Kelompok 4
1
KATA PENGANTAR
Assalamualaiukum Wr.Wb.
Puji serta syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt. yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Statistik
Kesehatan dengan judul “Manajemen Krisis Kesehatan di Indonesia". Penulis mengucapkan
terima kasih kepada pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini, dan terima
kasih kepada Ibu Ni Luh Putu Ekarini, Ns. S.Kep., M.Kep., Sp.KMB. selaku dosen
pembimbing dalam mata kuliah ini serta kepada penanggung jawab mata kuliah yang sudah
membuat penugasan makalah ini sehingga penulis dapat memahami dan mengerti tentang
materi yang dibuatnya dalam makalah ini.
Penulis sadar bahwa dalam penulisan dan pembuatan makalah ini masih jauh dari
kata sempurna, sehingga sangat diharapkan saran dari para pembaca makalah ini supaya
makalah ini lebih bagus kedepannya. Penulis juga berharap semoga tulisan ini dapat
berguna bagi semua pihak khususnya yang membaca makalah ini.
Wassalamualaikum Wr.Wb
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I 1
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan penulisan 2
Sistematika Penulisan 2
BAB II 4
TINJAUAN PUSTAKA 4
Pengertian Manajemen Krisis Kesehatan 4
Tahapan Manajemen Krisis 4
Perencanaan Penanggulangan Bencana 6
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di Indonesia 6
Perencanaan dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana 7
Proses Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana 12
BAB III 14
KASUS FIKTIF 14
Kasus 14
Tahap Pra Bencana 15
Tahap Tanggap Bencana 19
Tahap Pemulihan 20
BAB IV 23
SIMPULAN 23
REFERENSI 25
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
termasuk Indonesia. Kasus pertama COVID-19 di Indonesia terkonfirmasi pada
tanggal 2 Maret 2020. Tentu saja bukan hal yang mengejutkan karena Indonesia
termasuk negara yang terlambat mengkonfirmasi kasus positifnya meskipun
pernerbangan dari Wuhan (sebagai tempat asal virus COVID-19 ini muncul) masih
dilakukan hingga 23 Januari 2020. Hingga kini jumlah kasus yang terkonfirmasi
positif virus COVID-19 meningkat signifikan. Tercatat hingga tanggal 3 September
2020 jumlah kasus positif COVID-19 di Indonesia menjadi 184.268 kasus positif,
sementara yang sembuh berjumlah 132.055 orang dan meninggal sebanyak 7.750
orang (CNN Indonesia, 2020). Data ini belum menunjukkan tanda-tanda penurunan
dan bahkan diprediksi masih akan meningkat jumlahnya.
Karena manajemen krisis kesehatan masih sangat dibutuhkan di Indonesia
maka penulis akan menyajikan pengertian dan sifat krisis, tahapan manajemen krisis
secara umum, proses perencanaan dalam penanggulangan bencana,
penyelenggaraan penanggulangan bencana, dan manajemen krisis kesehatan yang
berada di Indonesia terutama manajemen krisis kesehatan untuk bencana COVID-
19.
B. Tujuan penulisan
1. Tujuan umum
Tujuan dari dibuatnya makalah oleh penulis agar pembaca dan penulis dapat
mengetahui dan memahami manajemen krisis kesehatan, terutama di Indonesia
2. Tujuan khusus
Adapun tujuan khusus dari makalah ini adalah sebagai berikut.
a. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian dari manajemen krisis
kesehatan.
b. Mahasiswa mampu menjelaskan tahapan manajemen krisis.
c. Mahasiswa mampu menjelaskan penyelenggaraan penanggulangan bencana
COVID-19 di Indonesia.
C. Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari 4 (empat) BAB. Pada BAB I berisi latar belakang,
tujuan penulisan makalah, dan sistematika penulisan makalah. Sedangkan, pada
BAB II Berisi pengertian manajemen krisis kesehatan, tahapan manajemen krisis,
penyelenggaraan penanggulangan bencana di indonesia, perencanaan dalam
penyelenggaraan penanggulangan bencana, perencanaan penanggulangan
bencana, proses penyusunan rencana penanggulangan bencana. Setelah itu, BAB
2
III berisi kasus fiktif dan BAB IV berisi simpulan. Terakhir, ada halaman akhir
makalah yang berisi referensi.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Secara umum krisis berkembang melalui tiga tahap (Coombs, 2010; Devlin,
2007; Smudde, 2001). Tahapan tersebut adalah:
4
bocor dan gas kimianya menewaskan sekitar 2.000 orang. Pada tahap ini,
kesiapan menghadapi adalah faktor terpenting. Kesiapan ini diperoleh dari
upaya mengantisipasi kemungkinan– kemungkinan munculnya krisis (melalui
manajemen isu). Jika memang krisis tidak dapat dihindari, tetapi karena
sudah diantisipasi lebih awal maka organisasi sudah mempunyai
perencanaan apa yang harus dilakukan dalam menghadapi situasi terburuk.
Pada situasi ini, media massa mulai mencium adanya sesuatu yang tidak
beres terjadi sehingga para wartawan mulai melakukan investigasi untuk
memberitakan kepada masyarakat.
Tahap krisis (krisis akut) terjadi ketika situasi tidak dapat dimanajemen
dengan baik oleh organisasi. Pada tahap ini, jalan terbaik yang dilakukan
adalah meminimalkan akibat krisis, jangan munculkan korban – korban baru,
termasuk mengisolasi krisis agar tidak meluas. Prioritasnya adalah menjamin
keselamatan publik, bukan berkutat untuk mencari tahu penyebab krisis.
Meskipun, misalnya belum dapat dipastikan secara ilmiah karena masih
menunggu hasil tes laboratorium, produk yang “beracun” tersebut langsung
saja ditarik dari pasaran terlebih dahulu. Peristiwa kecelakan superjet 100
Sukhoi milik Rusia yang sedang demo-flight di Gunung Salak Jawa Barat
adalah contoh suksesnya manajemen krisis pemerintah pada fase ini. Dalam
waktu singkat setelah kejadian diketahui oleh menara kontrol bandara (hilang
kontak dengan pesawat), tim gabungan dari SAR, TNI, Polisi, Komite
Nasional Keselamatan Transportasi langsung bergerak. Posko didirikan di
sekitar lokasi Halim Jakarta, yang memungkinkan akses informasi secara
terbuka. Presiden SBY pun langsung mengunjungi keluarga di posko Halim
dan menjalin kerjasama dengan pihak Rusia.
3. Paska Krisis (post-crisis)
5
maka fase ini juga dapat digunakan untuk refleksi diri agar situasi yang sama
tidak terulang.
6
Gambar 2.1 Siklus Penanggulangan Bencana
Pada dasarnya penyelenggaraan adalah tiga tahapan yakni sebagai berikut.
1. Pra bencana yang meliputi:situasi tidak terjadi bencana situasi terdapat
potensi bencana
2. Saat Tanggap Darurat yang dilakukan dalam situasi terjadi bencana
3. Pasca Bencana yang dilakukan dalam saat setelah terjadi bencana.
Tahapan bencana yang digambarkan di atas, sebaiknya tidak dipahami
sebagai suatu pembagian tahapan yang tegas, dimana kegiatan pada tahap
tertentu akan berakhir pada saat tahapan berikutnya dimulai. Akan tetapi harus
dipahami bahwa setiap waktu semua tahapan dilaksanakan secara bersama-sama
dengan porsi kegiatan yang berbeda. Misalnya pada tahap pemulihan, kegiatan
utamanya adalah pemulihan tetapi kegiatan pencegahan dan mitigasi juga sudah
dimulai untuk mengantisipasi bencana yang akan datang.
7
Gambar 2.2 Tahapan Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana
Dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, agar setiap kegiatan
dalam setiap tahapan dapat berjalan dengan terarah, maka disusun suatu rencana
yang spesifik pada setiap tahapan penyelenggaraan penanggulangan bencana.
1. Pada tahap Pra Bencana dalam situasi tidak terjadi bencana, dilakukan
penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana (Disaster Management
Plan), yang merupakan rencana umum dan menyeluruh yang meliputi seluruh
tahapan / bidang kerja kebencanaan. Secara khusus untuk upaya
pencegahan dan mitigasi bencana tertentu terdapat rencana yang disebut
rencana mitigasi misalnya Rencana Mitigasi Bencana Banjir DKI Jakarta.
Langkah-langkah pencegahan dan mitigasi dapat dirangkum dalam akronim
H2M yaitu: Hilangkan ancaman (H); Hindari (H) atau menghindarkan
masyarakat dari ancaman; dan Mitigasi (M).
Pencegahan dan Mitigasi
Upaya atau kegiatan dalam rangka pencegahan dan mitigasi yang
dilakukan, bertujuan untuk menghindari terjadinya bencana serta mengurangi
risiko yang ditimbulkan oleh bencana. Tindakan mitigasi dilihat dari sifatnya
dapat digolongkan menjadi 2(dua) bagian, yaitu mitigasi pasif dan mitigasi
aktif.
Tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi pasif antara lain
adalah sebagai berikut.
a. Penyusunan peraturan perundang-undangan
b. Pembuatan peta rawan bencana dan pemetaan masalah.
8
c. Pembuatan pedoman/standar/prosedur
d. Pembuatan brosur/leaflet/poster
e. Penelitian / pengkajian karakteristik bencana
f. Pengkajian / analisis risiko bencana
g. Internalisasi PB dalam muatan lokal pendidikan
h. Pembentukan organisasi atau satuan gugus tugas bencana
i. Perkuatan unit-unit sosial dalam masyarakat, seperti forum
j. Pengarusutamaan PB dalam perencanaan pembangunan.
Sedangkan tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi aktif
antara lain adalah sebagai berikut.
a. Pembuatan dan penempatan tanda-tanda peringatan, bahaya,
larangan memasuki daerah rawan bencana dan sebagainya.
b. Pengawasan terhadap pelaksanaan berbagai peraturan tentang
penataan ruang, ijin mendirikan bangunan (IMB), dan peraturan lain
yang berkaitan dengan pencegahan bencana.
c. Pelatihan dasar kebencanaan bagi aparat dan masyarakat.
d. Pemindahan penduduk dari daerah yang rawan bencana ke daerah
yang lebih aman.
e. Penyuluhan dan peningkatan kewaspadaan masyarakat.
f. Perencanaan daerah penampungan sementara dan jalur-jalur
evakuasi jika terjadi bencana.
g. Pembuatan bangunan struktur yang berfungsi untuk mencegah,
mengamankan dan mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh
bencana, seperti: tanggul, dam, penahan erosi pantai, bangunan
tahan gempa dan sejenisnya. Adakalanya kegiatan mitigasi ini
digolongkan menjadi mitigasi yang bersifat non-struktural (berupa
peraturan, penyuluhan, pendidikan) dan yang bersifat struktural
(berupa bangunan dan prasarana).
Kesiapsiagaan
9
Kesiapsiagaan dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan
terjadinya bencana guna menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian harta
benda dan berubahnya tata kehidupan masyarakat. Upaya kesiapsiagaan
dilakukan pada saat bencana mulai teridentifikasi akan terjadi, kegiatan yang
dilakukan antara lain sebagai berikut.
a. Pengaktifan pos-pos siaga bencana dengan segenap unsur
pendukungnya.
b. Pelatihan siaga / simulasi / gladi / teknis bagi setiap sektor
Penanggulangan bencana (SAR, sosial, kesehatan, prasarana dan
pekerjaan umum).
c. Inventarisasi sumber daya pendukung kedaruratan.
d. Penyiapan dukungan dan mobilisasi sumberdaya/logistik.
e. Penyiapan sistem informasi dan komunikasi yang cepat dan terpadu
guna mendukung tugas kebencanaan.
f. Penyiapan dan pemasangan instrumen sistem peringatan dini (early
warning).
g. Penyusunan rencana kontinjensi (contingency plan).
h. Mobilisasi sumber daya (personil dan prasarana/sarana peralatan)
10
3. Pada Saat Tanggap Darurat dilakukan Rencana Operasi (Operational Plan)
yang merupakan operasionalisasi/aktivasi dari Rencana Kedaruratan atau
Rencana Kontinjensi yang telah disusun sebelumnya.
Tanggap Darurat
11
b. Perbaikan prasarana dan sarana umum;
e. Pelayanan kesehatan;
12
F. Proses Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana
13
BAB III
KASUS FIKTIF
A. Kasus
Masa pandemi di Jakarta sendiri sudah berjalan selama enam bulan dan
meninggalkan kesan bagi warga, termasuk pekerja. Salah satu pekerja di
perusahaan periklanan Ovi (29) mengaku sudah menjalani WFH sejak 17 Maret
sampai sekarang. Ia sempat merasa kesal dengan lambatnya pencegahan dan
penanganan Covid-19 di awal pandemi.
“Sebenarnya dari awal banget sudah gemas ya, kayak nggak ada langkah-
langkah pencegahan sama sekali, lalu seperti menyepelekan terus gitu pas awal
2020,” kata Ovi saat dihubungi, Kamis (27/8/2020) siang.
“Selama masa PSBB transisi ini gue juga akhirnya beberapa kali keluar
rumah, dan seperti yang tadi gue bilang walaupun dimanapun ada protokol
kesehatan, tapi tetap ngerasa enggak selalu aman," ujarnya.
"Serem deh ramai terus Mampang kayak kagak ada virus di sini,” tambah
Ovi.
Saat keluar rumah ke daerah Panglima Polim dan Senopati akhir pekan lalu,
ia juga melihat banyak anggota masyarakat yang tak menerapkan protokol
kesehatan dengan baik. Di sana, banyak masyarakat yang makan di area kuliner
kaki lima tanpa jaga jarak.
14
"Gue curiga pada ngerasa aman makan di luar kalau duduknya outdoor gitu
deh, bukan di dalam restorannya. Padahal, buat gue mah sama saja seremnya. Kan
kita enggak tahu ya orang lain tuh ke mana aja, papasan sama siapa aja,” pungkas
Ovi.
Sementara itu, warga lain yaitu Irene (25), pekerja di bidang sosial, sudah
WFH sejak awal Maret hingga saat ini. Ia merasa was-was hidup di tengah pandemi
Covid-19. Apalagi, semua tempat sudah ramai oleh warga, tidak seperti pada awal
masa pandemi Covid-19.
“Ramai enggak masalah sih, asal semuanya taat protokol, tapi dari tempat
atau penyelenggaranya. Masalahnya juga enggak bantu untuk disiplinin orang-
orang,” kata Irene saat dihubungi, Kamis (27/8/2020) siang.
Mitigasi
15
Pencegahan
● Mendidik orang untuk tinggal di rumah saat sakit atau ketika mereka telah
melakukan kontak dekat dengan seseorang dengan COVID-19
● Ajarkan dan perkuat penggunaan kain penutup wajah untuk melindungi orang
lain (jika perlu)
● Poskan tanda atau poster dan promosikan perpesanan tentang perilaku yang
mencegah penyebaran
● Ubah tata letak untuk mempromosikan jarak sosial setidaknya 6 kaki antara
orang - terutama bagi orang yang tidak tinggal bersama
● Pasang penghalang dan panduan fisik untuk mendukung jarak sosial jika
perlu
● Lindungi orang dengan risiko lebih tinggi untuk penyakit parah dari COVID-19
● Untuk mengatasi stres , dorong orang untuk mengambil istirahat dari berita,
merawat tubuh mereka, meluangkan waktu untuk bersantai dan berhubungan
dengan orang lain, terutama ketika mereka memiliki kekhawatiran
16
● Pertahankan kesadaran akan peraturan lokal atau negara bagian
● Buat grup statis atau "kohort" individu dan hindari pencampuran antar
kelompok
● Kejar peristiwa virtual. Pertahankan jarak sosial di setiap acara tatap muka ,
dan batasi ukuran kelompok sebanyak mungkin
● Dorong mereka yang berbagi fasilitas untuk juga mematuhi strategi mitigasi
17
○ Memberitahu individu (karyawan, pelanggan, siswa, dll.) Tentang
paparan COVID-19 sembari menjaga kerahasiaan sesuai dengan
undang-undang privasi
● Dorong individu yang sakit untuk mengikuti panduan CDC untuk merawat diri
sendiri dan orang lain yang sakit
● Beri tahu mereka yang telah melakukan kontak dekat dengan seseorang
yang didiagnosis dengan COVID-19 dan menyarankan mereka untuk tinggal
di rumah dan memantau sendiri gejala-gejalanya , dan mengikuti panduan
CDC jika gejalanya berkembang.
● Sarankan orang yang sakit ketika akan aman bagi mereka untuk kembali
berdasarkan kriteria CDC untuk menghentikan isolasi di rumah
● Tutup area yang digunakan oleh seseorang yang sakit. Tunggu> 24 jam
sebelum dibersihkan dan disinfektan. Pastikan penggunaan dan
penyimpanan disinfektan Daftar N yang disetujui EPA aman dan benar ikon
eksternal, termasuk menyimpan produk secara aman jauh dari anak-anak.
Kesiapsiagaan
18
b. Pelatihan siaga / simulasi / gladi / teknis bagi setiap sektor Penanggulangan
bencana (SAR, sosial, kesehatan, prasarana dan pekerjaan umum).
e. Penyiapan sistem informasi dan komunikasi yang cepat dan terpadu guna
mendukung tugas kebencanaan.
a. Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, kerugian, dan
sumber daya; beberapa kebijakan telah dibuat agar kerugian yang
ditimbulkan seminimal mungkin, dengan menyediakan APD yang cukup bagi
tenaga kesehatan dengan kemungkinan besar terpapar virus ini, ataupun
rapid test gratis di beberapa tempat keramaian seperti stasiun.
19
d. Perlindungan terhadap kelompok rentan; kelompok rentan seperti anak-anak
di bawah 12 tahun dan lansia sudah diberikan peringatan agar tetap berada
di dalam rumah agar terhindar dari COVID-19. Lalu ada kartu prakerja yang
dirilis pemerintah untuk membantu karyawan yang terkena PHK dan
pengangguran, kartu ini dibuat agar sekiranya masyarakat tidak resah dan
merugikan dirinya dan lingkungan dengan bekerja di zona merah atau
kerumunan.
D. Tahap Pemulihan
20
mengkampanyekan hal-hal terkait tatanan hidup baru di berbagai
media sosial.
21
sejak triase dan selama perawatan pasien melalui isolasi pasien di
rumah atau rumah sakit.
22
kebijakan tatanan kehidupan baru atau “New Normal”, tempat
berjualan banyak yang sudah dibuka dengan syarat, adanya pameran
yang dapat membuat lapangan kerja baru.
23
BAB IV
SIMPULAN
Upaya organisasi untuk mengatasi krisis disebut sebagai manajemen krisis (Crisis
Management). Upaya mengatasi krisis pada dasarnya merupakan proses bertahap (step by
step) dan melalui rangkaian aktivitas. Tujuan dari manajemen krisis adalah untuk
menghentikan dampak negatif dari suatu peristiwa melalui upaya persiapan dan penerapan
berbagai strategi dan taktik.
24
hakekatnya bencana adalah sesuatu yang tidak dapat terpisahkan dari kehidupan.
Pandangan ini memberikan arahan bahwa bencana harus dikelola secara menyeluruh sejak
sebelum, pada saat dan setelah kejadian bencana.
25
REFERENSI
26