Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH USHUL FIKIH

MENGENAL AL-QUR’AN SEBAGAI DALIL PERTAMA YANG DISEPAKATI


Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah ushul fikih

Dosen pengampu :
Alfauzi, S.Ud. ,LC., MA., CPSM

Disusun Oleh :
Kelompok 2

1. Aditya Nugraha Pratama ( 211105010033 )


2. Alfiansyah Saputra ( 211105010308 )
3. Fahmi Ajie ( 211105010044 )
4. Mohamad Fathul Mujib ( 211105010051 )

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS IBN KHALDUN BOGOR
2021/2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah yang
berjudul “PENGENALAN HADITS” ini tepat pada waktunya. Makalah ilmiah ini telah kami susun
dengan semaksimal mungkin dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat
memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya menyampaikan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Dan tidak terluput juga kami
mengucapkan terima kasih kepada Bapak AL-FAUZI, S.Ud. LC., MA., CPSM selaku dosen Ushul
Fikih yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan kami
sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima
segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini. Akhir kata kami
berharap semoga makalah ilmiah tentang Seandainya Indonesia Tanpa Pancasila ini dapat memberikan
manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca. Semoga Allah SWT. Memberikan petunjuk serta rahmat-
Nya kepada kita semua.

Bogor, 17 Oktober 2021


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. 2

DAFTAR ISI............................................................................................................................. 2

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................ 4

1.1 Latar Belakang...................................................................................................... 4

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................ 4

1.3 Tujuan............................................................................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 5

2.1 Keistimewaan Al-Qur’an ................................................................................. 5

2.2 Kehujjahan Al-Qur’an............................................................................ 6

2.3 Macam-macam Hukumnya...................................................................

2.4 Dalalah Ayat-ayat Qath’i dan Zhanni..................................................................

BAB III PENUTUP ................................................................................................................ 99

3.1 Kesimpulan..................................................................................................................... 99

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 100


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Al-Qu’an secara bahasa berasal dari kata qoroa-yaqrou-qur'an yang berarti bacaan sempurna.
Sedangkan secara istilah, Al-Qur’an ialah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw
dengan perantara malaikat Jibril, sebagai hujjah (argumentasi) baginya dalam mendakwahkan
kerasulannya dan sebagai pedoman hidup bagi manusia yang dapat dipergunakan untuk mencari
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat serta sebagai media untuk bertaqarrub (mendekatkan diri)
kepada Allah dengan membacanya (Mukhtar Yahya,1986:31). Allah SWT menamai kitab yang
diturunkan-Nya kepada Nabi Muhammad dengan beberapa nama, seperti Al-Qur'an, Al-Kitab, Adz-
Dzikr dan Al-Furqan. Dan menurut istilah ahli agama, Al-Qur'an ialah nama bagi kalamullah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad yang ditulis dalam mushhaf (T.M. Hasbi Ash-
Shiddieqie,1972:15). Al-Kitab menurut bahasa berarti yang ditulis. Sedangkan menurut syara', Al-
Kitab itu diartikan dan dimaksudkan "kitabullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw,
yakni Al-Qur'an". Jadi Al-Qur'an dan Al-Kitab pada dasarnya sama, yaitu merupakan firman Allah
yang disampaikan kepada Nabi Muhammad melalui wahyu. Selain itu, dikatakan pula bahwa firman
Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad itu juga disebut "Al-Furqan" dan "Adz-Dzikr".
Disebut Al-Furqan karena isinya dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk, antara yang
halal dan yang haram, antara yang hak dan yang bathil. Disebut Adz- Dzikr, karena di dalamnya
terdapat peringatan dari Allah kepada manusia. Allah menjelaskan di dalamnya tentang yang halal,
yang haram, yang baik dan yang buruk dengan konsekuensinya masing-masing (Hasbi Ash-
Shiddieqy, 1972:20).

Al-Qur'an sebagai wahyu Allah memiliki keutamaan dan keistimewaan tersendiri bila
dibandingkan dengan kitab suci agama lainnya, baik dari segi bahasa maupun dari segi isinya. Dari
segi bahasa, Al-Qur'an bahasanya sangat indah, sehingga dapat mempesona bagi setiap orang yang
mendengar dan memahaminya. Susunan kata-katanya juga memiliki kesimbangan, baik antara kata
dengan lawannya, antara kata dengan dampaknya, juga antara kata dengan kenyataannya. Dari segi
isi, Al-Qur'an isinya sangat lengkap dan dapat menjelaskan berbagai persoalan yang dihadapi
manusia. Al-Qur'an berbicara masa lalu, masa sekarang dan masa yang akan datang yang semuanya
sangat akurat dan pasti akan terjadi. Selain itu, Al-Qur'an memiliki kehujjahan yang begitu tinggi,
sehingga tidak ada yang dapat menandingi kekuatan hujjah Al-Qur'an, karena Al- Qur'an merupakan
firman Allah. Al-Qur'an diturunkan Allah sebagai petunjuk dan pedoman bagi setiap orang yang
membaca dan memahaminya, baik petunjuk dalam melaksanakan hubungan dengan Allah dalam
bentuk ibadah, maupun petunjuk dalam bermu'amalah berupa hubungan antara manusia dengan
manusia lainnya.
1.2 Rumusan Masalah

1. Keistimewaan Al-Qur’an
2. Kehujjahan Al-Qur’an
3. Macam-macam hukumnya
4. Dalalah ayat-ayat qath’i dan zhanni

1.3 Tujuan
2. Agar mengetahui keistimewaan Al-Qur’an
3. Agar mengetahui kehujjahan Al-Qur’an
4. Agar mengetahui macam-macam hukumnya
5. Agar mengetahui dalalah ayat-ayat qath’i dan zhanni dalam Al-Qur’an

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Keistimewaan Al-Qur’an

Diantara keistimewaan Al-Qur’an ialah bahwa lafadz dan maknanya berasal dari Allah.
Lafadznya yang berbahasa Arab itu dimasukkan oleh Allah melalui perantara malaikat Jibril ke dalam
dada Nabi Muhammad Shallallahualaihi wasallam, kemudian beliau membacanya dan terus
menyampaikannya kepada ummatnya (Mukhtar Yahya, 1986:31). Keistimewaan Al-Qur'an yang lain
ialah bahwa Al-Qur'an itu sampai kepada kita secara mutawatir, yakni dengan cara penyampaian yang
menimbulkan keyakinan tentang kebenarannya, karena disampaikan oleh sekian banyak orang yang
mustahil diragukan kebenarannya (Mukhtar Yahya, 1986:32). Al-Qur’an memiliki keistimewaan
tersendiri, baik bahasa maupun isinya. Al-Qur’an sebagai kitab suci yang terdiri atas 30 juz, 114 surat,
77.439 kata, 323.015 huruf, bahasanya sungguh sangat indah, sehingga dapat mempesona bagi setiap
orang yang membaca dan mendengarnya. Tidak ada satu pun bacaan seperti al- Qur’an yang diatur
tatacara membacanya, mana yang dipanjangkan, mana yang harus dipendekkan, dipertebal atau
diperhalus ucapannya, di mana tempat yang terlarang atau boleh berhenti, bahkan diatur irama dan
lagunya.
Dari segi isi, Al-Qur’an juga memiliki keistimewaan tersendiri, yakni isinya lengkap dan
sempurna, dan tidak ada kitab suci lain yang isinya melebihi al-Qur’an, sehingga tidak ada sesuatu pun
yang Allah tidak jelaskankan dalam Al-Qur'an. Al-Qur’an isinya berbicara tentang manusia secara
keseluruhan tanpa membedakan jenis kelamin, suku bangsa dan bahasa. Selain itu, Al-Qur’an juga
berbicara masa lampau, masa kini dan masa yang akan datang, meliputi kehidupan dunia maupun
akhirat. Al-Qur’an merupakan sumber informasi yang utama bagi umat manusia, terutama tentang
Tuhan dan hal-hal ghoib yang tidak bisa diungkapkan oleh manusia berdasarkan kemampuan akalnya.
Selain itu, Al-Qur’an juga merupakan satu-satunya kitab suci yang terjaga keasliannya, sejak masa
diturunkan sampai kini bahkan hingga akhir zaman Al- qur’an tidak akan pernah berubah, karena Allah
akan selalu memeliharanya, sesuai dengan firman-Nya: “Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-
Qur’an dan sesungguhnya Kamilah yang memeliharanya” (QS.15:9).

Sungguh banyak sekali keistimewaan Al-Qur’an jika kita mempelajari dan menelaahnya lebih
dalam lagi, namun setidaknya ada beberapa keistimewaan Al-Qur’an lainnya yang perlu kita ketahui,
yaitu :

1. Al-Qur’an merupakan sumber syariat Islam yang pertama yang Allah turunkan kepada Nabi
kita Muhammad SAW guna mengeluarkan manusia dari kegelapan kufur, syirik dan kebodohan
menuju cahaya keimanan, tauhid dan ilmu. Allah SWT berfirman yang artinya :

‫يز ْٱل َح ِميد‬


Nِ ‫ص َٰ‌ر ِط ْٱل َع ِز‬
ِ ‫ور بِإِ ْذ ِن َربِّ ِه ْم إِلَ ٰى‬ ُّ َ‫اس ِمن‬
ِ ‫ٱلظلُ َم ٰـ‬
ِ ُّ‫ت إِلَى ٱلن‬ َ ‫ا ٓلر ۚ ِكتَ ٰـبٌ أَنزَ ْلنَ ٰـهُ إِلَ ْي‬
َ َّ‫ك لِتُ ْخ ِر َج ٱلن‬

"Alif, laam raa. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan
manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Rabb mereka, (yaitu)
menuju jalan Rabb Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji". [ QS.Ibrahim: 14 ].

2. Al-Qur’an terpelihara dari tahrif (perubahan) dan tabdil (penggantian) sesuai dengan firman
Allah SWT :

ِّ ‫إِنَّا نَ ْحنُ نَ َّز ْلنَا‬


‫ٱلذ ْك َر َوإِنَّا لَهۥُ لَ ٰ َحفِظُون‬
"Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Qur’an dan sesungguhnya Kami benar-benar
memeliharanya". [ QS.al-Hijr: 9 ] Adapun kitab-kitab samawi lainnya seperti Taurat dan Injil
telah banyak dirubah oleh pemeluknya.

3. Al-Qur’an menenangkan hati dan mengokohkan keyakinan. Orang-orang yang beriman


mengetahui bahwa alQur’an adalah tanda (mukjizat) yang paling besar yang menenangkan hati
mereka dengan keyakinan yang kokoh. Allah SWT berfirman:

۟ ُ‫ٱلَّ ِذينَ َءا َمن‬


ُ ُ‫وا َوتَ ْط َمئِنُّ قُلُوبُ ُهم بِ ِذ ْك ِر ٱهَّلل ِ ۗ أَاَل بِ ِذ ْك ِر ٱهَّلل ِ تَ ْط َمئِنُّ ٱ ْلقُل‬
‫وب‬
"(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka tenteram dengan mengingat Allah.
Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram". [Ar-Rad: 28].
Maka apabila seorang mukmin ditimpa kesedihan, gundah gulana, atau penyakit, maka
hendaklah ia membaca Al-Qur’an atau mendengarkannya.

4. Sebaik-baiknya manusia yaitu yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya. Berdasarkan


sabda nabi Muhammad SAW :

ُ‫َخ ْي ُر ُك ْم َمنْ تَ َعلَّ َم القُ ْرآنَ و َعلَّ َمه‬

"Sebaik-baiknya kalian adalah orang yang belajar al-Qur’an dan mengajarkannya".


[ HR. Bukhari ]

5. Al-Qur’an akan datang pada hari kiamat sebagai syafa’at bagi orang yang membacanya sewaktu
didunia, berdasarkan sabda Rasulullah SAW :

َ ‫ فَإِنَّهُ يَأْتِي يَ ْو َم ا ْلقِيَا َم ِة‬، َ‫ا ْق َر ُءوا ا ْلقُ ْرآن‬


ْ َ‫شفِي ًعا أل‬
‫ص َحابِ ِه‬

"Bacalah Al-Qur’an, karena sesungguhnya ia akan datang pada hari kiamat sebagai syafa’at
bagi orang yang membacanya (di dunia)". [ HR. Muslim ].
6. Al-Qur’an merupakan mukjizat dan tidak seorangpun mampu untuk mendatangkan yang
semisalnya. Allah SWT telah menantang orang Arab (kafir Quraisy) untuk mendatangkan
semisalnya, maka mereka menyerah (tidak mampu). Allah SWT berfirman :

ٰ ‫م ِّمنْ د ُْو ِن هّٰللا ِ اِنْ ُك ْنتُ ْم‬zْ ُ‫ستَطَ ْعت‬


َ‫ص ِدقِيْن‬ ُ ِ‫اَ ْم يَقُ ْولُ ْونَ ا ْفت َٰرىهُ ۗ قُ ْل فَأْت ُْوا ب‬
ْ ‫س ْو َر ٍة ِّم ْثلِ ٖه َوا ْدع ُْوا َم ِن ا‬

"Atau (patutkah) mereka mengatakan: "Muhammad membuat-buatnya". Katakanlah: "(Kalau


benar yang kamu katakan itu), maka cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya ... ".
[Yunus: 38].
Dan masih banyak keistimewaan Al-Qur’an yang lainnya.

2.2 Kehujjahan Al-Qur’an

Kehujjahan Al-Qur’an Sebagai Sumber Hukum Islam Yang Utama.Hujjah atau Hujjat (bahasa
Arab: ‫ )الحجة‬adalah istilah yang banyak digunakan di dalam Al-Qur'an dan literatur Islam yang
bermakna tanda, bukti, dalil, alasan atau argumentasi. Sehingga kata kerja "berhujjah" diartikan sebagai
"memberikan alasan-alasan".
Para Ulama’ sepakat menjadikan Al-Qur’an sebagai sumber pertama dan utama bagi Syari’at Islam,
termasuk hukum islam, dan menganggapnya Al-Qur’an sebagai hukum islam karena di latar belakangi
sejumlah alasan, dintaranya :

1. Kebenaran Al-Qur’an

Abdul Wahab Khallaf mengatakan bahwa “ kehujjahan Al-Qur’an itu terletak pada kebenaran dan
kepastian isinya yang sedikitpun tidak ada keraguan atasnya”. Hal ini sebagaimana firman Allah SWT:

ٰ
‫…ذلِكَ ا ْل ِك ٰتب‬
[14.02, 13/10/2021] Adit UIKA: Macam-macam Hukum Islam dalam Al-Quran
Dalam Al-Quran, hukum Islam ada beragam macamnya, dikelompokkan dengan aturan hubungan
manusia dengan Allah, dengan sesama manusia, dengan lingkungan sekitar, hingga dengan dirinya
sendiri.
Secara umum, Ahmad Taufik dalam buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti (2019)
menuliskan tiga macam hukum Islam yang tertera dalam Al-Quran sebagai berikut:

Pertama, hukum akidah (i'tiqadiyah) yang membahas perkara keimanan dan kepercayaan dalam Islam.
Hukum ini terwujud dalam bentuk rukun iman yang harus diyakini setiap muslim. Ilmu yang
mempelajari hukum ini adalah ilmu tauhid atau ilmu kalam.

Kedua, hukum akhlak (khuluqiyah) yang membahas perkara amal perbuatan manusia. Ilmu yang
mempelajari hukum ini disebut ilmu akhlak.

Dalam Islam, tindak-tanduk manusia merupakan bahasan penting, sebab tujuan utama diutusnya Nabi
Muhammad adalah untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak dan mewanti-wanti umat Islam untuk
menghindari perbuatan tercela.

Hal ini tergambar dalam sabda Nabi Muhammad SAW: "Sesungguhnya aku diutus untuk
menyempurnakan kemuliaan akhlak," (H.R. Baihaqi).

Ketiga, hukum syariat (syariyah) yang mengatur perkara hubungan dengan Allah (hablum minallah),
aturan dengan sesama manusia (hablum minannas), dan alam sekitar.

Hukum syariat dalam Islam juga dikenal dengan hukum amaliyah yang tercermin dalam perilaku hidup
sehari-hari.

Hukum syariat dalam Islam terbagi dalam enam kelompok hukum tersendiri sebagai berikut:

Hukum ibadah yang mengatur hubungan antara manusia dengan Allah, seperti hukum salat, zakat,
puasa, haji, dan sebagainya.
Hukum muamalah yang berkaitan dengan hubungan sesama manusia. Hukum muamalah ini mengatur
mengenai harta benda, seperti tanah, uang, dan lain sebagainya. Contoh perkara yang diatur hukum
muamalah adalah perkara jual beli, gadai, riba, dan sebagainya.
Hukum perkawinan yang mengatur perkara keluarga, pernikahan, perceraian, adopsi anak, dan urusan
rumah tangga lainnya.
Hukum waris yang berkaitan dengan harta benda yang ditinggalkan orang yang meninggal.
Hukum pidana atau jinayah yang mengatur perkara jiwa, akal, dan kehormatan manusia. Contoh
perkara jinayah ini adalah kasus pembunuhan, zina, perampokan, dan sebagainya.
Hukum politik (siyasah) yang mengatur urusan pemerintahan, seperti pemilihan kepala negara,
kementerian (wizarah), urusan keuangan negara, dan sebagainya.
2.3 Macam-macam hukumnya
Macam-macam Hukum Islam dalam Al-Quran
Dalam Al-Quran, hukum Islam ada beragam macamnya, dikelompokkan dengan aturan hubungan
manusia dengan Allah, dengan sesama manusia, dengan lingkungan sekitar, hingga dengan dirinya
sendiri.

Secara umum, Ahmad Taufik dalam buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti (2019)
menuliskan tiga macam hukum Islam yang tertera dalam Al-Quran sebagai berikut:

Pertama, hukum akidah (i'tiqadiyah) yang membahas perkara keimanan dan kepercayaan dalam Islam.
Hukum ini terwujud dalam bentuk rukun iman yang harus diyakini setiap muslim. Ilmu yang
mempelajari hukum ini adalah ilmu tauhid atau ilmu kalam.

Kedua, hukum akhlak (khuluqiyah) yang membahas perkara amal perbuatan manusia. Ilmu yang
mempelajari hukum ini disebut ilmu akhlak.

Dalam Islam, tindak-tanduk manusia merupakan bahasan penting, sebab tujuan utama diutusnya Nabi
Muhammad adalah untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak dan mewanti-wanti umat Islam untuk
menghindari perbuatan tercela.

Hal ini tergambar dalam sabda Nabi Muhammad SAW: "Sesungguhnya aku diutus untuk
menyempurnakan kemuliaan akhlak," (H.R. Baihaqi).

Ketiga, hukum syariat (syariyah) yang mengatur perkara hubungan dengan Allah (hablum minallah),
aturan dengan sesama manusia (hablum minannas), dan alam sekitar.

Hukum syariat dalam Islam juga dikenal dengan hukum amaliyah yang tercermin dalam perilaku hidup
sehari-hari.

Hukum syariat dalam Islam terbagi dalam enam kelompok hukum tersendiri sebagai berikut:
Hukum ibadah yang mengatur hubungan antara manusia dengan Allah, seperti hukum salat, zakat,
puasa, haji, dan sebagainya.
Hukum muamalah yang berkaitan dengan hubungan sesama manusia. Hukum muamalah ini mengatur
mengenai harta benda, seperti tanah, uang, dan lain sebagainya. Contoh perkara yang diatur hukum
muamalah adalah perkara jual beli, gadai, riba, dan sebagainya.
Hukum perkawinan yang mengatur perkara keluarga, pernikahan, perceraian, adopsi anak, dan urusan
rumah tangga lainnya.
Hukum waris yang berkaitan dengan harta benda yang ditinggalkan orang yang meninggal.
Hukum pidana atau jinayah yang mengatur perkara jiwa, akal, dan kehormatan manusia. Contoh
perkara jinayah ini adalah kasus pembunuhan, zina, perampokan, dan sebagainya.
Hukum politik (siyasah) yang mengatur urusan pemerintahan, seperti pemilihan kepala negara,
kementerian (wizarah), urusan keuangan negara, dan sebagainya.

2.4 Dalalah ayat-ayat qath’i dan zhanni

1. Hakikat Qath’i dan zanni


a. Pengertian Qath’i dan zanni Menurut Bahasa
Dari segi etimologi/bahasa kata qath’i berasal dari bahasa Arab, yaitu al-Qat’u, yang merupakan bentuk
Masdar dari kata kerja ‫قطـع‬yang terdiri dari tiga huruf; ‫ق–ط–ع‬yang berarti “memotong, tajam,
menjadikan sesuatu dengan yang lainnya jelas”.[1] Dalam kamus bahasa Arab al-Munjid tertulis:
‫قطع‬dengan contoh: ‫ قطع في القول‬berarti menyatakan dengan pasti.[2] Dari Pengertian ‫قطع‬di atas dapat
disimpulkan bahwa kata tersebut dalam bahasa Arab dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
dengan arti: tajam, jelas, pasti, yakin, tak syak lagi. Kemudian kata tersebut mendapat imbuhan “ya
nisbah” sehingga terbentuk kata: ( ‫قطعي‬qath’iy) yang menunjuk kepada kata sifat sehingga bermakna
sesuatu yang jelas atau sesuatu yang pasti. Sedangkan kata zanni berasal dari bahasa Arab yang akar
katanya: ‫ يظـن– ظـنـا – ظـن‬berarti ragu atau sangkaan.[3]

Kata zanni kadang disinonimkan dengan kata nazar yang berarti relatif atau nisbi.[4] Sedang menurut
Ibnu Zakarya kata zanni adalah bentuk yang terdiri dari tiga huruf ‫ ظ‬-‫ن‬-‫ن‬yang menunjuk masdar dari
kata kerja zanna ()‫ ظـن‬kepada dua makna yang berbeda, yaitu yakin dan ragu.[5] Zanni juga berarti
tidak kuat atau diragukan.[6] Dengan bentuk masdar tersebut lalu mendapat imbuhan ya al-nisbah
sehingga terbentuk kata zanniy yang bermakna sesuatu yang bersifat dugaan, perkiraan atau sesuatu
yang tidak pasti.
Melihat pengertian zanni di atas, maka dapat disimpulkan bahwa zanni adalah sesuatu yang bersifat
dugaan, relatif, sangkaan dan tidak pasti.
b. Pengertian qath’i dan zanni menurut istilah
Adapun pengertian qath’i dan zanni menurut istilah adalah sebagai berikut :
Menurut Abu al-Ainain Badran al-Ainain seorang guru besar ushul al-Fiqh di Mesir bahwa qath’i
adalah sesuatu yang menunjuk kepada hukum tertentu dan tidak mengandung kemungkinan makna
lain, sedangkan zanni adalah dalil (ayat atau hadis) yang menunjuk kepada suatu makna yang
mengandung pengertian lain.[7]
Menurut Abdul Wahhab Khallaf, qath’i adalah yang menunjuk kepada makna tertentu yang harus
dipahami darinya (teks) tidak mengandung kemungkinan ta’wil serta tidak ada tempat atau peluang
untuk memahami makna selain makna tersebut darinya (teks tersbut).[8] Sedangkan zanni, nas yang
menunjukkan atas makna yang memungkinkan untuk dita’wilkan atau dipalingkan dari makna asalnya
kepada makna yang lain.[9]

Dari kedua definisi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa qath’i adalah suatu petunjuk hukum atau
nas yang pengertiannya dapat dipahami dengan jelas tanpa ada peluang untuk menginterpretasikan
dengan yang lain, sedang zanni suatu pentunjuk hukum yang dapat menerima makna lain. Di bawah ini
akan dikemukakan contoh masing-masing baik qath’i maupun zanni, yaitu :
I. Contoh qath’i :
a) Tentang waris QS al-Nisa/4: 11

ُ‫اح َدةً فَلَهَا النِّصْ ف‬


ِ ‫َت َو‬ َ ْ‫لذ َك ِر ِم ْث ُل َحظِّ اأْل ُ ْنثَيَ ْي ِن ۚ فَإ ِ ْن ُك َّن نِ َسا ًء فَو‬
ْ ‫ق ْاثنَتَ ْي ِن فَلَه َُّن ثُلُثَا َما تَ َركَ ۖ َوإِ ْن َكان‬ َّ ِ‫صي ُك ُم هَّللا ُ فِي أَوْ اَل ِد ُك ْم ۖ ل‬
ِ ‫ ۚ يُو‬.....

Terjemahnya:

“Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian
seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya
perempuan lebih dari dua. Maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak
perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separuh harta…”.[10]

b) Tentang Zina QS. Al-Nur/24: 2:


‫اح ٍد ِم ْنهُ َما ِمائَةَ َج ْل َد ٍة‬
ِ ‫ ۖ ال َّزانِيَةُ َوال َّزانِي فَاجْ لِدُوا ُك َّل َو‬.......

Terjemahnya:

“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya
seratus kali dera. . .[11]
c) Tentang Kiffarat Sumpah QS. Al-Maidah/5: 89:
‫ط ِع ُمونَ أَ ْهلِي ُك ْم أَوْ ِكس َْوتُهُ ْم‬ ْ ُ‫ط َعا ُم َع َش َر ِة َم َسا ِكينَ ِم ْن أَوْ َس ِط َما ت‬ َ َّ‫اخ ُذ ُك ُم هَّللا ُ بِاللَّ ْغ ِو فِي أَ ْي َمانِ ُك ْم َو ٰلَ ِك ْن يُؤَ ا ِخ ُذ ُك ْم بِ َما َعقَّ ْدتُ ُم اأْل َ ْي َمانَ ۖ فَ َكف‬
ْ ِ‫ارتُهُ إ‬ ِ َ‫اَل يُؤ‬
َ
‫صيَا ُم ثَاَل ثَ ِة أي ٍَّام‬ َ
ِ َ‫ ۚ أوْ تَحْ ِري ُر َرقَبَ ٍة ۖ فَ َم ْن لَ ْم يَ ِج ْد ف‬....
Terjemahnya:

“Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk
bersumpah), tetapi dia menghukum kamu disebabkan sumpahsumpah yang kamu sengaja, Maka
kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang
biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi Pakaian kepada mereka atau memerdekakan
seorang budak. Barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, Maka kaffaratnya puasa selama
tiga hari. . .”.[12]
Bilangan-bilangan dalam ketiga ayat di atas, mengenai bagian waris, seratus kali dera bagi orang yang
melakukan zina, dan puasa tiga hari untuk kaffarat sumpah menurut para ulama ushul fiqh,
mengandung hukum yang qath’i dan tidak bisa dipahami dengan pengertian lain.[13]
II. Contoh zanni
a) QS. Al-Baqarah/2: 228
‫ات يَتَ َربَّصْ نَ بِأ َ ْنفُ ِس ِه َّن ثَاَل ثَةَ قُرُو ٍء‬
ُ َ‫ۚ و ْال ُمطَلَّق‬
َ ...

Terjemahnya :

“Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’. . .”.[14]
Kata quru’ ( )‫قروء‬merupakan lafaz musytarak yang mengandung dua makna, yaitu suci dan hai«. Oleh
sebab itu, apabila kata quru’ diartikan dengan suci, sebagaimana yang dianut oleh ulama Syafi’iyah
adalah boleh (benar) dan jika diartikan dengan haid juga benar sebagaimana yang dianut oleh ulama
Hanafiyah.
b) QS. Al-Maidah (5):38:

ِ ‫َّارقَةُ فَا ْقطَعُوا أَ ْي ِديَهُ َما َج َزا ًء بِ َما َك َسبَا نَ َكااًل ِمنَ هَّللا ِ ۗ َوهَّللا ُ ع‬
‫َزي ٌز َح ِكي ٌم‬ ُ ‫َّار‬
ِ ‫ق َوالس‬ ِ ‫َوالس‬

Terjemahnya:

“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai)
pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana”.[15]
Kata tangan dalam ayat ini, mengandung kemungkinan yang dimaksudkan adalah tangan kiri, di
samping juga mengandung kemungkinan tangan itu hanya sampai pergelangan tangan saja atau sampai
siku. Penjelasan untuk yang dimaksud tangan ini ditentukan dalam hadis Rasulullah saw.[16]
Jadi kekuatan hukum kata quru’ pada ayat pertama dan kata tangan pada ayat kedua “Ulama Fiqh”
sepakat bahwa itu bersifat zanni.[17] Dengan demikian para mujtahid bisa saja memilih pengertian
mana yang mereka yakini atau yang terkuat.
Islam, h. 318-319
DAFTAR PUSTAKA

Al-Kaf, Idrus. Tanpa tahun. Ihtisar Hadis Shahih Muslim. Surabaya: CV Karya Utama

Ismail, Suhudi. 1988. Kaidah Kesahihan Sanad Hadis. Jakarta: Bulan Bintang

Zaimuddin, Z. (2016). Tipologi dan respon terhadap informasi menurut Al-Qur’an (pemaknaan term-
term informasi dalam al-Qur’an) (Doctoral dissertation, UIN Walisongo).

MUHAMMAD HAMBAL, S. H. A. F. W. A. N. (2020). STUDI ILMU HADITS.

Ammar, W. M. (2017). Ulumul Hadis I. Umsida Press, 1-227.

Ibn Al-Manzur, Lisan al-Arab Jilid 1, Dar al-Sadir, Bairut-Lebanon, t. th., h. 163.

Dr. Ibrahim et. al., Mu’jam al-Wasit, Maktabah al-syuruq al-Dauliyyah, Kairo-Mesir, Cetakan ke 4,
2004, h. 796

Prof. Dr. Quraish Syihab MA. et. al., Ensiklopedia al-Qur’an; Kajian Kosa Kata, Lentera Hati,
Jakarta, 2007, h. 675.
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan
puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami,
sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang Seandainya Indonesia Tanpa Pancasila.
Makalah ilmiah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak
sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya menyampaikan banyak terima kasih
kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, Saya
menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata
bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini. Akhir kata saya berharap semoga makalah ilmiah
tentang Seandainya Indonesia Tanpa Pancasila ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap
pembaca.

Anda mungkin juga menyukai