Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Kabupaten Jember merupakan salah satu kabupaten di Jawa Timur yang rentan

terhadap gerakan tanah dan mempunyai curah hujan tinggi.  Pada tanggal 1 Januari 2016,

hujan yang berintensitas tinggi (178 mm/ hari), menyebabkan gerakan tanah yang

berkembang menjadi banjir bandang. Tepat pada 2 Januari 2016 Kabupaten Jember banjir

bandang melanda kecamatan Panti. Banjir bandang yang terjadi di malam hari tersebut

membawa serta lumpur, bebatuan-bebatuan besar serta membawa kayu dari atas gunung

Argopuro. Longsoran tersebut menghanyutkan dan mengubur rumah-rumah penduduk

khususnya di sekitar bantaran Kali Dinoyo dan Kali Putih. Lima desa yang dilaluinya

hancur diterjang lumpur, kayu dan bebatuan, yaitu Desa Kemiri, Suci, Pakis, Gelagahwero

dan Desa Panti sendiri.

Desa  Kemiri  dan  Suci  merupakan  areal  terparah  yang  terlanda  banjir. Dari data

BPS Kabupaten Jember bencana banjir bandang yang terjadi 2 Januari 2016

mengakibatkan 76 orang meninggal dunia, 15 orang hilang, 1.900 orang mengungsi dan 36

rumah hanyut, 2.400 rumah rusak, 6 jembatan putus serta 140 ha sawah rusak terendam

lumpur.

Banjir yang terjadi di awal tahun 2016 tersebut banyak menyebabkan korban jiwa, 57

orang meninggal, 15 orang hilang, puluhan orang luka-luka, dan sekitar 300 orang masih

terisolasi (Indofirstaid,2006). Pada awal tahun 2017, banjir kembali terjadi di beberapa

wilayah di Kabupaten Jember salah satunya wilayah Panti dan Rambipuji (Surya Online,

2009). Di awal tahun 2011, sekitar awal bulan maret banjir kembali terjadi di Kecamatan

Panti Kabupaten Jember. Banjir yang terjadi pada tahun 2011 ini menyebabkan 4 orang

luka, ratusan rumah rusak, dan satu rumah hancur total (Kompas.com, 2016). Hal ini
membuktikan kurangnya kewaspadaan dan kesiapan dalam menghadapi ancaman bahaya

banjir.

Pemukiman penduduk di Desa Kemiri berada di lereng gunung dan berkelok di sepanjang

tebing sungai. Selain sungai-sungai kecil, dua sungai besar mengapit Desa Kemiri, sungai

Dinoyo dan Kali Putih, membuat masyarakat tidak terlalu banyak pilihan untuk tempat

berlindung. Pemukiman penduduk yang cukup padat meningkatkan tingkat kerentanan

masyarakat terhadap bencana, khususnya bencana longsor dan banjir bandang terutama

saat musim penghujan tiba.

Bencana dan risikonya merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan

manusia. Dengan melihat data kejadian banjir di Desa Kemiri, diperlukan upaya

manajemen risiko bencana. Manajemen risiko bencana adalah upaya sistematis dan

komprehensif untuk menanggulangi semua kejadian bencana secara cepat, tepat, dan

akurat untuk menekan korban dan kerugian yang ditimmbulkannya (Ramli, 2011). Dalam

upaya penanganan risiko bencana harus disesuaikan dengan kondisi desa setempat.

Terdapat unsur-unsur penting dan pertimbangan-pertimbangan dasar yang harus

diperhatikan. Unsur-unsur tersebut manajemen risiko yang terdiri dariproses identifikasi,

pengukuran risiko, analisa hasil pengukuran, mitigasi dan pengendalian risiko, monitoring

dan reporting risiko.

1.2  Rumusan Masalah

Bagaimana gambaran risiko bencana di Desa Kemiri Kecamatan Panti Kabupaten Jember?

1.3  Tujuan

    1.3.1    Tujuan Umum

Menganalisis risiko bencana  di Desa Kemiri Kecamatan Panti Kabupaten Jember?
    1.3.2    Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi risiko bencana di DesaKemiri Kecamatan Panti KabupatenJember

2. Mengukur risiko bencana di Desa Kemiri Kecamatan Panti Kabupaten Jember

3. Merumuskan pengendalian terhadap risiko bencana di Desa Kemiri Kecamatan

Panti Kabupaten Jember

1.4 Manfaat

1.4.1 Manfaat Teorttis

Secara teoritis makalah ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan

Kesehatan Masyarakat khususnya bidang kesehatan dan keselamatan kerja (K3) terkait

studi manajemen risiko bencana.

1.4.2   Manfaat Praktis

1. Bagi Instansi/Desa

Diharapkan dapat menjadi masukan untuk memperbaiki sistem manajemen bencana

agar mengurangi risiko bencana di Desa Kemiri Kecamatan Panti Kabupaten Jember

2. Bagi Masyarakat Desa

Diharapkan dapat menjadi informasi dan pengetahuan agar masyarakat dapat lebih

tanggap terhadap terjadinya bencana di Desa Kemiri Kecamatan Panti Kabupaten

Jember

3. Bagi Ilmu Kesehatan

Diharapkan dapat menambah data dan referensi tentang manajemen risiko bencana

utamanya di bidang Keselamatandan Kesehatan Kerja

4. Bagi Penulis
Diharapkan mendapatkan pengalaman secara langsung dalam merencanakan,

melaksanakan, dan melaporkan hasil makalah, serta menambah dan memperdalam

pengetahuan tentang manajemen risiko bencana.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1       Definisi Bencana Banjir

Menurut Undang-undang No.24 Tahun 2007, bencana didefinisikan sebagai

peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat.

Bencana dapat disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor

manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,

kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

Banjir didefinisikan sebagai tergenangnya suatu tempat akibat meluapnya air yang

melebihi kapasitas pembuangan air disuatu wilayah dan menimbulkan kerugian fisik,

sosial dan ekonomi (Rahayu dkk, 2009). Banjir adalah ancaman musiman yang terjadi

apabila meluapnya tubuh air dari saluran yang ada dan menggenangi wilayah sekitarnya.

Banjir adalah ancaman alam yang paling sering terjadi dan paling banyak merugikan, baik

dari segi kemanusiaan maupun ekonomi (IDEP, 2007).

2.2       Definisi Risiko Bencana


Risiko bencana adalah potensi kerugian yang dinyatakan dalam hidup, status
kesehatan,mata pencaharian, aset dan jasa, yang dapat terjadi pada suatu komunitas
tertentu ataumasyarakat dalam suatu kurun waktu tertentu (UNISDR, 2009).  Risiko
bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan
kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya
rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan
masyarakat.
Definisi risiko bencana mencerminkan konsep bencana sebagai hasil dari hadirnya risiko
secara terus menerus. Risiko bencana terdiri dari berbagai jenis potensi kerugian yang
sering sulit untuk diukur.Namun demikian, dengan pengetahuan tentang bahaya, pola
populasi, dan pembangunansosial-ekonomi, risiko bencana dapat dinilai dan dipetakan,
setidaknya dalam arti luas.

2.3       Konsep Manajemen Risiko Bencana


Suatu risiko dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya akibat buruk (kerugian)
yang tak diinginkan atau tidak terduga. Dengan kata lain “kemungkinan” itu sudah
menunjukkan adanya ketidakpastian. Ketidakpastian itu merupakan kondisi yang
menyebabkan tumbuhnya risiko. Dan jika dikaji lebih lanjut “kondisi yang tidak pasti” itu
timbul karena berbagai sebab, antara lain; jarak waktu dimulai perencanaan, keterbatasan
informasi yang diperlukan, keterbatasan pengetahuan pengambil keputusan dan
sebagainya.

1. Menurut Clough and Sears (1994 dikutip dalam Anonim 2009), Manajemen risiko
didefinisikan sebagai suatu pendekatan yang komprehensif untuk menangani semua
kejadian yang menimbulkan kerugian.
2. Menurut William, et.al (1995 dikutip dalam Anonim 2009) Manajemen risiko juga
merupakan suatu aplikasi dari manajemen umum yang mencoba untuk
mengidentifikasi, mengukur, dan menangani sebab dan akibat dari ketidakpastian pada
sebuah organisasi.
3. Dorfman (1998 dikutip dalam Anonim 2009) Manajemen risiko dikatakan sebagai
suatu proses logis dalam usahanya untuk memahami eksposur terhadap suatu
kerugian.

Manajemen risiko bencana adalah proses sistematis menggunakan arahan


administrasi, organisasi, dan keterampilan operasional dan kapasitas untuk
mengimplementasikan strategi, kebijakan dan peningkatan kapasitas penanggulangan
untuk mengurangi dampak merugikan dari bahaya dan kemungkinan terjadinya bencana
(UNISDR, 2009). Menurut Agus Rahmat (2006:12) Manajemen Risiko Bencana
merupakan seluruh kegiatan yang meliputi aspek perencanaan dan penanggulangan
bencana, pada sebelum, saat, dan sesudah terjadi bencana yang dikenal sebagai siklus
Manajemen Risiko Bencana yang bertujuan antara lain:

1. Mencegah kehilangan jiwa seseorang


2. Mengurangi penderitaan manusia.
3. Memberikan informasi kepada masyarakat dan juga kepada pihak yang berwenang
mengenai risiko.
4. Mengurangi kerusakan insfrastruktur utama, harta benda dan kehilangan sumber
ekonomis lainnya.

Manajemen risiko bencana dibagi 2, yaitu:

1. Manajemen risiko bencana korektif, merupakan aktivitas pengelolaan yanga


mengatasi dan berupaya untuk mengoreksi atau mengurangi risko bencana yang sudah
ada
2. Manajemen risiko bencana prospektif, merupakan aktivitas-aktivitas pengelolaan yang
menangani dan berupaya menghindarkan berkembangnya risiko bencana baru atau
meningkatnya risiko bencana.

2.4       Tujuan Manajemen Risiko Bencana

Banyak pihak yang kurang menyadari pentingnya mengelola bencana dengan baik.
Saah satu faktor adalah karena bencana belum pasti tejadinya dan tidak diketahui kapan
akan terjadi. Sebagai akibatnya, manusia sering kurang peduli, dan tidak melakukan
langkah pengamanan dan pencegahan terhadap berbagai kemungkinan yang dapat terjadi.

Untuk itu diperlukan sistem manajemen bencana yang bertujuan untuk:

1. Mempersiapkan diri menghadapi semua bencana atau kejadian yang tidak


diinginkan.
2. Menekan kerugian dan korban yang dapat timbul akibat dampak suatu bencana
atau kejadian.
3. Meningkatkan kesadaran semua pihakdalam masyarakat atau organisasai tentang
bencana sehingga terlibat dalam proses penanganan bencana
4. Melindungi anggota masyarakatdari bahaya atau dampak bencana sehingga korban
dan penderitaan yang dialami dapat dikurangi.

2.5       Tahapan Manajemen Risiko Bencana

Manajemen bencana merupakan suatu proses terencana yang dilakukan untuk

mengelola bencana dengan baik dan aman melalui 3 (tiga) tahapan sebagai berikut:

2.5.1   Pra bencana

Tahapan manajemen bencana pada kondisi sebelum kejadian atau pra bencana

meliputi kesiagaan, peringatan dini dan mitigasi.

1. Kesiapsiagaan

Kesiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana

melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna.

Kesiagaan adalah tahapan yang paling strategis karena sangat menentukan ketahanan

anggota masyarakat dalam menghadapi datangnya suatu bencana.

2. Peringatan dini

Peringatan dini disampaikan dengan segera kepada semua pihak, khususnya mereka

yang potensi terkena bencana akan kemungkinan datangnya suatu bencana di

daerahnya masing-masing. Peringatan didasarkan berbagai informasi teknis dan ilmiah

yang dimiliki diolah atau diterima dari pihak berwenang mengenai kemungkinan

datangnya suatu bencana.

3. Mitigasi
Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 21 tahun 2008, mitigasi bencana adalah

serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik

maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.

Mitigasi adalah upaya untuk mencegah atau mengurangi dampak yang ditimbulkan

akibat suatu bencana. Mitigasi harus dilakukan secara terencana dan komprehensif

melalui berbagai upaya dan pendekatan antara lain:

1. Pendekatan teknis

Secara teknis mitigasi bencana dilakukan untuk mengurangi dampak suatu bencana

misalnya membuat material yang tahan terhadap bencana, dan membuat rancanagan

pengaman, misalnya tanggul banjir, lumpur dan lain sebagainya.

2. Pendekatan manusia

Pendekatan manusia ditujukan untuk membentuk manusia yang paham dan sadar

mengenai bahaya bencana. Untuk itu perilaku dan cara hidup manusia harus dapat

diperbaiki dan disesuaikan dengan kondisi lingkungan dan potensi bencana yang

dihadapinya.

3. Pendekatan admisnistratif

Pemerintah atau pimpinan organisasi dapat melakukan pendekatan administratif dalam

manajemen bencana, khususnya di tahap mitigasi sebagai contoh:

1. Penyususnan tata ruang dan tata lahan yang memperhitungkan aspek risiko bencana

2. Penerapan kajian bencana untuk setiap kegiatan dan pembangunan industry berisiko

tinggi.

3. Menyiapkan prosedur tanggap darurat dan organisasi tanggap darurat di setiap

organisasi baik pemerintahan maupun industry berisiko tinggi.

4. Pendekatan kultural
Pendekatan kultural diperlukan untuk meningkatkan kesadaran mengenai bencana.

Melalui pendekatan kultural, pencegahan bencana disesuaikan dengan kearifan

masyarakat lokal yang telah mebudaya sejak lama.

2.5.2   Saat Bencana

Tahapan paling krusial dalam sistem manajemen bencana adalah saat bencana

sesungguhnya terjadi. Mungkin telah melalui proses peringatan dini, maupun tanpa

peringatan atau terjadi secara tiba-tba. Oleh karena itu diperlukan langkah-langkah seperti

tanggap darurat untuk dapat mengatasi dampak bencana dengan cepat dan tepat agar

jumlah korban atau kerugian dapat diminimalkan.

1. Tanggap darurat

Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera

pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang

meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan

dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan sarana

prasarana. Tindakan ini dilakukan oleh Tim penanggulangan bencana yang dibentuk

dimasing-masing daerah atau organisasi.

Menurut PP No. 11, langkah-langkah yangdilakukan dalm kondisi tanggap darurat antara

lain:

 Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan sumberdaya,

sehingga dapat diketahui dan diperkirakan magnitude bencana, luas area yang terkena

dan perkiraan tingkat kerusakannya.

 Penentuan status keadaan darurat bencana.

 Berdasarkan penilaian awal dapat diperkirakan tingkat bencana sehingga dapat pula

ditentukan status keadaan darurat. Jika tingkat bencana terlalu besar dan berdampak

luas, mungkin bencana tersebut dapat digolongkan sebagai bencana nasional.


 Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkenA bencana.

Langkah selanjutnya adalah melakukan penyelamatan dan evakuasi korban bencana.

Hal yang dapat dilakukan antara lain:

1. Pemenuhan kebutuhan dasar

2. Perlindungan terhadap kelompok rentan (anak-anak, lansia, orang dengan keterbatasan

fisik, pasien rumah sakit, dan kelompok yang dikategorikan lemah)

3. Pemulihan dengan segera sarana dan prasarana vital.

1. Penanggulangan bencana

Selama kegiatan tanggap darurat, upaya yang dilakukan adalah menanggulangi bencana

yang terjadi sesuai dengan sifat dan jenisnya. Penanggulangan bencana memerlukan

keahlian dan pendekatan khusus menurut kondisi dan skala kejadian.

Tim tanggap darurat diharapkan mampu menangani segala bentuk bencana. Oleh karena

itu Tim tanggap darurat harus diorganisisr dan dirancang untuk dapat menangani berbagai

jenis bencana.

2.5.3   Pasca Bencana

Setelah bencana terjadi dan setelah proses tanggap darurat dilewati, maka langkah

berikutnya adalah melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi.

1. Rehabilitasi

Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan public atau

masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana dengan sasaran

utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajarsemua aspek pemerintahan dan

kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana.

2 Rekonstruksi

Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan

pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat


dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, social,

dan budaya, tegaknya hukum, dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat

dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pasca bencana

2.6       Identifikasi dan Penilaian Risiko Bencana

Unsur berikutnya dalam sistem manajemen bencana adalah identifikasi dan

penilaian risiko bencana. Identifikasi bencana mutlak diperlukan sebelum mengembangkan

sistem manajemen bencana.

Menurut PP No. 21 tahun 2008 , risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan

akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu dapat berupa kematian, luka,

sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta.

Dan gangguan kegiatan masyarakat.

Persyaratan analisi risiko bencana sebagaimana ditetapkan dalam PP tersebut antara lain

sebagai berikut:

1. Tujuan identifikasi bencana adalah untuk mengetahui dan menilai tingkat risiko

dari suatu kondisi atau kegiatan yang dapat menimbulkan bencana.

2. Persyaratan analisis risiko bencana disusun dan ditetapkan oleh kepala BNPB

dengan melibatkan instansi/lembaga terkait.

3. Persyaratan analisi bencana digunakan sebagai dasar dalam penyususnan analisis

mengenai dampak lingkungan, penaataan ruang serta pengambilan tindakan

pencegahan dan mitigasi bencana.

4. Pasal 12: setiap kegiatan pembangunan yang mempunyai risiko tinggi

menimbulkan bencana, wajib dilengkapi dengan analisis risiko bencana.

5. Analisis risiko bencana sebagaimana dimaksud disusun berdasarkan persyaratan

analisis risiko bencana melalui penelitian dan pengkajian terhadap suatu kondisi atau

kegiatan yang mempunyai risiko tinggi menimbulkan bencana.


6. Analisis risiko bencana dituangkan dalam bentuk dokumen yang disahkan oleh

pejabat pemerintahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

7. BNPB atau BNBD sesuai dengan kewenangannya melakukan pemantauan dan

evaluasi terhadap pelaksaan analisis risiko bencana.

Berdasarkan peraturan di atas, jelas terlihat bahwa setiap organisasi atau kegiatan

yang mengandung risiko bencana tinggi wajib melakukan Analisis Risiko Bencana

(ARISCANA). ARISCANA dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh informasi

dan data mengenai potensi bencana yang mungkin dapat terjadi dilingkungan masing-

masing serta potensi atau tingkat risiko atau keparahannya.

Risiko adalah merupakan kombinasi antara kemungkinan dengan tingkat keparahan

bencana yang mungkin terjadi.

Sumber : Peraturan Kepala BNPB No. 04 Tahun 2008

Semakin tinggi ancaman bahaya di suatu daerah, maka semakin tinggi risiko daerah

tersebut terkena bencana. Demikian pula semakin tinggi tingkat kerentanan masayarakat

atau penduduk, maka semakin tinggi pula tingkat risikonya. Tetapi sebaliknya, semakin

tinggi tingkat kemampuan masyarakat, maka semakin kecil risiko yang dihadapinya.

Dengan menggunakan perhitungan analisis risiko dapat ditentukan tingkat besaran risiko

yang dihadapi oleh daerah yang bersangkutan.

Sebagai langkah sederhana untuk pengkajian risiko adalah pengenalan bahaya/ancaman di

daerah yang bersangkutan. Semua bahaya/ancaman tersebut diinventarisasi, kemudian di

perkirakan kemungkinan terjadinya (probabilitasnya) dengan rincian:

Nilai Probabilitas Keterangan


5 Pasti hampir dipastikan 80 – 99%
60-80% terjadi tahun depan, atau sekali dalam 10
4 Kemungkinan Besar
tahun mendatang
40-60% terjadi tahun depan, atau sekali dalam
3 Kemungkinan terjadi
100 tahun
2 Kemungkinan kecil 20-40% terjadi dalam 100 tahun
1 Kemungkinan sangat kecil Hingga 20%
Sumber : Peraturan kepala BNPB No. 04 tahun 2008

Jika probabilitas di atas dilengkapi dengan perkiraan dampaknya apabila bencana itu

memang terjadi dengan pertimbangan faktor dampak antara lain:

1. jumlah korban;

2. kerugian harta benda;

3. kerusakan prasarana dan sarana;

4. cakupan luas wilayah yang terkena bencana; dan

5. dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan,

Maka, jika dampak ini pun diberi bobot sebagai berikut:

Nilai Dampak Keterangan


5 Sangat parah 80 – 90% wilayah hancur dan lumpuh total
4 Parah 60-80% wilayah hancur
3 Sedang 40-60%  wilayah rusak
2 Ringan 20-40% wilayah rusak
1 Sangat Ringan < 20% wilayah rusak
Sumber : Peraturan kepala BNPB No. 04 tahun 2008

Maka akan didapat tabel sebagaimana contoh di bawah ini :

No Jenis Ancaman Bahaya Probabilitas Dampak


1 Gempa Bumi diikuti tsunami 1 4
2 Tanah Longsor 4 2
3 Banjir 4 3
4 Kekeringan 3 1
5 Angin Puting beliung 2 2
Sumber : Peraturan kepala BNPB No. 04 tahun 2008

Gambaran potensi ancaman di atas dapat ditampilkan dengan model lain

dengan tiga warna berbeda yang sekaligus dapat menggambarkan prioritas

seperti berikut:

Dampak
Probabilitas
1 2 3 4 5
5
Tanah
4 Banjir
longsor
3 kekeringan
Puting
2
beliung
Gempa bumi
1
dan tsunami
Sumber : Peraturan kepala BNPB No. 04 tahun 2008

Berdasarkan matriks diatas kita dapat memprioritaskan jenis ancaman bahaya yang perlu

ditangani.

Ancaman dinilai tingkat bahayanya dengan skala (3-1)

1. Bahaya/ancaman tinggi nilai 3 (merah)

2. Bahaya/ancaman sedang nilai 2

3. Bahaya/ancaman rendah nilai 1

Dari uraian di atas dapat disimpulkan proses manajemen bencana melalui tiga langkah

sebagai berikut:

1. Identifikasi bencana

2. Penilaian dan evaluasi risiko bencana

3. Menentukan pengendalian bencana


2.6.1    Identifikasi Bencana

Identifikasi bencana dilakukan dengan melihat berbagai aspek yang ada disuatu

daerah atau perusahaan, seperti lokasi, jenis kegiatan, kondisi geografis, cuaca, alam,

aktivitas manusia, dan industry, sumberdaya alam serta sumber lainnya yang berpotensi

menimbulkan bencana. Identifikasi bencana ini dapat didasarkan pada pengalaman

bencana sebelumnya dan prediksi kemungkinan suatu bencana yang dapat terjadi.

BAB 3

PEMBAHASAN

3.1  Profil Desa Kemiri

         3.1.1    Gambaran Umum Desa Kemiri

Desa Kemiri terletak di Kecamatan Panti Kabupaten Jember. Desa ini memiliki luas

wilayah 1.578.584 Ha. Desa Kemiri membawahi lima dusun yaitu, Dusun Delima, Dusun

Kantong, Dusun Krajan, Dusun Krajan, Dusun Sodong, Dusun Danci, dan Dusun

Tenggiling. Sebelah utara desa berbatasan dengan Pegungan Argopuro, sebelah timur desa

berbatasan dengan Desa Sukorambi, sebelah selatan desa berbatasan berbatasan dengan

Desa Serut dan Desa Suci, dan sebelah barat desa berbatasan dengan Desa Suci (Profil

Desa Kemiri, 2009).


         3.1.2    Kondisi Topografi

Topografi Desa Kemiri berupa 20% dataran rendah dengan luas 303 Ha dan 80 %

perbukitan atau pegunungan dengan luas 1.275 Ha. Sebagian besar lahan di Desa Kemiri

digunakan sebagai lahan perkebunan. Perkebunan tersebut terdiri atas perkebunan daerah

(700.000 Ha) dan perkebunan swasta (350.000 Ha). Lahan yang digunakan untuk sawah

pertanian seluas 290.584 Ha. Sedangkan lahan untuk pemukiman dan pekarangan

memiliki luas 142.500 Ha. Sisanya untuk Tegalan dengan luas 94.000 Ha dan kuburan

dengan luas 1.500 Ha) (Profil Desa Kemiri, 2009).

         3.1.3    Struktur Kependudukan

1. Jumlah penduduk menurut kepala keluarga

No DUSUN JUMLAH PENDUDUK JML K.K.


1 Delima 2,006 Jiwa          530 KK
2 Kantong 1,204 Jiwa          305 KK
3 Krajan 1,242 Jiwa          277 KK
4 Sodong 1,441 Jiwa          596 KK
5 Danci 1,539 Jiwa          376 KK
6 Tenggiling 1,375 Jiwa          356 KK
Jumlah 8,807 Jiwa       2,440 KK
Sumber: Profil Desa Kemiri, 2009

2. Jumlah penduduk menurut jenis kelamin dan kelompok umur

NO KELOMPOK UMUR (TH) LAKI-LAKI PEREMPUAN


1 0 s/d 4 Th           373 Jiwa                 402 Jiwa
2 5 s/d 9 Th           538 Jiwa                 581 Jiwa
3 10 s/d 15 Th           558 Jiwa                 603 Jiwa
4 16 s/d 20 Th           579 Jiwa                 626 Jiwa
5 21 s/d 25 Th           704 Jiwa                 760 Jiwa
6 26 s/d 55 Th           952 Jiwa              1,027 Jiwa
7 56 s/d lebih           435 Jiwa                 469 Jiwa
Jumlah        4,139 Jiwa              4,468 Jiwa
Sumber: Profil Desa Kemiri, 2009

3. Jumlah penduduk menurut mata pencaharian

NO MATA PENCAHARIAN JUMLAH


1 Petani    108 Orang
2 Buruh Tani    543 Orang
3 Peternak Sapi/Kambing    257 Orang
4 Buruh Perkebunan    881 Orang
5 Pegawai Negeri/TNI/POLRI      21 Orang
6 Potong Rambut, Salon      23 Orang
7 Service Radio,Tape,Televisi        6 Orang
8 Penjahit      24 Orang
9 Pengemudi Taksi/Jasa Angkutan      86 Orang
10 Tukang Ojek      12 Orang
11 Tukang Batu      56 Orang
12 Tukang Kayu/Mebeler      27 Orang
13 Toko/Peracangan      65 Orang
14 Warung Nasi/Rujak/Bakso dll      17 Orang
15 Pembuat Makanan/Kue-kue        6 Orang
16 Lainnya Orang
Jumlah 2,132 Orang
Sumber: Profil Desa Kemiri, 2009

4. Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan

NO TINGKAT PENDIDIKAN JUMLAH


1 SD / MI 2,741 Orang
2 SMP / MTs 2,005 Orang
3 SLTA / MA    744 Orang
4 DIPLOMA      55 Orang
5 SARJANA S,1      39 Orang
6 SARJANA S,II         – Orang
7 Pondok Pesantren    681 Orang
8 Buta Huruf 1,567 Orang
JUMLAH 7,832 Orang
Sumber: Profil Desa Kemiri, 2009

         3.1.4    Sarana dan Prasarana

1. Sarana dan prasarana transportasi

NO JENIS PRASARANA VOLUME KONDISI


1 Jalan Negara          –        –
2 Jalan Propinsi          –        –
3 Jalan Kabupaten          3  Km  Baik
4 Jalan Desa          –        –
a. Aspal       4.5  Km  Sedang
b. Berbatu          4  Km
c. Tanah          6  Km
5 Jumlah Kendaraan Taksi Roda 4        80  Unit
6 Jumlah Kendaraan Pribadi Roda 4        14  Unit
7 Jumlah Kendaraan Roda 3          –        –
8 Jumlah Kendaraan Sepeda Motor      283  Unit
9 Jumlah Kendaraan Roda 6 atau lebih          6  Unit
Sumber: Profil Desa Kemiri, 2009

1. Sarana dan prasarana telekomunikasi dan informasi

NO JENIS PRASARANA DAN SARANA JUMLAH


1 Prasarana Kantor Pos          –
2 Prasarana Pemancar Radio          –
3 Prasarana Pos Surat          1  Unit
4 Prasarana Stasiun Rely Televisi          –
5 Prasarana Orari          6  Unit
6 Sarana Terpon Pribadi        25  Unit
7 Sarana Telpon Umum          –
8 Sarana Wartel          2  Unit
9 Sarana TV Umum          1  Unit
10 Sarana TV Pribadi     1,321  Unit
11 Sarana Radio     1,222  Unit
12 Sarana Pelanggan majalah/Koran        17  Org
Sumber: Profil Desa Kemiri, 2009

1. Prasarana pendidikan

NO JENIS PRASARANA JUMLAH


1 TK          4  Unit
2 SD / MI          6  Unit
3 SLTP / MTs          2  Unit
4 SLTA / MA          2  Unit
5 UNIVERSITAS/PERGURUAN TINGGI          –
6 PONDOK PESANTREN          3  Unit
Sumber: Profil Desa Kemiri, 2009

1. Prasarana Kesehatan

NO JENIS PRASARANA JUMLAH


1 Puskesmas –
2 Puskesmas pembantu –
3 Polindes 1 unit
4 Posyandu 12 unit
Sumber: Profil Desa Kemiri, 2009

3.2  Identifikasi Risiko Bencana

1. Identifikasi risiko
Langkah awal dalam perspektif manajemen risiko adalah melakukan identifikasi

risiko. Keberhasilan suatu proses manajemen risiko bencana sangat ditentukan oleh

kemampuan dalam menentukan atau mengidentifikasi semua risiko dan penyebab bencana.

Salah satu aspek penting dalam identifikasi risiko adalah mendaftar risiko sebanyak

mungkin. Dalam manajemen risiko bencana, identifikasi risiko dapat dimulai dari

mendaftar jenis risiko, factor bahaya, factor kerentanan dan kapasitas.

Berikut risiko bencana di Desa Kemiri Kecamatan Panti Kabupaten Jember

Risiko Faktor Bahaya Faktor Kerentanan Faktor Kapasitas


Banjir 1.      Kondisi topografi 80 % Sosial: 1.      Kurangnya

berupa pegunungan / 1.      Jumlah balita sebesar minat masyarakat

perbukitan 775 orang terhadap pelatihan

2.      Terdapat dua sungai 2.      Jumlah buta huruf tanggap bencana

besar yang mengapit Desa 1.567 orang 2.      Pelatihan

Kemiri yaitu sungai Dinoyo 3.      Jumlah penduduk tanggap darurat

dan Kali Putih yang padat mencapai 8.807 hanya dilakukan

3.      Derasnya aliran sungai orang selama 1 tahun

Kali Putih Fisik pasca banjir

4.      Debit air sungai 4.      Keadaan jalan desa bandang.

mencapai 2 meter saat berada pada kondisi

musim hujan sedang.

5.      Pola pemukiman Ekonomi

penduduk berada di lereng 5.      Luas perkebunan

gunung dan berkelok di mencapi 75 % dari luas

sepanjang tebing sungai. lahan.


6.      Pada dataran tinggi

digunakan untuk area 6.      Mayoritas penduduk

perkebunan bekerja sebagai buruh

7.      Kondisi tanah mudah perkebunan dan buruh tani

terkikis/longsor
1. Penilaian risiko

Dampak
c.       Probabilitas
1 2 3 4 5
5
4 BANJIR
3
2
1
Keterangan :

 Untuk probabilitas memiliki nilai 4, yakni kemungkinan Besar terjadi (60-80%

terjadi tahun depan, atau sekali dalam 10 tahun mendatang)

 Untuk dampak memiliki nilai 3, yakni masuk ketegori sedang (40-60% wilayah

rusak).

DAFTAR PUSTAKA

Ramli, Soehatman.2010. Manajemen Bencana. Jakarta: Dian Rakyat

Ramli, Soehatman.2010. Manajemen Risiko. Jakarta: Dian Rakyat

http://www.preventionweb.net/files/7817_isdrindonesia.pdf

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33906/4/Chapter%20II.pdf

http://adln.lib.unair.ac.id/files/disk1/534/gdlhub-gdl-s2-2013-handayanib-26700-11.-bab–

n.pdf
http://unej.ac.id/

Anda mungkin juga menyukai