi


dan oksigenasi. Kegagalan ventilasi atau oksigenasi dapat disebabkan oleh kondisi
paru atau nonpulmonal. Kondisi paru dan nonpulmoner ini sering menyebabkan
kombinasi deadspace ventilasi, ketidakcocokan V/Q, shunt, defek difusi, kegagalan
ventilasi, dan kegagalan oksigenasi.5,8,15,17
2.2.2. Mode Ventilasi Mekanik

a. Ventilasi Tekanan Positif


Operasi mendasar dari ventilasi tekanan positif (VTP) adalah menciptakan
tekanan yang memindahkan volume gas ke paru. Ada dua metode umum VTP yang
diilustrasikan dalam Gambar 4. Ventilasi yang dikendalikan volume adalah volume
inflasi (volume tidal) yang dipilih sebelumnya dengan ventilator yang secara otomatis
menyesuaikan tekanan inflasi untuk menghasilkan volume yang diinginkan. Tingkat
inflasi paru-paru bisa konstan atau melambat.6
Ventilasi yang dikendalikan oleh tekanan dapat memiliki tekanan inflasi
sebelumnya dan menyesuaikan durasi inflasi (oleh operator) untuk menghasilkan
volume tidak yang diinginkan. Tingkat inflasi paru yang tinggi pada awal inflasi paru
(untuk mencapai tekanan inflasi yang diinginkan), kemudian dengan cepat melambat
(mempertahankan tekanan inflasi yang konstan). Tekanan Akhir-Inspirasi
merupakan tekanan jalan nafas proksimal pada akhir inflasi paru yang memiliki
interpretasi berbeda untuk ventilasi volume-siklus dan tekanan-siklus.6
Ventilasi Volume-Controlled merupakan ventilasi yang dikontrol volume
dimana tekanan dalam saluran udara naik dengan mantap sampai volume yang dipilih

9
sebelumnya dialirkan. Tekanan jalan nafas (Paw) pada akhir setiap inflasi paru-paru,
tekanan jalan nafas puncak (Ppeak), adalah tekanan yang dibutuhkan untuk
mengatasi kekuatan resistif dan elastis di paru-paru dan dinding dada (Pres dan Pel).
Pres adalah fungsi dari resistansi untuk mengalir di saluran udara (R), dan laju aliran
inspirasi [Pres = R × V (insp)], sedangkan Pel adalah fungsi dari gaya tarik elastis
dari paru-paru dan dinding dada, dan volume paru-paru (Pel = elastansi × V).6

Gambar 4. Bentuk gelombang pada Ventilasi Tekanan Positif6

Komponen resistif tekanan jalan nafas puncak dapat dihilangkan dengan


menghilangkan aliran udara. Ini dilakukan dengan menutup sirkuit ekspirasi pada
bagian paling akhir dari inflasi paru-paru, untuk mencegah pasien mengeluarkan
napas. Selama manuver "tahanan inflasi" ini (yang biasanya berlangsung selama satu
detik), tekanan pada saluran udara menurun pada awalnya dan kemudian tetap
konstan sampai oklusi dilepaskan dan pasien diizinkan untuk mengeluarkan napas
yang diilustrasikan pada Gambar 4.6
Tekanan oklusi stabil yang disebut tekanan datar tinggi merupakan puncaknya.
Perbedaan antara tekanan dataran tinggi dan tingkat tekanan akhir ekspirasi positif
(PEEP) adalah tekanan yang diperlukan untuk mengatasi kekuatan elastisitas paru
dan dinding dada (Pel). Perbedaan antara tekanan puncak dan dataran tinggi mewakili
tekanan yang dibutuhkan untuk mengatasi resistensi terhadap aliran udara pada setiap
laju aliran inspirasi.6
Ventilasi Pengontrol Tekanan merupakan ventilasi yang dikendalikan oleh
tekanan, seharusnya tidak ada aliran udara di akhir inspirasi, dan tekanan jalan nafas

10
akhir-inspirasi (Paw) akan setara dengan tekanan puncak alveolar pada akhir
inspirasi. Aliran inspirasi yang tidak konstan selama ventilasi akibat tekanan
menyebabkan kesulitan dalam mengevaluasi resistensi jalan nafas selama inflasi
paru. Resistensi terhadap aliran ekspirasi dapat digunakan untuk mengevaluasi
resistensi saluran udara selama ventilasi yang dikendalikan oleh tekanan.6

Gambar 5. Profil tekanan jalan nafas untuk aliran paru-paru yang konstan6

Tekanan akhir ekspirasi adalah tekanan minimum dalam alveoli (bukan saluran
udara) selama siklus ventilasi. Berbagai bentuk tekanan ekspirasi akhir diilustrasikan
pada Gambar 5. ZEEP merupakan ventilasi yang tepat di paru normal, tidak ada aliran
udara di akhir ekspirasi, dan tekanan pada alveoli setara dengan tekanan atmosfer.
Karena tekanan atmosfer adalah titik referensi nol untuk bernafas, kondisi ini disebut
tekanan akhir ekspirasi nol, atau ZEEP.6
PEEP dapat ditambahkan melalui sirkuit ventilasi (melalui katup yang peka
terhadap tekanan pada anggota gerak ekspirasi sirkuit) sehingga pernafasan akan
berhenti ketika tekanan saluran udara turun ke level PEEP yang telah dipilih
sebelumnya.6

Gambar 6. Tekanan jalan nafas akhir ekspirasi6

11
Mean Airway Pressure
Rerata tekanan jalan nafas adalah rerata tekanan di jalan nafas selama siklus
ventilasi dan dipengaruhi oleh beberapa variabel, termasuk tekanan jalan nafas
puncak, kontur bentuk gelombang tekanan, level PEEP, laju pernapasan, dan waktu
inflasi relatif terhadap total waktu siklus ventilasi (TI / T tot). Tekanan airway rata-
rata yang ditampilkan oleh ventilator diperoleh dengan mengintegrasikan area di
bawah gelombang tekanan airway.6
Tekanan udara rata-rata terkait dengan efek hemodinamik dari ventilasi
tekanan positif. Nilai-nilai tipikal untuk tekanan jalan nafas rata-rata selama ventilasi
tekanan positif adalah 5-10 cmH2O untuk paru normal, 10-20 cmH2O untuk
obstruksi aliran udara, dan 20-30 cm H 2 O untuk paru-paru yang kaku.6
Ventilasi Volume-Controlled
Selama ventilasi yang dikontrol volume, kepatuhan statis pada toraks (Cstat)
dinyatakan sebagai volume tidal yang dipilih sebelumnya (VT) dibagi dengan
perbedaan antara tekanan dataran tinggi dan total level PEEP. Pada pasien dengan
paru normal, Cstat adalah 50-80 mL / cm H 2 O, dan pada pasien dengan penyakit
paru infiltratif (misalnya, edema paru atau sindrom gangguan pernapasan akut), Cstat
biasanya <25 mL / cmH2O.6
Ventilasi Pengontrol Tekanan
Pengukuran kepatuhan sulit selama ventilasi yang dikendalikan oleh tekanan
karena: tidak boleh ada aliran inspirasi di akhir inspirasi (yang tidak selalu terjadi),
dan volume tidal bervariasi dengan perubahan resistensi jalan napas dan kepatuhan
toraks selama ventilasi yang dikendalikan tekanan. Dalam kondisi ideal (mis, Tidak
ada aliran udara pada inspirasi akhir dan mekanika paru-paru stabil) Cstat setara
dengan volume tidal yang dihembuskan (VT yang dihembuskan) dibagi dengan
perbedaan antara tekanan jalan nafas akhir-inspirasi (Paw) dan level total PEEP.6
Sumber Kesalahan
Selama ventilasi pasif, dinding dada dapat mencapai 35% dari total kepatuhan
toraks dan meningkat ketika otot-otot dinding dada berkontraksi. Oleh karena itu,
untuk menghindari gangguan dari kontraksi otot pernapasan, pengukuran kepatuhan
statis harus dilakukan hanya pada pasien yang tidak aktif bernapas. Kepatuhan

12
Thoracic tergantung pada volume; yaitu, berkurang seiring dengan peningkatan
volume paru-paru. Volume paru absolut tidak dapat diukur selama ventilasi mekanis.
Namun, pengukuran serial Cstat harus dilakukan pada volume tidal yang sama.
Volume tidal yang digunakan untuk pengukuran kepatuhan harus disesuaikan dengan
kepatuhan tabung ventilator, yang biasanya 3 mL / cm H2O.6
Sebagai contoh, jika volume pasang surut yang dipilih sebelumnya selama
ventilasi yang dikontrol volume adalah 500 mL dan tekanan jalan nafas puncak
adalah 40 cm H 2 O, maka 3 × 40 = 120 mL volume yang dikirim akan hilang akibat
ekspansi tabung ventilator, dan volume pasut aktual yang mencapai pasien adalah
500 - 120 = 380 mL. Saat menggunakan volume tidal yang dihembuskan, tekanan
alveolar puncak pada inspirasi akhir harus digunakan untuk penyesuaian volume.6
Resistensi Pernafasan
Resistensi terhadap aliran udara selama inspirasi hanya dapat ditentukan jika
laju aliran inspirasi konstan (mis., Selama ventilasi yang dikontrol volume). Dalam
hal ini, resistensi pernafasan (Rinsp) adalah gradien tekanan yang dibutuhkan untuk
mengatasi kekuatan resistif di paru-paru dan dinding dada (Ppeak - Pplateau) dibagi
dengan laju aliran inspirasi [V (insp)]. Contoh perhitungan Rinsp untuk pasien
dengan paru-paru normal adalah sebagai berikut: Ppeak = 15 cm H 2 O, Pplateau =
10 cm H 2 O, V (insp) = 60 L / mnt (1 L / dt), jadi Rinsp = (15 - 10) / 1 = 5 cm H 2
O / L / dt.6
Resistensi aliran minimal dalam tabung endotrakeal bore besar adalah 3 sampai
7 cm H 2 O / L / detik, sehingga sebagian besar resistensi inspirasi pada pasien dengan
paru-paru normal merupakan resistensi untuk mengalir dalam tabung endotrakeal.
Kontribusi elemen resistif nonpulmoner seperti tabung endotrakeal adalah salah satu
kelemahan dari penentuan resistensi jalan napas.6
Resistensi ekspirasi
Resistensi terhadap aliran udara ekspirasi lebih mungkin untuk mendeteksi
kecenderungan jalan udara kecil untuk runtuh selama ventilasi mekanis. Resistensi
ekspirasi (Rexp) diukur menggunakan tekanan penggerak untuk aliran udara
ekspirasi (tekanan puncak alveolar pada akhir inspirasi dikurangi total PEEP), dan
puncak laju aliran ekspirasi (PEFR). Rexp biasanya lebih tinggi dari Rinsp yang

13
mencerminkan kecenderungan saluran udara menyempit karena volume paru-paru
berkurang selama ekspirasi. Rexp dipengaruhi oleh elemen resistif nonpulmoner
(mis., Tabung endotrakeal dan katup pernafasan) .6
b. Model Ventilasi Konvensional
Ada dua metode dasar inflasi paru tekanan-positif, antara lain: kontrol volume
di mana volume inflasi konstan dan kontrol tekanan di mana tekanan inflasi konstan.
Perubahan tekanan dan aliran yang terjadi pada setiap jenis napas ventilator
ditunjukkan Gambar 7.6

Gambar 7. Perubahan tekanan dan aliran pada volume inflasi 6

Volume inflasi dipilih dengan ventilasi kontrol volume (VCV) dan laju aliran
yang konstan paru meningkat sampai volume yang diinginkan. Tekanan puncak di
saluran udara proksimal (puncak Paw) lebih besar daripada tekanan puncak di alveoli
(puncak Palv) karena ada aliran udara pada akhir inspirasi dan perbedaannya (puncak
Paw - puncak Palv) adalah tekanan yang dihilangkan oleh hambatan di saluran udara.
Tekanan puncak alveolar adalah cerminan volume alveolar pada akhir inflasi paru.6
Keuntungan utama VCV adalah kemampuan untuk memberikan volume tidal
yang konstan meskipun ada perubahan dalam sifat mekanik paru-paru. Ketika
resistensi saluran udara meningkat atau kepatuhan paru menurun, ventilator
menghasilkan tekanan yang lebih tinggi untuk menghasilkan volume yang dipilih
sebelumnya. Ini mempertahankan ventilasi menit yang diinginkan dalam
menghadapi perubahan yang tiba-tiba atau tidak terdeteksi dalam resistensi jalan
napas atau kepatuhan paru-paru.6
Tekanan jalan nafas pada akhir inspirasi lebih tinggi selama VCV daripada
selama ventilasi kontrol tekanan (PCV) seperti ditunjukkan pada Gambar 26.1, dan

14
secara keliru dianggap sebagai peningkatan risiko paru yang cedera diinduksi
ventilator. Risiko cedera paru yang diinduksi ventilator terkait dengan tekanan
puncak alveolar, dan tekanan ini sama selama VCV dan PCV. Tekanan jalan nafas
puncak yang lebih tinggi selama ventilasi yang dikontrol volume tidak meningkatkan
risiko overdistensi alveolar dan cedera paru yang disebabkan oleh ventilator.6
Ada kerugian yang terkait dengan laju aliran inspirasi konstan selama VCV.
Pertama, durasi inspirasi relatif singkat, dan ini dapat menyebabkan pengisian
alveolar tidak merata. Selain itu, aliran inspirasi maksimum terbatas ketika aliran
konstan, dan laju aliran inspirasi dapat tidak memadai pada pasien dengan kebutuhan
aliran tinggi. Pola aliran deselerasi tersedia untuk VCV, dan telah terbukti
meningkatkan kenyamanan pasien VCV.6
Dengan PCV, tekanan inflasi yang diinginkan dipilih sebelumnya dan laju
aliran inspirasi yang melambat memberikan aliran tinggi pada awal inflasi paru untuk
mendapatkan tekanan inflasi yang diinginkan dengan cepat. Waktu inspirasi
disesuaikan untuk memungkinkan waktu yang cukup untuk laju aliran inspirasi turun
ke nol pada akhir inspirasi sehingga tidak ada aliran udara pada akhir inspirasi,
tekanan jalan nafas akhir-inspirasi setara dengan tekanan puncak alveolar.6
Manfaat utama PCV adalah kemampuan untuk mengontrol tekanan puncak
alveolar yang merupakan tekanan yang paling erat terkait dengan risiko overdistensi
alveolar dan cedera paru yang disebabkan oleh ventilator. Studi klinis menunjukkan
bahwa risiko cedera paru yang diinduksi ventilator dapat diabaikan jika tekanan
puncak alveolar ≤30 cmH2O. PCV lebih cenderung meningkatkan kenyamanan
pasien dibandingkan VCV, dan ini telah dikaitkan dengan laju aliran awal yang tinggi
dan durasi inspirasi yang lebih lama dengan PCV.6
Kekurangan PCV adalah penurunan volume alveolar yang terjadi ketika ada
peningkatan resistensi jalan napas atau penurunan kepatuhan paru-paru. Ini adalah
masalah khusus pada gagal napas akut, di mana kondisi jalan nafas yang stabil dan
kepatuhan paru tidak mungkin terjadi. Ventilasi kontrol volume yang diatur dengan
tekanan (PRVC) adalah mode hybrid ventilasi yang memberikan volume tidal
konstan tetapi membatasi tekanan jalan nafas akhir-inspirasi.6
PRVC beroperasi seperti bentuk kontrol volume yang cerdas dimana ventilator

15
memantau kepatuhan paru dan menggunakannya untuk memilih tekanan jalan nafas
terendah yang diperlukan untuk memberikan volume tidal yang diinginkan. Mode
hybrid seperti PRVC semakin populer, meskipun tidak ada keuntungan klinis yang
diteliti dengan PRVC jika dibandingkan mode ventilasi yang lebih konvensional.6
Assist-control ventilation
Assist-control ventilation (ACV) memungkinkan pasien untuk memulai napas
ventilator, tetapi jika hal ini tidak memungkinkan, napas ventilator dialirkan dengan
kecepatan yang telah ditentukan sebelumnya. Ventilator bernafas selama ACV dapat
dikontrol volume atau dikontrol tekanan. Pemicu ACV melibatkan dua jenis napas
ventilator, yang diilustrasikan pada panel atas Gambar 8. Bentuk gelombang tekanan
di sebelah kiri diawali oleh defleksi tekanan negatif, yang mewakili upaya inspirasi
spontan oleh pasien. Ini adalah napas ventilator yang dipicu oleh pasien.6

Gambar 8. Pola tekanan jalan nafas ACV dan SIMV6

Bentuk gelombang tekanan di sebelah kanan tidak didahului oleh defleksi


tekanan negatif, yang menunjukkan tidak adanya upaya inspirasi spontan. Dalam hal
ini, tidak ada interaksi antara pasien dan ventilator, dan napas ventilator disampaikan
dengan kecepatan yang telah dipilih sebelumnya. Ini adalah napas ventilator yang
dipicu oleh waktu. Ada dua jenis sinyal yang digunakan untuk napas yang dipicu
pasien: tekanan negatif dan laju aliran inspirasi.6
a. Tekanan Negatif: Pasien memicu napas ventilator dengan menghasilkan
tekanan jalan napas negatif 2-3 cmH2O yang membuka katup peka tekanan
pada ventilator. Tekanan ini dua kali lipat tekanan jalan napas negatif yang
dihasilkan selama pernapasan tenang yang menjelaskan mengapa sepertiga

16
upaya inspirasi gagal memicu napas ventilator ketika tekanan negatif adalah
sinyal pemicu.
b. Tingkat Aliran: Pemicu aliran melibatkan sedikit atau tidak ada perubahan
dalam tekanan dan volume melibatkan lebih sedikit kerja mekanis daripada
pemicu tekanan. Aliran telah menggantikan tekanan sebagai mekanisme
pemicu standar. Laju aliran yang diperlukan untuk memicu napas ventilator
berbeda untuk masing-masing merek ventilator, tetapi laju 1–10 L/mnt
diperlukan. Pemicu otomatis dari kebocoran sistem adalah masalah utama yang
terkait dengan pemicu aliran.
Aturan umum praktis selama ventilasi mekanis adalah untuk memungkinkan
setidaknya dua kali jumlah waktu untuk kedaluwarsa sebagaimana diizinkan untuk
inspirasi. Ini setara dengan inspirasi: rasio waktu kedaluwarsa (rasio I:E) minimal 1:
2. Tujuannya adalah memberikan waktu yang cukup untuk pernafasan lengkap untuk
mencegah hiperinflasi dinamis dan PEEP intrinsik atau okultisme. Jika durasi
pernafasan terlalu pendek, rasio I:E dapat ditingkatkan dengan meningkatkan laju
aliran inspirasi, mengurangi volume tidal, atau mengurangi waktu inspirasi.6
Ketika setiap napas adalah napas ventilator yang dipicu oleh pasien, napas
cepat seperti yang ditunjukkan pada Gambar 11 dapat sangat mengurangi waktu
untuk pernafasan dan meningkatkan risiko pengosongan alveolar yang tidak lengkap
dan PEEP intrinsik. Ketika bernafas cepat adalah hasil dari kondisi selain
ketidaknyamanan atau kecemasan, upaya untuk mengurangi laju pernapasan dengan
sedasi atau penyesuaian aliran inspirasi sering tidak berhasil. Dalam situasi ini, mode
ventilasi yang sesuai dijelaskan selanjutnya.6
Intermittent mandatory ventilation
Metode Kesulitan dengan pernapasan cepat selama ACV pada neonatus dengan
sindrom gangguan pernapasan, yang biasanya memiliki tingkat pernapasan di atas 40
napas/menit menyebabkan pengenalan IMV. IMV dirancang untuk memungkinkan
pernapasan spontan di antara napas ventilator. Hal ini dicapai dengan menempatkan
sirkuit pernapasan spontan secara paralel dengan sirkuit ventilator dengan katup
searah yang membuka sirkuit pernapasan spontan ketika napas ventilator tidak
disampaikan.6

17
Pola ventilasi untuk IMV diilustrasikan pada panel bawah Gambar 11.
Perhatikan bahwa napas ventilator disampaikan selaras dengan napas spontan; ini
disebut IMV tersinkronisasi (SIMV). Ventilator bernapas selama SIMV dapat
dikontrol volume atau dikontrol tekanan. Tingkat napas ventilator disesuaikan sesuai
kebutuhan untuk mencocokkan total menit ventilasi (spontan plus bantuan napas)
dengan tingkat dasar pasien. Efek samping utama IMV adalah peningkatan kerja
pernapasan, dan penurunan curah jantung, terutama pada pasien dengan disfungsi
ventrikel kiri. Kedua efek adalah hasil dari periode pernapasan spontan.6
Peningkatan kerja pernapasan selama periode pernapasan spontan dalam IMV
disebabkan oleh resistensi pada sirkuit ventilator yang dapat memiliki efek berlebihan
pada kerja ventilasi saat bernafas cepat. Ventilasi penunjang tekanan mengatasi
resistensi tambahan dari rangkaian ventilator, dan dengan demikian mengurangi kerja
pernapasan. Ventilasi penunjang tekanan (pada 10 cm H2O) digunakan secara rutin
selama periode pernapasan spontan pada IMV. Seperti yang dijelaskan pada akhir
bab terakhir, ventilasi tekanan positif mengurangi afterload ventrikel kiri dan
meningkatkan curah jantung terutama pada pasien disfungsi ventrikel kiri. IMV
memiliki efek sebaliknya dan meningkatkan afterload ventrikel kiri yang
menghasilkan penurunan curah jantung pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri.6
Pressure support ventilation
Pressure support ventilation (PSV) adalah pernapasan spontan yang ditambah
tekanan. Ini berbeda dari PCV yang dipicu pasien karena memungkinkan pasien
untuk menghentikan inflasi paru, sedangkan ventilator mengakhiri inflasi paru
selama PCV yang dipicu pasien. PSV adalah bentuk ventilasi yang lebih interaktif
daripada PCV karena memungkinkan pasien untuk mengontrol waktu inspirasi dan
volume tidal. Perubahan tekanan, dan aliran selama inflasi paru-paru dengan PSV.6
PSV menggunakan laju aliran inspirasi lambat, dengan laju aliran tinggi di awal
inspirasi untuk mencapai tingkat tekanan yang diinginkan. Tekanan augmentasi nafas
diakhiri ketika laju aliran inspirasi turun ke 25% dari tingkat puncak. Ini
memungkinkan pasien untuk menentukan durasi inflasi paru-paru dan volume tidal.
Kadar PSV yang rendah (5-10 cmH2O) digunakan selama penyapihan dari ventilasi
mekanis untuk mengatasi resistensi terhadap aliran udara buatan dan tubing

18
ventilator. Tujuan PSV adalah untuk mengurangi kerja pernapasan tanpa menambah
volume tidal. Level PSV yang lebih tinggi (15-30 cmH2O) digunakan untuk
menambah volume tidal ketika digunakan sebagai ventilasi noninvasif.6
Positive end-expiratory pressure
Penyempitan progresif saluran udara selama ekspirasi dapat berujung pada
kolapsnya ruang udara distal pada akhir ekspirasi. Ini biasanya terjadi di daerah paru-
paru dependen, di mana tekanan transpulmonary lebih positif. Tekanan
transpulmonary di mana ruang udara distal mulai rusak disebut tekanan penutup, dan
biasanya sekitar 3 cmH2O. Tekanan penutupan lebih tinggi pada obstruksi jalan
napas kecil (mis: PPOK) dan pengurangan kepatuhan paru-paru yang menyebabkan
kerusakan ruang udara yang lebih luas.6
Ini memiliki dua akibat yang merugikan: gangguan pertukaran gas pada
atelektasis, dan atelektrauma dari penutupan berulang dan pembukaan ruang udara
distal. Tekanan akhir ekspirasi positif (PEEP) diciptakan oleh katup pelepas tekanan
di ekstremitas anggota sirkuit ventilator yang memungkinkan pernafasan untuk
melanjutkan sampai tekanan turun ke tingkat yang telah dipilih sebelumnya, dan
dipertahankan selama masa ekspirasi. Peningkatan PEEP menggerakkan gelombang
tekanan inflasi ke atas, dan menghasilkan tekanan alveolar puncak yang lebih tinggi
dan tekanan jalan nafas rata-rata yang lebih tinggi.6
c. Alternate Mode of Ventilation
Mode Rescue Ventilation
Sebagian kecil (10–15%) pasien dengan ARDS mengalami hipoksemia yang
refrakter terhadap terapi oksigen dan ventilasi mekanis konvensional. Pasien dengan
atelektasis pada ARDS tidak hanya mengganggu ventilasi alveolar, tetapi
meningkatkan cedera paru yang disebabkan oleh ventilator. Ada dua mekanisme
untuk cedera paru-paru yang dihasilkan oleh atelektasis. Pertama, jika kolaps
alveolus luas akan mengurangi alveoli normal dan meningkatkan volutrauma. Kedua,
jika keruntuhan alveolar hanya terjadi pada akhir ekspirasi, pembukaan dan
penutupan alveoli yang berulang menyebabkan atelektrauma dengan menciptakan
gaya geser berlebihan yang merusak epitel saluran napas.6
Konsekuensi buruk dari kolapsnya alveolar dapat dikurangi dengan cara

19
ventilasi yang keduanya mencegah keruntuhan alveolar dan membuka alveoli yang
kolaps. Ini adalah konsep ventilasi mekanis paru-paru terbuka, di mana tujuannya
adalah untuk membuka paru-paru dan menjaga paru agar tetap terbuka. Mode
ventilasi yang dijelaskan selanjutnya dirancang untuk mencapai tujuan ini.6
Ventilasi osilasi frekuensi tinggi (HFOV) menggunakan frekuensi tinggi.
Osilasi ini menciptakan rerata tekanan jalan nafas yang tinggi sehingga
meningkatkan pertukaran gas di paru dengan membuka alveoli yang kolaps
(perekrutan alveolar) dan mencegah kolapsnya alveolar lebih lanjut. Volume tidal
kecil (biasanya 1-2 mL) membatasi risiko overdistensi alveolar dan volutrauma.
Manuver rekrutmen alveolar disarankan sesaat sebelum beralih dari CMV ke
HFOV.6
HFOV memerlukan ventilator khusus yang memungkinkan penyesuaian
berikut: frekuensi dan amplitudo dari osilasi, tekanan jalan nafas rata-rata, laju aliran
bias, dan waktu inspirasi. Rentang frekuensi untuk osilasi adalah 4-7 Hz (1 Hz adalah
satu osilasi per detik atau 60 osilasi/menit, sehingga rentang 4-7 Hz adalah 240-420
osilasi/menit), dan frekuensi spesifik yang dipilih adalah ditentukan oleh pH arteri.
Amplitudo pulsa (volume tidal) menentukan pelepasan CO2, dan amplitudo pulsa
berbanding terbalik dengan frekuensi osilasi misanya frekuensi osilasi yang lebih
rendah menghasilkan volume tidal yang lebih tinggi dan penghilangan CO2 yang
lebih efektif.6
Amplitudo pulsasi awal diatur pada 70-90 cmH2O. Tekanan alveolar akhir-
inspirasi harus diukur sesaat sebelum beralih dari CMV ke HFOV. Tekanan ini
merupakan cerminan dari: volume alveolar, dan risiko overdistensi alveolar dan
volutrauma. Rerata tekanan jalan nafas biasanya diatur 5 cmH2O lebih tinggi dari
tekanan alveolar akhir-inspirasi yang dicatat selama CMV, tetapi tidak boleh
melebihi 30 cmH2O (untuk mencegah volutrauma) .6

20
Gambar 9. Osilasi tekanan jalan nafas selama HFOV6

Uji klinis membandingkan HFOV dengan CMV menunjukkan peningkatan 16-


24% dalam rasio PaO2/FIO2 pada HFOV. Studi awal HFOV tidak menunjukkan
dampak pada tingkat kematian, tetapi meta-analisis terbaru menunjukkan manfaat
kelangsungan hidup yang signifikan dengan HFOV Kerugian HFOV, antara lain:
memerlukan ventilator khusus bersama dengan personel terlatih untuk
mengoperasikan perangkat, cardiac output sering turun selama HFOV karena tekanan
jalan nafas rata-rata yang tinggi sehingga membutuhkan augmentasi volume
intravaskular selama HFOV, dan bronkodilator aerosol tidak efektif selama HFOV.6

Gambar 10. Mode terkait ventilasi spontan yang diatur oleh tekanan6

Airway pressure release ventilation (APRV) menggunakan pernapasan


spontan dalam waktu lama pada tekanan ekspirasi akhir tinggi yang terganggu oleh
periode pelepasan tekanan singkat menuju tekanan atmosfer. APRV adalah varian
CPAP yang merupakan pernapasan spontan pada tekanan akhir ekspirasi positif.
Kesamaan antara APRV dan CPAP ditunjukkan pada Gambar 13. Panel atas pada
gambar tersebut menunjukkan profil tekanan CPAP dimana perubahan tekanan

21
inspirasi dan ekspirasi selama pernapasan spontan berkisar pada tekanan ekspirasi
akhir 5 cmH2O.6
Profil tekanan jalan napas untuk APRV (panel tengah) menunjukkan CPAP
pada tekanan ekspirasi akhir yang jauh lebih tinggi (30 cmH2O) dengan periode
singkat dimana tekanan jalan nafas dibiarkan turun sampai nol (pelepasan tekanan).
Level CPAP yang tinggi dalam APRV meningkatkan oksigenasi arteri dengan
membuka alveoli yang kolaps dan mencegah kolapsnya alveolar lebih lanjut. Fase
pelepasan tekanan dirancang untuk memfasilitasi pelepasan CO2.6

Tabel 9. Pengaturan awal untuk HPOV dan APRV6


HPOV APRV
Frekuensi: Tekanan:
4 Hz: (pH <7,1) Tinggi: sama dengan Pplateau pada
5-6 Hz: (pH 7,1-7,35) CMV sampai maksimal 30
7 Hz: (>7,35) cmH2O
Amplitudo: 70-90 cmH2O Rendah: tekanan atmosfer (nol)
Rerata Paw: 5 cmH2O > Pplateau pada Waktu
CMV maksimal sampai 30 cmH2O Tekanan tinggi: 4-6 detik
Aliran blas: 40 L/menit Tekanan rendah: 0,6-0,8 detik
Waktu inspirasi: 33% FiO2: 100%
FiO2: 100%

APRV tersedia pada banyak ventilator perawatan kritis modern, dan variabel
yang harus dipilih ketika memulai APRV meliputi tekanan jalan napas tinggi dan
rendah serta waktu yang dihabiskan di setiap tingkat tekanan. Beberapa saran untuk
pengaturan awal tercantum pada Tabel 9. Tekanan alveolar akhir-inspirasi harus
diukur sesaat sebelum beralih dari CMV ke APRV. Tekanan jalan nafas yang tinggi
harus sama dengan tekanan alveolar akhir, tetapi tidak boleh melebihi 30 cmH2O.6
Level tekanan rendah diatur ke nol untuk memaksimalkan tekanan penggerak
untuk pelepasan tekanan cepat. Tekanan tidak pernah mencapai level nol karena fase
pelepasan tekanan sangat singkat, dan tekanan positif residual membantu mencegah
keruntuhan alveolar. Waktu yang dihabiskan pada tekanan jalan napas tinggi
biasanya 85-90% dari total siklus. Waktu yang disarankan adalah 4-6 detik untuk
tekanan tinggi dan 0,6-0,8 detik untuk tekanan rendah. APRV dapat mencapai
rekrutmen alveoli yang hampir lengkap dengan mempertahankan tekanan jalan nafas
yang tinggi dalam periode waktu yang lama. Hal ini tidak hanya meningkatkan

22
oksigenasi arteri, tetapi juga mengurangi kepatuhan paru-paru. Hal tersebut
menyebabkan tekanan jalan nafas puncak lebih rendah selama APRV daripada CMV.
Peningkatan oksigenasi arteri dengan APRV terjadi secara bertahap selama 24 jam.6
Manfaat APRV hilang jika pasien tidak memiliki upaya pernapasan spontan.
Kelemahan dari APRV adalah kontraindikasi relatif pasien dengan asma berat dan
PPOK karena ketidakmampuan untuk mengosongkan paru dengan cepat selama fase
pelepasan tekanan APRV. Cardiac output sering turun selama APRV karena rerata
tekanan jalan nafas yang tinggi, tetapi efek ini kurang jelas dibandingkan dengan
depresi jantung selama HFOV.6
Noninvasive Ventilation
Noninvasive ventilation (NIV) ditujukan untuk pasien dengan gagal napas akut
yang akan mendapat manfaat dukungan ventilasi, tetapi mungkin tidak memerlukan
ventilasi mekanik konvensional (yang memerlukan intubasi endotrakeal). NIV
diberikan melalui masker wajah yang menghilangkan kebutuhan (dan komplikasi)
dari intubasi endotrakeal. Meskipun NIV memiliki aplikasi dalam pengaturan rawat
jalan dan rawat inap, deskripsi berikut ini terbatas pada penggunaan NIV pada gagal
napas akut. Ada tiga mode ventilasi yang tersedia untuk NIV: (a) continuous positive
airway pressure (CPAP), (b) bilevel positive airway pressure (BiPAP), dan (c)
pressure support ventilation (PSV). Dua mode ventilasi terakhir (yaitu, BiPAP dan
PSV) juga disebut sebagai ventilasi tekanan positif noninvasif (NPPV).6
Continuous positive airway pressure (CPAP) adalah pernapasan spontan pada
tekanan akhir ekspirasi positif seperti yang diilustrasikan pada panel atas Gambar 12.
CPAP sederhana hanya membutuhkan sumber oksigen dan masker wajah dengan
katup ekspirasi yang mempertahankan tekanan akhir ekspirasi positif (mis: Masker
CPAP). Efek utama CPAP adalah meningkatkan kapasitas residual fungsional. CPAP
biasanya diatur pada 5-10 cm H2O. CPAP adalah bentuk dukungan ventilasi terbatas
karena tidak menambah volume tidal dan membatasi penggunaannya pada gagal
napas akut. Penggunaan utama CPAP pada gagal pernapasan akut adalah pasien
dengan edema paru kardiogenik dan manfaat CPAP dalam kondisi ini merupakan
hasil dari dukungan hemodinamik.6

23
Gambar 11. Mode terkait ventilasi spontan yang diatur tekanan6

BiPAP adalah CPAP yang bergantian antara dua level tekanan. Ini
diilustrasikan pada panel bawah Gambar 12. BIPAP merupakan varian dari airway
pressure release ventilation (APRV) yang ditunjukkan pada panel tengah Gambar
12. Satu-satunya perbedaan antara BiPAP dan APRV adalah jumlah waktu yang
dialokasikan untuk tingkat tekanan tinggi dan rendah. Tingkat tekanan tinggi dalam
BiPAP disebut tekanan saluran udara positif inspirasi (IPAP), dan tingkat tekanan
rendah disebut tekanan saluran udara ekspirasi positif (EPAP). BiPAP menghasilkan
rerata tekanan jalan nafas yang lebih tinggi daripada CPAP, dan ini membantu
meningkatkan perekrutan alveolar.6
BIPAP tidak secara langsung menambah volume tidal, tetapi efek BiPAP pada
perekrutan alveolar meningkatkan kepatuhan paru (distensibility), dan menghasilkan
volume tidal yang lebih besar pada perubahan yang sama di tekanan intrathoracic.
BiPAP secara tidak langsung meningkatkan volume tidal. BiPAP dimulai dengan
pengaturan awal berikut: IPAP = 10 cm H2O, EPAP = 5 cm H2O, waktu inspirasi
(durasi IPAP) = 3 detik.6
Penyesuaian lebih lanjut dalam tekanan ditentukan oleh resultan perubahan
pertukaran gas (yaitu, rasio PaO 2 / FIO 2 dan PaCO 2), dan tanda-tanda gangguan
pernapasan (misalnya, laju pernapasan). Tekanan puncak di atas 20 cm H2O biasanya
tidak disarankan karena mereka ditoleransi dengan buruk oleh pasien, dan juga
menyebabkan kebocoran.6

24
2.2.3 Pemantauan Ventilasi Mekanik

a. Jantung
Pengaruh ventilasi tekanan positif pada kinerja jantung cukup kompleks
dan mengakibatkan perubahan preload dan afterload pada kedua sisi jantung.
Untuk menggambarkan perubahan ini, tekanan intratorakal harus ditelaah.
Penting untuk melihat tekanan transmural karena tekanan transmural
menentukan pengisian ventrikel (preload) dan resistensi terhadap
pengosongan ventrikel (afterload). 6,8
Pada beberapa dekade terakhir ini telah diketahui bahwa penurunan curah
jantung (cardiac output) adalah komplikasi utama dari ventilasi tekanan positif.
Fenomena ini dapat dipahami dengan membandingkan perubahan tekanan intrapleural
(intratorakal) selama ventilasi spontan normal terhadap pernapasan tekanan positif.8
Selama ventilasi spontan, penurunan tekanan intratorakal menyebabkan
pengaliran udara ke dalam paru-paru dan darah ke pembuluh-pembuluh besar rongga
dada serta jantung. Dengan demikian, preload ventrikel kanan akan meningkat karena
darah yang kembali ke jantung kanan meningkat serta terjadi regangan dan
peningkatan volume jantung kanan sehingga volume sekuncup (stroke volume) jantung
kanan juga meningkat. Ventrikel kanan menerima darah dalam jumlah yang lebih
sedikit selama ekshalasi pasif spontan karena tekanan intratorakal kurang negatif.
Volume jantung kiri cenderung mengikuti volume jantung kanan.5,8 Pengaruh mekanik
paru-paru terhadap transmisi tekanan intratorakal diilustrasikan pada gambar di bawah.

Gambar 12. Pengaruh mekanik paru-paru terhadap transmisi tekanan intratorakal9

25
Pada gambar di atas (a) menunjukkan apa yang terjadi ketika paru-paru normal
dikembangkan dengan volume 700 mL yang berasal dari sumber tekanan positif. Pada
keadaan ini, peningkatan tekanan alveolar diteruskan secara keseluruhan ke kapiler-
kapiler pulmonal dan tidak menyebabkan perubahan pada tekanan transmural (Ptm) di
sepanjang kapiler kapiler. Namun, saat pengembangan paru yang sama terjadi di paru-
paru yang noncompliant (gambar kanan), peningkatan tekanan alveolar tidak
seluruhnya diteruskan ke kapiler-kapiler dan terjadi peningkatan tekanan transmural,
sehingga dapat menyebabkan kompresi kapiler-kapiler. Oleh karena itu, pada keadaan-
keadaan dimana terdapat suatu penurunan compliance paru (edema paru, pneumonia),
pengembangan paru dengan tekanan positif dapat menyebabkan penekanan jantung
dan pembuluh-pembuluh darah intratorakal. Penekanan ini dapat membawa
keuntungan atau kerugian tersendiri.5,8,15
b. Tekanan Intrakranial dan Perfusi Serebral
Jumlah darah yang mengalir ke otak ditentukan oleh tekanan perfusi serebral
(cerebral perfusion pressure, CPP). CPP merupakan hasil pengurangan dari mean
systemic arterial blood pressure (MABP) dengan intracranial pressure (ICP).
Tekanan perfusi serebral secara potensial menurun karena ventilasi tekanan positif
dengan/tanpa tekanan positif akhir ekspirasi (PEEP) dapat menurunkan curah
jantung dan MABP. Sebagai contoh, bila MABP menurun dari 100 menjadi 70
mmHg dan ICP 15 mmHg, maka CPP akan menurun dari 85 mmHg menjadi 55
mmHg.5
Ventilasi tekanan positif dapat meningkatkan tekanan vena sentral (CVP)
sehingga venous return dari kepala akan menurun dan menyebabkan peningkatan
ICP dan menurunkan CPP. Hal ini dapat dilihat secara klinis melalui peningkatan
distensi vena jugularis. Oleh karena itu, perfusi otak yang menurun dapat
menimbulkan hipoksemia serebral dan ICP yang meningkat dapat memperparah
edema serebral.5,14
Risiko klinis yang terbesar sehubungan dengan perfusi serebral ditemukan
pada pasien-pasien dengan ICP yang tinggi dengan edema serebral yang mulai
bertambah. Pasien dengan cedera kepala tertutup, tumor-tumor serebral atau pasca

26
bedah saraf termasuk dalam kategori ini. Bila pasien memiliki kondisi
hemodinamik intrakranial yang normal, maka dengan ventilasi tekanan positif tidak
akan meningkatkan tekanan intrakranial (ICP). Pada pasien dengan fungsi serebral
yang abnormal, perubahan yang terjadi pada perfusi dan tekanan serebral akan
sangat mempengaruhi kondisi hemodinamik.5,8
Bila terdapat peningkatan ICP, maka hiperventilasi dilakukan sebagai
mekanisme kompensasi untuk menurunkan ICP (mengurangi PaCO2 menjadi 25-
30 mmHg). Alkalosis yang timbul karena PaCO2 yang rendah dapat menyebabkan
vasokonstriksi pembuluh-pembuluh darah. Hal tersebut dapat menurunkan ICP dan
meningkatkan perfusi serebral, namun efeknya hanya bertahan selama 24 sampai
36 jam. Oleh karena itu, kontroversi tentang manfaat dan kegunaan teori tersebut
masih ada dan berbeda penerapannya di berbagai institusi.5,15,18
Beberapa pasien dengan cedera kepala atau disfungsi serebral membutuhkan
PEEP untuk mengatasi hipoksemia refrakter yang disebabkan oleh peningkatan
pintasan (shunting) akibat penurunan kapasitas residual fungsional (FRC). PEEP
dapat meningkatkan ICP; tetapi, jika PEEP dibutuhkan untuk mempertahankan
oksigenasi (lifesaving), maka PEEP harus dipertahankan. Oleh karena itu, pada
pasien-pasien tersebut perlu dilakukan pemantauan ICP.5,15
c. Ginjal
Pengaruh ventilasi bertekanan positif terhadap fungsi ginjal telah diketahui
sejak 4 dekade yang lalu. Perubahan ini terjadi pada 3 area, yaitu: (1) Respons ginjal
terhadap perubahan hemodinamik yang timbul karena peningkatan tekanan
intratorakal, (2) Respons humoral, antara lain mellaui perubahan kadar hormon
antidiuretik (ADH), peptida natriuretik atrial (ANP), dan renin-angiotensin-
aldosteron (RAA), (3) Pengaruh terhadap ginjal karena pH, PaCO2, dan PaO2 yang
abnormal.4,5,14,15
d. Hepar dan Gastrointestinal
Pasien yang mendapatkan ventilasi tekanan positif dan PEEP menunjukkan
adanya gangguan fungsi hepar yang ditandai dengan peningkatan bilirubin serum >
2,5 mg/100 mL tanpa disertai riwayat penyakit hepar sebelumnya. Hal ini
disebabkan karena penurunan curah jantung, pergerakan diafragma ke arah bawah

27
yang berlawanan dengan hepar, penurunan aliran vena porta, atau peningkatan
resistensi limpa sehingga menyebabkan iskemia hepar, juga faktor-faktor lain yang
mengganggu fungsi hepar.5,14
Ventilasi tekanan positif meningkatkan resistensi limpa, menurunkan aliran
vena dari limpa, dan berperan menimbulkan iskemia mukosa lambung. Iskemia
inilah yang sering meningkatkan angka kejadian perdarahan gastrointestinal dan
ulkus yang sering terjadi pada pasien-pasien critically ill.5,14
Hal ini terjadi karena peningkatan permeabilitas sawar mukosa lambung.
Oleh karena itu, pada pasien-pasien tersebut, antasida atau simetidin dapat
diberikan untuk mencegah perdarahan gastrointestinal karena acute stress
ulceration. Obat-obat tersebut bersifat meningkatkan pH lambung yang
berhubungan dengan peningkatan risiko pneumonia nosokomial pada pasien yang
diventilasi.5,14
Pada keadaan tersebut dapat diberikan sukralfat oral yang dapat mengatasi
perdarahan gastrointestinal tanpa mengubah pH.18 Pasien yang mendapatkan
ventilasi tekanan positif juga berisiko untuk mengalami distensi gaster berat karena
menelan udara yang bocor di sekitar pipa endotrakea atau bila ventilasi tekanan
positif ini diberikan melalui sungkup. Pemasangan selang nasogastrik dapat
membuang udara yang masuk dan mendekompresi lambung.5,14,15,17
e. Sistem Respirasi
Napas normal dicapai dengan menarik udara ke dalam paru sehingga 5 liter
udara ditarik selama satu napas (dari volume residual ke kapasitas total paru) tanpa
cedera yang pada paru. Ventilasi tekanan positif mendorong udara ke paru dan
menciptakan tekanan serta regangan abnormal yang dapat merusak bentuk paru,
terutama paru yang sakit dengan volume nafas tunggal kurang dari setengah liter.
Contoh kerusakan struktural yang dihasilkan oleh ventilasi mekanis ditunjukkan pada
Gambar 25.4. Ada beberapa jenis cedera paru yang diinduksi ventilator (VILI). VILI
telah dihubungkan dengan ARDS.19
Volume tidal besar diadopsi untuk mencegah atelektasis pada awal ventilasi
tekanan positif. Volume tidal 10-15 mL/kg (BB ideal) menjadi standar selama
ventilasi mekanis, dibandingkan dengan volume tidal normal 5-7 mL/kg selama

28
pernapasan spontan. Sejak awal, jelas bahwa ventilasi mekanik dapat memecahkan
alveoli dan menghasilkan kebocoran udara (barotrauma), tetapi pada tahun 1970-an,
sebuah penelitian diterbitkan menunjukkan bahwa tekanan inflasi yang tinggi dapat
menghasilkan infiltrasi paru difus yang menyerupai edema paru. Cedera paru pada
VILI bukan edema paru, tetapi hasil dari overdistensi alveoli dan gangguan
permukaan alveolar-kapiler yang menyebabkan infiltrasi inflamasi paru dan kondisi
klinis yang menyerupai ARDS.19
Efek dari volume inflasi yang tinggi lebih ditandai pada penyakit paru infiltratif
seperti pneumonia dan ARDS karena volume inflasi didistribusikan secara istimewa
ke daerah fungsi paru-paru normal. Volume inflasi yang tinggi dikirim ke paru-paru
dengan penurunan volume paru fungsional dan ini merupakan predisposisi
volutrauma dari overdistension alveoli di daerah paru normal.19
Saluran udara kecil cenderung kolaps pada akhir ekspirasi selama ventilasi
mekanis, terutama dalam kondisi paru dengan penurunan compliance (mis: Edema
paru, ARDS). Pembukaan dan penutupan berulang saluran udara kecil selama
ventilasi tekanan positif dapat merusak epitel saluran napas, kemungkinan dengan
menghasilkan gaya geser yang berlebihan. Jenis cedera paru ini disebut atelectrauma
dan dapat dicegah dengan penggunaan tekanan akhir ekspirasi positif (PEEP).19
Bentuk yang paling menarik dari VILI adalah kemampuan ventilasi tekanan
positif untuk meningkatkan pelepasan sitokin proinflamasi dari paru pada volume
inflasi yang tidak menghasilkan kerusakan struktural pada paru-paru yang disebut
biotrauma, dan dapat memicu sindrom respons radang sistemik, serta menyebabkan
cedera radang di paru serta organ lainnya. Ini berarti bahwa ventilasi mekanik dapat
menjadi sumber kegagalan multiorgan yang dimediasi-inflamasi seperti sepsis berat
dan syok septik.19
2.2.4 Weaning (Penyapihan) dan Pengakhiran Ventilasi Mekanik

Menyapih ventilasi mekanis artinya transisi dari dukungan ventilasi total ke


pernapasan spontan. Ini merupakan proses yang cepat dan lancar pada sebagian
besar pasien, tetapi bisa menjadi proses progresif dan berkepanjangan pada 20-25%
kasus. Pasien ini memerlukan pendekatan sistematis untuk pembebasan yang

29
sukses dari ventilator. Ini harus dimulai lebih awal setelah pasien memenuhi kriteria
untuk disapih.19
Penyapihan ini memiliki dua komponen, antara lain pembebasan dari
ventilator dan ekstubasi. Semakin cepat pasien dibebaskan dari ventilator, maka
semakin kecil pula kemungkinan pneumonia yang berhubungan dengan ventilator,
cedera paru yang diinduksi ventilator, penurunan lama rawat inap di ICU, dan
penurunan mortalitas secara keseluruhan.19
Langkah 1: Identifikasi kesiapan untuk menyapih
Penyapihan tidak boleh terburu-buru karena hanya akan berhasil jika pasien
sudah siap secara fisik dan mental. Pada saat yang sama juga tidak boleh ditunda
karena dikaitkan dengan komplikasi. Pasien dengan VM harus dipertimbangkan
untuk menyapih jika dia memenuhi kriteria kesiapan seperti yang disebutkan di
bawah ini.19
1. Prasyarat "kriteria kesiapan" yang mendasari untuk VM telah stabil dan pasien
membaik. Pasien stabil secara hemodinamik pada tekanan minimal atau tidak sama
sekali. Oksigenasi memadai (mis: PaO2/FiO2 >200, PEEP <5-8 cmH2O, FiO2
<0,5) dan memulai upaya inspirasi spontan. Suhu tubuh pasien stabil (<38° C),
memiliki status metabolisme yang stabil (pH 7,25), hemoglobin yang memadai
(misalnya, Hb> 8-10 g/dL), dan kondisi yang memadai (Skala koma Glasgow> 13)
.19
2. Memahami prediktor keberhasilan penyapihan. Prediktor keberhasilan
penyapihan telah dirancang dari parameter fisiologis yang membantu proses
pengambilan keputusan. Tidak satu pun dari pemeriksaan itu sendiri sangat kuat,
dan penilaian klinis sangat penting. Rapid shallow breathing index (RSBI) dinilai
dengan menempatkan pasien pada posisi selama 2 menit. F (frekuensi)/Vt (volume
tidal dalam liter) <100 adalah prediktor keberhasilan penyapihan. Ambang batas
100 tidak mengikat dan dapat dilonggarkan oleh 10-20 pasien rawat inap dengan
ukuran tabung endotrakeal <7 dan pada wanita. Ventilasi <10 L/mnt. Laju
pernapasan (RR) <35 kali/menit. Tekanan inspirasi maksimal lebih negatif 30
cmH2O.19
Langkah 2: Bersiap untuk menyapih

30
Hentikan infus sedasi untuk membangunkan pasien dan lakukan spontaneous
awakening trial (SAT). Berkomunikasi dengan pasien, menjelaskan prosedurnya,
dan menenangkan mereka. Catat parameter dasar dan simpan lembar ICU di
samping tempat tidur pasien. Jaga lingkungan yang tenang dan berikan dorongan
serta dukungan. Jika pasien gagal menjalani SAT, ulangi sedasi dengan setengah
dosis sebelumnya. Jika pasien melewati SAT setelah menghentikan sedasi, kaji
pasien untuk spontaneous breathing trial (SBT) berdasarkan kriteria prasyarat
dalam langkah 1.19
Langkah 3: Lakukan SBT
Posisikan pasien tegak di tempat tidur. Hisap tabung endotrakeal dengan
seksama dan pastikan paten. Setiap mode berikut dapat dipilih untuk SBT:
A. T-piece:
Pasien terputus dari ventilator dan menghirup campuran udara oksigen yang
dilembabkan melalui T-piece yang terhubung ke tabung endotrakeal/trakeostomi
selama 30-120 menit. Peningkatan beban pernapasan ditawarkan oleh tabung
endotrakeal. Dispnea dan kelelahan harus dihindari dengan hati-hati.19
B. Dukungan tekanan:
Tingkat dukungan tekanan harus dikurangi secara bertahap, dititrasi ke RR
dan kenyamanan pasien. Level dukungan tekanan H2O 6-8 cm dianggap untuk
mengatasi hambatan tabung. Tempatkan pasien dengan PS 6-8 cm H2O dan PEEP
4 cm H2O. Durasi harus 30–120 menit, waktu yang lebih singkat untuk pasien yang
menggunakan ventilator <1 minggu dan lebih lama untuk pasien dengan VM yang
berkepanjangan.19
Langkah 4: Monitor dengan cermat
Kenyamanan pasien, dispnea, dan semua parameter vital dan pernapasan
harus dipantau secara ketat. SBT harus dihentikan jika gagal. SBT harus dicoba
setidaknya sekali dalam 24 jam. SBT yang lebih sering tidak membantu. Pada akhir
percobaan pasien dipertimbangkan untuk ekstubasi.19
Langkah 5: Ekstubasi pasien
Beberapa kriteria harus dipenuhi sebelum memutuskan tentang ekstubasi
setelah berhasil menjalani SBT, antara lain: batuk timbul secara spontan atau saat

31
pengisapan. Pasien harus dapat melindungi saluran udara, dan mengikuti perintah
sederhana. Sekresi seharusnya tidak berlebihan. Kebocoran manset <110 mL yang
diukur selama ventilasi bantuan-kontrol dalam mengidentifikasi pasien yang
berisiko tinggi mengalami stridor/obstruksi jalan napas postextubation. Tidak ada
prosedur radiologis atau bedah yang direncanakan dalam waktu dekat. Ekstubasi
tidak boleh dilakukan pada akhir hari.19
Langkah 6: Pantau kegagalan ekstubasi
Pasien harus diamati dengan cermat setelah ekstubasi untuk menemukan
tanda kegagalan ekstubasi seperti: RR >25 kali/menit selama 2 jam, detak jantung
>140 denyut/menit atau peningkatan/penurunan berkelanjutan >20%. Tanda klinis
kelelahan otot pernapasan atau peningkatan kerja pernapasan seperti SaO2 <90%;
PaO2 <80 mmHg, FiO2 >0,50, Hypercapnia (PaCO2> 45 mmHg atau> 20% dari
pre-tubation), dan pH <7,33.19
Langkah 7: Coba NIV
Jika tanda-tanda kegagalan ekstubasi hadir, dokter harus mencoba NIV
terutama dalam kondisi di mana perannya terbukti; misalnya pada PPOK,
kegagalan pasca operasi setelah reseksi paru, atau apnea tidur obstruktif
dekompensasi. NIV memiliki keuntungan mengurangi komplikasi dan interaksi
pasien yang lebih baik. Namun, penting untuk diingat bahwa tidak boleh menunda
reintubasi (jika diperlukan), dan setiap jam pasien menghabiskan NIV ketika
intubasi jelas diperlukan meningkatkan mortalitas dan menunda pemulihan. NIV
digunakan sebagai teknik penyapihan alternatif untuk pasien gagal SBT.19
NIV juga dapat digunakan sebagai pengobatan defisiensi pernapasan setelah
ekstubasi (kegagalan postextubation) yang berguna bagi pasien PPOK. Reintubasi
membawa angka kematian yang lebih tinggi baik karena kondisi medis yang
mendasarinya atau kemungkinan komplikasi seperti aspirasi atau pneumonia yang
berhubungan dengan ventilator.19
Langkah 8: Identifikasi penyapihan sulit
Keberhasilan menyapih didefinisikan sebagai ekstubasi dan tidak adanya
dukungan ventilator 48 jam setelah ekstubasi. SBT gagal adalah reintubasi dan/atau
dimulainya kembali dukungan ventilator setelah ekstubasi berhasil. Penyapihan

32
sulit adalah pasien yang gagal menyapih awal dan membutuhkan hingga tiga SBT
atau selama 7 hari dari SBT pertama untuk mencapai penyapihan yang berhasil.
Penyapihan berkepanjangan: pasien yang gagal setidaknya tiga kali mencoba
menyapih atau membutuhkan >7 hari menyapih setelah SBT pertama.19
Langkah 9: Pastikan penyebab penyapihan sulit
Lakukan pemeriksaan terperinci pada pasien, dan cari penyebab sulitnya
menyapih. Buat daftar periksa berdasarkan mekanisme patofisiologis:
a. Alat pernapasan yang tidak memadai: kekurangan Gizi, kelebihan obat penenang,
kelainan sistem saraf pusat, dan kurang tidur.19
b. Ketidakmampuan paru untuk melakukan pertukaran gas secara efektif:
pneumonia, edema paru, emboli paru, obesitas maupun acites.19
c. Kelelahan/kelemahan otot pernapasan: kekurangan nutrisi dan metabolisme,
polineuropati/miopati penyakit kritis, Hipokalemia, Hipomagnesemia,
Hipokalsemia, Hipofosfatemia, Hipoadrenalisme, Hipotiroidisme, Kortikosteroid,
Gagal ginjal kronis, Sepsis penyakit sistemik, Hipoksemia refrakter dan
hiperkapnia, kerja pernapasan yang terus meningkat, pemicu tidak efektif,
meningkatnya resistensi akibat tubing ventilator atau perangkat fusi humidi, kinerja
jantung buruk, penyakit neuromuskuler dan obat-obatan.19
d. Kegelisahan
Sulit untuk membedakan kecemasan dari kegagalan ventilasi. Jika ragu,
selalu anggap itu kegagalan ventilasi.19
e. Ketergantungan psikologis dalam penyapihan sulit.19
Langkah 10: Obati semua penyebab yang dapat diidentifikasi
Beberapa yang dapat dilakukan berkaitan dengan ini, adalah: pemberian
nutrisi yang baik, kontrol glikemik (110-140 mg/dL), mempertahankan faktor
metabolisme yang benar (terutama alkalosis metabolik), pertahankan hemoglobin
>7-8 g/dL, pertahankan curah jantung yang memadai dan perfusi jaringan dan jika
perlu obati aritmia, obati hipotiroidisme dan defisiensi steroid atau kelebihan,
kontrol penyakit yang mendasari pasien, hapus disinkronisasi ventilator dengan
aliran inspirasi yang tepat dan pengaturan pemicu, mengobati bronkospasme
sebanyak mungkin dan mengurangi fluktuasi hiperinamik, kuras efusi dan asites

33
pleura yang signifikan. obati hipertensi intraabdomen, obati edema paru secara
agresif, hentikan penggunaan steroid, aminoglikosida, colistin, dan statin jika
mungkin. Perubahan mode ventilasi dapat membantu meningkatkan interaksi
pasien-ventilator.19
Langkah 11: Rencanakan proses penyapihan dalam penyapihan sulit
1. Pilih mode ventilasi
Mode ventilasi yang digunakan harus memberikan dukungan pernapasan
yang memadai dan mencegah atrofi diafragma. PSV paling sering digunakan, dan
terbukti lebih baik daripada SIMV. CPAP memberikan manfaat biasa dari
peningkatan oksigenasi dan peningkatan fungsi ventrikel kiri serta menguntungkan
pada pasien tertentu dengan kegagalan pernapasan hipoksemik. Kompensasi tabung
otomatis bermanfaat dalam tabung endotrakeal sempit untuk mengatasi resistensi
tabung. PAV terbukti memperbaiki mekanika pernapasan. ASV terbukti lebih baik
daripada SIMV pada pasien pasca bedah kardiak. Pasien dengan CMV mengalami
kelelahan pernapasan pada mode spontan sehingga disarankan untuk menggunakan
mode ini dalam kasus penyapihan sulit di malam hari untuk memberikan istirahat
pada otot.19
2. Rencanakan trakeostomi.
Trakeostomi perkutan terbukti memiliki komplikasi lebih sedikit daripada
trakeostomi bedah dan lebih hemat biaya. Manfaat potensial menggunakan
trakeostomi pada pasien yang sulit disapih adalah: berkurangnya kerja pernapasan,
berkurangnya kebutuhan obat penenang dan peningkatan kenyamanan serta
kerjasama pasien, pemberian makan oral lebih dini, kemungkinan ekstubasi yang
tidak disengaja. Terlepas dari manfaat yang disebutkan di atas, trakeostomi belum
secara konsisten terbukti menurunkan angka kematian.19
3. Lakukan fisioterapi dan mobilisasi yang agresif
Fisioterapi dan mobilisasi adalah prasyarat untuk keberhasilan penyapihan.
Institusi awal fisioterapi dalam pendekatan berbasis protokol dan penilaian harian
untuk mencapai mobilitas maksimum sekarang menjadi bagian integral dari
manajemen ICU.19
4. Pilih tempat yang tepat untuk menyapih

34
Perawatan hemat biaya telah terbukti disediakan di unit perawatan pernafasan
menengah dan pusat penyapihan regional khusus. Itu membutuhkan upaya dan
keahlian tim.19
Langkah 12: Pilih protokol penyapihan
Penyapihan yang digerakkan oleh protokol memiliki lebih banyak peluang
untuk berhasil, mengurangi biaya, dan mungkin mengurangi angka kematian.
Periode SBT yang progresif lebih lama tidak memiliki perbedaan signifikan dalam
keberhasilan menyapih dan tingkat kematian, durasi bantuan ventilasi, atau total
lama rawat inap dilaporkan antara dua teknik penyapihan pada pasien yang sulit
disapih. Kombinasi kedua protokol juga dapat digunakan.19
Langkah 13: Putuskan tentang ventilasi rumah
Indikasi dari keputusan ini adalah ketidakmampuan penyapihan penuh dari
dukungan ventilasi termasuk NIV, perkembangan etiologi penyakit yang
membutuhkan dukungan ventilasi yang meningkat, pasien harus memiliki fisiologi
yang stabil dan sumber daya, personel, dan motivasi yang tepat.19

35
BAB IV
KESIMPULAN

Ventilator mekanik merupakan alat bantu pernafasan bertekanan positif atau


negatif yang menghasilkan aliran udara terkontrol pada jalan nafas pasien sehingga
mampu mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen dalam jangka waktu
lama. Tujuan pemasangan ventilator mekanik adalah untuk mempertahankan
ventilasi alveolar secara optimal dalam rangka memenuhi kebutuhan metabolik,
memperbaiki hipoksemia, dan memaksimalkan transport oksigen.
Setiap dokter anestesi harus terampil dalam menggunakan ventilator,
menguasai pengaturan mode, mampu memantau efek dari ventilasi mekanik, dapat
menentukan penyapihan dan pengakhiran ventilasi mekanik secara tepat Hal
tersebut harus disesuaikan dengan kondisi pasien, sehingga angka mortalitas dan
morbiditas dapat dikurangi pada pasien yang dirawat di Intensive Care Unit.

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Miller RD; Erikson LI; Dleisher LA; et al. Miller’s Anesthesia. New York:
Elsevier; 2009.
2. Butterworth JF; et al. Morgan and Mikhail’s Clinical Anesthesiology. 5th ed.
New York: Mc Graw Hill Companies Inc; 2013. 153-220 p.
3. Morgan GE; Mikhail MS; Murray MJ. Clinical Anesthesiology.
Philadelphia: McGraw-Hill Education; 2006.
4. Collins J. Principle of Anesthesiology. 2nd ed. Philadelphia: Lea Febiger;
1976. 397-404 p.
5. Lanken PN. Mechanical ventilation. In: The Intensive Care Unit Manual. 2nd
ed. Philadelphia: Saunders Inc; 2007.
6. Marino PL. Principles of mechanical ventilation. In: The ICU Book. 2nd ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2007.
7. Pilbeam SP. History of resuscitation, intubation and early mechanical
ventilation. In: Mechanical Ventilation; Physiological and Clinical
Applications. 3rd ed. St Louis Missouri: Mosby Inc; 2004.
8. Chang DW. Clinical Application of Mechanical Ventilation. 4th ed.
Alabama; 2014.
9. Ganong F; William. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 22nd ed. Jakarta: EGC;
2013.
10. Tortora GJ; Derrickson BN. Principles of Anatomy and Physiology.
Philadelphia: Wiley-Blackwell; 2012.
11. Fishman JA, Grippi MA, Kotloff RM et al. Fishman’s Pulmonary Disease
and Disorders Fifth Edition. New York: Elsevier Saunder; 2015.
12. Danusantoso H. Buku Saku Ilmu Paru. Jakarta: EGC; 2012.
13. Fishman, J. A.; Grippi, M. A.; Kotloff RM. et al. Fishman’s Pulmonary
Disease and Disorders Fifth Edition. New York: Elsevier Saunder; 2015.
14. Vines D. Non invasive positive pressure ventilation. In: Egan’s
Fundamentals of Respiratory Care. 8th ed. St Louis Missouri: Mosby Inc;
2003.

37
15. Manno MS. Managing mechanical ventilation. Nursing (Lond). 2005;35:36–
41.
16. Whiteley SM. Complications of artificial ventilation. In: Intensive Care. 2nd
ed. Philadelphia: Churcill Livingstone; 2006.
17. Pietropaoli AP. Approach to mechanical ventilation. In: The Intensive Care
Manual. Singapore: Mc Graw Hill; 2001.
18. Grossbach I; Chlan L; Tracy MF. Overview of Mechanical Ventilatory
Support and Management of Patient and Ventilator-Related Responses. Crit
Care Nurse. 2011;31:30–44.
19. Chawla R; TOdi S. ICU Protocols. New Delhi: Springer International
Publishing; 2012.

38

Anda mungkin juga menyukai