TINJAUAN PUSTAKA
6
7
Parameter 3 2 1 0 1 2 3
fisiologis
Respirasi ≤8 9 - 11 12 - 20 21 - 24 ≥25
Saturasi ≤91 92 - 93 94 - 95 ≥96
oksigen
Oksigen Ya Tidak
tambahan
Suhu ≤35.0 35.1-35.9 36.0 - 38.0 38.1 - 39.0 ≥39.1
Tekanan ≤85 86-95 96 - 99 100 - 179 180 - 200 201 - 219 ≥220
Darah
Sistolik
Nadi ≤40 41 - 50 51 - 90 91 - 110 111 - 130 ≥131
Tingkat A V, P,
kesadaran Alert or U
B. Code blue
Code blue merupakan organisasi tim resusitasi profesional,
memiliki peran penting bagi kelangsungan hidup pasien dengan
pernapasan dan atau serangan jantung di rumah sakit ( Murat, et all. 2013).
Pemimpin yang efektif sangat penting dalam memfungsikan tim code blue.
Instruksi kepemimpinan termasuk: menentukan apa yang harus dilakukan,
memberi tahu rekan kerja Anda apa yang harus mereka lakukan, membuat
pernyataan singkat dan jelas, dan memastikan kepatuhan terhadap
algoritma ACLS.
Penggunaan reguler 'SBAR' selama resusitasi akan memastikan bahwa staf
perawat tidak hanya memahami peran mereka dalam resusitasi tetapi juga
penilaian pemimpin kode dan rencana tindakan yang diinginkan -
semuanya diidentifikasi dalam survei sebagai kunci keberhasilan kinerja
tim selama resusitasi. SBAR 'berdiri untuk : Situasi, Latar Belakang,
Penilaian, dan Rekomendasi, dan dikenal dalam literatur pendidikan
medis.
Teknik SBAR di awal, tengah, dan akhir dari keadaan darurat,
memperbaiki komunikasi antara anggota tim code blue, dan memiliki
strategi untuk memastikan jumlah orang yang ideal menanggapi setiap
resusitasi.
Pelatihan yang mengikuti survei pencarian fakta awal ini harus
memasukkan panduan untuk pelatihan tim yang efektif, meliputi: alat
praktik pra, penekanan pada komponen kerja tim yang diidentifikasi dalam
analisis tugas tim, memastikan bahwa pelatihan memfasilitasi perilaku
adaptif, mendorong iklim belajar yang aman dimana tim Anggota dapat
menyuarakan pendapat mereka secara bebas, memastikan anggota tim
menerapkan lingkaran tertutup komunikasi. Dan dilanjutkan dengan
evaluasi pasca pelatihan terhadap intervensi pelatihan.
C. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia atau hasil “tahu”
seseorang terhadap suatu objek melalui indera yang dimilikinya.
Penginderaan sampai dapat menghasilkan pengetahuan tersebut
dipengaruhi oleh intensitas perhatian persepsi terhadap objek (
Notoadmojo, 2014). Pengetahuan erat kaitannya dengan pendidikan.
diharapkan dengan pendidikan yang tinggi dapat memperluas pengetahuan
seseorang. Namun, bukan berarti orang dengan pendidikan yang rendah
pengetahuannya rendah pula. Pengetahuan seseorang dapat meningkat
bukan saja dari pendidikan formal, akan tetapi dapat diperoleh melalui
pendidikan non-formal. Pengetahuan seseorang mengenai suatu objek
14
4). Umur
Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat
dilahirkan sampai berulang tahun ( Elisabeth BH dalam Wawan&
Dewi, 2011). Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan
kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja
( Huclok, 1998 dalam Wawan& Dewi, 2011).
b. Faktor Eksternal
1). Faktor lingkungan
Lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar
manusia dan pengaruhnya yang dapat mmpengaruhi
perkembangan dan perilaku seseorang ( Ann. Mariner dalam
Wawan& Dewi, 2011).
2). Sosial budaya
Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat
mempengaruhi sikap dalam menerima informasi.
2. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan yang cukup di dalam
domain kognitif mempunyai 6 tingkatan ( Notoadmojo, 2014) yaitu:
a. Tahu ( Know )
Tahu diartikan sebagai recall atau mengingat kembali memori
yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu.Oleh sebab itu
“tahu” ini merupakan tingat pengetahuan yang paling rendah. Pada
penelitian ini, peneliti ingin mengetahui tingkat pengetahuan perawat
mengenai EWS dan cara penilaiannya.
b. Memahami ( Comprehension )
Memahami merupakan kemampuan individu untuk menjelaskan
kembali objek yang telah diterima dan menyimpulkan suatu objek yang
telah dipelajari. Memahami suatu objek bukan hanya sebatas tahu
tentang objek tersebut, bukan hanya dapat menyebutkan, tetapi orang
17
D. Sikap
Sikap merupakan respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek
tertentu, yang melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan
misalnya, senang- tidak senang, setuju- tidak setuju, baik- tidak baik, dan
sebagainya (Notoatmodjo, 2014). Sikap adalah pandangan-pandangan atau
perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak sesuai sikap objek
tertentu ( Heri Purwanto, 1998 dalam Wawan & Dewi, 2011).
1. Komponen yang membentuk sikap
Menurut Baron & Byrne juga Myers & Gerungan, terdapat 3 komponen
pembentuk sikap (Wawan & Dewi, 2011 ) yaitu:
a. Komponen Kognitif ( komponen perseptual)
yaitu komponen yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan dan
keyakinan yang berhubungan dengan cara orang berpersepsi terhadap
sikap.
b. Komponen Afektif (komponen emosional)
yaitu komponen yang berkaitan dengan perasaan suka (positif) atau
tidak suka (negatif).
c. Komponen Konatif ( komponen perilaku)
yaitu komponen yang berkaitan dengan kecenderungan seseorang untuk
bertindak terhadap objek sikap, dimana menunjukkan intensitas sikap.
19
c. Menghargai (valuing)
Menghargai dapat diartikan bahwa seseorang memberikan nilai positif
pada objek dalam arti membahasnya dengan orang lain bahkan
mempengaruhi orang lain untuk berespon.
d. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab dapat diartikan bahwa seseorang yang telah
mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, harus berani
bertanggung jawab dan menghadapi resikonya.
5. Pengukuran Sikap
Berikut beberapa teknik pengukuran sikap antara lain: (Wawan&
Dewi,2011)
a. Skala Thurstone
Metode ini mencoba menempatkan sikap seseorang dari yang sangat
unfavorable hingga sangat favorable terhadap suatu objek sikap.
21
E. Perilaku
1. Pengertian
Perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulus yang dapat
diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan baik yang
disadari ataupun tidak (Wawan & Dewi, 2011).
Perilaku adalah suatu kegiaatan atau aktivitas organisme (mahkluk
hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis
semua makhluk hidup mulai tumbuh-tumbuhan, binatang sampai
22
2. Jenis Prilaku
Ada 2 jenis perilaku menurut (Notoadmojo, 2014), covert behavior &
overt behavior :
a. Respon tertutup (covert behavior)
Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada
perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran dan sikap yang terjadi
pada orang yang menerima stimulus atau rangsangan tersebut dan
belum diamati secara jelas oleh orang lain.
b. Respon terbuka (overt behavior)
Respon erhadap simulus tersebut sudah jelas dalam atau praktik
(practice) yang dengan mudah diamati atau dilihat oleh orang
lain.
3. Respon Prilaku
Skiner merumuskan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus
(rangsangan dari luar). Oleh karena itu perilaku ini menjadi terjadi
melalui proses adanya simulus terhadap organisme dan kemudian
mekanisme tersebut merespon, maka teori Skiner ini disebut teori “S-
O-R” atau Stimulus Organisme Respon.
Dalam teori Skiner dibedakan adanya 2 Respon:
a. Respondent Respons atau flexi : respon yang ditimbulkan
rangsangan-rangsangan atau stimulus tertetu. Stimulus ini disebut
dengan electing Stimulation karena menimbulkan respon-respon
yang relatif tetap.
b. Operan Respons atau instrumenal respons: respon yang timbul dan
berkembang kemudian diikui oleh stimulus atau perangsang yang
disebut reinforcing stimulation atau reinforcer
23
4. Domain Perilaku
Meskipun perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap
stimulus atau rangsangan dari luar organisme (orang), namun dalam
memberikan respon sangat tergantung pada karakteristik atau
faktorfaktor lain dari orang yang bersangkutan. Faktor-faktor yang
membedakan respon terhadap stimulus yang berbeda yang disebut
determinan perilaku. Determinan perilaku ini dapat dibedakan menjadi
dua, yakni:
a. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang
bersangkutan, yang bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat
kecerdasan, tingkat emosional, jenis kelamin dan sebagainya.
b. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik
lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya.
Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan
yang mewarnai perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2014).
5. Proses Prilaku
Menurut Roger (1974) yang dikutip oleh Wawan & Dewi, 2011,
mengungkapkan bahwa sebelum mengadopsi perilaku baru, terjadi
beberapa proses yakni :
a. Awarness (kesadaran)
Yaitu kondisi dimana individu menyadari atau mengetahui terlebih
dahulu terhadap stimulus.
b. Interest (merasa tertarik)
Kondisi dimana individu mulai menaruh perhatian pada suatu
stimulus.
c. Evaluation (menimbang- nimbang)
Kondisi dimana individu akan mempertimbangkan baik buruknya
sutau tindakan terhadap stimulus.
d. Trial (Mencoba)
Kondisi dimana individu mencoba perilaku baru.
24
e. Adoption (mengadopsi)
Subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
6. Pengukuran Perilaku
Pengukuran atau cara mengamati perilaku dapat dilakukan melalui
dua cara, secara langsung, yakni dengan pengamatan (obsevasi), yaitu
mengamati tindakan dari subyek dalam rangka memelihara
kesehatannya. Sedangkan secara tidak langsung menggunakan metode
mengingat kembali (recall). Metode ini dilakukan melalui pertanyaan-
pertanyaan terhadap subyek tentang apa yang telah dilakukan
berhubungan dengan obyek tertentu (Notoatmodjo, 2005, p.59)
Usia rata – rata Populasinya adalah 50 (20) tahun, dan 62,9 persen Pasien
adalah laki-laki. Penelitian ini di lakukan di Belanda Antara 1 Maret dan 30
September 2009.
Hasil dari penelitian ini yaitu adanya pelaksanaan tim darurat medis
menunjukkan penurunan tingkat serangan jantung dan kematian di rumah
sakit.
4. Wheeler,et all (2013) dalam penelitian yang berjudul “Early Warning Scores
Generated in Developed Healthcare Settings Are Not Sufficient at Predicting
Early Mortality in Blantyre, Malawi: A Prospective Cohort Study”. Penelitian
ini bertujuan untuk mengidentifikasi pasien yang berisiko mengalami
kematian Skor peringatan dini (EWS). Metode yang di gunakan yaitu Studi
kohort prospektif terhadap orang dewasa di atas 18 tahun antara 8 Februari
dan 9 Maret 2012. Hasil kesimpulan dari penelitian ini menyatakan
berdasarkan prediktor angka kematian yang spesifik pada populasi Malawi
menunjukkan peningkatan akurasi namun tidak cukup untuk menjamin
penggunaan klinis.