Anda di halaman 1dari 33

Persiapan UKMPPD DERMATOLOGI DAN VENEREOLOGI

- Ujud kelainan kulit


o Primer  jaringan kulit normal menjadi lesi
 Macula  perubahan warna tanpa peninggian, diameter <0,5 cm
 Patch  perubahan warna tanpa peninggian, diameter >0,5
 Papul  penonjolan pada kulit, dengan diameter <0,5 cm
 Plak  konfluensi papul, peninggian mendatar >0,5 cm
 Pustule  penonjolan padat berisi nanah, dimeter <0,5 cm
 Nodule  penonjolan, padat, di atas permukaan kulit, diameter>0,5 cm
 Vesikel  lepuh berisi cairan serum diameter <0,5 cm
 Bullae  lepuh berisi cairan serum diameter >0,5 cm
 Urtika  penonjolan timbul akibat edema local, muncul mendadak dan hilang
perlahan
 Kista  penonjolan pada dermis, berdinding dan berisi cairan
 Purpura  kemerahan berbatas tegas, tidka menghilang dengan penekanan,
akibat ekstravasasi dari pembulu darah ke jaringan, dengan diameter <0,5 cm
 Ekimosis  same with purpura tapi diameter >0,5 cm
o Sekunder  muncul akibat adanya lesi primer
 Skuama  lapisan stratum korneum yang rusak
 Krusta  ada pengeringan dari darah dan serum
 Erosi  lecet pada kulit, hilang kontinuitas dari epidermis di atas stratum basalis
 Ekskoriasi  hilang kontinuitas epidermis sebatas stratum papilare, ditandai
dengan adanya bitnik merah dan keluarnya serum
 Ulkus  hilangnya kontinuitas epidermis dan dermis lebih dalam dari ekskoriasi,
meliputi tepi, dasar, dan isi
 Likenifikasi  penebalan epidermis disertai dengan garis linear tanda adanya
usapan atau garukan kronis
 Komedo  adanya pelebaran folikel pilosebacea, diiisi oleh keratin dan lipid
 Black head/open comedo  unit pilosebacea terbuka, kerain warna
hitam
 White hear/closed comedo  unit pilosebacea tertutup, keratin warna
putih
 Milia  sumbatan pada kelenjar ekrin keringat
 Teleangiektasi  dilatasi pembulu darah di superficial kulit
 Fissure  adanya diskontinuitas epidermis s/d dermis berbentuk linier
- Herpes simplex virus (herpes labialis)
o Etiologic ; Herpes simplex virus – 1
o Patofisiologi
HSV 1 (dan juga 2 yang menyerang area genital) merupakan neuro virus, dimana virus
bisa berreplikasi di dalam system saraf, dan juga bisa mengalami latensi pada ganglion
dari sisi yang dulunya terinfeksi ex : pada infeksi HSV 1 yang meyebabkan Herpes
Labialis, virus akan mengalami latensi pada ganglion Trigeminal. Pada infeksi HSV-2,
sering latensi pada gg sacralis
That’s why setelah terkena infeksi primer, bisa terjadi rekurensi karena reaktivasi virus
yang laten, bisa diakibatkan trauma, stress, menstruasi, sinar matahari.
o Manifestasi klinis
 Primary mucocutaneus infection
 Gejala malaise, demam, anoreksia
 Lesi biasanya pada mukosa oral dan kulit sekitar bibir
 Erupsi / perubahan UKK cepat dari Papul eritem  vesikel  pustule 
ulkus : dalam waktu 1-2 minggu
 Pada mukosa  vesikel  ulcer dengan diameter 8-10 mm
 Pada kulit  vesikel berubah menjadi ulser yang tertutupi krusta,
biasanya sembuh dalam 5-7 hari

 Herpes labialis  paling sering


 Nyeri, rasa terbakar, tingling, pada area sekitar bibit
 Papul eritem  vesikel  pustule  ulkus : dalam waktu 1-2 minggu
 biasanya akut dalam waktu 5 hari
 bisa terjadi rekurensi
 Gingivostomatitis  sering pada anak2
 Herpetic Whitlow  biasanya pada health workers, penularan lewat inoculasi
langsung dari orang yang terkena herpes atau self inoculation
 Reccurent infection pada mucocutenaeus 
 Biasanya bisa bermanifestasi pada mukokutan (overt) atau bisa juga
subklinis
 Bisa berlangsung lebih lama pada immunocomprimised
o Pemeriksaan penunjang :
 Tzank test : ditemukan adanya multinucleated giant cell + sel epitel
dengan eosinophilic inclusion body
o Terapi :
 Asiklovir 5x 200
 Valasiklovir 2x500

- Varicella
o Etiologic : VZV
o Patofisiologi : menular lewat airborne. Replikasi pertama kali di lnn respiratory tract,
lalu replikasi lagi di hepar dan lien,
VZV memiliki kemampuan latensi yang sama seperti HSV (kalo HSV di ganglion), namun
VZV latensinya pada ganglion dorsalis. Ketika terjadi reaktivasi, virus keluar dari
ganglion dorsal menyusuri sensory nerve sehingga muncullah nyeri dan rash yang
bersifat dermatomal
o Manifestasi :
 Trias : malaise, low grade fever, lesi polimorfik
 Lesi dari macula  papule  vesicle  pustule  central umbilication 
crusta dalam 12-14 jam
 Persebaran  dari wajah  truncal  ekstremitas


 Secondary bacterial infection  sering berupa impetigo, selulitis, erysipelas
 Disseminated primary varicella infection  berupa pneumonia
o Pemeriksaan penunjang : Tzank test
o Tx : sama dengan HSV, hanya dosisnya lebih tinggi
 Asiklovir 5x800
 Valasiklovir 3x1000
- Herpes Zoster
o Etiologic : reaktivasi dari VZV, jadi pasien ada riwayat dulunya terkena varicella
o Patofisiologi : reaktivasi VZV yang laten di ganglion radix dorsalis, bisa diakibatkan
stress fisik atau psikis, sehingga virus berjalan lewat saraf sensoris, dan muncullah
nyeri + rash sesuai dermatome sensoris nervus yang terkena
o Manifestasi klinis :
 Gejala prodromal berupa demam, nyeri, dan paresthesia
 Adanya macule eritem  papul  vesicle  ulkus berubah dalam 24 jam,
sesuai dengan dermatome (paling sering pada area thorax)
 Bisa juga pada area wajah  Hutchinson Sign (lesi herpes sudah mencapai
ujung hidung berarti sudah ada keterlibatan n. nasociliaris cabang dari n.
ophtalmicus)
 Herpes Ophtalmicus  adanya reaktivasi VZV pada ganglion trigeminal
 Ramsay hunt syndrome  adanya reaktivasi virus pada ganglion geniculatum,
sehingga terjadi manifestasi sensoris (nyeri pada area yang dipersarafi nervus
V, paralisis n. facialis)
TRIAS : nyeri pada area wajah dan telinga, vesicle pada external ear, facial
paralysis
 Zoster multiplex  lesi pada lebih dari 1 dermatome
 Zoster sine herpete  adanya nyeri, hipoestesia,bahkan bisa ada motor
weakness namun tidak ada lesi
 Terapi :
 Asiklovir 5x200mg
 Valasiklovir 2x500mg
 Untuk Post Herpetic Neuralgia  amitriptilin 100mg, gabapentin
300mg
- HFMD
o Etiologic : coxsackie virus
o Patofisiologi : menular airborne, inkubasi 1 minggu, sering pada anak2
o Manifestasi klinis
 Diawali dengan demam, nyeri pada mulut dan sakit tenggorokan
 Macula pada mukosa oral, buccal, dan di palatum vesikel  erosi berbentuk
erythematous halo
 Macula  papul  vesikel dasar eritem pada kaki, tangan, area sekitar mulut


o Tx : supportive, menghindari makan asam
- Molluscum Contagiosum
o Etiologic : Pox virus
o Patofisiologi :
 Virus menyebabkan adanya proliferasi epitel yang lobulated, dipisahkan oleh
septa fibrous.
 Bagian tengah lesi mengalami kerusakan paling hebat, sehingga membentuk
badan hialin yang besar  badan molluscum atau badan Henderson-Paterson
 Pada anak -> cenderung pada bagian truncal, leher, ekstremitas, penularan
biasanya lewat kontak langsung
 Pada dewasa  biasanya ditularkan lewat hub sex, sehingga cenderung di
bagian paha, pantat, lower abdomen
 Pada wajah JARANG, biasanya pada pasien imunokopromise
 Biasanya terbentuk badan molluscum pada sisi yang terdapat microtrauma,
lalu terjadi autoinokulasi  BEDAKAN DENGAN KOEBNER PHENOMENON
PADA PSORIASIS


o Manifestasi Klinis
 Asymptomatic
 Gatal bisa ditemukan
 Tampakan papul dome shaped dengan umbilicated center, yang jika
dipecahkan bagian tengah tersebut tampak badan molluscum
 Anak anak -> leher, truncal, ekstremitas
 Dewasa yangs ex active  lower abdomen, pantat, paha
 Immunocompromised  wajah
o Terapi :
 Observasi  bisa menghilang dalam waktu 2 bulan
 Obat :
 cantharidin
 Imiquimode
 Podofilin
 TCA
- Non genital Wartz
o Etiologic : HPV
 Verruca vulgaris  HPV 2 dan 4
 Butcher’s warts  HPV 7
 Deep palmoplantar wartz  HPV 1
o Patofisiologi  virus bereplikasi di dalam sel epitel yang sudah terdiferensiasi,
menyebabkan tampilan hiperkeratotik
o Manifestasi klinisi
 Verruca vulgaris  papul hiperkeratotik, permukaan irregular dan kasar,
biasanya pada tangan dan kaki
 Butcher’s wartz  biasanya pada tangan, sering pada orang jual daging,
bentuk seperti kembang kol (cauliflower like)

 Deep palmoplantar wartz  awalnya papul kecil, berkembang jadi papul


hiperkeratotik, endofitik, dengan bagian sekelilingnya membentuk kolar kalus
 Mosaic wartz  grup of wartz
 Cystic wartz / plantar epidermoid cyst  bentuk kistik, permukaan halus, jika
dibelah ada cairan seperti keju

 Heck disease  papule pink pada area mukosa mulut, lidah


o Terapi :
 Keratolitik : asam salisilat mulai 10% s/d 40 %
 Cryosurgery, electrosurgery
Superficial BACTERIAL INFECTION

- Eritrasma
o Etiologi : Corynebacterium minutissimum
o Predileksi : pada area lipatan,
o Tanda dan Gejala :
 Patch eritem berbatas tegas
 Pada area lipatan seperti aksilla, inguinal
- Intertrigo
o Etiologic : streptococcus grup A, B, dan G, Corynebacterium
o Predileksi : pada area lipatan misal : inguinal
o Tanda dan gejala :
 Nyeri
 Gatal
 Patch eritem
 Pada infeksi strepto  bisa invasi ke subkutis
o Diagnosis :
 Kultur bakteri, KOH (untuk eksklusi jamur)
- Impetigo
o Etiologi : staphylococcus aureus , streptococcus (impetigo krustosa). Bisa diakibatkan
adanya kerusakan minor pada kulit sebelumnya
o Ada 2 jenis 
 Impetigo krustosa
 Strepto atau staphylo
 Biasanya pada anak anak di area wajah terutama perioral, perinasal
 Tampak krusta honeycomb berwarna kuning dengan dasar eritem,
 Jika krusta copot dapat ada erosi
 Impetigo bullosa
 staphylococcus
 Pada neonates, di intertriginous
 Tampak adanya bula berisi cairan kuning jernih  bullae hipopion
 Kulit di bawah bullae normal
 Eritem berbentuk halo
- Ektima
o Etiologic : infeksi staphylococcus aureus, diawali impetigo krustosa, atau bisa juga
diawali adanya insect bites
o Tanda : ulkus yang dalam, dengan krusta keras di atasnya, nyeri. Bisa berkembang dari
impetigo
- Abscess  inflamasi akut atau kronis, disertai dengan terkumpulnya pus pada jaringan.
Tampak sebagai pembengkakan dengan fluktuasi di bagain tengahnya.
- Folliculitis  infeksi dan inflamasi pada follicle rambut
- Furunkel  nodul yang letak nya dalam, nyeri, disertai adanya pus, didahului folliculitis
- Karbunkel  furunkel yang konfluens
- Terapi :
o Jika terutup oleh krusta atau pus  kompres rivanol 3x1 selama 1 jam
o Jikat tidak tertutup  salep mupirocin 2% atau asam fusidat 2% 2x1 selama 7 hari
o Antibiotic sistemik
 Eritromisin 4x250-500 mg
 Kloksasilin 4x250-500mg
 Amoxiclav 3x250-500
o Insisi dan drainase  untuk abses dan karbunkel

Skin and Soft tissue Infection

Etiologic : GABS, staphylococcus

- Erysipelas
o Adanya infeksi pada bagian dermis superficial
o Lesi berbatas tegas, merah, bengkak minimal
o Bisa mengenai lnn
- Selulitis
o Adanya infeksi pada bagian dermis lebih dalam
o Lesi tidak berbatas tegas, merha minimal, namun dominan bengkak
o Mengenai limfonodi
o
- Phlegmon
o Adanya infeksi + bengkak + supurasi pada lapisan subkutan (lemak), bisa sampe otot
- Terapi :
o Elevasi tungkai
o Kompres dingin
o Antibiotic sistemik
 Amoxicillin 3x500mg 7 hari
 Cephaleksin 4x500mg, 7 hari
 Jika alergi betalactam : azithromycin 4x250-500mg
- Cutaneus Anthrax
o Etiologic : bacillus anthrax
o Penularan : diakibatkan oleh adanya inokulasi spora pada bagian kulit yang terluka
o Tampakan :
 Ada papul  vesikel  pecah  ulcer dengan tepi edema dan eschar hitam
 Predileksi di wajah dan ekstremitas superior


o Terapi :
 Doksisiklin 2x100 mg selama 60 hari
 Ciprofloxacin 3x500mg selama 60 hari

Infeksi Jamur (dermtofitosis, candidiasis, PVC)

- Kandidiasis kutis
o Etiologi : candida sp, paling sering candidia albicans
o Manifestasi klinis : sebenarnya bisa juga menyebabkan candidiasis oral, candidiasis
vaginalis,candidiasis kuku, candidiasis mukokutan kronis, dan candidiasis diseminata
 Pada kutis : biasanya pada daerah lipatan dan mudah lecet (inframammae,
inguinal, ketiak), tampakan patch atau macula eritem batas tegas membasah
dengan lesi satelit di sekitarnya berupa macula, papula, pustule

 Pada candidiasis kuku  kuku tampak tebal dan keras, berwarna coklat
kehijauan di bagian lateral kuku, tampak Beau’s line, namun kuku masih
mengilap, tidak rapuh, dan tidak ada debris di bawha kuku
 Pada paronikia candidiasis  inflamaasi pada soft tissue di sekitar kuku,
sehingga menimbulkan gejala merah, bengkak, nyeri, kutikula terretraksi, bisa
ada pus

 Beau’s line
 candidiasis mukokutan kronis  adanya infeksi dari kulit, mukosa, kuku.
Berhubungan dengan defek imun
 kandidiasis diseminata  penyebaran secara hematogen, bisa menyerang kulit,
mulut serta GIT, dan organ lain. Pada kulit : lesi papul eritem, dengan bagian
tengah yang hemoragik kadang nekrotik
 candidiasis oral  ada pseudomembran putih pada mukosa oral, buccal.
o Diagnosis/ PP
 KOH 10%  tampakan pseudohifa

o Terapi :
 Kandidiasis kutis 
mikanozol 2% atau klotrimazol 1% 2dd1
sistemik : flukanazol 150mg/minggu, itraconazole capsule 100-200mg/hari
selama 5 hari
 Kandidiasis kuku
 Kuku tangan  itrakonazol 2 dosis denyut (1 dosis denyut =
200mg/hari dalam 1 minggu, lalu istirahat 3 minggu) atau flukonazol
150mg/minggu minimal 2 bulan
 Kuku kaki  itraconazole 3 dosis denyut, atau flukanazol
150mg/minggu selama 3 bulan
 Paronikia
 Local : timol 4% dalam alkohol
 Sistemik : ketoconazole 200mg/hari atau flukonazol 150mg/minggu
hingga sembuh
 Kandidiasis oral
 Ringan  nystatin 400.000-600.000 U 4 x 1
 Sedang – berat  flukonazol 150mg/hari atau itraconazole 100-200
mg/hari selama
 Kandidiasis mukokutan
 Flukonazol 2x150 mg/hari hingga sembuh
 Itrakonazol 200-600 mg/hari hingga sembuh
- Dermatofitosis : disebabkan oleh
o Trikofiton  menyerang 3 (TRI) yaitu kulit, kuku, rambut
o Epidermofiton  kulit dan kuku
o Microsporum  kulit dan rambut
- Penunjang :
o Lampu wood  floresensi kuning kehijauan
o Mikroskopis  hifa tidak bersekat
- Tinea Kapitis
o Patogenesis : jenis jamur ada yang ektotriks, adan yang endotriks
 Eksotriks  athroconidia menyerang bagian luar sehingga merusak kutikula
rambut
 Enditriks  athroconidia secara kronis merusak bagian dalam rambut namun
bagian kutikula tidak rusak
o Manifestasi klinis :
 Non inflammatory  tampakan plaq/patch abu abu, dikarenakan
arthoconidida yang merusak kutikula dan menutupi ujung rambut patah.
Kebotakan bersifat diffuse atau bulat.
 Black dot  tampakan adanya black dot karena rambut patah + pelebaran
folikel, kebotakan tidak diffuse.
 Kerion  tampak nodule nodule inflamasi, plak purulent yang boggy, seperti
honeycomb, rambut tidak patah namun dapat dengan mudah dicabut. Bisa
terbentuk pus pada follicle rambut, dan bisa terbentuk sinus (mycetoma like
grains)
 Favus  pembentukan scutula (kursta kuning, berisi debris hifa dan kulit)
pada follicle rambut, disertai mousy odour
o Diagnosis
 Tanda cardinal yaitu : populasi risiko, adanya skuama tipikal (gray patch, kerion,
black dot), alopecia, dan pembesaran limfonodi
 Rambut patah (pada gray patch, black dot) atau mudah dicabut (pada kerion) 
dilakukan pull test. Pull test (+) jika 1-2 helai rambut tercabut
o Penunjang
 Wood lamp  warna kuning kehijauan pada tipe gray patch
 Mikroskopis dengan specimen rambut  untuk liat adanya athrospora,
athroconidia, hifa. Pada endotriks (di dalam rambut), pada ektotriks (di luar
rambut, merusak kutikula), pada favus (athroconidia yang berbaris tidak rapat
dan ada air space)
- Tinea Corporis 
o Tampakan : adanya plak eritem dengan skuama, central healing, lesi bentuk anular
o Predileksi : di area trunkus, lengan atas, paha, bokong
- Tinea Cruris
o Tampakan : plak eritem, skuama, central healing, lesi anular.
o Predileksi : area inguinal
- Tinea Manus
o Tampakan : dyshidrotic type  skuama kering disertai adanya hyperkeratosis dan
fissure pada tangan
- Tinea Pedis  Jenis :
o Interdigit : biasanya pada jari 4-5, tampakan adanya skuama kering, maserasi, fissure
o Mosaic  adanya skuama dengan dasar eritem, dikelilingi oleh papule minuta,
biasanya pada heels, dorsum pedis
o Bullae type/inflammatory type  kutu air, bisa di bagian jari kaki, heels, soles,
tampaka adanya vesikel vesikel yang berisi cairan
o Tipe ulcerative  sudah ada infeksi bakteri sekunder staphylococcus
- Tinea barbae  folliculitis pada janggut atau kumis.

- Terapi dermatofitosis
o Local  miconazole 2% 2dd1, klotrimazol 1% 2dd1
o Sistemik
 Griseofulvin
 1x500 mg atau 2 x 250 mg  untuk tinea cruris, corporis
 2x500 mg atau 4x250 mg  untuk tinea pedis dan onychomicosis
 2-4 minggu  tinea cruris, corporis, barbae
 4-6 minggu  tinea capitis
 4-8 minggu  tinea pedis
 4 bulan  onikomikosis di manus
 6 bulan  onikomikosis di pedis
 Ketoconazole 200mg/hari
 Itraconazole caps : 100mg/hari
 Flukonazol 150mg/hari
- PVC
o Etiologic : Malassezia furfur
o Manifestasi klinis
 Gatal
 Predileksi pada area seboroik
 Lesi patch hipo/hiperpigementasi, bentuk bulat, ada skuama halus (+)
o Penunjang :
 Wood lamp  floresensi kuning keemas an
 Mikroskopis skin scraping  spaghetti meatball appearance (ada hifa pendek
dan spora)
o Terapi :
 Local :
 Ketoshampoo 2% pada area lesi, 5 menit sebelum mandi, selama 3
hari berturutan
 Selenium sulfide 2,5% 15-20 menit selama 3 hari berturut, diulang
seminggu kemudian, selama 3 bulan
 Sistemik
 Ketokonazol 200mg selama 10 hari
 Itrakonazol 2x200 mg
 Flukonazol 300mg/minggu

- Pytiriasis Rosea
o Etiologic : reaktivasi dari HHV 6 dan 7
o Gejala klinis
 Sering pada wanita, usia muda
 lesi primer : macula/plak eritem/ salmon patch dengan skuama collarette
(Herald’s Patch)
 lesi sekunder : macula/plak eritem yang lebih besar dari lesi primer, mengikuti
Langer Line kulit, membentuk gambaran Christmas Tree
o Terapi
 Topical : calamine
 Sistemik
 Kortikosteroid
 Eritromisin 4 x250 mg 7 hari
 Asiklovir 3x400 7 hari

PARASIT

- Skabies
o Etiologic : sarcoptes scabiei huminis
o Cardinal sign
 Ada lesi khas : adanya kanalikuli warna abu dengan vesicle atau papule di
ujung kanalikuli
 Pada area predileksi : interdigiti, wrist, siku, glans penis, areola
 Nocturnal pruritus  karena scabies menaruh telur pada saat malam hari
 Ada riwayat tinggal bersama >4 orang dalam satu ruangan/berganti pakaian
handuk dengan orang lain/ ada riwayat orang serumah memiliki gejala yang
sama
o Penunjang
 Burrow ink test  tinta digosok lalu dihapus, tertinggal tinta pada kanalikuli
 Skin scrapping pada area lesi, difiksasi dengan mineral oil. Pake KOH jika pada
scabies yang banyak krustanya untuk mengurangi keratin
o Terapi :
 Permethrin 5% saat malam hari seluruh tubuh, lalu diulang 1 minggu
kemudian. TIDAK UNTUK BUMIL DAN ANAK<2 bulan
 Salep 2-4 Sulfur presipitatum  dipakai 3 hari berurutan, 1x saat malam.
Aman untuk anak dan bumil
- Pediculosis
o Etiologic : kutu (pediculus)
o Predileksi : kepala pediculosis capitis, pediculosis pubis, badan pediculosis corporis
o Manifestasi : sky blue spot  ada macula biru pada area gigitan kutu
o Terapi :
 permethrin 1% selama 2 jam pada area lesi
 malathion lotion 0,5% semalaman
 obati satu keluarga
 cuci badan / kepala/ area genital dengan air hangat selama 5 menit dengan
suhu >53 derajat
o Cutaneus Larva Migrant
 Etiologi : adanya invasi larva Ancylostoma pada kulit akbat adanya
microtrauma sebelumnya
 Manifestasi klinis : lesi serpiginosa dengan vesikel atau papul.
 Terapi :
 Albendazole 1 x 400 mg
 Ivermectin 2x 6 mg
 Topical corticosteroid

- TB Kulit
o Etiologi : mycobacterium TB
o Patofisiologi
 Direct inoculation  manifestasi menjadi Verrucous TB dan TB chancre
 Penyebaran ekstensi dari lesi primer  skrofuloderma, TB orificial
 Penyebaran lewat darah  TB Milier, Lupus Vulgaris
 Penyebaran lewat limfogen  Lupus Vulgaris
o Manifestasi klinis
 Verrucous TB  adanya plak verrucous (hyperkeratosis) dengan bagian
tengah atrofi atau membentuk fissure yang mengeluarkan nanah atau
keratinous mass, warnanya merah-cokelat -ungu. Sering pada lutut, siku,
tangan, kaki
Terjadi pada pasien yang telah terinfeksi TB + direct inoculation
 TB chancre  adanya papul yang pecah membentuk ulkus dangkal, tidak
nyeri. Terjadi pada pasien yang sebelumnya belum pernah kena TB
 Skrofuloderma  ada ekstensi infeksi dari focus primer (limfadenitis TB),
sehingga sering terjadi pada area aksila inguinal. Tampakan nodul yang pecah
menjadi ulkus tepi ireguler, sembuh dengan cribiform scarring
 TB orificial  imunnya jelek, ada autoinokulasi. Ulkus bergaung eritem
purulent hemorrhagic
 Lupus Vulgaris  penyebaran kronis secara hematogen dari focus primer
infeksi, menyebabkan terbentuknya nodul cokelat dengan konsistensi
gelatinous (apple jelly nodule). Nodul berkembang menjadi tidak beraturan
dan bisa meyebabkan kanker
Penunjang : diascopy  penekanan pada nodul irregular dengan object glass
menampilkan apple jelly nodule.
 TB millier  persebaran TB secara hematogen menuju organ lain,
memberikan manifestasi papul pustule eritem-violaceous, hemorrhagic
o Terapi :
- LEPRA
o Etiologi : penulara ndari mycobacterium lepra, masa inkubasinya bisa 5-10 tahun
o Patofisiologi :
o Manifestasi klinis : periksa mulai dari inspeksi wajah, sensoris dan penebalan saraf
perifer, generalis, lokalis lesi
 Fasies leonine  akibat adanya reaksi nodul pada wajah pasien lepra
 Paralisis nervus 7  lagoftalmos
 Hipoestesi s/d anestesi pada regio saraf sensoris yang terkena
 Patch hipo/hiper/eritema, hipoestesi
 Penebalan pada saraf perifer seperti n. auricularis magnus (bersilangan
dengan m.sternocleidomastoid), n. ulnaris, n radialis, n. fibularis communis,
dan n. tibialis posterior
o Klasifikasi  untuk pengobatan
 Paucibaciller  lesi nodul <5, kerusakan nervus 1, pemeriksaan acid fast tidak
ada basil
 Multibaciller  lesi nodul >=5, kerusakan nervus >1, pemeriksaan AFB
terdapat basil utuh minimal 1 /100 lapang pandang
o Klasifikasi riddle Jopling  untuk studi leprae, guiding treatment, serta dapat
memperkirakan kemungkinan komplikasi ak

o Treatment
 PB  selama 6 bulan
Hari 1 – Rifampicin 2x300mg, dapsone 1x100mg
Hari 2-28  dapsone 1x100mg, piridoksin 1x1
 MB  12 bulan
Hari 1 – rifampicin 2x300mg, clofazimine 3x100mg, dapson 1x100mg
Hari 2-28 – dapsone 1x100mg, clofazimine 1x 50 mg, piridoksin 1x1

Semua pengobatan MDT aman untuk bumil


 Efek samping
 Rifampicin  pipis merah
 Clofazimine  sligh discoloration jadi cokelat pada kulit
 Dapsone  anemia, bisa diberikan Fe dan as. Folat
o Reaksi lepra
 Reaksi tipe 1  delayed type hypersensitivity
 Setelah pengobatan
 Bisa pada PB dan MB
 Lesi lama lebih eritem dan meradang,. Bisa muncul lesi baru
 Neuritis silent, edema tungkai prominen
 Terdapat refleks kornea (-) dan lagoftalmos (+)  keterlibatan nervus
5 dan 7

 Reaksi tipe 2 eritema nodusum leprosum
 Biasanya pada pasien yang sudah menjalani pengobatan selama 6
bulan
 Dominan pada lepra MB
 Muncul nodul keyal, eritem, bisa pecah membentuk ulkus, nyeri
 Bisa ada neuritis, iridosiklitis, katarak, glaucoma
 Ada permasalahan ke organ lain
 Edema tungkai (-)
 Lusio phenomenon
 Terjadi pada pasien dengan lepra tipe BL atau LL yang tidak
mendapatkan terapi
 Tampak adanya eritema nekrotikan, scleroderma-like, dan
teleangiectasis
 Treatment
 Tipe I  kortikosteroid (deksametason, MP, prednisone)
 Tipe II  kortikosteroid + clofazimine higher dose

 intinya, pada
lepra relapse, lesi muncul di tempat lesi lama, dan pasien sebelumnya sudah mendapat terapi yang
adekuat, lalu ada kerusakan saraf di tempat yang sama dengan yang lama, dan merespon terhadap
terapi MDT sebelumnya. Sedangkan pada tipe 1, bisa muncul lesi baru, onset akut, dan membutuhkan
pengobatan tambahan selain MDT

- Urtikaria dan Angiedema


o
o Urtikaria  urtika + sedikit edema
o Angioedema  pembengkakan dominan, biasanya pada organ yang kulit tipis misal :
palpebra
o Patofisiologi  hipersensitivitas tipe I
ERUPSI OBAT

- Fixed drug eruption


o Etiologic : dikaibatkan obat-obatan antara lain antibiotic (quinolone, golongan sulfide,
sulfonamid), analgetic (NSAID), barbiturat
o Patofisiologi : les kulit yang muncuk merupakan manifestasi dari reaksi
hipersensitivitas tipe II (limfosit CD8 -> sitotoksik)
o Manifestasi klinis
 Muncul lesi kulit 30 menit-16 jam setelah ingesti obat, namun bisa tertunda
hingga 2 minggu
 Predileksi : bibir, genital. Proksimal ekstremitas, hip, low back
 Lesi kulit berupa plak eritem berbentuk oval atau bulat (target lesion), batas
tegas, dan bagian sentral dapat terjadi nekrosis. Diameternya sekitar 5 cm
 Pada kelamin dan bibir  berbentuk vesikel dengan dasar eritem
 Paparan obat yang sama  akan muncul lesi yang sama, namun lebih eritem,
lebih luas, dan bisa bertambah jumlahnya, serta adanya warna violaceus pada
lesi
 Kronis  gambaran post inflammatory hyperpigmentation, oval, macula atau
patch
o
o Terapi :
 Steroid topical  deksametason salep
 Antihistamin : cetirizine 2x5 mg

- Exanthematous drug eruption/ maculopapular drug eruption


o Etiologi : antibiotic (sulfon), NSAID
o Pathogenesis : reaksi hipersensitivitas tipe IV . drug eruption yang paling sering terjadi
o Manifestasi klinis :
 Macula eritem tersusun polisiklik dan konfluens membentuk macula dan
patch ertiem yang lebih besar, bisa disertai papul
 Berjalan secara simetris dari truncal ke ekstremitas. area predileksi di
ekstremitas atas dan inferior
 Muncul sekitar 7 hari setelah ingesti obat s/d 1-2 hari setelah obat dihentikan
 Keterlibatan mukosa buccal
 Bisa terjadi drug hypersensitivity syndrome  perlu dicek fungsi ginjal, hati,
dan CBC

o
o Terapi : steroid oral  MP 3x8 mg, antihistamin cetirizine 2x 5 mg
- Eritema Multiforme
o Etiologic : bisa diakibatkan obat (sulfonamid, penisilin, cefalosporin, kuinolon,
antikonvulsan, analgetic, NSADI, antifungal)
Bisa juga dikarenakan agen infeksi (HSV< EVB, CMV, Hep Virus, streptococcus)
o Patofisiologi L hipersensitivitas tipe 4, muncul 72 jam setelah ingesti suatu obat atau
infeksi . lesi biasanya muncul pada distal ekstremitas seperti tangan ,dorsum tangan,
soles, forearms, feet, elbow
o Klasifikasi
 Eritema multiforme minor  <10 % BSA yang terkena, lesi typical berbentuk
target, 0-1 keterlibatan mukosa biasanya are oral, eritem membentuk ulcer.
 Eritema multiforme mayor  >10 % BSA yang terkena, lesi bisa typical
maupun atypical, >2 keterlibatan mukosa (bisa oral, conjungtiva, nasal)
o Terapi :
 Hentikan pengobatan
 Atasi infeksi virus (paling sering herpes) dan bakteri
 Pemberian steroid
- SJS dan TEN
o Etiologic : hipersensitivitas terhadap obat obatan (mirip sih sebenernya penyebab
obatnya, seperti antibiotic sulfon, kuinolon, dll)
o Patofisiologi : merupakan tiper hipersensitivitas tipe IVc yang didasari kerja dari
Cytotoxic Lymphocyte T
o Bentuk lesi : eritema papul  vesikel  bullae  pecah dan nekrotik. Patognomonik :
TERGEOTID LESION  bagian tengah nekrotik/vesicle diliputi oleh pinggiran yang
eritem.
o Area predileksi : paling sering pada truncus, jarang kea rah ekstremitas
o Nikolsky sign +  ketika diberikan firm sliding pressure, menyebabkan terangkatnya
epidermis meninggalkan area yang merah,
o Klasifikasi 
 SJS : <10 % BSA yang terkena, berupa eritema, bulla yang detachment, serta
nekrosis meluas, melibatkan area mukosa bisa mulut, mata, dll
 SJS-TEN : 10-30%
 TEN : >30 % BSA terkena, adanya eritem atypical target, detach bullae, dan
nekrosis
o Terapi :
 Hentikan pemberian obat segera
 Rawat di burn unit
 Start IV RL / NS
 Dalam 2 minggu, nutrisi diberikan via NGT untuk mengganti protein yang
hilang
 Antacid  diberikan untuk mengurangi kemungkinan gastric bleeding
 Steroid  diberikan IV, 4-7 hari, high dose
- Pemfigus vulgaris
o Etiologi : penyakit autoimun
o Patofisiologi : adanya antibody anti desmoglein 1 (kulit) dan 3 (mukosa) yang
targetnya adalah desmoglein pada keratinocyte. Desmoglein berfungsi sebagai
pengukat desmosome pada sel epidermis. Akibatnya terjadi akantolisis, dimana
desmosome rusak  ikatan antar sel keratinocyte hancur  muncullah bula yang
kendur, bullae merupakan bulla intraepidermal
o Tampakan klinis
 Terbentuknya bullae flaccid yang generalisata muncul pada kulit yang sehat
dikarenakan adanya akantolisis, sehingga desmosome yang mengikat antar sel
keratinosit hancur
 Terdapat juga bullae  pecah menjadi erosi dan ulkus pada mukosa oral,
buccal, gingiva  bisa bertahan selama minggu – bulan
 Nikolsky sign + (firm sliding pressure menyebabkan terankatnya kulit) , asbu
Hansen sign + (indirect nikolsky sign, dimana bagian tepi dari bullae jika
ditekan menyebabkan terangkatnya epidermis, sehingga bullae meluas)
o Penunjang
 Biospi kulit  tampak bullae intraepidermal
 Indirect atau direct immunofloroskopi
o Terapi
 Rituximab
 Antitumor necrosis  sulfasalazine
 Plasmaparesis
 IvIG
- Bullous Pemfigoid
o Etiologi : adanya antibody BP ag 1 dan 2
o Patofisiologi : antibody BPag1 dan2 menempel pada membrana basalis dari epidermis,
lalu menyebabkan teraktivasi komplemen serta adanya inflamasi, sehingga
hemidesmosome yang merekatkan antara membrana basalis dengan sel basal
epidermis rusak  terjadi pemisahan antara epidermis dan dermis  terbentuk
bullae subepidermis, bullae rigid
o Manifetasi klinis
 Bullae tegang, dapat muncul dari area kulit yang sehat atau sebelumnya sudah
ada urticaria
 Gatal
 Paling sering pada area fleksural dan truncus
 Keterlibatan mukosa jarang
 Nikolsy sign (=)
o Terapi
 Immunosupressan  azatioprin
 Steroid  prednisone
 Rituximab  antitumor necrosis
- Dermatitis Atopik
o Etiologic : hipersenstivitas tipe I yang dimediasi oleh IgE
o Patofisiologi : salah satu bentuk dari allergic march, awalnya dermatitis atopi, lalu
berlanjut menjadi alergi makanan, asma, atau rhinitis. Ada ketidakseimbangan antara
Th 1 (bersifat infalamtori) dan Th2.
Tahapan terdiri dari sensitisasi (pada saat allergen pertama kali memasuki tubuh) dan
elisitasi (ketika sudah terbentuk igE spesifik untuk allergen, pada paparan kedua ige
menempel pada reseptor yang ada di superficial sel mast, lalu sel mast terdegranulisi)
o Kriteria diagnosis : Hanifin Rajka, minimal 3 kriteria mayor dan 3 kriteria minor
 Kriteria mayor
 Gatal
 Adanya episode berulang
 Pada infant atau anak2, lesi eksema terdapat pada wajah dan
esktensor
 Pada dewasa, lesi eksem + liken berada di area fleksura
 Riwayat keluarga atopi

o
o

- Terapi
o Pelembap kulit  petroleum gel 2 kali sehari
o Topical steroid dengan kekuatan sedang seperti betametason valerat 1-2 kali sehari
o Antihistamin 2 x 1
- DKA dan DKI

SImptom DKA DKI

Onset dan evolusi Tidak begitu cepat (12- Cepat (beberapa jam)
72 jam)
Lesi Batas tegas, terbatas Terbatas pada area
pada area tertentu, yang terkena oleh
namun bisa menyebar iritan
Eritema  papul  Eritema  vesikel
vesikel
Causative Tidak tergantung pada Bahan yang
jumlah paparan menyebabkan iritas,
Contoh ; nikel, karet, sehingga derajat
kosmetik, krom, keparahan penyakit
tergantug pada jumlah
paparan
Ex : sabun, detergent
Pacth test + -
Etiologi Reaksi Non immunology `
hipersensitivitas tipe
4, ada proses
sensitisasi dan elisitasi
Simptoms Lesi gatal Lesi gatal dan nyeri
o Penunjang :
 Patch test  dilakukan 2 minggu setelah dermatitis
indikasi pada DKA idiopatik, pemakaian steroid kronis, dermatitis yang tidak
hilang dengan cepat
Prosedur  ditempelkan patch yang berisi allergen, dijaga tetap kering hingga
48 jam. Pada 72-96 jam dinilai adanya eritem, papul, vesikel

- Toxic Irritant Contact Dermatitis


o Etiologic :toxin yang dikeluarkan oleh serangga seperti Paederus
o Patofisiologi :
o Manifestasi klinis :
 Adanya puncta tempat gigitan binatang
 Tampakan vesicle confluens, dengan dasar eritem,
 Bagian central necrosis
 Jika terjadi pada area fleksura  kissing phenomenon

o Terapi
- Dermatitis Seboroik
o Etiologic : adanya respon imun yang abnormal terhadap Malassezia furfur atau
Pityrosporum ovale
o Manifestasi klinis
 Predileksi pada area kepala, hairline, area kumis dan janggut, bisa sampai ke
belakang kepala dan tengkuk, leher, trunkus
 Tampakan eritema dengan adanya skuama  mild hingga yang severe 
krusta tebal berwarna kuning,
 Pada orang kulit hitam  bisa tampak adanya plak hipopigmentasi
o Terapi
 Pada bayi : hidrokortison 1%
 Pda orang dewasa : steroid ringan -sedang (hidrokortison atau betametason) +
shampoo ketoconazole
- Dermatitis numularis
o Etiologic : unknown
o Manifestasi klinis
 Adanya papul atau papulovesikel yang berkonfluensi menjadi plak bentuk
coin/discus
 Adanya crusta tebal, oozing
 Paling sering pada ekstremitas atas dan bawah
o Terapi :
 Steroid topical sedang sampai kuar
 Antihistamin oral
 Antibiotic oral jika terdapat infeksi sekunder
- Liken simpleks kronis
o Manifestasi klinis
 Sering pada area tengkuk, cubiti, antepoplitea, punggung kaki
 Tampak adanya liken
 Adanya cycle gatal  garuk yang berulang
- PRINSIP TERAPI PADA DERMATITIS
o Jika lesi kulit bersifat basah (akut)  digunakan pembawa yang sifatnya
mengeringkan
Jika lesi kulit bersifat kering (kronis)  dibasahkan
o Bentuk dari obat-obatan yang sering digunakan
 Bedak  baik untuk lesi kering dan superficial, mengurangi gesekan pada
intertriginosa
 Lotio/krim  emulsi oil in water, atau air dalam oil
 Solusio  bersifat mengeringkan, kompres luka untuk pengupan dengan lesi
yang banyak eksudat
 Gel  penyerapan lebih baik pada kulit daripada krim karena basenya air.
 Salep  menahan penguapan, bersifat melembabkan , penetrasi paling kuat
 Pasta  campuran salep + bedak, bersifat mengeringkan
o Bentuk steroid  pemberian steroid tergantung dari usia, ketebalan kulit
 Least potent  hidrokortison 2% - 2.5%, 0,5-1%
 Mild  hydrocortisone butyrat 0,1%, desonide 0,5%
 Lower Midstrength  triamcinolone 0,1% (Kenalog), fluticasone propionate
0,05%
 Midstrenght betametason valerat 0,1 %, mometason furoat 0,1% gel
 Upper midstrength  desoximetason 0,05%
 Potent  mometason furoat 0,1% ointement, desoksimetason 0,25%
 Superpotent  clobetasol 0,05%

- Acne Vulgaris
o Patofisiologi : acne diawali dengan terbentuknya comedo. Comedo dihasilkan dari
hiperkeratinisasi dari folikel rambut + produksi sebum yang meningkat akibat
pengaruh androgen. Comedo akan menyumbat follicle, dan ditambah dengan adanya
kolonisasi dari p. acne menyebabkan inflamasi
o Klasifikasi :
 Ringan  komedonya <20, inflamasi <15, nodul –
 Sedang  komedonya 20-100, inflaamsi 15-50, nodul <5
 Berat  komedonya >100, infalamasi >50, nodul >=5
o Terapi
 Ringan 
 Jika tipe komedonal  topical retinoid 0,05-0,1 %
 Jika tipe papulopustular  topical retinoid + antibiotic topical
 Sedang 
 Untuk tipe papulopustular dan nodul  topical retinoid, antibiotic
oral, dengan atau tanpa Benzil perooksida
 Berat  oral isotretinoin
o

o Antibiotic oral  diberikan 6- 8 minggu


 Tetrasiklin 2 x 500mg
 Doksisiklin 50-100mg 2x
 Klindamisin 150-300 mg 2-3 kali
o
- Miliaria
o Etiologic : gangguan pada kelenjar keringat ekrin
o Klasifikasi
 Miliaria Kristalina  millia di lapisan subcorneal, berebntuk kecil kecil
(vesicle), mudah pecah, berisi cairan bening
 Miliaria rubra  di lapisan spinosusm, berbentuk vesikel dengan dasar
eritema
 Miliaria pustulosa  lanjutan dari miliaria rubra, namun berisi pustule
 Miliaria profunda  lanjutan miliaria rubra, milia berisi pustule dan berada di
lapisan subepidermis/dermis atas
o Terapi :
 Bedak kocok kalamin + campor 2x sehari
 Salisil 2% bedak
 Antihistamin oral cetir 5-10 mg
- Hidradenitis Suppurativa
o Etiologic : adanya kelainan pada kelenjar apokrin
o Stage Hurley
 Stage 1 : pembentukan abscess, sigle atau multiple, tanpa sikatriks dan sinus
 Stage 2 : recurrent abscess, single atau multiple, lebar, dengan sikatriks dan
sinus
 Stage 3 : diffuse interconnected sinus
o Manifestasi :
 Adanya follicle yang tersumbat oleh comedo,
 Infalmasi
 Adanya mucopurulent discharge
 Lesi tipikal : nadul/papul/abses/ skar
 Distribusi : perineum dan aksila
 Sering berulang
o Terapi :

 Topical antibiotic  mupirocin, clindamycin


 Higienitas
 Pembedahan : jika terdapat abses, fistula
- Psoriasis
o Etiologic : autoimun
o Patofisiologi : adanya hiperproliferasi dari keratinosit, meningkatnya epithelial
turnover rate sehingga terdapat penebalan pada kulit, namun keratin yang terbentuk
rapuh. Normalnya turnover rate epitel 23 hari, namun pada psoriasis menjadi 3-5 hari
saja. Akibat dari turnover yang cepat  terjadi improper maturation dari epitel. Sel
sel pada lapisan granulosum yang harusnya tidak berinti, jadi masih berinti (disebut
sebagai parakeratosis). Keratinosit juga tidak dapat mengeluarkan lemak yang
menjadi adesi antar keratosit.
o Manifestasi klinis
 Koebner sign  adanya trauma/manipulasi pada kulit sehat akan
memunculkan lesi yang sama
 Autspit sign  adanya tampakan kemerahan saat skuama diangkat
 Candle wax  ketika digores skuama berwarna putih
 Lesi eritema makul/papul/plak dengan skuama putih tebal mengkilat
 Bisa diikuti rasa nyeri (pada ertirodermik psoriasis dan joint psoriasis) atau
gatal (pada erosive dan gutata psoriasis)
 Distrofi kuku
 Psoriasis vulgaris  tipe paling banyak, biasanya pada ekstensor, scalp,
lumbosacral, retroauricular
 Plak psoriasis  plak eritem dengan skuama silver, predileksi di esktensor
 Psoriasis gutata  papul berwarna salmon 1-10 mm, biasanya di truncus.
Biasanya muncul 2-3 minggu setelah infeksi streptococcus pada Respi tract
 Psoriasis pustulosa  muncul pustule steril pada tangan dan kaki atau bisa
meluas. jika diikuti dengan demam, serta rasa sakit, dan pustuk tersebar di
seluruh tubuh  von Zumbuch varian
 Psoriasis eritrodermik  adanya eritema, fine skuama, disertai demam,
hipotermia, gatal, nyeri di seluruh tubuh.
 Inverse psoriasis  kebalikan dari psoriasis pada umumnya, area predileksi di
fleksura. Tampakan patch atau plak eritem
o Terapi
 Metotreksat  dosis 10-25 mg/minggu, terbagi menjadi 2.5-5 mg/12 jam
sebanyak 3 kali dalam 1 minggu
 Siklosporin  6 mg/kgBB/hari, namun bersifat hepatotoxic dan nefrotoxic
-
- Telogen effluvium
o Etiologic :
 Penyakit akut, berat,
 Habis operasi mayor
 Penyakit kronik seperti CKD, SLE, malignansi
 Hormonal  misal kekurangan esterogen, hipotiroid, post partum
 Diet keras dan rendah besi, rendah protein
 Stress psikologis
- Anagen effluvium
o Fisiologi

o Etiologic :
 Biasanya diakibatkan kemoterapi  obat antimetaboliit, mitotic inhibitors, dll
 Obat tersebut menyebabkan pertumbuhan dari folikel rambut terganggu
 Radiasi pada area kepala dan leher
 Pemphigus vulgaris
o Pemeriksaan fisik
 Pull test  + jika terambil minimal 2 helai rambut. Pull test bisa negative jika
pasien sudah melewati fase active shedding
 Force extraction 10-20 helai rambut, lalu diamati di bawah mikroskop, jika
25% merupakan rambut telogen  diagnosis tegak.
o Terapi :
 Reassurance pada pasien bahwa telogen effluvium merupakan kondisi yang
reversible
 Minoksidil
- Vitiligo
o Etiologic : autoimun, genetic
o Patofisiologi : hipomelanosis menyebabkan adanya depigementasi pada kulit.
o Klasifikasi
 Vitiligo lokalisata  terdiri dari
 Vitiligo fokal  hanya pada satu area namun tidak 1 segmen
dermatom
 Vitiligo segmental  mengenai 1 segmen dermatom
 Vitiligo mucosal  hanya di membrane mukosa
 Vitiligo generalisata  biasanya terjadi secara simetris (koebnerisasi(
 Vitiligo acrofacial  mengenai wajah dan ekstremitas
 Vitiligo vulgaris  di banyak tempat, hampir total
o Terapi :
 Psoralen 0,6mg/kgBB 2 jam sebelum penyinaran dengan UVA
 Psoralen contohnya : metoksalen 10mg kapsul
 Jika tidak mempan dengan psoralen  ganti dengan MBEH 20%

- Melasma
o Kebalikannya vitiligo, terdapat hipermelanosis pada bagian wajah atau sunexpose
o Etiologic : sun exposure atau hormonal (misal menggunakan pil kontrasepsi)
o Terapi :
 Gunakan sunblock reapply tiap 2 jam
 No estrogen exposure
 Hidroquinon  untuk depigmentasi

- Alopecia
o Alopecia areata  tempat tidak menentu, berbentuk oval atau bulat, non scarring,
khas : exclamation point hairs
o Alopecia androgenic  kebotakan tipe pada laki – laki, dimulai pada bagian vertex
o Alopecia traction  karena tarikan rambut (sering disebut alopecia pada orang yang
suka mengepang rambut)
o Alopecia post partum  terjadi 2-3 bulan post partum , berhubungan dengan
kekurangan nutrisi pada ibu setelah melahirkan
o Cicatricial alopecia  kebotakan yang meninggalkan sikatriks pada permukaan kulit
kepala
o Terapi : minoksidil
- SCC  nodule hiperkeratosis, membentuk ulkus, pada area helix, lower lip, genital, bagain
forearm lateral.
- BCC  rodent ulcer, biasanya pada area wajah
- Melanoma  perhatikan ABCDE (asimetri, border, color, diameter, evolving

Anda mungkin juga menyukai