Anda di halaman 1dari 29

Makalah Manajemen Krisis Kesehatan di Indonesia

Mata Kuliah Manajemen Bencana

Profesi Ners Tk.3

Kelompok 4

Anisah Bella Celena P3.73.20.2.18.004

Gilang Lazuardy Subhi Sajid P3.73.20.2.18.015

Muhammad Shandy Ajie P3.73.20.2.18.027

Pembimbing: Ni Luh Putu Ekarini, Ns. S.Kep., M.Kep., Sp.KMB

PRODI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA TERAPAN DAN PRODI PENDIDIKAN


PROFESI NERS PROGRAM PROFESI JURUSAN KEPERAWATAN POLTEKKES
KEMENKES JAKARTA III
TAHUN 2020

1
KATA PENGANTAR

Assalamualaiukum Wr.Wb.

Puji serta syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt. yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Statistik
Kesehatan dengan judul “Manajemen Krisis Kesehatan di Indonesia". Penulis mengucapkan
terima kasih kepada pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini, dan terima
kasih kepada Ibu Ni Luh Putu Ekarini, Ns. S.Kep., M.Kep., Sp.KMB. selaku dosen
pembimbing dalam mata kuliah ini serta kepada penanggung jawab mata kuliah yang sudah
membuat penugasan makalah ini sehingga penulis dapat memahami dan mengerti tentang
materi yang dibuatnya dalam makalah ini.
Penulis sadar bahwa dalam penulisan dan pembuatan makalah ini masih jauh dari
kata sempurna, sehingga sangat diharapkan saran dari para pembaca makalah ini supaya
makalah ini lebih bagus kedepannya. Penulis juga berharap semoga tulisan ini dapat
berguna bagi semua pihak khususnya yang membaca makalah ini.

Wassalamualaikum Wr.Wb

Bekasi, 20 Agustus 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 2

DAFTAR ISI 3

BAB I 1

PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan penulisan 2
Sistematika Penulisan 2

BAB II 4

TINJAUAN PUSTAKA 4
Pengertian Manajemen Krisis Kesehatan 4
Tahapan Manajemen Krisis 4
Perencanaan Penanggulangan Bencana 6
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di Indonesia 6
Perencanaan dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana 7
Proses Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana 12

BAB III 14

KASUS FIKTIF 14
Kasus 14
Tahap Pra Bencana 15
Tahap Tanggap Bencana 19
Tahap Pemulihan 20

BAB IV 23

SIMPULAN 23

REFERENSI 25

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Krisis kesehatan adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang


mengakibatkan timbulnya korban jiwa, korban luka/sakit, pengungsian, dan/atau
adanya potensi bahaya yang berdampak pada kesehatan masyarakat yang
membutuhkan respon cepat di luar kebiasaan normal dan kapasitas kesehatan tidak
memadai.
Upaya organisasi untuk mengatasi krisis disebut sebagai manajemen krisis
(Crisis Management). Devlin (2007:1) menyatakan “Crisis Management Is Special
Measures Taken To Solve Problems Caused By A Crisis”. Istilah ‘solve’ pada definisi
di atas dapat diartikan bahwa upaya mengatasi krisis pada dasarnya merupakan
proses bertahap (step by step) dan melalui rangkaian aktivitas. Pada tahap awal,
organisasi mesti membatasi persoalan atau area krisis untuk meminimalkan efek
kerusakan bagi organisasi. Tujuan dari manajemen krisis adalah untuk
menghentikan dampak negatif dari suatu peristiwa melalui upaya persiapan dan
penerapan berbagai strategi dan taktik.
Bencana didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia
sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan daerah rawan
bencana. Setidaknya ada 12 ancaman bencana yang dikelompokkan dalam
bencana geologi (gempa bumi, tsunami, gunung api, tanah longsor), bencana
hidrometeorologi (banjir, banjir bandang, kekeringan, cuaca ekstrim, gelombang
ekstrim, kebakaran hutan dan lahan), dan bencana antropogenik (epidemic wabah
penyakit dan gagal teknologi-kecelakaan industry). Menurut data Indeks Risiko
Bencana Indonesia tahun 2013, terdapat 205 juta jiwa penduduk tinggal di
daerah rawan bencana.
Tahun 2020 merupakan tahun krisis dan mengkhawatirkan yang dialami oleh
seluruh negara di dunia akibat pandemi virus COVID-19 (Phan, Nguyen, & al, 2020).
Virus COVID-19 merupakan penyakit baru yang memiliki tingkat penularan relatif
cepat dan tingkat kematian yang tinggi (Susilo & dkk, 2020). Hingga saat ini belum
ditemukan terapi definitif yang tepat untuk mengobati virus ini (Whitworth, 2020).
Penyebaran yang cukup signifikan itu sudah dirasakan oleh seluruh dunia,

1
termasuk Indonesia. Kasus pertama COVID-19 di Indonesia terkonfirmasi pada
tanggal 2 Maret 2020. Tentu saja bukan hal yang mengejutkan karena Indonesia
termasuk negara yang terlambat mengkonfirmasi kasus positifnya meskipun
pernerbangan dari Wuhan (sebagai tempat asal virus COVID-19 ini muncul) masih
dilakukan hingga 23 Januari 2020. Hingga kini jumlah kasus yang terkonfirmasi
positif virus COVID-19 meningkat signifikan. Tercatat hingga tanggal 3 September
2020 jumlah kasus positif COVID-19 di Indonesia menjadi 184.268 kasus positif,
sementara yang sembuh berjumlah 132.055 orang dan meninggal sebanyak 7.750
orang (CNN Indonesia, 2020). Data ini belum menunjukkan tanda-tanda penurunan
dan bahkan diprediksi masih akan meningkat jumlahnya.
Karena manajemen krisis kesehatan masih sangat dibutuhkan di Indonesia
maka penulis akan menyajikan pengertian dan sifat krisis, tahapan manajemen krisis
secara umum, proses perencanaan dalam penanggulangan bencana,
penyelenggaraan penanggulangan bencana, dan manajemen krisis kesehatan yang
berada di Indonesia terutama manajemen krisis kesehatan untuk bencana COVID-
19.

B. Tujuan penulisan
1. Tujuan umum
Tujuan dari dibuatnya makalah oleh penulis agar pembaca dan penulis dapat
mengetahui dan memahami manajemen krisis kesehatan, terutama di Indonesia
2. Tujuan khusus
Adapun tujuan khusus dari makalah ini adalah sebagai berikut.
a. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian dari manajemen krisis
kesehatan.
b. Mahasiswa mampu menjelaskan tahapan manajemen krisis.
c. Mahasiswa mampu menjelaskan penyelenggaraan penanggulangan bencana
COVID-19 di Indonesia.

C. Sistematika Penulisan

Makalah ini terdiri dari 4 (empat) BAB. Pada BAB I berisi latar belakang,
tujuan penulisan makalah, dan sistematika penulisan makalah. Sedangkan, pada
BAB II Berisi pengertian manajemen krisis kesehatan, tahapan manajemen krisis,
penyelenggaraan penanggulangan bencana di indonesia, perencanaan dalam
penyelenggaraan penanggulangan bencana, perencanaan penanggulangan
bencana, proses penyusunan rencana penanggulangan bencana. Setelah itu, BAB

2
III berisi kasus fiktif dan BAB IV berisi simpulan. Terakhir, ada halaman akhir
makalah yang berisi referensi.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Manajemen Krisis Kesehatan


Manajemen krisis adalah proses yang membahas organisasi dengan sebuah
peristiwa besar yang mengancam merugikan organisasi, stakeholders, atau
masyarakat umum. Teori manajemen krisis umumnya didasarkan atas bagaimana
menghadapi krisis (crisis bargaining and negotiation), membuat keputusan di saat
krisis (crisis decision making), dan memantau perkembangan krisis (crisis dynamics).
manajemen krisis berurusan dengan ancaman yang telah terjadi. Sehingga
manajemen krisis dalam pengertian yang lebih luas merupakan sebuah keterampilan
teknis yang dibutuhkan untuk mengidentifikasi, menilai, memahami, dan mengatasi
situasi yang serius, terutama dari saat pertama kali terjadi sampai ke titik pemulihan
kembali.

Menurut Permenkes 75 tahun 2019 tentang Penanggulangan Krisis


Kesehatan memiliki tujuan untuk memberikan panduan kepada pelaku
Penanggulangan Krisis Kesehatan di tingkat daerah dan pusat, agar terselenggara
sistem Penanggulangan Krisis Kesehatan yang terkoordinasi, terencana, terpadu,
dan menyeluruh guna memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman,
risiko, dan dampak permasalahan kesehatan.

B. Tahapan Manajemen Krisis

Secara umum krisis berkembang melalui tiga tahap (Coombs, 2010; Devlin,
2007; Smudde, 2001). Tahapan tersebut adalah:

1. Pra-krisis (pre- crisis)

Pra-krisis terjadi ketiak situasi serius mulai muncul dan organisasi


menyadarinya. Pada tahap ini, dimungkinkan telah diketahui tanda–tanda
akan terjadinya krisis kesehatan. Tetapi, jika situasi tersebut dibiarkan tanpa
mengambil tindakan pencegahan maka dapat membuat situasi berkembang
menjadi krisis yang besar. Contoh, beberapa petugas telah mengantisipasi
adanya kebocoran di pabrik kimia Union Carbide. Tetapi, antisipasi
kebocoran ini tidak disampaikan ke pabrik Union Carbide yang ada di Bhopal.
Akibat tidak tersambungnya informasi ini, menyebabkan pabrik di Bhopal

4
bocor dan gas kimianya menewaskan sekitar 2.000 orang. Pada tahap ini,
kesiapan menghadapi adalah faktor terpenting. Kesiapan ini diperoleh dari
upaya mengantisipasi kemungkinan– kemungkinan munculnya krisis (melalui
manajemen isu). Jika memang krisis tidak dapat dihindari, tetapi karena
sudah diantisipasi lebih awal maka organisasi sudah mempunyai
perencanaan apa yang harus dilakukan dalam menghadapi situasi terburuk.
Pada situasi ini, media massa mulai mencium adanya sesuatu yang tidak
beres terjadi sehingga para wartawan mulai melakukan investigasi untuk
memberitakan kepada masyarakat.

2. Krisis (acute crisis)

Tahap krisis (krisis akut) terjadi ketika situasi tidak dapat dimanajemen
dengan baik oleh organisasi. Pada tahap ini, jalan terbaik yang dilakukan
adalah meminimalkan akibat krisis, jangan munculkan korban – korban baru,
termasuk mengisolasi krisis agar tidak meluas. Prioritasnya adalah menjamin
keselamatan publik, bukan berkutat untuk mencari tahu penyebab krisis.
Meskipun, misalnya belum dapat dipastikan secara ilmiah karena masih
menunggu hasil tes laboratorium, produk yang “beracun” tersebut langsung
saja ditarik dari pasaran terlebih dahulu. Peristiwa kecelakan superjet 100
Sukhoi milik Rusia yang sedang demo-flight di Gunung Salak Jawa Barat
adalah contoh suksesnya manajemen krisis pemerintah pada fase ini. Dalam
waktu singkat setelah kejadian diketahui oleh menara kontrol bandara (hilang
kontak dengan pesawat), tim gabungan dari SAR, TNI, Polisi, Komite
Nasional Keselamatan Transportasi langsung bergerak. Posko didirikan di
sekitar lokasi Halim Jakarta, yang memungkinkan akses informasi secara
terbuka. Presiden SBY pun langsung mengunjungi keluarga di posko Halim
dan menjalin kerjasama dengan pihak Rusia.
3. Paska Krisis (post-crisis)

Terjadi ketika sudah terakumulasi dan organisasi berupaya


mempertahankan citranya atau kehilangan citra tersebut. Masa ini organisasi
berupaya untuk memperbaiki segala akibat yang ditimbulkan krisis (recovery).
Berbagai upaya di masa ini yang menentukan citra organisasi, menentukan
manajemen mengatasi krisis. Jika gagal, kemungkinan terburuk adalah
kebangkrutan. Jika manajemen dapat mengendalikan krisis, misalnya para
korban mendapat santuan, produk ditarik kembali, penyebab sudah diketahui,

5
maka fase ini juga dapat digunakan untuk refleksi diri agar situasi yang sama
tidak terulang.

C. Perencanaan Penanggulangan Bencana

Perencanaan penanggulangan bencana disusun berdasarkan hasil analisis


risiko bencana dan upaya penanggulangannya yang dijabarkan dalam program
kegiatan penanggulangan bencana dan rincian anggarannya. Perencanaan
penanggulangan bencana merupakan bagian dari perencanaan pembangunan.
Setiap rencana yang dihasilkan dalam perencanaan ini merupakan program/kegiatan
yang terkait dengan pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan yang dimasukkan
dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Jangka Menengah (RPJM)
maupun Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahunan. Rencana penanggulangan
bencana ditetapkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun.

Penyusunan rencana penanggulangan bencana dikoordinasikan oleh:

a. BNPB untuk tingkat nasional;

b. BPBD provinsi untuk tingkat provinsi;

c. BPBD kabupaten/kota untuk tingkat kabupaten/kota.

d. Rencana penanggulangan bencana ditinjau secara berkala setiap 2


(dua) tahun atau sewaktu-waktu apabila terjadi bencana.

D. Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di Indonesia


Pemerintah pusat dan pemerintah daerah bertanggung jawab dalam
penyelenggaraan penanggulangan bencana. Sebagaimana didefinisikan dalam UU
24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan
kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan
bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. Rangkaian kegiatan tersebut apabila
digambarkan dalam siklus penanggulangan bencana adalah sebagai berikut.

6
Gambar 2.1 Siklus Penanggulangan Bencana
Pada dasarnya penyelenggaraan adalah tiga tahapan yakni sebagai berikut.
1. Pra bencana yang meliputi:situasi tidak terjadi bencana situasi terdapat
potensi bencana
2. Saat Tanggap Darurat yang dilakukan dalam situasi terjadi bencana
3. Pasca Bencana yang dilakukan dalam saat setelah terjadi bencana.
Tahapan bencana yang digambarkan di atas, sebaiknya tidak dipahami
sebagai suatu pembagian tahapan yang tegas, dimana kegiatan pada tahap
tertentu akan berakhir pada saat tahapan berikutnya dimulai. Akan tetapi harus
dipahami bahwa setiap waktu semua tahapan dilaksanakan secara bersama-sama
dengan porsi kegiatan yang berbeda. Misalnya pada tahap pemulihan, kegiatan
utamanya adalah pemulihan tetapi kegiatan pencegahan dan mitigasi juga sudah
dimulai untuk mengantisipasi bencana yang akan datang.

E. Perencanaan dalam Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana


Secara umum perencanaan dalam penanggulangan bencana dilakukan pada
setiap tahapan dalam penyelenggaran penanggulangan bencana.

7
Gambar 2.2 Tahapan Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana
Dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, agar setiap kegiatan
dalam setiap tahapan dapat berjalan dengan terarah, maka disusun suatu rencana
yang spesifik pada setiap tahapan penyelenggaraan penanggulangan bencana.
1. Pada tahap Pra Bencana dalam situasi tidak terjadi bencana, dilakukan
penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana (Disaster Management
Plan), yang merupakan rencana umum dan menyeluruh yang meliputi seluruh
tahapan / bidang kerja kebencanaan. Secara khusus untuk upaya
pencegahan dan mitigasi bencana tertentu terdapat rencana yang disebut
rencana mitigasi misalnya Rencana Mitigasi Bencana Banjir DKI Jakarta.
Langkah-langkah pencegahan dan mitigasi dapat dirangkum dalam akronim
H2M yaitu: Hilangkan ancaman (H); Hindari (H) atau menghindarkan
masyarakat dari ancaman; dan Mitigasi (M).
Pencegahan dan Mitigasi
Upaya atau kegiatan dalam rangka pencegahan dan mitigasi yang
dilakukan, bertujuan untuk menghindari terjadinya bencana serta mengurangi
risiko yang ditimbulkan oleh bencana. Tindakan mitigasi dilihat dari sifatnya
dapat digolongkan menjadi 2(dua) bagian, yaitu mitigasi pasif dan mitigasi
aktif.
Tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi pasif antara lain
adalah sebagai berikut.
a. Penyusunan peraturan perundang-undangan
b. Pembuatan peta rawan bencana dan pemetaan masalah.

8
c. Pembuatan pedoman/standar/prosedur
d. Pembuatan brosur/leaflet/poster
e. Penelitian / pengkajian karakteristik bencana
f. Pengkajian / analisis risiko bencana
g. Internalisasi PB dalam muatan lokal pendidikan
h. Pembentukan organisasi atau satuan gugus tugas bencana
i. Perkuatan unit-unit sosial dalam masyarakat, seperti forum
j. Pengarusutamaan PB dalam perencanaan pembangunan.
Sedangkan tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi aktif
antara lain adalah sebagai berikut.
a. Pembuatan dan penempatan tanda-tanda peringatan, bahaya,
larangan memasuki daerah rawan bencana dan sebagainya.
b. Pengawasan terhadap pelaksanaan berbagai peraturan tentang
penataan ruang, ijin mendirikan bangunan (IMB), dan peraturan lain
yang berkaitan dengan pencegahan bencana.
c. Pelatihan dasar kebencanaan bagi aparat dan masyarakat.
d. Pemindahan penduduk dari daerah yang rawan bencana ke daerah
yang lebih aman.
e. Penyuluhan dan peningkatan kewaspadaan masyarakat.
f. Perencanaan daerah penampungan sementara dan jalur-jalur
evakuasi jika terjadi bencana.
g. Pembuatan bangunan struktur yang berfungsi untuk mencegah,
mengamankan dan mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh
bencana, seperti: tanggul, dam, penahan erosi pantai, bangunan
tahan gempa dan sejenisnya. Adakalanya kegiatan mitigasi ini
digolongkan menjadi mitigasi yang bersifat non-struktural (berupa
peraturan, penyuluhan, pendidikan) dan yang bersifat struktural
(berupa bangunan dan prasarana).

2. Pada tahap Prabencana dalam situasi terdapat potensi bencana dilakukan


penyusunan Rencana Kesiapsiagaan untuk menghadapi keadaan darurat
yang didasarkan atas skenario menghadapi bencana tertentu (single hazard)
maka disusun satu rencana yang disebut Rencana Kontinjensi (Contingency
Plan).

Kesiapsiagaan

9
Kesiapsiagaan dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan
terjadinya bencana guna menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian harta
benda dan berubahnya tata kehidupan masyarakat. Upaya kesiapsiagaan
dilakukan pada saat bencana mulai teridentifikasi akan terjadi, kegiatan yang
dilakukan antara lain sebagai berikut.
a. Pengaktifan pos-pos siaga bencana dengan segenap unsur
pendukungnya.
b. Pelatihan siaga / simulasi / gladi / teknis bagi setiap sektor
Penanggulangan bencana (SAR, sosial, kesehatan, prasarana dan
pekerjaan umum).
c. Inventarisasi sumber daya pendukung kedaruratan.
d. Penyiapan dukungan dan mobilisasi sumberdaya/logistik.
e. Penyiapan sistem informasi dan komunikasi yang cepat dan terpadu
guna mendukung tugas kebencanaan.
f. Penyiapan dan pemasangan instrumen sistem peringatan dini (early
warning).
g. Penyusunan rencana kontinjensi (contingency plan).
h. Mobilisasi sumber daya (personil dan prasarana/sarana peralatan)

10
3. Pada Saat Tanggap Darurat dilakukan Rencana Operasi (Operational Plan)
yang merupakan operasionalisasi/aktivasi dari Rencana Kedaruratan atau
Rencana Kontinjensi yang telah disusun sebelumnya.

Tanggap Darurat

Tahap Tanggap Darurat merupakan tahap penindakan atau


pengerahan pertolongan untuk membantu masyarakat yang tertimpa
bencana, guna menghindari bertambahnya korban jiwa. Penyelenggaraan
penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat meliputi beberapa hal
sebagai berikut.

a. Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan,


kerugian, dan sumber daya;

b. Penentuan status keadaan darurat bencana;

c. Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana;

d. Pemenuhan kebutuhan dasar;

e. Perlindungan terhadap kelompok rentan;

f. Pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital.

4. Pada Tahap Pemulihan dilakukan Penyusunan Rencana Pemulihan


(Recovery Plan) yang meliputi rencana rehabilitasi dan rekonstruksi yang
dilakukan pada pasca bencana. Sedangkan jika bencana belum terjadi, maka
untuk mengantisipasi kejadian bencana di masa mendatang dilakukan
penyusunan petunjuk /pedoman mekanisme penanggulangan pasca
bencana.

Tahap pemulihan meliputi tahap rehabilitasi dan rekonstruksi. Upaya Yang


dilakukan pada tahap rehabilitasi adalah untuk mengembalikan kondisi
daerah yang terkena bencana yang serba tidak menentu ke kondisi normal
yang lebih baik, agar kehidupan dan penghidupan masyarakat dapat berjalan
kembali.

Kegiatan yang dilakukan meliputi hal-hal sebagai berikut.

a. Perbaikan lingkungan daerah bencana;

11
b. Perbaikan prasarana dan sarana umum;

c. Pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat;

d. Pemulihan sosial psikologis;

e. Pelayanan kesehatan;

f. Rekonsiliasi dan resolusi konflik;

g. Pemulihan sosial, ekonomi, dan budaya;

h. Pemulihan keamanan dan ketertiban;

i. Pemulihan fungsi pemerintahan;

j. Pemulihan fungsi pelayanan publik

Sedangkan tahap rekonstruksi merupakan tahap untuk membangun kembali


sarana dan prasarana yang rusak akibat bencana secara lebihbaik dan
sempurna. Oleh sebab itu pembangunannya harus dilakukan melalui suatu
perencanaan yang didahului oleh pengkajian dari berbagai ahli dan sektor
terkait.

a. Pembangunan kembali prasarana dan sarana;

b. Pembangunan kembali sarana sosial masyarakat;

c. Pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat;

d. Penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan


yang lebih baik dan tahan bencana;

e. Partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan,


dunia usaha dan masyarakat;

f. Peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya;

g. Peningkatan fungsi pelayanan publik;

h. Peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat.

12
F. Proses Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana

Secara garis besar proses penyusunan/penulisan rencana penanggulangan


bencana adalah sebagai berikut.

Gambar 2.3 Proses Penyusunan Penanggulangan Bencana

13
BAB III
KASUS FIKTIF

A. Kasus

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah perusahaan di Jakarta masih


menerapkan kebijakan work from home (WFH) pada masa pandemi Covid-19.

Masa pandemi di Jakarta sendiri sudah berjalan selama enam bulan dan
meninggalkan kesan bagi warga, termasuk pekerja. Salah satu pekerja di
perusahaan periklanan Ovi (29) mengaku sudah menjalani WFH sejak 17 Maret
sampai sekarang. Ia sempat merasa kesal dengan lambatnya pencegahan dan
penanganan Covid-19 di awal pandemi.

“Sebenarnya dari awal banget sudah gemas ya, kayak nggak ada langkah-
langkah pencegahan sama sekali, lalu seperti menyepelekan terus gitu pas awal
2020,” kata Ovi saat dihubungi, Kamis (27/8/2020) siang.

Ia sempat merasa agak aman saat pemerintah memberlakukan PSBB meski


kasus positif Covid-19 mulai bertambah banyak. Ovi mulai menyesuaikan diri saat
Pemerintah Provinsi DKI memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB)
masa transisi mulai 3 Juli 2020.

“Selama masa PSBB transisi ini gue juga akhirnya beberapa kali keluar
rumah, dan seperti yang tadi gue bilang walaupun dimanapun ada protokol
kesehatan, tapi tetap ngerasa enggak selalu aman," ujarnya.

Ia melihat masyarakat di sekitar rumahnya di kawasan Mampang Prapatan


selalu ramai. Ovi menilai masyarakat seperti hidup pada era normal dan tak ada
virus Covid-19.

"Serem deh ramai terus Mampang kayak kagak ada virus di sini,” tambah
Ovi.

Saat keluar rumah ke daerah Panglima Polim dan Senopati akhir pekan lalu,
ia juga melihat banyak anggota masyarakat yang tak menerapkan protokol
kesehatan dengan baik. Di sana, banyak masyarakat yang makan di area kuliner
kaki lima tanpa jaga jarak.

14
"Gue curiga pada ngerasa aman makan di luar kalau duduknya outdoor gitu
deh, bukan di dalam restorannya. Padahal, buat gue mah sama saja seremnya. Kan
kita enggak tahu ya orang lain tuh ke mana aja, papasan sama siapa aja,” pungkas
Ovi.

Pelonggaran PSBB saat itu membuat masyarakat sempat acuh dengan


protokol kesehatan, seperti tak menjaga jarak. Meskipun demikian, ia melihat
mayoritas masyarakat di sekitar rumahnya sudah memakai masker.

Sementara itu, warga lain yaitu Irene (25), pekerja di bidang sosial, sudah
WFH sejak awal Maret hingga saat ini. Ia merasa was-was hidup di tengah pandemi
Covid-19. Apalagi, semua tempat sudah ramai oleh warga, tidak seperti pada awal
masa pandemi Covid-19.

“Ramai enggak masalah sih, asal semuanya taat protokol, tapi dari tempat
atau penyelenggaranya. Masalahnya juga enggak bantu untuk disiplinin orang-
orang,” kata Irene saat dihubungi, Kamis (27/8/2020) siang.

Akibatnya, dia menjadi takut untuk pergi ke berbagai tempat. Dia


menghindari berada di luar rumah dalam jangka waktu yang lama. Masa
perpanjangan PSBB transisi yang mulai diberlakukan pada 13 Agustus akan berakhir
pada 27 Agustus 2020 hari ini.

Sebagaimana diketahui, PSBB transisi awalnya diberlakukan mulai 5 Juni


hingga 2 Juli 2020. Kemudian, Pemprov DKI memutuskan memperpanjang PSBB
transisi masing-masing selama dua pekan sebanyak empat kali, terhitung mulai 3
Juli hingga 27 Agustus 2020.

B. Tahap Pra Bencana

Mitigasi

Tujuan mitigasi masyarakat di daerah-daerah dengan penularan COVID-19


lokal adalah untuk memperlambat penyebarannya dan untuk melindungi semua
individu, terutama mereka yang berisiko lebih tinggi untuk penyakit parah , sambil
meminimalkan dampak negatif dari strategi-strategi ini. Strategi-strategi ini digunakan
untuk meminimalkan morbiditas dan mortalitas COVID-19 di sektor sosial seperti
sekolah, tempat kerja, dan organisasi layanan kesehatan.

15
Pencegahan

● Mendidik orang untuk tinggal di rumah saat sakit atau ketika mereka telah
melakukan kontak dekat dengan seseorang dengan COVID-19

● Ajarkan dan perkuat praktik kebersihan tangan dan etika pernapasan

● Ajarkan dan perkuat penggunaan kain penutup wajah untuk melindungi orang
lain (jika perlu)

● Pastikan persediaan yang memadai mudah tersedia (mis., Sabun, pembersih


tangan dengan setidaknya 60% alkohol, handuk kertas) untuk mendukung
perilaku hidup sehat

● Poskan tanda atau poster dan promosikan perpesanan tentang perilaku yang
mencegah penyebaran

● Mengintensifkan pembersihan dan disinfeksi permukaan yang sering disentuh

● Pastikan sistem ventilasi beroperasi dengan baik dan meningkatkan sirkulasi


udara luar

● Pastikan semua sistem air aman digunakan

● Ubah tata letak untuk mempromosikan jarak sosial setidaknya 6 kaki antara
orang - terutama bagi orang yang tidak tinggal bersama

● Pasang penghalang dan panduan fisik untuk mendukung jarak sosial jika
perlu

● Tutup ruang komunal, atau penggunaan terhuyung-huyung dan bersihkan


dan disinfeksi di antara penggunaan

● Batasi pembagian objek, atau bersihkan dan disinfeksi di antara penggunaan


Pertahankan bekerja dengan Sehat

● Lindungi orang dengan risiko lebih tinggi untuk penyakit parah dari COVID-19

● Untuk mengatasi stres , dorong orang untuk mengambil istirahat dari berita,
merawat tubuh mereka, meluangkan waktu untuk bersantai dan berhubungan
dengan orang lain, terutama ketika mereka memiliki kekhawatiran

16
● Pertahankan kesadaran akan peraturan lokal atau negara bagian

● Susun atau putar penjadwalan

● Buat grup statis atau "kohort" individu dan hindari pencampuran antar
kelompok

● Kejar peristiwa virtual. Pertahankan jarak sosial di setiap acara tatap muka ,
dan batasi ukuran kelompok sebanyak mungkin

● Batasi pengunjung yang tidak penting, sukarelawan, dan kegiatan yang


melibatkan kelompok atau organisasi eksternal, terutama dengan mereka
yang bukan dari daerah setempat

● Dorong telework dan rapat virtual jika memungkinkan

● Pertimbangkan opsi untuk perjalanan yang tidak penting sesuai dengan


peraturan negara bagian dan lokal

● Tentukan titik kontak COVID-19

● Menerapkan kebijakan cuti yang fleksibel dan tanpa hukuman

● Pantau absensi dan buat rencana cadangan staf

● Latih staf tentang semua protokol keselamatan

● Pertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan harian seperti


pemeriksaan suhu atau pengecekan gejala

● Dorong mereka yang berbagi fasilitas untuk juga mematuhi strategi mitigasi

● Memberlakukan sistem komunikasi untuk:

○ Individu yang melaporkan sendiri gejala COVID-19 , tes positif untuk


COVID-19, atau paparan terhadap seseorang dengan COVID-19

○ Memberitahu otoritas kesehatan setempat tentang COVID-19 kasus

17
○ Memberitahu individu (karyawan, pelanggan, siswa, dll.) Tentang
paparan COVID-19 sembari menjaga kerahasiaan sesuai dengan
undang-undang privasi

● Memberitahu individu (misalnya, karyawan, pelanggan, siswa) tentang


penutupan fasilitas apa pun

● Bersiaplah untuk mengisolasi dan membawa mereka yang sakit ke rumah


mereka atau ke fasilitas perawatan kesehatan dengan aman

● Dorong individu yang sakit untuk mengikuti panduan CDC untuk merawat diri
sendiri dan orang lain yang sakit

● Beri tahu pejabat kesehatan setempat tentang semua kasus COVID-19


sambil menjaga kerahasiaan sesuai dengan Undang-Undang Penyandang
Disabilitas Amerika (ADA)ikon eksternal.

● Beri tahu mereka yang telah melakukan kontak dekat dengan seseorang
yang didiagnosis dengan COVID-19 dan menyarankan mereka untuk tinggal
di rumah dan memantau sendiri gejala-gejalanya , dan mengikuti panduan
CDC jika gejalanya berkembang.

● Sarankan orang yang sakit ketika akan aman bagi mereka untuk kembali
berdasarkan kriteria CDC untuk menghentikan isolasi di rumah

● Tutup area yang digunakan oleh seseorang yang sakit. Tunggu> 24 jam
sebelum dibersihkan dan disinfektan. Pastikan penggunaan dan
penyimpanan disinfektan Daftar N yang disetujui EPA aman dan benar ikon
eksternal, termasuk menyimpan produk secara aman jauh dari anak-anak.

Kesiapsiagaan

Kesiapsiagaan dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya


bencana guna menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian harta benda dan
berubahnya tata kehidupan masyarakat. Upaya kesiapsiagaan dilakukan pada saat
bencana mulai teridentifikasi akan terjadi, kegiatan yang dilakukan antara lain
sebagai berikut.

a. Pengaktifan pos-pos siaga bencana dengan segenap unsur pendukungnya.

18
b. Pelatihan siaga / simulasi / gladi / teknis bagi setiap sektor Penanggulangan
bencana (SAR, sosial, kesehatan, prasarana dan pekerjaan umum).

c. Inventarisasi sumber daya pendukung kedaruratan.

d. Penyiapan dukungan dan mobilisasi sumberdaya/logistik.

e. Penyiapan sistem informasi dan komunikasi yang cepat dan terpadu guna
mendukung tugas kebencanaan.

f. Penyiapan dan pemasangan instrumen sistem peringatan dini (early


warning).

g. Penyusunan rencana kontinjensi (contingency plan).

h. Mobilisasi sumber daya (personil dan prasarana/sarana peralatan)

C. Tahap Tanggap Bencana

Tahap Tanggap Darurat merupakan tahap penindakan atau pengerahan


pertolongan untuk membantu masyarakat yang tertimpa bencana, guna menghindari
bertambahnya korban jiwa. Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat
tanggap darurat meliputi beberapa hal sebagai berikut.

a. Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, kerugian, dan
sumber daya; beberapa kebijakan telah dibuat agar kerugian yang
ditimbulkan seminimal mungkin, dengan menyediakan APD yang cukup bagi
tenaga kesehatan dengan kemungkinan besar terpapar virus ini, ataupun
rapid test gratis di beberapa tempat keramaian seperti stasiun.

b. Penentuan status keadaan darurat bencana; di beberapa wilayah di


Indonesia telah ditetapkan kebijakan tentang daerah tanggap darurat.

c. Pemenuhan kebutuhan dasar; sejak awal pandemi COVID19 terjadi di


Indonesia, bantuan sosial berupa paket sembako telah dibagikan terutama di
wilayah jabodetabek. pemerintah juga sudah memberikan insentif tarif listrik
pelanggan yang terdampak pandemi COViD-19

19
d. Perlindungan terhadap kelompok rentan; kelompok rentan seperti anak-anak
di bawah 12 tahun dan lansia sudah diberikan peringatan agar tetap berada
di dalam rumah agar terhindar dari COVID-19. Lalu ada kartu prakerja yang
dirilis pemerintah untuk membantu karyawan yang terkena PHK dan
pengangguran, kartu ini dibuat agar sekiranya masyarakat tidak resah dan
merugikan dirinya dan lingkungan dengan bekerja di zona merah atau
kerumunan.

e. Pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital. sarana transjakarta


sempat dinonaktifkan selama beberapa hari, namun kembali diaktifkan
kembali karena tidak efektif dan membuat laju perekonomian menurun.
Tetapi sekarang sarana seperti transjakarta dan kereta sudah diaktifkan lagi
dengan batas waktu pengoperasian jam 8 malam.

Menurut International Council of Nurses (ICN) kompetensi perawat bencana


muncul pada fase mitigasi, preparedness, relief, pemulihan dan rehabilitasi.
Misalnya pada fase preparedness, perawat melakukan pengkajian kebutuhan
komunitas, pada fase akut memberikan perawatan fisik dan mental bagi korban,
pada fase pemulihan berperan untuk mengembalikan fungsi pelayanan kesehatan.

D. Tahap Pemulihan

Tahap pemulihan meliputi tahap rehabilitasi. Upaya Yang dilakukan pada


tahap rehabilitasi adalah untuk mengembalikan kondisi daerah yang terkena
bencana yang serba tidak menentu ke kondisi normal yang lebih baik, agar
kehidupan dan penghidupan masyarakat dapat berjalan kembali.

Kegiatan yang dilakukan meliputi hal-hal sebagai berikut.

a. Perbaikan prasarana dan sarana umum; membuat kebijakan tentang


isi maksimum transportasi hingga 50%, dibukanya kembali
penggunaan transportasi massal dengan penerapan jam malam

b. Pemulihan sosial psikologis; pemerintah mampu menghadapi fear


zone masyarakat dengan mengedukasi cara mengurangi risiko
penularan COVID-19 dan bagaimana cara penangannya jika diduga
ada yang terkena virus tersebut melalui berbagai media massa.
Pemerintah juga berhasil mengajak beberapa figur masyarakat untuk

20
mengkampanyekan hal-hal terkait tatanan hidup baru di berbagai
media sosial.

c. Pelayanan kesehatan; adanya rapid test gratis di beberapa wilayah,


bagi tenaga kesehatan tes PCR digratiskan dengan waktu yang
ditentukan, beberapa pelayanan kesehatan dibuka secara
online(seperti konseling).

Peran utama perawat dalam penanganan pasien Covid-19


sebenarnya dapat dibedakan menjadi tiga. Pertama, peran dalam
memberikan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) seputar
kesehatan kepada masyarakat. Peran perawat dalam memberikan
edukasi kepada masyarakat sangat diperlukan karena bisa membuat
orang yang diberi edukasi mengerti dengan informasi yang
disampaikan. KIE yang dimaksudkan adalah komunikasi risiko
pemberdayaan masyarakat (KRPM). KPRM merupakan komponen
penting yang tidak terpisahkan dalam penanggulangan tanggap
darurat kesehatan masyarakat, baik secara lokal, nasional, maupun
internasional.

Pesan kunci yang perlu disampaikan kepada masyarakat umum


supaya siap menghadapi wabah saat ini adalah: mengenali Covid-19
(penyebab, gejala, tanda, penularan, pencegahan, dan pengobatan).
Pencegahan yang dapat dilakukan antara lain health advice dan travel
advice.

Kedua, peran dalam rapid assessment. Asesmen pada kasus Covid-


19 yang sudah ditetapkan sebagai krisis kesehatan dan bencana
nasional termasuk di dunia. Perlu sekali dipahami perawat dan tenaga
kesehatan serta masyarakat mengenai pentingnya asesmen cepat
dalam penentuan kriteria prioritas Covid-19.

Deteksi dini dan pemilahan penderita yang berkaitan dengan infeksi


Covid-19 harus dilakukan sejak pasien datang ke rumah sakit. Triase
merupakan garda terdepan dan titik awal bersentuhan dengan rumah
sakit. Selain itu, pengendalian pencegahan infeksi (PPI) merupakan
bagian vital terintegrasi dalam manajemen klinis dan harus diterapkan

21
sejak triase dan selama perawatan pasien melalui isolasi pasien di
rumah atau rumah sakit.

Beberapa upaya pencegahan dan kontrol infeksi perlu diterapkan


prinsip, yaitu hand hygiene, penggunaan alat pelindung diri (APD)
untuk mencegah kontak langsung dengan pasien (darah atau cairan
tubuh lainnya), pencegahan tertusuk jarum serta benda tajam,
manajemen limbah medis, pembersihan dan disinfektan peralatan,
serta lingkungan di rumah sakit.

Ketiga, peran dalam pelayanan langsung kepada penderita. Peran


inilah yang utama dilakukan perawat. Penatalaksanaan Covid-19
dilakukan dengan memfokuskan pada penanganan infeksi virus
dengan meningkatkan imunitas tubuh penderita dan yang belum
terinfeksi agar tidak sampai menjadi penyakit. Sampai saat ini
penyakit karena Covid-19 belum ditemukan obat penangkalnya.
Ilmuwan masih mempelajari karakteristik virus dan mengujicobakan
obat di laboratorium.

Terapi yang diperlukan untuk pasien yang sudah positif Covid-19


diprioritaskan pada isolasi semua kasus. Pasien akan diberi bantuan
respirasi, manajemen cairan, serta demam dan antibiotik empiris.
Pencegahan komplikasi harus dilakukan dengan mengurangi durasi
ventilasi mekanis, infeksi pada vena dan darah disebabkan
pemasangan kateter, ulkus decubitus, stress ulcer, dan perdarahan
lambung.

Pendekatan psikososial harus dilakukan perawat. Penderita atau


keluarga sering mengalami ketakutan, kecemasan, dan depresi.
Kondisi tersebut sangat membahayakan dan menghambat
penyembuhan penderita. Imunitas akan mengalami penurunan dan itu
berdampak terhadap kemampuan tubuh dalam melawan virus.
Penderita sering mengalami berbagai komplikasi dari penyakit
penyerta lainnya dan justru itu yang mengakibatkan prognosis
penderita semakin jelek dan bahkan mempercepat kematian.

d. Pemulihan sosial, ekonomi, dan budaya; dibukanya kembali beberapa


museum dan situs budaya lainnya dengan tetap menerapkan

22
kebijakan tatanan kehidupan baru atau “New Normal”, tempat
berjualan banyak yang sudah dibuka dengan syarat, adanya pameran
yang dapat membuat lapangan kerja baru.

e. Pemulihan fungsi pelayanan publik; dibukanya kembali sebagian


besar pelayanan publik dengan diterapkannya jam malam. Dengan
adanya belajar melalui online, maka instansi sekolah bekerja sama
dengan beberapa provider sudah menyediakan kuota gratis untuk
proses belajar-mengajar, Menteri Pendidikan juga sudah memastikan
tidak adanya mahasiswa yang akan dikeluarkan karena masalah
biaya selama pandemi ini berlangsung.

23
BAB IV
SIMPULAN

Upaya organisasi untuk mengatasi krisis disebut sebagai manajemen krisis (Crisis
Management). Upaya mengatasi krisis pada dasarnya merupakan proses bertahap (step by
step) dan melalui rangkaian aktivitas. Tujuan dari manajemen krisis adalah untuk
menghentikan dampak negatif dari suatu peristiwa melalui upaya persiapan dan penerapan
berbagai strategi dan taktik.

Pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk


mengurangi atau menghilangkan risiko bencana, baik melalui pengurangan ancaman
bencana maupun kerentanan pihak yang terancam bencana. Mitigasi adalah serangkaian
upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun
penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Dapat
dibedakan bahwa pencegahan adalah upaya untuk mengurangi atau menghilangkan resiko,
sedangkan mitigasi adalah upaya untuk mengurangi ancaman. Tindakan mitigasi dilihat dari
sifatnya dapat digolongkan menjadi 2 (dua) bagian, yaitu mitigasi pasif dan mitigasi aktif.
Langkah-langkah pencegahan dan mitigasi dapat dirangkum dalam akronim H2M yaitu:
Hilangkan ancaman (H); Hindari (H) atau menghindarkan masyarakat dari ancaman; dan
Mitigasi (M).

Perencanaan penanggulangan bencana dilakukan pada tiap tahapan dalam


penyelenggaran penanggulangan bencana agar penyelenggaraan penanggulangan
bencana dapat berjalan dengan terarah, maka disusun suatu rencana yang spesifik.
Langkah pertama adalah pengenalan bahaya / ancaman bencana yang mengancam
wilayah tersebut. Kemudian bahaya / ancaman tersebut dibuat daftar dan di disusun
langkah-langkah / kegiatan untuk penanggulangannya. Sebagai prinsip dasar dalam
melakukan Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana ini adalah menerapkan
paradigma pengelolaan risiko bencana secara holistik. Pada hakekatnya bencana adalah
sesuatu yang tidak dapat terpisahkan dari kehidupan. Pandangan ini memberikan arahan
bahwa bencana harus dikelola secara menyeluruh sejak sebelum, pada saat dan setelah
kejadian bencana.

Sebagaimana diuraikan di atas bahwa langkah pertama adalah pengenalan


bahaya/ancaman bencana yang mengancam wilayah tersebut. Kemudian bahaya/ancaman
tersebut dibuat daftar dan di disusun langkah-langkah/kegiatan untuk penanggulangannya.
Sebagai Prinsip dasar dalam melakukan penyusunan rencana penanggulangan bencana ini
adalah menerapkan paradigma pengelolaan risiko bencana secara holistik. Pada

24
hakekatnya bencana adalah sesuatu yang tidak dapat terpisahkan dari kehidupan.
Pandangan ini memberikan arahan bahwa bencana harus dikelola secara menyeluruh sejak
sebelum, pada saat dan setelah kejadian bencana.

25
REFERENSI

Biro Perencanaan BKKBN. 2020. Strategi BKKBN Dalam Mengantisipasi Pandemi


COVID-19: Webinar Kebijakan Dak Nonfisik TA 2020 Dan Rancangan Kebijakan
2021 Dalam Kondisi Pandemi Covid -19
bnpb.go.id (diunduh pada 20 Agustus 2020 pukul 11:37)
Djkn kemenkeu. 2020. Urgensi Manajemen Krisis Di Tengah Kondisi Pandemi
diakses di www.djkn.kemenkeu.go.id pada 20 Agustus2020
e-journal.jurwidyakop3.com (diunduh pada 20 Agustus 2020 pukul 11:44)
K. M. Arsyad, M. (2017). Modul Manajemen Penanggulangan Bencana Pelatihan
Penanggualangan Bencana Banjir. bandung: Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Sumber Daya Air dan KontruksiIr.

ManajemenDisaster.pdf (diunduh pada 20 Agustus 2020 pukul 14:37)

Purwana, Rachmadhi. 2013. Rajawali Pers: Manajemen Kedaruratan Kesehatan


Lingkungan dalam Kejadian Bencana.download.portalgaruda.org (diunduh pada 21
Agustus 2020 pukul 14:19)

PerkaBNPB4 2008_Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana.pdf


(diunduh pada 21 Agustus 2020 pukul 14:27)

Permenkes 75 tahun 2019 tentang Penanggulangan Krisis Kesehatan

Muntohar.files.wordpress.com (diunduh pada 20 Agustus 2017 pukul 14:31)

Ma'Arif, S. (2008). Peraturan Kepala badan nasional penanggulangan bencana


nomor 4 tahun 2008. Jakarta: Badan Nasional Peanggulangan Bencana.

Setyowati, Dewi Liesnoor. (2019). Pendidikan Kebencanaan. Semarang: UNS.

26

Anda mungkin juga menyukai